Bab 18
"Ini ada pakaian ganti untukmu," ucap Ravin sembari menyerahkan sebuah paper bag kepada Rayna.
"Pakaian ganti?" ulang Rayna. Dia menerima paper bag dan mengintip isinya.
"Iya. Tadi malam sebelum tidur, aku menghubungi asisten pribadiku, Bram, memintanya untuk membelikanmu pakaian. Semoga cocok ya. Maklum, hasil belanjaan laki-laki."
Rayna terperangah. Dia baru sadar lelaki yang di hadapannya ini adalah lelaki kaya raya dan penuh dengan kuasa.
"Terimakasih, Ravin. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu," ujarnya lirih.
"Sama-sama. Sekarang mandilah. Aku tunggu kamu di dapur untuk sarapan bersama."
Usai mengucapkan kata-kata itu, Ravin berbalik meninggalkan kamar, sementara Rayna bergegas menuju kamar mandi di pojok ruangan.
Lima be
Bab 19"Hentikan niat Mama untuk mendatangi Rayna di rumah itu, Ma. Aku tidak mau berurusan dengan Ravin!" sentak Ziyad. Dia sangat jengkel dengan sikap ibunya."Ravin? Jadi lelaki itu namanya Ravin?" tanya Widya."Iya, Ma. Dan asal Mama tahu, Ravin itu adalah pemilik dari Al-Fatih Mart tempat Rayna bekerja!" beritahu Ziyad. Dia menarik tangan sang ibu agar kembali duduk di sisi tempat tidur."Tidak mungkin! Rayna itu hanya gadis kampung! Dan tidak mungkin Bos Al-Fatih Mart malah tertarik dengan Rayna, apalagi dia istri orang!" pekik perempuan tua itu. Matanya melotot menatap wajah Ziyad yang dingin."Sudah aku katakan, Ma, biar aku sendiri yang menyelesaikan semua ini. Aku akan membawa Rayna kembali ke rumah ini." Lagi-lagi emosi Ziyad melonjak. Teringat peristiwa tadi malam, kata-kata Ravin sungguh melecehkannya, merendahkan harga
Bab 20 Ravin sangat menikmati perjalanannya kali ini. Lelaki itu tengah asyik dengan ponsel, bertukar pesan dengan Rayna. Sesekali bibirnya mengukir sebuah senyuman. "Bahagia sekali bosku. Mentang-mentang lagi serumah dengan kelinci kecilnya. Dapat berapa ronde tadi malam, Bos?" goda Bram. Lelaki itu mengambil alih kemudi demi melihat Ravin yang nampak bersemangat sekali pagi ini. "Ronde apaan? Emangnya main tinju?" Mata Ravin melotot. "Kalau ngomong itu ya di saring dulu!" Bram tertawa keras. "Kali aja Bos kangen dengan suasana lima tahun yang lalu." Lelaki itu seketika tersenyum kecut. "Jangan tanya soal itu, Bram. Pasti kangen lah. Apalagi tadi malam kami hanya berdua di rumah. Aku pula yang menggendongnya ke kamar saat ia tertidur di bahuku." Kep
Bab 21"Maaf, Bu. Kami hanya menjalankan tugas. Kami adalah pengawal pribadi tuan Ravin dan tugas kami sekarang adalah menjaga nona Rayna. Tuan Ravin tidak mengizinkan nona Rayna untuk bertemu dengan siapapun, terutama Anda, ibu mertuanya," tegas lelaki bertubuh kekar itu."Tuan Ravin?" sela Selvi. Mendadak dia teringat informasi yang baru saja didapatnya dari laman pencarian g****e. "Jadi benar Tuan kalian adalah pemilik Al-Fatih Mart?""Betul, Mbak. Tuan Ravin adalah pemilik Al-Fatih Mart," sahutnya."Tidak mungkin! Tidak mungkin pemilik Al-Fatih Mart mau dengan Rayna. Dia itu cuma gadis kampung. Kamu pasti hanya mengada-ngada!" jerit Widya. Matanya melotot. Kenyataan ini membuatnya shock."Bu, kami hanya
Bab 22 "Malam ini akupun menjadi milikmu, Ziyad," desahnya manja. Ghina yang sudah setengah mabuk meraih tubuh lelaki itu, mendekapnya dengan erat, menelusupkan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Ziyad membalasnya dengan melayangkan ciuman bertubi-tubi ke wajah wanita itu. Dia menelusuri setiap inci pahatan indah ciptaan Tuhan dan mulai menyatukan tubuh mereka. Ghina mengerang lirih. Kenikmatan ini tiada tara saat milik Ziyad turun naik, keluar masuk melalui pintu surga di tubuhnya. Tubuhnya menggelinjang bak cacing kepanasan. Tubuhnya seperti melayang, merasakan hentakan demi hentakan yang siap mengirimnya mencapai puncak kenikmatan dalam bercinta. Sepanjang malam mereka melakukannya sampai akhirnya Ziyad ambruk di sisi Ghina. Ziyad menyeka keringat yang menetes di dahi wanita itu, mendekapnya kuat sembari berusaha mem
Bab 23Ravin terdiam. Benaknya kembali mengingat peristiwa lima tahun yang lalu.Perlahan lelaki itu menggeleng. "Kamu tidak tahu siapa aku. Akan tetapi yang jelas, aku tidak tega mendapati seorang wanita disakiti oleh suaminya, apalagi dia adalah karyawanku. Aku harus pastikan kondisi psikologis karyawanku dalam keadaan baik saat mereka bekerja....""Sampai segitunya... Apakah semua karyawan wanitamu mendapatkan perhatian yang sama? Ataukah hanya Rayna saja?" Wajah lelaki itu semakin memerah dengan senyum tersungging di bibirnya. Senyum yang menyeringai licik."Al-Fatih Mart itu memiliki puluhan ribu gerai minimarket di seluruh Indonesia, pun tidak sedikit karyawan wanitanya. Memangnya kamu sanggup memperhatikan semua karyawanmu satu demi satu, hah?!" Ucapan Ziyad begitu menohok."Begini saja Ziyad," ujar Ravin setelah dia berpikir beberapa menit.
Bab 24Diam-diam lelaki itu merasa bersalah. Pasti Rayna sudah salah paham dengan Ziyad. Dia menganggap Ziyad tak lagi memperdulikannya."Besok pagi aku akan mengantarmu ke rumah. Semoga setelah ini kamu bisa diperlakukan lebih baik oleh suami dan keluarganya,," ujar Ravin sembari mengerjapkan matanya.Sungguh berat bagi Ravin harus mengucapkan kata-kata itu. Dia sudah terlanjur nyaman dengan kehadiran Rayna selama dua hari ini di rumahnya. Seandainya menurutkan hati, ingin rasanya Ravin mengurung Rayna selamanya."Terima kasih untuk bantuanmu, Ravin.""Sama-sama. Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku lagi ya.""Ya, Ravin." Perempuan itu tersenyum manis.Senyum semanis madu seketika membuat lelaki itu mengurungkan niatnya menyuap makanan ke mulutnya."Sayang sekali dia masih istri orang," keluh Ravin dalam hati.Kini dia hanya berharap semua rencananya bisa berjalan dengan baik.Mereka kembali melanjutkan makan. Ravin yang selesai lebih dulu lang
Bab 25"Iya, satu pembantu sudah cukup," angguk Rayna. Perempuan itu duduk di pinggir ranjang dan mulai melepaskan kain pelapis kepalanya."Kamu sudah sarapan?" tanyanya lagi.Rayna menggeleng. "Belum.""Di dapur masih ada roti buat sarapan. Nanti aku ambilkan. Untuk beberapa jam ke depan, jangan dulu keluar kamar ya, karena aku perlu waktu untuk menjelaskan kepada Mama soal kita," ujarnya.Lelaki itu melirik jam dinding kemudian melenggang pergi meninggalkan kamar itu.Rayna tersenyum samar sembari memijat dahi, lantas merebahkan tubuhnya di ranjang.Seumur-umur baru kali ini dia menikmati ranjang dan kasur empuk. Selama berada di rumah ini, dia selalu tidur di kasur lipat yang tipis, bahkan terkadang tidak mampu menahan dingin lantai kamar tidur mereka.Sembari berbarin
Bab 26 Setelah melewati drama yang menguras emosi di pagi hari, akhirnya ia sampai di kantor. Kedatangannya di sambut oleh Ghina yang sudah bertengger manis, menghadap meja kerjanya. "Suntuk lagi?" tegur Ghina melihat penampilan Ziyad. Wajah lelaki muda itu terlihat masam. "Rayna sudah pulang ke rumah, Ghin," ujarnya pendek. Perempuan berwajah cantik itu spontan terlonjak dari tempat duduknya. "Rayna sudah pulang? Bagus dong!" "Ya, begitulah." Ziyad menghempaskan tubuhnya di kursi berhadapan dengan Ghina. "Tahu sendiri lah. Jikalau Rayna bisa kembali ke rumah, berarti ada syarat yang harus aku penuhi. Dan ini permintaan dari Ravin." "Emangnya Ravin minta syarat apa?" tanya Ghina. "Aku harus menyediakan pembantu untuk Rayna.
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de