Bagai dihantam batu besar, perasaan dan hati Zahra tercabik-cabik sejak tadi.
Zahra hanya bisa meredam sakit hatinya dengan beristighfar sebanyak yang lisannya bisa.Dadanya sesak.Sedang Ridwan mengerutkan keningnya dengan ucapan gila Delena.Brak!"Omong kosong! Kamu gila, Del! Aku bahkan tidak pernah penyentuhmu!" teriak Ridwan sambil menggebrak meja didepannya.Ridwan sangat marah dengan fitnah yang Delena lontarkan.Sedangkan sisi lain hatinya, dia juga sangat khawatir pada Zahra yang tengah mengandung si kembar.Ridwan takut Zahra terpengaruh dengan ucapan Delena melihat riwayat dirinya pernah bersama Delena tiga bulan.Zahra masih menahan dada dan hatinya saat ini mendengar perdebatan suaminya dan juga Delena."Kau melupakannya, Ridwan? Aku bahkan tidak melupakan ciuman panasmu dan permainan ranjangmu!" jawab Delena santai.Namun berbeda dengan Ridwan yang dilanda emoPapa Ameer sangat panik dan menggendong istrinya yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Papa Ameer bisa merasakan sesedih apa istrinya saat ini. Papa Ameer berlari menuju UGD yang tidak jauh dari IGD dan langsung menidurkan Mama Sofiya di bangkar rumah sakit. Papa Ameer menunggu Mama Sofiya di periksa di UGD. Sedangkan Ridwan terduduk di lantai sambil meletakkan keningnya di dengkulnya sendiri. Ridwan tak bisa menutupi rasa khawatir dan ketakutan akan kehilangan sang istri atau putra-putranya. Ridwan terus melangitkan doa untuk keselamatan istri dan si kembar.Ridwan tak memiliki kemampuan untuk melakukan apapun saat ini, saat istrinya berjuang sekuat tenaga mempertahankan kembar mereka. Ridwan menjambak rambutnya sendiri karena frustasi.Otaknya tak menentu dengan segala keadaan yang rumit. Mamanya pingsan dan Papa menemani, juga kemarahan yang terlihat jelas di mata mereka. "Ak
Teriakan Mama Sofiya menggema di depan ruang IGD mendengar ucapan Dokter Aruni hingga akhirnya kembali tak sadarkan diri. "Cepat cari sampai ketemu, Ridwan! Papa yang tunggu disini dan urus Mama!" pekik Papa Ameer. Dan Ridwan berlari dengan membawa surat yang dokter Aruni berikan. Entahlah Ridwan tak banyak bertanya, dia menuju mobilnya dan bergegas ke bank darah. Sambil melajukan mobilnya, Ridwan menghubungi anak buahnya untuk berpencar menanyakan stok golongan darah istrinya. Mengantisipasi jika di pusat darah tidak ada. Ridwan melajukan mobilnya seperti orang gila, dengan kecepatan tinggi dan menyalip mobil demi mobil hingga berbentuk formasi zigzag. Ridwan tidak perduli banyak orang yang mengumpatinya di jalan. Yang Ridwan tau, dia harus segera mendapatkan darah untuk istrinya. Sesampainya di bank darah, Ridwan menyerahkan surat itu dan mendapat satu kontainer yang tertutup. Tak banyak waktu Ridwan langsung kembali ke rumah sakit dengan cepat, bersamaan dengan jantungnya
Papa Ameer hanya mengusap puncak kepala Zahra kemudian berbalik menuju sofa dan mengacuhkan Ridwan. Sedangkan Ridwan memegang tangan Zahra, "Benar Feron mengejarmu, Ra?" Zahra tersenyum, "Hanya bercanda, Mas!" "Tapi setiap hari pergi ke toko menemuimu?" tanya Ridwan dengan ekspresi tak sukanya. Zahra mengangguk, "Aku selalu bersama Mamah dan Papah, Mas! Dan hanya menemui beberapa kali saja!" "Dia berbahaya, Ra!" kata Ridwan kemudian memeluk lengan Zahra. Zahra tersipu karena ulah Ridwan, pasalnya di ruangan itu juga ada Papa dan Mamah mengawasi mereka. "Aku juga tidak berencana mengganti posisimu, Mas!" jawab Zahra. Ridwan terlihat lega walau sedikit terpengaruh dengan ucapan Papa Ameer. Setelah drama merajuk Ridwan, Mama Sofiya datang dengan membawa kain lab dan persiapan untuk sholat. Papa Ameer telah lebih dulu keluar kamar dan menuju mushola rumah sakit. Mama Sofiya meng
Ridwan yang ada di depan menatap Delena dengan tajam. "Kau sungguh membuatku marah, Del!" kata Ridwan penuh penekanan. Matanya merah, dadanya naik turun membayangkan keadaan Zahra. Dan beberapa saat setelah berkata demikian, ada dokter yang mendekat dan memasuki ruangan Zahra.Kepanikan semakin merasuki dada Ridwan. "Kamu hampir membunuh anak-anakku kemarin! Beraninya kamu, Del!" pekik Ridwan. Ridwan mencengkeram rahang Delena dengan cepat dan erat, membuat Delena meringis kesakitan. Namun tidak menyurutkan keberanian Delena, karena rasa sakit itu tidak sebanding dengan hatinya.Ditinggalkan Ridwan begitu saja setelah dirinya memberikan pelepasan pada Ridwan sangat menggores harga dirinya. "Kau juga hampir membunuhku, baby Arey dan janinmu ini!" tantang Delena. Ridwan menyeringai menakutkan dengan aura menyeramkan membuat Delena sedikit gentar. "Bahkan jika harus membunuhmu, A
Karena tanpa Ridwan sadari, Ridwan meremas tangan Zahra hingga memerah. "Tidak apa! Jangan panik!" lirih Zahra. Sedangkan Papa Ameer dan Mama Sofiya menatap Ridwan dengan tajam karena menyakiti menantunya. Ridwan tidak menggubris tatapan itu, justru Ridwan menciumi Zahra di balik cadarnya, "Maaf istri cantikku!" Zahra mengangguk. Kemudian mata Ridwan menatap Feron dengan tajam. "Woy, kenapa matamu seperti mau lepas melihatku, Ridwan!" canda Feron. Ridwan menyeringai malas, "Tentu saja, Untuk orang yang mau merebut istriku, tidak perlu berbaik hati!" Feron kemudian terkekeh dan duduk di Sofa mendekati Mama Sofiya. "Tante! Anak tante menyebalkan!" canda Feron santai. Mama Sofiya terkekeh, "Biasa, Bucin! Sana kamu menikah biar tau rasanya!" Feron kemudian menyandarkan kepalanya di sofa sambil tertawa. "Tante tau kan, Feron hanya tergoda dengan Zahra! Feron mau menikah
Feron terus memacu tubuh wanita di depannya tanpa ampun sambil terus meneriaki nama Zahra. Laki-laki yang tidak mempercayai cinta dan rumah tangga itu, kini sangat ingin membangun rumah tangga dengan Zahra. Istri dari teman kecilnya. "Ahhh, Ra! Nikmati, Sayang! Menikahlah denganku!" racau Feron. Sedang wanita dibawahnya itu sudah tak berbentuk, merintih, memelas karena Feron melakukannya dengan brutal. "Ayo, menikah denganku, Sayang!" racaunya. Hingga Feron mempercepat gerakannnya. "Arghhhhhhh, Zahraku!" erang Feron di puncak pepelasannya. Setelah itu menarik begitu saja adeknya dan pergi menuju kamar mandi untuk berendam.Meninggalkan wanita itu dengan kondisi mengenaskan, tidak ada kata indah saling memuja dan tidak ada ciuman after sex. Sedangkan wanita itu menatap nanar Feron yang masuk ke dalam kamar mandi dengan mencengkeram erat selimut di sampingnya. Perempuan mana ya
Ridwan yang mengetahui Zahra sudah mencapai puncaknya pun berhenti dan malah menghirup aroma kesegaran itu. Membiarkan Zahra menghimpit lehernya. Hingga akhirnya Ridwan merasakan paha Zahra melemah dan dia muncul dengan tersenyum. Sedang Zahra tersipu malu karena ulahnya sendiri. Ridwan kemudian mendekat dan mencium Zahra dengan lembut, melumat dan menyesap bibir yang sangat dia rindukan. Dan Ridwan langsung memposisikan posisi ternyaman untuk melakukan pergerakan konstannya. Dan siang itu dua insan itu bergumul dalam kehangatan berbalut kerinduan yang membuncah. Gairah yang dibalut dengan cinta dan kerinduan membuat dua insan itu melebur dalam ketinggian. "Arghhh, Ra!""Arghhhh, Mas Ridwan!" pekikan dan erangan dua insan saling meneriaki nama lawan pergumulan mereka. Seolah mereka menumpahkan seluruh hasrat yang tersisa. Ridwan memeluk tubuh Zahra yang berkeringat
Ridwan yang masih menghajar beberapa preman itu tidak menyadari istrinya telah dilumpuhkan. Brumm! Hingga Ridwan yang juga mulai kuwalahan dengan beberapa preman itu mendengar suara kasar pedal gass mobil. Mereka semua menoleh termasuk Ridwan dan Ridwan terkejut mendapati istrinya dibawa oleh mobil itu. Dan itu menjadi kesempatan untuk para preman itu dan memukul tengkuk Ridwan dengan keras. Bruk! Ridwan yang lengah tersungkur dan pingsan di jalan. Kemudian para preman itu pergi meninggalkan Ridwan seorang diri. Sedangkan Papa Ameer yang tengah duduk di sofa, merasakan jamnya bergetar. Iya, Jam yang terhubung dengan Ridwan untuk megantisipasi sesuatu. "Mah, Papa pergi!" serunya kemudian berdiri dan berlari.Mama Sofiya hanya mengangguk dan melihat suaminya berlari sudah paham jika ada masalah penting. Papa Ameer mengendarai mobilnya dengan cepat sambil menelpon anak