Anggi memandang keluar jendela kamar, panas masih sangat terik. Sebenarnya dia juga tidak berpanas-panasan, karena dia pergi menggunakan mobil pribadinya, hadiah pernikahan dari mas Arga, tapi melihat panas terik membuat dia agak malas untuk keluar rumah. Nanti sajalah agak sore baru aku pergi, pikir Anggi dalam hati. Mungkin memejamkan mata sebentar saja siang ini akan cukup membuat segar badannya.
Baru saja matanya terpejam dan kesadarannya hampir saja melayang ke alam mimpi Anggi di kejutkan bunyi bel. Ah, siapa yang datang siang-siang begini? Perasaan aku tidak ada janji dengan seseorang. Dengan malas Anggi turun dari tempat tidur dan menuju pintu depan. Dari jendela dia bisa melihat siapa yang datang.
"Nikita!" Pekiknya. Anggi sangat senang melihat kedatangan Nikita, sahabatnya. Sudah lama dia tidak bertemu sahabatnya itu. Kalau tidak salah terakhir ketemu saat pernikahannya tiga bulan yang lalu.
"Hai!" balas Niki yang langsung memeluk Anggi.
Mereka berpelukan sambil tertawa bahagia.
"Gimana kabar Lo? Udah bahagia ya sampai lupa sama sahabat lama?" sambung Niki.
"Nggak mungkinlah gue lupa sama sahabat sejati gue."
"Habisnya sejak nikah lo nggak ada kabar, gue kan nggak enak mau nanya sama pak bos."
"Maaf deh, gue sibuk sama status baru gue. Bahkan orangtua gue aja jarang gue tengokin."
"Ya udah nggak apa-apa, yang penting lo udah bahagia sekarang."
Ada sekilas gambaran kesedihan di wajah Anggi.
"Lo kenapa, Nggi?" Bingung Niki melihat perubahan wajah sahabatnya itu. "Lo sedih?"
"Nggak apa-apa, Nik." Anggi berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Cerita aja sama gue apa yang terjadi dengan lo. Lo masih anggap gue sahabat lo kan?"
"Bener gue nggak apa-apa, gue bahagia kok." Anggi berusaha menutupi keadaan rumah tangganya.
"Jangan bohong sama gue, gue tau Lo. Lo nggak bisa nyembunyiin keadaan lo dari gue. Bukan sebulan dua bulan kita sahabatan. Gue udah hapal banget gimana lo."
Anggi berusaha menahan airmata yang akan keluar dari sudut-sudut matanya. Dia tidak mau sahabatnya itu tau kondisi rumah tangganya. Tapi lama kelamaan Anggi tidak bisa lagi menahan air yang sudah berebut untuk keluar dari kedua matanya. Seperti tanggul yang akan jebol dan memuntahkan airnya keluar. Akhirnya Anggi menangis di pelukan sahabatnya itu.
***
Akhirnya Anggi mau menceritakan kondisi rumah tangganya. Pelan-pelan Anggi menceritakan keadaan rumah tangganya kepada Niki. Dia menceritakan bagaimana sikap Arga kepadanya. Bagaimana Arga selalu berusaha menyakiti hatinya.
Niki mendengarkan cerita Anggi dengan perasaan sedih, sesekali dia mengelus bahu sahabatnya untuk menenangkannya. Dia dapat merasakan kesedihan sahabatnya itu. Dia tau Anggi perempuan baik. Dia tau Anggi tidak semurah itu memberikan kesuciannya kepada seorang laki-laki. Jadi kalaupun sampai terjadi pasti itu karena dia khilaf. Niki merasa iba kepada Anggi, kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja itu ternyata berakibat fatal untuk masa depan rumah tangganya saat ini."Yang sabar ya, Nggi. Mudah-mudahan nanti suami lo mau memaafkan lo dan rumah tangga kalian akan baik-baik aja. Setiap kesabaran pasti akan berakhir dengan kebaikan." Cuma itu yang bisa di ucapkan Niki di akhir cerita Anggi. Gadis itu bingung mau bicara apa. Dia tidak bisa terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga bos dan sahabatnya itu.
"Gue yakin Arga orang baik. Mungkin sekarang dia masih kecewa sama lo. Tapi gue yakin suatu hari nanti dia bisa nerima lo apa adanya, dengan segala kekurangan lo. Dan gue yakin saat waktu itu datang, keluarga lo akan jadi keluarga yang paling bahagia di dunia ini. Yang penting sekarang lo sabar dan banyak berdoa."
"Ya udah, sekarang lo cuci muka, lalu kita makan soto kesukaan lo di langganan kita dulu, yang di depan supermarket di dekat pasar. Gue kesini memang mau ngajak lo makan soto di tempat langganan kita dulu itu, dan lo yang traktir. Kan lo udah jadi istri bos," ajak Niki.
"Sekarang lo harus tersenyum, kan ada gue. Mengenai masalah lo, Lo harus sabar dan banyak berdoa. Cuma itu jalan satu-satunya. Pasti nanti juga akan ada jalan. Nggak ada masalah yang nggak ada jalan keluarnya. ok!" Lanjut Niki lagi. Sahabatnya ini memang selalu nyerocos kalau sudah ngomong.
"Ngapain juga hidup dibawa sedih terus. Kalau lo belum bisa dapet cintanya pak bos, paling nggak lo nikmatin aja hartanya dulu. Hidup di rumah mewah begini kok malah sedih terus." Lanjutnya lagi.
Akhirnya Anggi membenarkan kata-kata Niki. Dan dia bertekad akan terus bersabar menghadapi sikap Arga.
"Ya udah, gue ganti baju dulu ya, kebetulan gue mau belanja bulanan ke supermarket!" pamit Anggi sambil buru-buru jalan ke kamar. Sedikit lega perasaannya setelah dia bercerita kepada sahabatnya itu. Seakan sedikit terangkat beban di hatinya.
"Cuci muka jangan lupa. Jangan sampe lo diliatin orang karena mata lo keliatan habis nangis," teriaknya.
"Iya, bawel!" balas Anggi sambil berjalan menuju kamar.
***
Karena asiknya mereka belanja sambil ngobrol dan bercanda, tidak terasa kalau hari sudah malam.
"Aduh! Mas Arga pasti udah pulang dan dia pasti akan marah karena gue belum pulang," tiba-tiba Anggi menyadari kalau mereka sudah lupa waktu. Hari itu Anggi sangat bahagia bisa jalan-jalan dan bercanda bebas bersama sahabatnya, dan yang terpenting dia bisa melupakan sejenak sikap dingin dan kata-kata pedas suaminya. Tapi sekarang mereka harus pulang dan kembali ke kehidupan yang nyata. Kembali mengikuti rutinitasnya yang menyebalkan dan selalu membuatnya menangis.
" Ya udah, kita pulang," ajak Nikita. "Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi. Mudah-mudahan aja suami lo nggak marah, nanti gue yang ngomong sama suami lo."
Benar saja, saat Anggi sampai di rumah Arga sedang menonton tv. Seperti biasa , dengan wajah dingin. Tapi setelah melihat ada Nikita, Arga tersenyum ke arah Nikita.
"Maaf ya mas, aku ngajak Anggi sampai selarut ini. Mungkin karena udah lama nggak jalan bareng, jadi lupa waktu."
"Iya, nggak apa-apa. Tapi lain kali jangan pulang terlalu malam. Bahaya untuk perempuan pulang malam," jawab Arga tenang.
"Aku langsung pamit ya mas, udah malam. Gue pulang ya, Nggi. Nanti kapan-kapan gue main kesini lagi."
"Sebaiknya kamu menginap saja. Udah malam, bahaya seorang perempuan jalan sendiri selarut ini." Anggi senang sekali mendengar tawaran Arga kepada Nikita. Dia senang kalau Niki menginap, berarti mereka bisa ngobrol sampai malam.
"Terimakasih mas, tapi sebaiknya aku pulang aja, kasian mama sendiri dirumah."
Mama Niki memang seorang janda. Papanya meninggal saat Niki masih SMA. Sedangkan kakak Niki sudah menikah dan tinggal di Jogja bersama istrinya.
"Kalau begitu kamu antar aja, mas," jawab Anggi spontan.
Aduh, bodohnya aku bicara seperti itu. Mas Arga pasti capek pulang kerja. Pasti nanti marah deh, batin Anggi menyesal sudah menyuruh Arga mengantar Niki pulang.
"Nggak usah, Nggi. Gue naik taxi online aja," tolak Niki.
"Ya udah ayo aku antar, bahaya juga perempuan jalan malam-malam sendirian." Arga langsung bangun dari duduknya, mengambil jaket dan kunci mobil.
Niki memandang bingung ke arah Anggi. Anggi cuma tersenyum sambil mengangkat bahu.
"Ayo cepat, jangan kelamaan bengong." Arga mendahului jalan ke arah garasi dan tidak lama kemudian terdengar suara mesin mobil di hidupkan.
Setelah berpamitan kepada Anggi, Niki pun bergegas naik ke mobil, dan Arga sudah menunggu di balik setir. Mobil langsung melaju perlahan meninggalkan Anggi yang masih melambaikan tangan ke arah sahabatnya itu. Ah, sepi kembali menghampiri hati Anggi. Bahagianya kalau memiliki anak, pasti aku tidak akan kesepian lagi, gumam Anggi.
Beberapa menit melalui jalanan komplek perumahan tempat tinggalnya, mobil Arga mulai memasuki jalan raya. Saat itu jalanan masih agak padat. Mungkin banyak orang-orang yang baru pulang kerja, dan hampir semua dari kendaraan bermesin itu saling berebut celah sehingga menambah kemacetan lalulintas. Ada beberapa orang yang tidak sabar kemudian membunyikan klakson terus menerus. Belum lagi kendaraan umum yang mengambil dan menurunkan penumpang seenaknya, semua menambah kekacauan. Ada juga yang agak emosi dan selalu berdecak kesal. Mungkin karena mereka sudah lelah dengan pekerjaan kantor, ditambah lagi masalah-masalah di kantor yang bikin stres. Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan.Tapi berbanding terbalik dengan yang terjadi di hati Niki. Dia tidak mengerti dengan perasaannya. Kenapa dia merasa tenang dan nyaman berada di dalam mobil Arga. Apa mungkin karena mobilnya nyaman dan ber-AC sehingga membuat dia tidak terganggu dengan keadaan di jalan
Hari masih pagi ketika Niki sampai di restoran. Seperti biasa dia sampai lebih dahulu dari teman-temannya. Sengaja dia selalu datang lebih awal, 'biar bisa istirahat dulu' alasannya setiap ada yang bertanya kenapa dia selalu datang lebih awal. Dan juga dia bisa sarapan bubur ayam favoritnya yang setiap pagi mangkal di dekat restoran. Padahal setiap pagi mamanya selalu menyiapkan sarapan untuknya. Tapi dia tidak pernah menyantapnya."Kalau kenyang, nanti nggak enak saat di angkot, ma. Nanti aja sarapan di dekat restoran." Itu alasannya kepada mamanya setiap kali di suruh sarapan.Awalnya mama selalu memaksa sarapan di rumah, dengan alasan lebih higienis dan lebih hemat. Tapi karena alasan Niki cukup masuk akal, akhirnya mama mengalah dan membiarkan Niki sarapan di luar.Seperti pagi ini, Niki sedang duduk menunggu pesanan bubur ayamnya ketika dia melihat mobil Arga masuk ke parkiran restoran. Hatinya seketika itu juga
Anggi sampai dirumah orangtuanya masih agak pagi, karena memang dia berangkat pagi-pagi sekali tadi, biar tidak macet alasannya. Dan yang paling penting dia punya banyak waktu untuk bermanja-manja kepada kedua orangtuanya. Sudah kangen sekali dia dengan kedua orangtuanya, dan juga dengan masakan mamanya."Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti
Selesai memasak mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Sambil ditemani teh dan beberapa potong kue buatan ibu, mereka melanjutkan obrolan tadi. Salsa sudah bangun dan sekarang sedang asik menyedot botol susunya sambil duduk di pangkuan kakeknya. Salsa memang paling dekat dengan kakeknya. Mungkin karena kakeknya yang paling sering mengajaknya bermain. Ada-ada saja permainan kakek bersama cucunya."Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi."Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak."Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.
"Ayolah pulang, sayang," bujuk Dika kepada Gita, istrinya."Aku nggak akan pulang kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan genit itu!" Gita berusaha menahan emosinya karena dia tidak mau orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.Siang itu Dika datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya pulang. Tapi Gita berkeras tidak mau pulang, dan akhirnya terjadilah pertengkaran itu."Aku sudah bilang, aku akan bersikap adil dengan kalian berdua."Mendengar kata-kata Dika itu, Gita pun membulatkan matanya dan menatap suaminya itu dengan wajah penuh emosi. 'Aku nggak sudi kamu duakan! Lebih baik aku di sini dan kita cerai!" serunya dengan suara tertahan."Jangan mudah mengucap kata cerai, sayang," bujuk Dika dengan suara lembut."Jangan pernah kamu panggil aku sayang! Kalau kamu sayang denganku dan anak kita, kamu nggak akan selingkuh dengan perempuan murahan itu!
Pagi itu Arga dan Anggi sedang menikmati sarapan pagi dengan suasana yang kaku. Mereka tidak saling bicara. Mata Anggi masih terlihat sembab. Semalaman dia tidak bisa tidur. Pertengkaran semalam membuatnya menangis sepanjang malam. Kata-kata Arga selalu membuat hatinya terluka. Ingin sekali dia minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi dia tidak mau rahasianya terbongkar. Dia tidak mau orang-orang tahu aibnya. Selama ini yang tahu hanya Arga dan Niki, sahabatnya.Arga memang tidak pernah bertindak kasar terhadapnya. Bicarapun tidak pernah membentak apalagi berteriak. Tapi kata-katanya selalu menyakitkan, seakan dia sengaja ingin menyakiti hati Anggi untuk membalas sakit hatinya itu, karena merasa di bohongi.Akhirnya Anggi tetap berusaha untuk bertahan. Dia berharap suatu hari nanti Arga akan memaafkannya dan mau bersikap baik kepadanya. Dan ketika waktu itu tiba, mungkin Anggi bisa mencintai Arga sepen
Sehabis subuh Anggi sudah sibuk di dapur. Aroma kopi memenuhi ruangan. Harum sekali. Sejak dulu Anggi sangat menyukai aroma kopi hitam. Dulu setiap pagi Anggi selalu membuatkan kopi untuk bapak, kata bapak kopi buatan Anggi paling enak.Anggi pun membuat roti sandwich untuk sarapan dirinya dan Arga. Yang mudah saja, pikirnya, biar cepat. Kemarin dia sudah memasak rendang untuk makan siang Arga, siang hari ini. Tinggal di panaskan saja. Pagi ini dia tinggal menggoreng perkedel yang sudah dia buat kemarin dan dia simpan di lemari es. Anggi mengerjakan semua dengan cepat karena hatinya sudah memikirkan ingin cepat pergi ke rumah orangtuanya. Dia senang sekali membayangkan seharian itu dia akan kumpul dengan bapak, ibu, Mba Gita, dan si imut Salsa. 'Ah! Akhirnya selesai juga,' batinnya.Cepat dia siapkan semuanya di meja makan. Tepat dia selesai menyiapkan semua, Arga masuk ke ruang makan. Harum parfumnya memenuhi seluruh ruangan. Rambutnya ma
Siang itu Arga dan Niki janji bertemu untuk makan siang berdua disalah satu restoran di sebuah hotel yang cukup mewah. Arga berjanji akan menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anggi kepada sahabat istrinya itu.Mereka asyik menikmati makan siang tanpa banyak bicara, hanya sesekali diselingi obrolan ringan saja.Saat sedang menikmati makanan penutup, barulah Niki membuka pembicaraan."Katanya mas Arga mau cerita masalah mas dengan Anggi? Ayolah cerita, aku siap jadi pendengar yang baik""Sepertinya garis besar ceritanya kamu sudah tau. Anggi pasti sudah cerita.""Iya, sih! Anggi dan aku memang udah nggak ada rahasia. Jadi aku tau hampir semua yang terjadi pada Anggi, begitupun sebaliknya. Anggi tau hampir semua yang terjadi padaku, kecuali tentang kita." Niki tersenyum menggoda kearah Arga."Aku sebenarnya sangat mencintai Anggi dan nggak mau kehil
Arga dan Pak Wira terus asyik ngobrol sambil menunggu Anggi dan Bu Lusi berbelanja. Berbagai macam topik obrolan mereka bahas. Sampai akhirnya Pak Wira menanyakan sesuatu yang membuat Arga agak terkejut."Ada sesuatu yang ingin papa tanyakan sama kamu," tanya Pak Wira dengan wajah serius. Hingga membuat Arga deg-degan. Dan Arga bisa menebak ke arah mana pembicaraan papanya."Tanya soal apa, pa?" tanya Arga dengan wajah polos. Otaknya berpikir keras untuk menyiapkan jawaban apa yang akan dia berikan untuk papanya."Maaf kalau papa tanyakan soal ini ke kamu. Papa harap kamu nggak tersinggung. lebih baik papa tanyakan ke kamu daripada nanti mama yang menanyakan kepada Anggi," lanjut Pak Wira hati-hati."Nggak apa-apa, pa. Tanyakan aja. Aku nggak akan tersinggung." Arga berusaha menahan gemuruh di dadanya."Kapan kamu dan istrimu merencanakan untuk punya momongan? Udah cukup waktu untuk kalian
Keesokan paginya, mereka di bangunkan oleh kicau burung di halaman belakang. Ya, karena kamar Arga letaknya dekat dengan halaman belakang. Bahkan jendela kamar Arga menghadap ke arah sana. Anggi segera bangkit dan membuka gorden jendela kamar. Sinar matahari lembut menembus masuk lewat jendela. Lalu Anggi membuka jendela kamar lebar-lebar. Harum wangi bunga menyeruak masuk. Harum rerumputan yang di basahi embun pagi menambah segar udara di pagi itu. Kabut masih sangat tebal. Menambah segar dan damai suasana pagi itu. Tidak lama kemudian aroma harum kue dari dapur menyusul masuk ke dalam kamar. 'itu pasti mama sedang membuat kue dan menyiapkan sarapan.' batin Anggi.Matahari masih malu-malu untuk menampakkan diri. Sinarnya yang lembut menyentuh kelopak mata Arga. Arga terbangun dan membuka matanya. Dia melihat istrinya sedang berdiri di depan jendela kamar sambil memandangi keindahan halaman belakang rumah."Selamat pagi, sayang," sap
Selesai makan dan berbincang sebentar di ruang tengah, Arga dan Anggi pamit untuk istirahat. Mereka berdua segera bersih-bersih dan berganti pakaian dengan baju tidur. Anggi telah menyiapkan baju tidur kesayangannya. Sebuah gaun tidur tipis berwarna ungu, yang menampakkan keindahan tubuh Anggi yang langsing semampai. Membuat jantung Arga berdebar tak beraturan. Arga memandangi istrinya itu tanpa berkedip, seakan dia baru menyadari kalau istrinya itu sangat cantik dan seksi.Perlahan Anggi naik ke tempat tidur. Dia menghampiri suaminya yang sudah menunggunya disana. Anggi langsung masuk kedalam pelukan Arga. Mereka saling berpelukan mesra. Arga mengecup wajah istrinya itu. Lalu turun ke leher dan seterusnya ke seluruh bagian tubuh Anggi. Anggi menikmatinya. Dia mulai mendesah pelan. Akhirnya bibir mereka berpagut pelan dan lama kelamaan mulai dipenuhi nafsu. Mereka pun bersatu dalam nafsu yang sudah tidak bisa mereka kendalikan. Saling memberi dan men
Arga dan Anggi tiba di rumah orangtuanya sudah hampir jam makan siang. Pak Wira dan Bu Lusi senang sekali menyambut kedatangan mereka. Bu Lusi langsung memeluk anak dan menantunya itu secara bergantian. Sangat jelas terlihat rasa kangen di hatinya."Kok, lama sekali baru sampai? Mamamu tuh udah nggak sabar dari tadi. Sebentar-sebentar melihat keluar. Udah seperti nunggu pacar aja," ledek Pak Wira kepada istrinya."Papa! Ngeledek mama aja. Wajar kan mama kangen sama anak-anak kesayangan mama," jawab Bu Lusi sambil tersenyum malu."Iya, ma. Tadi kami jalannya santai. Sambil menikmati suasana pagi di jalan. Aku dan Anggi juga tadi berhenti di rest area untuk sarapan dan ngopi." Arga menjawab pertanyaan mamanya."Apa kabar kalian berdua?" Tanya Pak Wira kepada Arga dan Anggi."Alhamdulillah baik, Pa." Jawab Arga sambil bergayut manja di bahu mamanya.
Jalanan masih belum terlalu ramai oleh kendaraan yang lalulalang. Mungkin karena hari masih sangat pagi. Matahari pun belum menampakan wajahnya. Masih malu-malu mengintip di balik awan. Udara pagi masih sangat dingin. Embun masih bergulir di atas dedaunan. Damainya suasana di pagi hari. Sejuk.Anggi menikmati suasana pagi dari dalam mobil. Dia duduk tenang sambil menikmati pemandangan di jalan raya. Di sampingnya duduk Arga yang sedang mengendarai mobilnya dengan santai, karena jalan masih sepi, belum ramai oleh kendaraan. Sengaja mereka berangkat pagi-pagi sekali. Untuk menghindari kemacetan.Saat ini mereka hendak pergi liburan ke rumah orangtua Arga di Bandung. Mereka pergi menggunakan kendaraan pribadi, karena mereka hendak menikmati perjalanan liburan mereka. Mereka ingin berhenti di mana mereka mau. Mereka bisa belanja dan makan dimana saja mereka mau. Sedangkan kalau naik kereta atau bis tidak bisa seperti itu.Untuk Arga dan Anggi ini perjala
Jam di dinding rumah Arga sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat dia pulang. Arga masuk menggunakan kunci cadangan yang dia bawa. Sengaja dia tidak memencet bel karena takut mengganggu tidur istrinya. Setelah masuk ke dalam rumah, Arga melihat istrinya yang tertidur di sofa, sedangkan televisi masih menyala.Arga memandangi wajah istrinya dengan perasaan bersalah. Rasanya ingin dia menangis di pangkuan istrinya dan meminta maaf atas semua kesalahannya. Tapi itu tidak mungkin dia lakukannya. Arga mengecup kening istrinya itu sehingga istrinya itu terbangun."Mas Arga, udah pulang?" Anggi kaget, dia memandangi suaminya sambil mengerjapkan matanya. Penglihatannya masih buram karena baru saja terbangun dari tidurnya."Maaf mas, aku nggak denger mas pulang." Masih terhuyung-huyung Anggi bergegas ke ruang makan hendak menyiapkan makan malam untuk suaminya."Aku panaskan dulu makanannya ya, mas. Pasti udah dingin. Aku tadi udah siapin makanan kesukaan mas Ar
"Bagaimana dengan masa depan hubungan kita, mas? Tanya Niki di satu kesempatan saat mereka sedang jalan berdua.Arga yang tidak menyangka kalau Niki akan menanyakan hal itu pun terkejut dan hampir saja tersedak oleh minuman yang sedang diminumnya."Huh? Kamu tanya apa tadi?""Masa sih, mas nggak denger? Mas bohong! Kamu nggak mau jawab pertanyaan aku, kan?" Niki langsung cemberut."Beneran aku nggak denger. Untuk apa juga aku bohong?" Jawab Arga dengan wajah pura-pura bingung.Niki mengatupkan bibirnya, berpura-pura marah."Aku tadi tanya, bagaimana masa depan hubungan kita?" Niki mengulang pertanyaannya sambil berpura-pura marah dan cemberut manja kepada Arga."Sabar ya, Sayang. Hubungan aku dan Anggi baru saja membaik, masa mau dirusak lagi. Kamu sabar dulu, ya," bujuk Arga."Tapi sampai kapan? Aku kan butuh kepastian." Niki meman
Sedikit demi sedikit rumah tangga Arga dan Anggi mulai membaik. Arga sudah mulai bersikap lembut kepada istrinya. Anggi sangat bahagia dengan perubahan sikap suaminya itu. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Inilah rumah tangga yang dia impikan selama ini. Walaupun Arga belum menjalankan kewajibannya sebagai suami, untuk memberikan nafkah batin kepadanya. Arga sudah berusaha mencoba tapi belum berhasil. Setiap kali mau mencapai puncak, bayang-bayang masa lalu istrinya selalu bermain-main di pikirannya. Dan akhirnya selalu gagal. Seperti malam itu..."Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa." Arga merasa bersalah kepada istrinya."Nggak apa-apa, mas. Nanti kita coba lagi. Mungkin mas kurang rileks.""Terimakasih atas pengertian kamu. Kamu udah sangat sabar menghadapi semua ini.""Kita coba lain waktu ya, mas. Kamu harus sabar. Kita pasti akan berhasil. Aku yakin itu."
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan