"Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi.
"Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak.
"Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.
"Iya, tapi kalau penyakit bapak kambuh, siapa yang repot?" Jawab ibu lembut.
Salsa yang sedang asik menikmati susu dipangkuan kakeknya bingung memandangi wajah kakeknya. Wajah polosnya memperlihatkan kalau dia tidak mengerti kenapa kakeknya marah-marah. Setelah itu dia melanjutkan menyedot botol susunya lagi.
"Sekarang kamu tinggal disini, tidak usah pulang lagi ke rumahmu. Biar kami yang merawat kamu dan anakmu disini. Bapak masih sanggup membiayai hidup kalian berdua, termasuk anak yang ada di dalam kandunganmu kalau dia lahir nanti."
"Biarkan Gita menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri, pak. Kita jangan terlalu ikut campur," kata ibu sabar.
"Mumpung anak kita masih muda bu, masih banyak kesempatan untuk mendapatkan suami lagi. Laki-laki bukan cuma Dika saja." Suara bapak sudah agak tenang.
Sementara itu Mba Gita hanya diam. Duduk di samping ibu sambil menahan tangisnya. Mungkin dia tidak mau kalau Salsa melihat mamanya menangis. Karena akan membuat hati anak kecil itu ikut sedih.
"Ya sudah, sekarang sudah jam makan siang. kita makan siang aja dulu. Aku udah nggak sabar mau makan masakan ibu bersama-sama kalian seperti dulu. Kebetulan sekarang kita semua sudah kumpul." Anggi berusaha mencairkan suasana yang agak tegang.
"Ayo, mumpung masih hangat," sambut ibu menyetujui ajakan Anggi.
Anggi menggandeng tangan kakaknya yang masih diam tertunduk ditempat duduknya.
Bapak langsung menggendong Salsa dan berjalan menuju meja makan.Mereka menyantap masakan ibu dengan lahap. Sambil sesekali diselingi obrolan-obrolan ringan.
Anggi bahagia bisa kumpul lagi seperti dulu. Sekaligus juga sedih karena kakaknya sedang ada masalah dalam rumah tangganya.Rumah yang hangat dan penuh canda. Tidak seperti rumah tangganya bersama Arga.
Selesai makan mereka berkumpul di halaman belakang. Mereka membicarakan hal-hal ringan sambil bermain bersama Salsa. Bahagianya anak itu berlari kesana kemari. Wajahnya polos, tawanya lepas. Dia belum mengerti apa yang sedang terjadi dengan kedua orangtuanya. Kasian sekali anak yang pintar dan lucu itu harus jadi korban perpisahan orangtuanya. 'Kenapa sih orangtua harus egois? Rela mengorbankan kebahagiaan anaknya demi kebahagiaan mereka sendiri? Akankah nanti aku akan mempunyai anak? Akankah anakku akan mengalami nasib seperti Salsa?' batin Anggi. Merinding Anggi membayangkannya.
Mereka asik berbincang dan bercanda. Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, dan sudah waktunya Anggi pamit pulang. Anggi pamit kepada kedua orangtuanya dan Gita, kakaknya, dengan janji dia akan lebih sering kesana untuk menemani kakak dan keponakannya itu. Anggi meninggalkan rumah orangtuanya dengan perasaan berat. Rasanya belum hilang rasa kangennya kepada keluarganya itu. Tetapi dia harus pulang dan kembali ke kehidupannya yang sepi.
"Ayolah pulang, sayang," bujuk Dika kepada Gita, istrinya."Aku nggak akan pulang kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan genit itu!" Gita berusaha menahan emosinya karena dia tidak mau orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.Siang itu Dika datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya pulang. Tapi Gita berkeras tidak mau pulang, dan akhirnya terjadilah pertengkaran itu."Aku sudah bilang, aku akan bersikap adil dengan kalian berdua."Mendengar kata-kata Dika itu, Gita pun membulatkan matanya dan menatap suaminya itu dengan wajah penuh emosi. 'Aku nggak sudi kamu duakan! Lebih baik aku di sini dan kita cerai!" serunya dengan suara tertahan."Jangan mudah mengucap kata cerai, sayang," bujuk Dika dengan suara lembut."Jangan pernah kamu panggil aku sayang! Kalau kamu sayang denganku dan anak kita, kamu nggak akan selingkuh dengan perempuan murahan itu!
Pagi itu Arga dan Anggi sedang menikmati sarapan pagi dengan suasana yang kaku. Mereka tidak saling bicara. Mata Anggi masih terlihat sembab. Semalaman dia tidak bisa tidur. Pertengkaran semalam membuatnya menangis sepanjang malam. Kata-kata Arga selalu membuat hatinya terluka. Ingin sekali dia minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi dia tidak mau rahasianya terbongkar. Dia tidak mau orang-orang tahu aibnya. Selama ini yang tahu hanya Arga dan Niki, sahabatnya.Arga memang tidak pernah bertindak kasar terhadapnya. Bicarapun tidak pernah membentak apalagi berteriak. Tapi kata-katanya selalu menyakitkan, seakan dia sengaja ingin menyakiti hati Anggi untuk membalas sakit hatinya itu, karena merasa di bohongi.Akhirnya Anggi tetap berusaha untuk bertahan. Dia berharap suatu hari nanti Arga akan memaafkannya dan mau bersikap baik kepadanya. Dan ketika waktu itu tiba, mungkin Anggi bisa mencintai Arga sepen
Sehabis subuh Anggi sudah sibuk di dapur. Aroma kopi memenuhi ruangan. Harum sekali. Sejak dulu Anggi sangat menyukai aroma kopi hitam. Dulu setiap pagi Anggi selalu membuatkan kopi untuk bapak, kata bapak kopi buatan Anggi paling enak.Anggi pun membuat roti sandwich untuk sarapan dirinya dan Arga. Yang mudah saja, pikirnya, biar cepat. Kemarin dia sudah memasak rendang untuk makan siang Arga, siang hari ini. Tinggal di panaskan saja. Pagi ini dia tinggal menggoreng perkedel yang sudah dia buat kemarin dan dia simpan di lemari es. Anggi mengerjakan semua dengan cepat karena hatinya sudah memikirkan ingin cepat pergi ke rumah orangtuanya. Dia senang sekali membayangkan seharian itu dia akan kumpul dengan bapak, ibu, Mba Gita, dan si imut Salsa. 'Ah! Akhirnya selesai juga,' batinnya.Cepat dia siapkan semuanya di meja makan. Tepat dia selesai menyiapkan semua, Arga masuk ke ruang makan. Harum parfumnya memenuhi seluruh ruangan. Rambutnya ma
Siang itu Arga dan Niki janji bertemu untuk makan siang berdua disalah satu restoran di sebuah hotel yang cukup mewah. Arga berjanji akan menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anggi kepada sahabat istrinya itu.Mereka asyik menikmati makan siang tanpa banyak bicara, hanya sesekali diselingi obrolan ringan saja.Saat sedang menikmati makanan penutup, barulah Niki membuka pembicaraan."Katanya mas Arga mau cerita masalah mas dengan Anggi? Ayolah cerita, aku siap jadi pendengar yang baik""Sepertinya garis besar ceritanya kamu sudah tau. Anggi pasti sudah cerita.""Iya, sih! Anggi dan aku memang udah nggak ada rahasia. Jadi aku tau hampir semua yang terjadi pada Anggi, begitupun sebaliknya. Anggi tau hampir semua yang terjadi padaku, kecuali tentang kita." Niki tersenyum menggoda kearah Arga."Aku sebenarnya sangat mencintai Anggi dan nggak mau kehil
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan
Sedikit demi sedikit rumah tangga Arga dan Anggi mulai membaik. Arga sudah mulai bersikap lembut kepada istrinya. Anggi sangat bahagia dengan perubahan sikap suaminya itu. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Inilah rumah tangga yang dia impikan selama ini. Walaupun Arga belum menjalankan kewajibannya sebagai suami, untuk memberikan nafkah batin kepadanya. Arga sudah berusaha mencoba tapi belum berhasil. Setiap kali mau mencapai puncak, bayang-bayang masa lalu istrinya selalu bermain-main di pikirannya. Dan akhirnya selalu gagal. Seperti malam itu..."Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa." Arga merasa bersalah kepada istrinya."Nggak apa-apa, mas. Nanti kita coba lagi. Mungkin mas kurang rileks.""Terimakasih atas pengertian kamu. Kamu udah sangat sabar menghadapi semua ini.""Kita coba lain waktu ya, mas. Kamu harus sabar. Kita pasti akan berhasil. Aku yakin itu."
"Bagaimana dengan masa depan hubungan kita, mas? Tanya Niki di satu kesempatan saat mereka sedang jalan berdua.Arga yang tidak menyangka kalau Niki akan menanyakan hal itu pun terkejut dan hampir saja tersedak oleh minuman yang sedang diminumnya."Huh? Kamu tanya apa tadi?""Masa sih, mas nggak denger? Mas bohong! Kamu nggak mau jawab pertanyaan aku, kan?" Niki langsung cemberut."Beneran aku nggak denger. Untuk apa juga aku bohong?" Jawab Arga dengan wajah pura-pura bingung.Niki mengatupkan bibirnya, berpura-pura marah."Aku tadi tanya, bagaimana masa depan hubungan kita?" Niki mengulang pertanyaannya sambil berpura-pura marah dan cemberut manja kepada Arga."Sabar ya, Sayang. Hubungan aku dan Anggi baru saja membaik, masa mau dirusak lagi. Kamu sabar dulu, ya," bujuk Arga."Tapi sampai kapan? Aku kan butuh kepastian." Niki meman
Jam di dinding rumah Arga sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat dia pulang. Arga masuk menggunakan kunci cadangan yang dia bawa. Sengaja dia tidak memencet bel karena takut mengganggu tidur istrinya. Setelah masuk ke dalam rumah, Arga melihat istrinya yang tertidur di sofa, sedangkan televisi masih menyala.Arga memandangi wajah istrinya dengan perasaan bersalah. Rasanya ingin dia menangis di pangkuan istrinya dan meminta maaf atas semua kesalahannya. Tapi itu tidak mungkin dia lakukannya. Arga mengecup kening istrinya itu sehingga istrinya itu terbangun."Mas Arga, udah pulang?" Anggi kaget, dia memandangi suaminya sambil mengerjapkan matanya. Penglihatannya masih buram karena baru saja terbangun dari tidurnya."Maaf mas, aku nggak denger mas pulang." Masih terhuyung-huyung Anggi bergegas ke ruang makan hendak menyiapkan makan malam untuk suaminya."Aku panaskan dulu makanannya ya, mas. Pasti udah dingin. Aku tadi udah siapin makanan kesukaan mas Ar
Arga dan Pak Wira terus asyik ngobrol sambil menunggu Anggi dan Bu Lusi berbelanja. Berbagai macam topik obrolan mereka bahas. Sampai akhirnya Pak Wira menanyakan sesuatu yang membuat Arga agak terkejut."Ada sesuatu yang ingin papa tanyakan sama kamu," tanya Pak Wira dengan wajah serius. Hingga membuat Arga deg-degan. Dan Arga bisa menebak ke arah mana pembicaraan papanya."Tanya soal apa, pa?" tanya Arga dengan wajah polos. Otaknya berpikir keras untuk menyiapkan jawaban apa yang akan dia berikan untuk papanya."Maaf kalau papa tanyakan soal ini ke kamu. Papa harap kamu nggak tersinggung. lebih baik papa tanyakan ke kamu daripada nanti mama yang menanyakan kepada Anggi," lanjut Pak Wira hati-hati."Nggak apa-apa, pa. Tanyakan aja. Aku nggak akan tersinggung." Arga berusaha menahan gemuruh di dadanya."Kapan kamu dan istrimu merencanakan untuk punya momongan? Udah cukup waktu untuk kalian
Keesokan paginya, mereka di bangunkan oleh kicau burung di halaman belakang. Ya, karena kamar Arga letaknya dekat dengan halaman belakang. Bahkan jendela kamar Arga menghadap ke arah sana. Anggi segera bangkit dan membuka gorden jendela kamar. Sinar matahari lembut menembus masuk lewat jendela. Lalu Anggi membuka jendela kamar lebar-lebar. Harum wangi bunga menyeruak masuk. Harum rerumputan yang di basahi embun pagi menambah segar udara di pagi itu. Kabut masih sangat tebal. Menambah segar dan damai suasana pagi itu. Tidak lama kemudian aroma harum kue dari dapur menyusul masuk ke dalam kamar. 'itu pasti mama sedang membuat kue dan menyiapkan sarapan.' batin Anggi.Matahari masih malu-malu untuk menampakkan diri. Sinarnya yang lembut menyentuh kelopak mata Arga. Arga terbangun dan membuka matanya. Dia melihat istrinya sedang berdiri di depan jendela kamar sambil memandangi keindahan halaman belakang rumah."Selamat pagi, sayang," sap
Selesai makan dan berbincang sebentar di ruang tengah, Arga dan Anggi pamit untuk istirahat. Mereka berdua segera bersih-bersih dan berganti pakaian dengan baju tidur. Anggi telah menyiapkan baju tidur kesayangannya. Sebuah gaun tidur tipis berwarna ungu, yang menampakkan keindahan tubuh Anggi yang langsing semampai. Membuat jantung Arga berdebar tak beraturan. Arga memandangi istrinya itu tanpa berkedip, seakan dia baru menyadari kalau istrinya itu sangat cantik dan seksi.Perlahan Anggi naik ke tempat tidur. Dia menghampiri suaminya yang sudah menunggunya disana. Anggi langsung masuk kedalam pelukan Arga. Mereka saling berpelukan mesra. Arga mengecup wajah istrinya itu. Lalu turun ke leher dan seterusnya ke seluruh bagian tubuh Anggi. Anggi menikmatinya. Dia mulai mendesah pelan. Akhirnya bibir mereka berpagut pelan dan lama kelamaan mulai dipenuhi nafsu. Mereka pun bersatu dalam nafsu yang sudah tidak bisa mereka kendalikan. Saling memberi dan men
Arga dan Anggi tiba di rumah orangtuanya sudah hampir jam makan siang. Pak Wira dan Bu Lusi senang sekali menyambut kedatangan mereka. Bu Lusi langsung memeluk anak dan menantunya itu secara bergantian. Sangat jelas terlihat rasa kangen di hatinya."Kok, lama sekali baru sampai? Mamamu tuh udah nggak sabar dari tadi. Sebentar-sebentar melihat keluar. Udah seperti nunggu pacar aja," ledek Pak Wira kepada istrinya."Papa! Ngeledek mama aja. Wajar kan mama kangen sama anak-anak kesayangan mama," jawab Bu Lusi sambil tersenyum malu."Iya, ma. Tadi kami jalannya santai. Sambil menikmati suasana pagi di jalan. Aku dan Anggi juga tadi berhenti di rest area untuk sarapan dan ngopi." Arga menjawab pertanyaan mamanya."Apa kabar kalian berdua?" Tanya Pak Wira kepada Arga dan Anggi."Alhamdulillah baik, Pa." Jawab Arga sambil bergayut manja di bahu mamanya.
Jalanan masih belum terlalu ramai oleh kendaraan yang lalulalang. Mungkin karena hari masih sangat pagi. Matahari pun belum menampakan wajahnya. Masih malu-malu mengintip di balik awan. Udara pagi masih sangat dingin. Embun masih bergulir di atas dedaunan. Damainya suasana di pagi hari. Sejuk.Anggi menikmati suasana pagi dari dalam mobil. Dia duduk tenang sambil menikmati pemandangan di jalan raya. Di sampingnya duduk Arga yang sedang mengendarai mobilnya dengan santai, karena jalan masih sepi, belum ramai oleh kendaraan. Sengaja mereka berangkat pagi-pagi sekali. Untuk menghindari kemacetan.Saat ini mereka hendak pergi liburan ke rumah orangtua Arga di Bandung. Mereka pergi menggunakan kendaraan pribadi, karena mereka hendak menikmati perjalanan liburan mereka. Mereka ingin berhenti di mana mereka mau. Mereka bisa belanja dan makan dimana saja mereka mau. Sedangkan kalau naik kereta atau bis tidak bisa seperti itu.Untuk Arga dan Anggi ini perjala
Jam di dinding rumah Arga sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat dia pulang. Arga masuk menggunakan kunci cadangan yang dia bawa. Sengaja dia tidak memencet bel karena takut mengganggu tidur istrinya. Setelah masuk ke dalam rumah, Arga melihat istrinya yang tertidur di sofa, sedangkan televisi masih menyala.Arga memandangi wajah istrinya dengan perasaan bersalah. Rasanya ingin dia menangis di pangkuan istrinya dan meminta maaf atas semua kesalahannya. Tapi itu tidak mungkin dia lakukannya. Arga mengecup kening istrinya itu sehingga istrinya itu terbangun."Mas Arga, udah pulang?" Anggi kaget, dia memandangi suaminya sambil mengerjapkan matanya. Penglihatannya masih buram karena baru saja terbangun dari tidurnya."Maaf mas, aku nggak denger mas pulang." Masih terhuyung-huyung Anggi bergegas ke ruang makan hendak menyiapkan makan malam untuk suaminya."Aku panaskan dulu makanannya ya, mas. Pasti udah dingin. Aku tadi udah siapin makanan kesukaan mas Ar
"Bagaimana dengan masa depan hubungan kita, mas? Tanya Niki di satu kesempatan saat mereka sedang jalan berdua.Arga yang tidak menyangka kalau Niki akan menanyakan hal itu pun terkejut dan hampir saja tersedak oleh minuman yang sedang diminumnya."Huh? Kamu tanya apa tadi?""Masa sih, mas nggak denger? Mas bohong! Kamu nggak mau jawab pertanyaan aku, kan?" Niki langsung cemberut."Beneran aku nggak denger. Untuk apa juga aku bohong?" Jawab Arga dengan wajah pura-pura bingung.Niki mengatupkan bibirnya, berpura-pura marah."Aku tadi tanya, bagaimana masa depan hubungan kita?" Niki mengulang pertanyaannya sambil berpura-pura marah dan cemberut manja kepada Arga."Sabar ya, Sayang. Hubungan aku dan Anggi baru saja membaik, masa mau dirusak lagi. Kamu sabar dulu, ya," bujuk Arga."Tapi sampai kapan? Aku kan butuh kepastian." Niki meman
Sedikit demi sedikit rumah tangga Arga dan Anggi mulai membaik. Arga sudah mulai bersikap lembut kepada istrinya. Anggi sangat bahagia dengan perubahan sikap suaminya itu. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Inilah rumah tangga yang dia impikan selama ini. Walaupun Arga belum menjalankan kewajibannya sebagai suami, untuk memberikan nafkah batin kepadanya. Arga sudah berusaha mencoba tapi belum berhasil. Setiap kali mau mencapai puncak, bayang-bayang masa lalu istrinya selalu bermain-main di pikirannya. Dan akhirnya selalu gagal. Seperti malam itu..."Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa." Arga merasa bersalah kepada istrinya."Nggak apa-apa, mas. Nanti kita coba lagi. Mungkin mas kurang rileks.""Terimakasih atas pengertian kamu. Kamu udah sangat sabar menghadapi semua ini.""Kita coba lain waktu ya, mas. Kamu harus sabar. Kita pasti akan berhasil. Aku yakin itu."
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan