SHANUMTok.. Tok.. TokAku terkejut dengan bunyi ketukan kaca dari luar mobil, karena sibuk mendengarkan ceramah Mas Haris, aku sampai tidak sadar ada orang yang mendekat."Jangan pacaran di sini Mas! Menghalangi jalan!"Mas Haris membuka kaca mobil dan meminta maaf pada seorang lelaki yang merasa terhalang jalannya oleh mobil kita."Maaf ya Pak, saya pindahkan mobil sebentar. Lagian ini bukan pacar saya Pak. Ogah banget punya pacar dia. Haram!"Astaghfirullah, sempat-sempatnya ini Si Haris!Bukan hanya itu, suara klakson mobil yang di belakang juga bunyi terus seakan menggambarkan ketidaksabaran pengemudinya. Ya memang kita salah sih, berhenti di sembarang tempat."Cepetan Mas! Itu istri saya sudah tidak sabar!" ucap lelaki tadi dengan wajah takutnya."Iya Pak! Iya, Maaf!" jawab Mas Haris seraya memindahkan mobilnya dan pilihannya hanya maju, nggak mungkin mundur karena di belakang sudah ada mobil orang yang protes tadi.Lima menit berlalu dan ketika mobil bapak tadi sudah bisa lewat
SHANUMHari yang panjang dan lengkap. Hari ini seperti permen nano-nano. Ramai rasanya. Mulai dari galau, kesal, rendah diri, malu tapi diakhiri dengan perasaan bahagia. Alhamdulillah, hatiku masih berfungsi dengan baik.Hampir pukul 10 malam aku dan Mas Haris baru pulang dari rumah penginapan keluarga Mas Rey. Beberapa jam di sana membuat aku tambah bersyukur, bahwa aku tidak salah mengambil keputusan."Mas, bangun! Udah sampai." Aku menggoyangkan lengan Mas Haris agar dia bangun karena kita sudah sampai di rumah. Kembaranku yang manja ini mengeluh capek alhasil aku yang menyetir sampai rumah."Alhamdulillah, udah sampai ya? Cepet amat.""Gimana nggak cepet, ngorok sih!"Mas Haris menyusulku keluar, "Ya mending tidur lah daripada menyaksikan orang senyum-senyum sendiri." jawabnya."Aku nggak senyum-senyum sendiri!""Siapa yang nyebut nama kamu? Perasaan sekarang kamu ini sensian deh orangnya! Harus langsung dinikahin aja." ujarnya tak mau kalah.Aku hendak membalasnya tapi urung kare
SHANUMPemandangan yang langka tapi akan terbiasa.Begitu aku membuka mata, hal yang pertama kali aku lihat adalah lelaki yang meringkuk di lantai beralaskan dua kain selimut di tambah satu kain sprei. Hanya ada satu bantal yang menopang kepalanya dan sarung yang dia alih fungsikan sebagai selimut. Jas yang semalam dia pakai sudah tersampir sembarangan di kursi.Dua menit pertama aku masih bingung dan terkejut, kenapa ada Mas Rey di kamarku, namun seketika rasa bersalah memenuhi hatiku ketika aku sadar bahwa dia sudah menjadi suamiku.Semalam aku tidak tau dia tidur jam berapa. Aku hanya ingat ketika dia masuk ke kamar dan mendekat untuk membaca doa, aku berusaha kuat menerima kehadirannya. Tapi ketika dia semakin mendekat dan mencium keningku, rasa itu tiba-tiba datang.Rasa takut, rasa terancam dan rasa sakit yang datang bersamaan membuat air mataku langsung keluar dengan sendirinya. Tubuhku juga otomatis bergetar mengiringi rasa takut itu.Aku menjauh darinya, hatiku ingin menerima
SHANUM"Enam kotak mendatar, bandar udara Singapura,""Changi." jawab Mas Rey.Aku langsung mengetikkan huruf demi huruf agar kotak di bagian teka-teki silang ini terisi penuh."Kerjasama antar negara asia tenggara yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian negara anggotanya,"Mas Rey melirikku sekilas, "ASEAN." jawab Mas Rey sebelum meneguk kopi pahitnya.Seminggu berlalu dan rasanya aku semakin bersyukur bisa menjadi istrinya. Dia benar-benar memperlakukan aku dengan baik, tidak pernah menuntutku melakukan sesuatu yang belum bisa aku lakukan.Berbanding lurus dengan rasa syukur, rasa bersalahku juga sama besarnya. Hingga malam ini, belum sekalipun dia tidur di dekatku, seperti sekarang, dia merelakan kasurnya untukku sedangkan dia membeli kasur lantai baru.Malam ini aku dan Mas Rey menginap di kostnya karena tadi sehabis dari panti hujan deras dan aku pikir kasihan kalau pulang ke rumah, apalagi besok siang Mas Rey harus ke Jogja, ada tugas untuk baksos di pen
SHANUMTernyata begini rasanya ditinggal pergi kerja jauh, baru tau. Semacam ada kangen-kangennya. Dikit.Lima hari berlalu dan Mas Rey masih bertugas di Jogja, selama itu juga baru beberapa kali aku bisa mendapat kabar darinya, maklumlah, aku udah hafal gimana ribetnya pas di daerah bencana."Bu Shanum dijemput nggak hari ini ?"Andai saja mengganggu imajinasi bisa masuk kategori profesi , aku masukkan Arga di urutan pertama. Berdedikasi sekali orang ini dalam hal membuyarkan imajinasi."Nggak Pak Arga, saya pulang sendiri."Hari ini aku memang membawa mobilnya Mas Rey, atas dasar perintah suami karena sore ini katanya dia sampai di Jombang dan langsung minta di jemput. Padahal juga hampir tiap hari aku di panti, maksudnya aku disuruh jemput jalan kaki begitu?Aku memilih pura-pura tidak sadar kalau sekarang Arga duduk di depanku."Bu Shanum beneran sudah menikah? Kok nggak undang kita? Saya pengin lihat lelaki mana yang beruntung mendapatkan Bu Shanum."Kalau saja bisa, ingin sekali
SHANUMTidak semua orang bisa terbuka, mengutarakan perasaan atau masalah apa yang sedang dialami. Dan aku salah satunya.Sejak dulu aku jarang banget mau terbuka dengan orang lain, masalahku dengan Rangga itu kalau tidak karena aku yang jadi kurus dan sakit, aku nggak akan cerita ke umi.Tapi lambat laun aku sadar, mempunyai kebiasaan memendam masalah sendiri itu bisa berdampak buruk pada diri sendiri. Entah suka uring-uringan sendiri, entah tiba-tiba ingin menangis tanpa alasan, atau bisa juga gampang emosi dan susah berlogika.Memendam masalah sendiri juga gampang membuat hati dan pikiran jadi capek, itu yang aku rasakan sendiri. Dan yang jelas, aku nggak mendapat solusi lain, setidaknya jika ada teman bercerita kita bisa punya pandangan lain, membuat kita bisa berpikir logis.Sekarang aku tau gimana leganya punya teman bercerita, suamiku. Aku kadang pengin banget tau apa isi kepalanya, rasanya jarang sekali dia tidak punya jawaban di setiap pertanyaanku, dan jarang banget tidak pu
REYSHAKA"Master.." panggil Shanum dari ujung panggilan video ini. "Kangen.." ucapnya lagi.Aku tergelak untuk menyembunyikan rasa grogi, sungguh memalukan, seorang Reyshaka anaknya Agan Nazril bisa segini groginya hanya karena ucapan kangen dari istri.Lumayan kemajuannya, sekarang udah terang-terangan bilang kangen, beberapa hari ini aku diperbolehkan tidur satu ranjang dengannya. Awal tidur aku membuat suasana nyaman dengan membiarkan dia tidur agak jauh dan mepet ke tembok, tambah sekat guling lagi! Semua agar dia merasa tenang dan aman di dekatku.Tapi begitu dia terlelap dan nyenyak sekali, aku lempar gulingnya lalu aku peluk pemiliknya, ada untungnya juga aku selalu susah tidur di bawah jam 12 dan salah sendiri Shanum kalau udah tidur nyenyak banget, susah keganggu hal-hal kecil."Kangen itu apa?""Kangen itu hari minggu harus merapikan kamar sendirian dan suami masuk kerja.""Kamu kangen suami apa kangen tukang bersih-bersih? Memang kehadiranku istimewa ya?"Dari layar ponsel
SHANUMAku baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Mas Rey yang tengah menatap layar laptopnya. Keningnya berkerut membuat matanya menyipit, ekspresinya juga terlihat serius ditambah dengan tangan yang terlipat di dada membuat aku tak berani untuk mendekat, takut mengganggunya.Cukup lama Master bercengkerama dengan laptopnya, sejak aku selesai mandi hingga sekarang aku sudah rapi tapi tidak ada tanda-tanda Mas Rey mengalihkan perhatiannya."Loh, udah siap?" Pada akhirnya dia menyadari keberadaanku."Udah, kalau Mas Rey sibuk di tunda aja nggak apa-apa." jawabku.Sore ini karena dia libur, munculah ide untuk jalan berdua. Sebenarnya sudah sejak kemarin dia berencana tapi hingga detik ini belum ada tujuan sama sekali."Jangan dong, udah sebulan kita nikah tapi belum pernah lho kita pacaran. Yang lain malam minggu kita malam rabu aja, biar sepi." jawabnya dengan santai, ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa menit yang lalu.Aku mendekat untuk menyerahkan handuk padanya