SHANUMTidak semua orang bisa terbuka, mengutarakan perasaan atau masalah apa yang sedang dialami. Dan aku salah satunya.Sejak dulu aku jarang banget mau terbuka dengan orang lain, masalahku dengan Rangga itu kalau tidak karena aku yang jadi kurus dan sakit, aku nggak akan cerita ke umi.Tapi lambat laun aku sadar, mempunyai kebiasaan memendam masalah sendiri itu bisa berdampak buruk pada diri sendiri. Entah suka uring-uringan sendiri, entah tiba-tiba ingin menangis tanpa alasan, atau bisa juga gampang emosi dan susah berlogika.Memendam masalah sendiri juga gampang membuat hati dan pikiran jadi capek, itu yang aku rasakan sendiri. Dan yang jelas, aku nggak mendapat solusi lain, setidaknya jika ada teman bercerita kita bisa punya pandangan lain, membuat kita bisa berpikir logis.Sekarang aku tau gimana leganya punya teman bercerita, suamiku. Aku kadang pengin banget tau apa isi kepalanya, rasanya jarang sekali dia tidak punya jawaban di setiap pertanyaanku, dan jarang banget tidak pu
REYSHAKA"Master.." panggil Shanum dari ujung panggilan video ini. "Kangen.." ucapnya lagi.Aku tergelak untuk menyembunyikan rasa grogi, sungguh memalukan, seorang Reyshaka anaknya Agan Nazril bisa segini groginya hanya karena ucapan kangen dari istri.Lumayan kemajuannya, sekarang udah terang-terangan bilang kangen, beberapa hari ini aku diperbolehkan tidur satu ranjang dengannya. Awal tidur aku membuat suasana nyaman dengan membiarkan dia tidur agak jauh dan mepet ke tembok, tambah sekat guling lagi! Semua agar dia merasa tenang dan aman di dekatku.Tapi begitu dia terlelap dan nyenyak sekali, aku lempar gulingnya lalu aku peluk pemiliknya, ada untungnya juga aku selalu susah tidur di bawah jam 12 dan salah sendiri Shanum kalau udah tidur nyenyak banget, susah keganggu hal-hal kecil."Kangen itu apa?""Kangen itu hari minggu harus merapikan kamar sendirian dan suami masuk kerja.""Kamu kangen suami apa kangen tukang bersih-bersih? Memang kehadiranku istimewa ya?"Dari layar ponsel
SHANUMAku baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Mas Rey yang tengah menatap layar laptopnya. Keningnya berkerut membuat matanya menyipit, ekspresinya juga terlihat serius ditambah dengan tangan yang terlipat di dada membuat aku tak berani untuk mendekat, takut mengganggunya.Cukup lama Master bercengkerama dengan laptopnya, sejak aku selesai mandi hingga sekarang aku sudah rapi tapi tidak ada tanda-tanda Mas Rey mengalihkan perhatiannya."Loh, udah siap?" Pada akhirnya dia menyadari keberadaanku."Udah, kalau Mas Rey sibuk di tunda aja nggak apa-apa." jawabku.Sore ini karena dia libur, munculah ide untuk jalan berdua. Sebenarnya sudah sejak kemarin dia berencana tapi hingga detik ini belum ada tujuan sama sekali."Jangan dong, udah sebulan kita nikah tapi belum pernah lho kita pacaran. Yang lain malam minggu kita malam rabu aja, biar sepi." jawabnya dengan santai, ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa menit yang lalu.Aku mendekat untuk menyerahkan handuk padanya
SHANUM"Jam segini kok kamu nggak siap-siap? Muridnya udah pada pinter?"Aku tertawa dulu, pokoknya setiap pertanyaan yang Mas Rey ucapkan itu selalu menggelikan."Udah pada pinter. Makanya sekarang pada di ajak piknik satu sekolah.""Kok kamu nggak ikut?"Aku menggeleng, "Nggak punya uang buat bayar, yang dapat jatah full kan guru asli, apa daya hamba ini yang hanya guru pengganti. Harus bayar separuh, mana pikniknya jauh lagi bayarnya pasti mahal kan?"Secara terang-terangan Mas Rey menunjukkan protesnya lewat tatapan mata. Mungkin maksud dia kenapa tidak bilang kalau butuh uang.Aku langsung tertawa menyadari bahwa Si Tukang Usil ternyata kalau dikerjain balik gampang banget tertipunya.Tentang piknik sekolah itu memang benar adanya, dan aku malas ikut bukan karena soal bayar itu, tapi lebih malas harus satu bus dengan Arga yang secara terang-terangan masih mencoba mencari perhatianku."Enggak Mas bercanda!" ucapku ketika menyadari tatapannya masih tajam. "Aku nggak pengin ikut aja
REYSHAKA"Nak ini boleh?""Tak boleh!""Nak itu boleh?""Tak boleh!"Shanum langsung berhenti dan menatapku dengan ekspresi yang penuh dengan kejengahan."Tujuan kamu ngajak aku kesini apa sih Mas? Pamer doang?"Tingkah lucunya persis dengan Eca yang sedang ngambek karena nggak diperbolehkan membeli sesuatu yang dia suka.Aku tak pernah punya alasan untuk tidak tertawa kalau sedang bersama Shanum. Seperti hari ini, aku sedang berada di sebuah Mall, kita sudah seharian muter-muter
SHANUMTidak begitu jelas dalam ingatan semalam aku tidur jam berapa. Seingatku, setelah papa dan beberapa keluarga sampai di sini, aku menyambut mereka dengan penuh haru.Janjiku untuk tidak menangis lagi terpaksa aku langgar karena saat Mbak Kinan—sepupu iparnya Mas Rey—langsung memelukku erat sambil membisikan sebait doa juga pembangkit semangat.Selain Mbak Kinan dan Bang Alfa, ada beberapa keluarga yang ikut kesini dengan papa. Kak Dito, Om Arkan, Bang Ilyas dan adiknya—Azkia— serta ada satu lagi yang aku belum kenal. Beliau memperkenalkan diri sebagai Om Angga, kata papa, beliau ini adalah suami dari kakaknya mama.Kehadiran mereka di sini menambah lagi kekuatanku, seti
SHANUMUntukbidadariku,Aku tak inginKau menangis bersedihSudahi air mata darimuSemua keinginan akan aku lakukanSekuat semampuku sayangKarnabagiku kaukehormatankuHanya satu pintakuUntukmu dan hidupmuBaik-baik sayangAda aku untukmuMalam ini aku baru sempat membaca surat dari Mas Rey yang dititipkan ke dr. Bams kemarin, tadinya mau terharu tapi nggak jadi, akhirnya malah ngakak sendiri. Betapa nggak modalnya suamiku itu, mau menggombali
REYSHAKA"Ris, Shanum di mana?""Shanum? Nggak kemana-mana kok! Masa nggak ada?"Haris yang sedang ngobrol bersama Pakde Basuki langsung ikut masuk ke ruang tamu bersamaku.Kehebohanku mencari Shanum membuat orang-orang juga ikut heboh, Bang Nadim mencoba menghubungi nomor Shanum dan ternyata dering ponselnya terdengar di kamar."Hp nya ada di kamar, orangnya dimana?" ujar Haris yang baru saja memeriksa kamar.Bukan hanya aku, tapi abah, papa dan yang lainnya juga ikut panik karena Shanum tidak ada di rumah. Tapi mungkin paniknya karena melihat aku yang muter kesana kemari sambil berisik kayak anak ayam kehilangan induknya."Tadi pagi dia ke sekolah nggak, sih?" tanya Bang Nadim."Ke sekolah tapi cuma sebentar, udah pulang kok." jawab Mbak Yas.Mereka semua lagi mau ngerjain aku kah? Kalau iya, beneran udah berhasil, aku udah panik banget ini, tapi kenapa Shanum nggak juga muncul bawa bunga atau apa gitu?"Astaghfirullah, Abah lupa, Rey!!"Semua mata langsung tertuju pada abah."Motor
"Mengasuh anak itu tugas orangtua.Bukan ibu saja atau ayah saja.Bikinnya berdua urusnya bersama.Karena anak juga butuh figur ayahnya," Mas Rey langsung membuka sebelah matanya begitu mendengar nyanyian yang sengaja aku keraskan. Cengiran lebar muncul di wajahnya sejurus dengan matanya yang terbuka sempurna. Masih sambil cengar-cengir dia membuka selimut dan mulai mendekatiku yang sedang menimang bayi perempuanku. Bayi cantik ini sejak jam satu tadi tidak mau tidur dan sekarang sudah menjelang shubuh. Mas Rey mengambil alih anaknya kemudian aku langsung tak sabar untuk rebahan, rasanya pinggangku udah pindah tempat. Lebai sih ya? Sebenarnya aku nggak kesel kok sama Mas Rey, cuma pengin ngerjain dia aja kebetulan udah mau masuk waktu shubuh jadi biar dia bangun. Sekalian gantiin gendong sebentar juga sih. Memang capek dan pegel banget ngurus dua bayi sekaligus tapi aku sangat menikmati. Terlebih lagi ketika harus pindah ke rumah sendiri dan bayi cantik itu punya kebiasaan bangun
SHANUM "Penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan?""Apa Mas?" tanyaku lagi karena Mas Rey tak juga menjawab, dia malah sibuk menata baju-baju bayi."Mas?"Mas Rey menghela napasnya kemudian berdiri menghampiriku. Langsung saja dia mengambil ponsel yang sejak tadi menemaniku membunuh waktu.Tanpa bersuara Mas Rey menunjuk jam dinding di ruangan VIP ini. Aku hanya bisa tersenyum semanis mungkin agar dia tidak marah karena sampai jam satu malam ini aku belum juga bisa tidur."Tidurlah!" titahnya dengan nada final ditambah ekspresi serius yang membuat aku tak berani mendebatnya lagi. Mas Rey tidak pernah bersikap seperti ini, kecuali kalau memang dia sedang tidak ingin dibantah.Aku menarik selimut berwarna biru berlogo rumah sakit ini hingga sebatas leher, mencoba memejamkan mata. Namun, bukan kantuk yang aku dapat, malah matanya pegel. Aku kembali membuka mata dan mendapati Mas Rey yang masih duduk sambil menatapku. Akhirnya dia tersenyum kemudian melepas sandalnya dan i
SHANUM Rasanya merinding banget sore ini, antara haru, bersyukur, sedih, dan segala macam emosi lainnya. Terharu karena kali ini aku menyambut hari raya dengan penuh cinta dan berkah, bersyukur karena aku mempunyai keluarga baru yang penuh dengan kasih sayang, dan sedih karena lebaran tahun ini aku harus jauh dari abah dan tidak bisa berziarah ke umi. Sehabis sholat ashar aku berjalan beriringan dengan Azkia dan Mbak Alea menuju pemakaman keluarga Bani Ahmad, bukan hanya kami bertiga tapi semua keluarga yang ada di Semarang kini menuju kesana, untuk mengirim doa pada leluhur. Kecuali Si Master Jenggala yang harus kembali ke habitatnya. Astaghfirullah.. Entah berapa kali aku harus menyabarkan diri karena kesel sama Mas Rey. Bisa-bisanya dia mengambil pekerjaan ke luar kota. Mau melarang kok kayaknya Mas Rey seneng banget dapat ajakan baksos dari temannya, Tapi dibiarkan berangkat kok rasanya jadi seperti ini, seharusnya bisa menikmati malam takbiran dengan hikmat, kini malah jauh. E
REYSHAKA"Nah itu setelah sujud, sebelum berdiri rakaat kedua kita duduk dulu baca tasbih 10 kali, baru berdiri lagi kan?" Mama menjeda ceritanya karena tidak kuat menahan tawa, sampai keluar air mata."Bisa-bisanya dua bidadari nya Rey ini tidur, nggak ikut berdiri rakaat kedua terus bangunanya pas udah dengar imam ngucap salam, baru mereka ikut salam," lanjut mama masih dengan tawanya, malah kini seluruh manusia yang duduk di meja makan ini ikut terpingkal.Kecuali Eca dan Shanum, mereka berdua sama-sama manutup wajah dengan jilbab karena malu. Mama baru saja menceritakan kejadian menggelikan saat tengah malam tadi kita berjamaah sholat tasbih. Jarang-jarang aku melihat mama bisa tertawa sekeras ini."Jadi mereka berdua cuma ikut satu rakaat terus salam, Ma?" tanya ArshaMama masih berusaha menghentikan tawanya, membuat Eca semakin mendusel ke lenganku, begitu juga Shanum, dia sudah ndusel ke mama karena malu. "Iya, mereka cuma ikut satu rakaat, habis itu pede banget langsung ikut s
SHANUMAlhamdulillah..Kalimat syukur yang ingin rasanya aku ucapkan di setiap hembusan napas ini. Karena hingga detik ini, Allah sudah mengganti semua kesedihanku yang lalu dengan kebahagiaan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.Alhamdulillah setelah beberapa hari yang lalu aku kembali harus absen menjalani puasa karena kondisi yang melemah, hari ini aku bisa kembali ikut melaksanakan kewajiban umat islam itu.Rasanya puasa kali ini semakin lengkap karena kehadiran Eca. Aku nggak pernah menyangka Mas Rey akan memberikan kejutan yang begitu indah dengan resmi mengadopsi Eca sebagai anak kami. Udahlah aku bingung gimana caranya berterimkasih padanya, emang beneran shableng. Dalam segala hal. Bahkan untuk hal peka dan kebaikannya pun bisa di sebut sableng karena saking luar biasanya.Hari ini alhamdulillah keadaanku sudah berangsur normal, jadi aku bisa ikut menghadiri acara buka bersama di pesantren Al Khadijah, tempatnya Bunda Syifa.Acara sore ini dihadiri hampir seluruh kelua
REYSHAKA"Jangan pakai body wash yang aroma itu!""Jangan pakai pomade kalau di rumah!""Jangan makan nasi goreng kalau mau pulang ketemu aku!""Jangan pakai parfum kalau mau peluk aku!"Nikmatnya punya istri yang lagi ngidam. Alhamdulillah.. Aku bangga!Permintaan-permintaannya yang kadang konyol membuat aku jadi serba salah, mau begini salah, mau begitu juga nggak bener. Aku menjauh dia nangis minta dipeluk, giliran udah dipeluk, ngomel-ngomel karena nggak suka aroma parfum ku, padahal ini parfum udah sejak lama aku nggak pernah ganti merk, sejak sebelum menikah malah. Baru sekarang dia protes.Atau kalau tiba-tiba aku lupa mandi pakai sabun yang udah dari jaman jahiliyah tersedia di kamar mandi, dia akan ngomel nggak berhenti. Nggak nyalahin juga sih karena ketika dia mencium aroma itu langsung muntah.Akhirnya aku Singkirkan semua, dan ajak dia ke supermarket, aku suruh dia milih aroma sabun yang dia mau, hasilnya? HAHA... Beli satu karton body wash yang katanya aromanya enak. Fe
REYSHAKAHari ini aku jaga siang dan baru sampai di rumah sekitar pukul 10. Sebelum sampai rumah, aku mampir dulu untuk membeli buah, sayur, susu, vitamin, pokoknya sekiranya uangku yang ada di dompet masih cukup, aku pakai buat beli makanan sehat untuk Shanum. Mama sampai geleng-geleng kepala melihat aku pulang dengan tangan kanan kiri membawa belanjaan."Ya Allah, Rey! Ini kalau busuk gimana?" tegur Mama Ketika aku sibuk menata belanjaan di kulkas."Kalau sampai gampang busuk, aku protes ke pabrik kulkasnya, Ma. Iklannya aja bikin makanan awet kok,"Mama menghela napasnya, mungkin dalam hatinya nyebut gini kali ya, 'Ya Allah anakku ganteng amat!'"Mama tau kamu mau Shanum makan sehat terus, tapi kasihan lho kalau kamu giniin! Orang hamil itu nggak bisa makan setiap yang disajikan, ada kalanya pengin yang lain. Jangan dipaksa!"Tiba-tiba dari arah luar, Arsha yang baru pulang dari tarawih keliling langsung nyelonong ngambil buah pir yang udah aku tata rapi."Tenang, Ma! Ada Arsha yan
REYSHAKAEntah berapa kali aku melihat Shanum merubah posisi, sejak tadi keluar dari rumah dia terlihat tak tenang dan gelisah. Tepat disaat lampu kuning bergeser naik ke warna merah, aku menginjak rem agar selamat dari kejaran Om Pol. Intinya lagi lampu merah jadi harus berhenti."Kenapa sih? Laper?" tanyaku.Shanum langsung mengerucutkan bibirnya, pengin banget dicium.Astaghfirullah, puasa Rey! Tahan!"Deg-degan Mas!""Ya Alhamdulillah kan kalau masih deg-degan!"Lagi-lagi dia protes kali ini mengerang frustasi sambil memukul lenganku berkali-kali. "Aku takut mau ikut simaan, duetnya sama senior-senior yang masyaallah lanyahnya!"Persis seperti dugaanku, Shanum resah daritadi karena memikirkan simaan keluarga yang hari ini akan dilaksanakan di rumah Simbah, pesantren pusat.Selepas shubuh tadi aku mengantarnya menuju tempat acara, sedangkan mama akan menyusul nanti agak siangan.Keresahan Shanum tidak hanya pagi ini saja, sejak semalam dia sudah sibuk banget murojaah, sampai sepert
SHANUM"Besok kita tarawih ke tempat Kak Alea yuk! Udah lama nggak main kesana! Kangen juga!"Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Mas Rey merubah posisinya jadi miring menghadapku. Sambil bersedekap dia diam menatapku."Kenapa?""Cemburu nggak?" tanyanya balik."Hmm? Gimana?"Bukannya menjawab, dia malah mencibirkan bibirnya, sambil komat-kamit nggak jelas."Cemburu nggak kalau dengar suaminya semangat menceritakan wanita lain?"Detik itu juga aku paham, Mas Rey sedang memancingku. "Cemburu lah, masa enggak!" jawabku.Jujur kok, memang ada rasa nggak nyaman.Mas Rey makin tersenyum lebar, kini dia sudah menghapus jarak diantara kita, mendekapku erat dan mengecup keningku."Ngomong dong! Jangan cuma sibuk dengan pikiran sendiri, kalau pikiran kamu benar ya nggak masalah, tapi kalau sampai nggak benar kan repot. Jadi salah paham.""Jadi sengaja nih?"Dia mengangguk, "Soalnya kamu langsung diem aja sehabis kita belanja tadi, padahal pas belanja kayak reporter bola, aku mi