Pria itu sudah beberapa kali memarkir mobilnya di dekat gang masuk rumah wanita idamannya. Namun, kesabarannya sedang diuji, karena masih saja gagal melihat secara langsung sosok yang diintai.Yang ada, hari ini justru ia harus menelan ludah pahit saat melihat wanita incarannya itu melintas dengan dibonceng seseorang yang selama ini menjadi saingan terberatnya. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, pemuda yang belakangan kurang tidur itu langsung tancap gas—membuntuti sepeda motor yang baru saja ke luar gang.Sepanjang perjalanan, ia tidak pernah lepas dari pandangan wanita yang tampak bahagia memeluk kekasihnya yang sedang mengendalikan kendaraan roda dua. Beberapa kali, keduanya tampak menikmati perjalanan sambil bergurau.Moment saat sang pengemudi mengambil kedua tangan wanita di belakangnya dan melingkarkan di pinggang, sembari tangan kirinya berada di paha sang wanita, membuat panas hati sang pengintai. Saking panasnya bakaran api cemburu yang melanda, pemuda yang tampak necis di
Anggara sebenarnya ingin mengejar Nirmala yang sudah menyeberang jalan raya, tapi urung. Selama menjalin hubungan, hal ini sudah terlalu sering terjadi. Dulu, beberapa kali, ketika sedang bertengkar di perjalanan, wanita temperamental itu pasti akan turun, lalu jalan kaki. Ia benar-benar berpendirian teguh—tidak akan sudi naik kembali ke motor jika keinginan atau kata-katanya tidak terpenuhi.Menyadari jika dirinya belum bisa memastikan ibunya seratus persen mau menerima keadaan Nirmala dan merestui pernikahan mereka, Anggara pun tidak mengejar. Pemuda yang tampak putus asa itu beberapa saat hanya bisa menatap kekasihnya itu berdiri menunggu angkutan kota. Setelah memastikan jika wanita yang tampak masih menangis itu masuk ke sebuah angkutan warna orange-biru, ia berjalan lemas menuju ke motornya yang terparkir.Beberapa meter melaju, tiba-tiba sebuah mobil menyalip, lalu menghadannya. Ia yang mengemudi dalam keadaan masih berfikir keras itu nyaris telat memegang kendali. Untungnya, k
Bu Sandra tersenyum puas setelah melihat video yang dikirim seseorang kepadanya lima menit yang lalu. Dari media bergerak tersebut, wanita yang sedari awal memang kurang setuju dengan ide perjodohan putranya, merasa menang telak. Sekarang, ia benar-benar yakin dan percaya diri bahwa perjodohan beda kasta materi itu memang sudah berakhir.Suaminya yang paling vokal menyuarakan ide gila itu nyatanya sudah menyatakan menyerah dan menemui mantan calon besannya, sebagai bentuk permintaan maaf dan penyesalan. Meskipun, dari video tersebut tersurat bagaimana ketidaksukaan pak Jaksa pada dirinya yang sering egois, mau menang sendiri dan semena-mena, wanita cantik itu tidak terlalu ambil. Karena toh, itu bukan rahasia lagi jikalau jauh sebelum dirinya menikah dengan lelaki bernama Jaksa, dia sudah kaya raya.Pemuda cerdas dan tampan itu sengaja dipilih orang tuanya yang seorang pembisnis terkenal di ibu kota untuk meneruskan bisnisnya yang semakin menggurita. Meski pada akhirnya, di tengah-ten
Baru saja bu Diana melangkahkan kaki masuk rumah, tapi sudah disambut sang adik yang tampak sumringah.“Loh, ngapain kamu di sini?” Saking kaget dan tidak menyangka akan disambut demikian, bu Diana jadi tidak nyaman. Padahal, ini bukan kali pertama adiknya berada di rumah tersebut.“Emangnya nggak boleh? Biasanya juga aku ke sini, kalau pas selo.” Bu Ayu tampak tersinggung, tapi langsung bisa mengendalikan diri untuk tidak terbawa arus. Karena dia punya misi untuk merayu sang kakak, sehingga senyumnya yang sempat redup, kini bersinar kembali.“Ya, dari cara kamu tersenyum, seperti ada sesuatu.” Bu Diana melangkah masuk sembari memperhatikan sang adik dari ujung kepala hingga kaki. Tidak biasanya wanita yang hari-hari tampak sederhana, kini berpakaian agak formal dengan balutan lipstik tipis. “Dari mana atau mau ke mana?”“Mau ajak kamu ke suatu tempat,” jawab tante Ayu to the point. Anggara yang kebetulan muncul dari arah dalam, menatap tantenya, lanjut ke reaksi sang ibu.“Mana?”“Si
Tante Ayu sedikit gerogi saat motor yang dikendarai keponakannya itu masuk ke sebuah pekarangan rumah yang cukup luas dan asri dengan banyak tanaman. Di hatinya, ada rasa bersalah, mengapa baru sekarang ke sini. Saat acara lamaran dulu itu pun, sebenarnya ingin ikut, tapi harus menjaga sang kakak yang kondisi kesehatannya sedang memprihatinkan.Sebagai seseorang yang pernah mengenyam pendidikan ilmu psikologi, sekaligus pernah terjun menangani dan mendampingi penderita mental illness, wanita berwajah teduh itu tahu betul bagaimana harus bersikap. Setelah berfikir mendalam, akhirnya ia pun memberanikan diri untuk menjenguk kekasih sang keponakan—yang menurut cerita, dia sosok yang temperamental dan ekstrem.Begitu turun dari jok motor, seseorang berpenampilan layaknya wanita Jawa dengan pakaian kainnya, menyambut. Senyumnya begitu hangat.“Assalamu’alaikum, Bu. Saya Wahyu, tante Anggara.” Tante Ayu langsung menjabat tangan wanita yang tampak kaget dengan bola mata penuh tanya menatap pe
Tak selang berapa lama setelah kehadiran pak Harsono, Anggara dan tante Ayu pamit pulang. Sebelumnya, mereka menyapa sang kepala rumah tangga. Karena respon yang kaku dan terlihat kurang nyaman, akhirnya tante Ayu mengakhiri perbincangan singkat tersebut.“Sekarang, tante tau, kenapa Nirmala punya karakter abusive, seperti yang kamu ceritakan selama ini,” ucap tante Ayu begitu turun dari motor, setelah sampai rumahnya. Wanita yang tampak masih sumringah seperti awal keberangkatannya itu memang sengaja minta diturunkan dirumahnya, bukan di rumah sang adik—seperti biasanya. Ia masih ingin bicara pada sang keponakan yang begitu disayanginya.“Ya, begitulah. Tante sudah lihat sendiri. Apalagi, Tante orang psikolog, pasti bisa membaca aura, gerak dan mimik seseorang, ‘kan?” respon Anggara terlihat begitu lega dan bahagia. Karena, hanya tantenya ini lah yang sedari dulu begitu mengerti dirinya, jika dibandingkan dengan sang ibu yang selalu cuek dan cenderung abai.“Dan, beruntungnya Nirmala
Anggara benar-benar dipenuhi rasa kesal pada ibunya, yang tetap masih tidak mau membeberkan rahasia yang selama ini ditutupinya. Setelah menyeretnya masuk mobil, bukannya memberi tahu siapa pemuda itu, sang ibu justru hanya menyuruhnya untuk segera masuk.“Jalan aja, Mas,” ucap bu Diana singkat.Batin pemuda itu juga penasaran, mengapa wanita yang biasanya memiliki sejuta topik untuk dibicarakan, kini diam seribu bahasa. Lewat kaca spion, ia mencuri pandang ke arah pemuda yang duduk di samping wanita yang belakangan ini menjadi bagian dari tugas pekerjaannya. Ia sebenarnya ingin mengeluarkan kalimat, tapi bu Diana yang menyadari jika tengah diintai lewat kaca tersebut, menggelengkan kepala sambil melotot.“Ini udah nggak bener. Kalau Ibu nggak mau jelasin, coba Mas, kamu pasti tahu sesuatu. Kamu tahu maksudku, ‘kan?” Menyadari sang ibu dan pemuda yang memegang setir itu saling berkomunikasi lewat kaca spion, Anggara semakin tidak bisa menahan rasa ingin tahu kebenarannya.“Nggak usah
Beberapa saat, kedua insan yang pernah bersahabat begitu dekat itu saling pandang. Wanita muda yang duduk di kursi roda tidak bisa menahan rasa harunya dan langsung menangis sesenggukan. Suaranya yang terdengar memilukan menyeret pemuda yang masih speechless di ambang pintu itu mendekat. Karena rasa aneh yang mendera, ia melangkahkan kaki dengan pelan dan hati-hati.“Fitonia, benarkah itu kamu?” Pemuda itu mencoba mendekatkan netranya pada sosok gadis yang tergugu di kursi roda.Gadis itu mengangguk.“Apa yang terjadi, Nia? Kenapa kamu jadi begini?” tanya pemuda itu langsung merasakan getaran rasa pilu yang menyiksa melihat apa yang terjadi di depannya.. Ia benar-benar tidak menyangka jika sahabat yang selama ini mendadak menghilang, tiba-tiba muncul dengan kondisi yang jauh dari biasanya.Sementara itu, si gadis yang ditanya demikian, justru semakin menambah volume tangisannya. Hingga, Bu Vera dan Bu Diana yang berada di dapur, menyusul ke kamar-- tempat sumber suara. Melihat gadis i
“Kamu yakin, Sayang?” tanya Bu Vera pada putrinya yang beberapa langkah lagi menuju pintu mobil.Dengan mantap mantap, wanita yang masih terlihat pucat itu mengangguk seraya menjawab, “ya, Ma.”Merasa terharu, dipeluknya sang putri dengan penuh kasih.“Aku selalu mendoakan kebahagiaan kamu. Mama akan usahakan pengobatan dan terapi terbaik nanti di sana,” ucap Bu Vera tidak bisa menyembunyikan rasa haru. Wanita yang belakangan merasa begitu dekat dengan putri yang pernah ditinggalkannya itu berkali-kali mengusap usap pundak penuh kasih.Tidak hanya kedua wanita itu yang merasa berat untuk berpisah dengan kampung halaman, rumah kenangan, tapi juga Mbak Duwik. Wanita yang selama Bu Vera di sini selalu siap sedia diperintah itu ikut menangis penuh haru.Seperti mengerti perasaan wanita cekatan itu, Fitonia mendekat, memeluk dan berkata, “ terima kasih ya, Mbak Duwik, selalu ada buat kami.”Wanita yang tadinya mewek dengan suara pelan, kali ini justru sesenggukannya terdengar semakin keras
Nirmala, Pak Harsono, istri dan kakak perempuannya serempak saling pandang menatap dua orang lelaki yang berdiri di depan pintu rumah. Satu terlihat begitu bugar, gagah dan percaya diri, sementara satunya memancarkan sorot kesedihan mendalam, lemah dan pesimis. Beberapa kali, pria gagah menepuk-nepuk punggung pria tak berdaya di samping sambil mengangguk, seolah tengah menyalurkan kekuatan.“Assalamu’alaikum, Pak Harsono dan keluarga, bolehkah kami masuk?” Karena saking terpananya dengan apa yang dilihat, sekeluarga hanya bisa melongo dan sampai lupa mempersilahkan tamu segera masuk.“Oh, ya, Wa’alaikumsalam. Silahkan masuk,” ujar Bu Harsono seketika sadar.Istri Pak Harsono itulah yang paling awal melihat kedatangan dua pria beda usia tersebut menuju rumah, lalu lari ke kebun samping dan memberi tahukan bahwa ada tamu. Ia sangat penasaran dengan pria yang tengah menuntun calon menantu idamannya, sekaligus kaget dengan keadaan Anggara yang seperti sedang sakit.“Maaf jika kedatangan ka
“Benarkah itu Johan?” Bu Diana hampir tidak percaya dengan apa yang dilihat. Sosok yang sebentar lagi pasti mengetuk pintu itu memang bisa dibilang jauh berbeda dengan suaminya dulu, tapi sebagai istri, ia masih tidak lupa dengan cara berjalannya yang gagah dan khas. Terlebih, saat tamu tak diundangnya mengetuk pintu tapi merasa tidak direspon dan wajahnya berusaha mengintai lewat kaca, Bu Diana kini yakin seratus persen bahwa orang tersebut adalah suami yang pernah diusirnya berkali-kali. Hal itu terlihat dari bekas luka sabetan benda tajam di wajah.“Ada apa si Johan kembali lagi ke sini? Bukankah sudah kusuruh tidak lagi menginjakkan kaki di rumah ini lagi? Berani sekali dia!” Bu Diana yang cukup pangling dengan penampilan sang tamu itu berkali-kali mengucek mata untuk memastikan.“Assalamu’alaikum...Assalamu’alaikum,” salam Pak Johan setelah ketukan pintunya yang berkali-kali tidak digubris.Nada suaranya yang kini terdengar adem dan lembut itu mengundang simpati Bu Diana. Wanita
Melihat sosok yang selama ini dirindukannya, Anggara merasa begitu lega. Kali ini, tidak lagi ada kecanggungan. Ia telah menemukan kembali kenyamanan berada di dekat seorang ayah seperti dulu waktu kecil sering bermain dan bercanda.Pak Johan langsung mempersilakan sang putra masuk ke kamar penginapan yang hanya dia sendiri di sana. Entah kebetulan atau memang sudah takdir, biasanya ia akan berada di sebelah tuannya kapan pun. Jika sedang tour kota semacam ini, kalau tidak tidur di pondok pesantren persahabatan, ya menginap di penginapan lengkap dengan tim.Namun, kali ini sungguh berbeda. Gus Hamdan, pendakwah muda yang tengah naik daun itu tengah membersamai istri tercinta pasca melahirkan di klinik dan kini telah dibawa ke rumah sakit khusus ibu dan anak demi mendapatkan fasilitas terdepan.“Bapak istirahatlah. Aku sudah pesankan kamar di penginapan dekat rumah sakit ini. Beristirahatlah setenang mungkin. Jangan pikirkan aku atau Ning. Tenang saja, ada Bik Fatimah dan beberapa sant
“Kabari Ayah kapan pun kamu mau. 082****.”Anggara memandang secarik kertas yang sepertinya ditulis dengan buru-buru itu penuh haru. Ia memang masih menyimpan kenangan indah bersama sang ayah sewaktu kecil dulu, sebelum pada akhirnya kepala rumah tangga itu diusir pemilik sah rumah itu. Dalam hati, ia memang berniat untuk kembali bertemu, bahkan ada secercah harapan untuk bisa hidup bersama lagi seperti dulu.Malam telah cukup larut. Jalanan sudah mulai sepi. Terlebih, klinik bersalin itu berada di pinggir kota. Di jam segini, mana mungkin ada kendaraan umum, kecuali ojek. Setelah berjalan dan bertanya beberapa orang, akhirnya ia menemukan tukang ojek yang langsung dimintanya untuk membawa pulang.Kali ini, ia sebisa mungkin menghentikan sementara pikiran tentang Pak Johan, Nirmala dan Fitonia. Sebagai seorang anak laki-laki satu-satunya yang dimiliki sang ibu, Anggara berpikir keras mencari kata yang hendak diucapkan saat bertemu dengan wanita single parent itu.Ia ingat betul bagaim
“Ma, istirahatlah. Aku baik-baik saja. Hanya, aku butuh obat tidur, terlelap, lalu bangun dalam keadaan siap menghadapi takdir yang ada. Maaf, telah membuat Mama, Papa dan keluarga kecewa, malu dan sedih. Setelah ini, aku berjanji tidak akan mengulanginya,” tulis Fitonia di pesan singkat, lalu mengiriminya pada sang mama, yang langsung lemas setelah membaca.Pak Rudi yang ikut membaca karena penasaran dengan penyebab sang istri langsung menjatuhkan diri ke dadanya itu juga tidak tahan untuk tidak bersedih. Terlebih, lelaki sukses itu merasa menyesal, mengapa baru kali ini datang ke mari, kenapa tidak kemarin-kemarin saat istrinya meminta.Ia sama sekali tidak menyangka jika putri sulungnya itu justru akan bertambah parah ketika berada di sini. Dikiranya, kesehatannya membaik karena waktu hendak pulang ke kampung halaman, dia melihat harapan dari senyum semangat sang putri. Ditepuk-tepuknya pundak sang istri seraya berucap,”dia gadis cerdas, pasti bisa bangkit segera. Papa yakin itu, M
“Bapak...” panggil Nirmala pada lelaki brewokan di teras rumah. Beberapa bulan tidak melihat, wajah Pak Harsono yang dulu hampir selalu rapi, kini tampak tidak terurus. Rambut-rambut dibiarkan tumbuh liar di wajah menambah kesan garang.“Kalian dari mana aja jam segini baru pulang?” cecar Pak Harsono sembari menatap tajam ke arah pasangan muda mudi yang terlihat tegang itu.Anggara menatap kekasihnya seolah memberi isyarat apakah dirinya harus jujur atau tidak. Seperti mengerti makna sorotan mata itu, Nirmala menggeleng pelan.“Maaf, Pak. Tadi, abis kontrol. Antriannya panjang, jadi sampai telat pulangnya. Bapak kapan pulang?” tanya Nirmala lirih penuh kehati-hatian.Bersamaan dengan jawaban putrinya, Bu Harsono yang mendengar suara sang suami yang cukup lantang tadi segera ke luar.Ditatapnya muda-mudi itu dengan sorot kecemasan. Sebagai seorang Ibu, Bu Harsono memiliki ikatan batin kuat kepada sang putri yang dari tatapannya seperti tengah meminta bantuan.“Oh, kalian sudah pulang,
“Kamu dari mana aja, Gara? Tante nyariin kamu kemana-mana, kirain ke toilet atau ke luar beli sesuatu.”Begitu sampai di depan ruangan tempat Nirmala diperiksa tadi, terlihat Tante Ayu tengah gelisah. Wanita yang tampak kelelahan dan kebingungan itu langsung lari menyusul saat melihat Anggara muncul.“Nggak dari mana-mana, Tante,” jawab Anggara singkat. Pikirannya masih tersangkut pada sosok yang baru saja ditemuinya.“Kamu lho, seperti linglung begitu. Ada apa? Oh, ya, Nirmala sudah siuman. Tadi Tante udah masuk sebentar. Ini mau jemput ommu di rumah Fitonia. Duh, suasana katanya kacau balau. Kamu di sini tunggu Nirmala, ya. Jaga kesehatan dan mental dia. Tante jemput om dulu,” pamit Tante Ayu terlihat tergesa-gesa.Anggara hanya mengangguk. Langkahnya lesu masuk ke ruangan yang sedari tadi ditunggui tantenya itu. Batinnya senang mendengar sang kekasih sudah siuman, tapi tetap saja masih terasa ada yang mengganjal.Melihat Nirmala menatapnya, ia berusaha tersenyum ceria. Diingatnya b
Melihat ekspresi putranya yang begitu terkejut dan panik, Bu Diana mendelik. Dicubitnya sang putra sebagai bentuk protes sekaligus permintaan untuk tetap duduk melanjutkan prosesi acara lamaran. Seperti tidak mau kehilangan kesempatan, wanita yang tidak menyangka akan ada kejadian tak terduga tersebut pun langsung meminta panitia untuk tetap melanjutkan acara.Ia mengajak calon besan untuk saling mengaitkan cincin di masing-masing calon pengantin. Namun, Anggara yang hatinya terkoyak melihat kekasih hati jatuh pingsan, tidak kuasa untuk bertahan. Ia bangkit tanpa memperdulikan pekikan dan larangan sang ibu. Dipapahnya wanita muda yang tidak sadarkan diri itu ke luar tempat acara.Tante Ayu yang menyaksikan adegan memilukan itu pun tergugah hatinya, lalu bangkit dan meminta kunci pada sang suami. Wanita yang sudah menganggap Nirmala sebagai anak sendiri itu pun menyuruh sang keponakan untuk memasukkan Nirmala ke mobilnya.“Tante yang nyupir,” ujarnya sigap membukakan pintu. Ia benar-be