Share

Bab 3 : Galau

Setelah satu jam tak terdengar teriakan dan suara tangis dalam kamar Jessica, asisten rumah tangga yang bernama Wati memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar majikannya. Wati adalah asisten pribadi yang cukup lama ikut pada keluarga Jessica. Terlebih, kedua orang tua Jessica menitipkan putri mereka kepada Wati yang selama ini sangat dipercaya oleh Keluarga Nata Atmaja.

“Nona ... Non Jessi, buka Non ... Kasihanilah Bik Wati. Bagaimana kalau Tuan dan Nyonya besar tanya, hikss...,” tangis Wati di depan pintu kamar Jessica.

Wati sangat cemas dengan kondisi Jessica yang ditakutkan bunuh diri. Walaupun, ia sendiri tidak mengetahui secara jelas duduk perkara yang dihadapi wanita cantik itu. Untuk ketiga kalinya, Wati kembali mengetuk pintu kamar majikannya dengan rasa takut yang teramat sangat, jika terjadi sesuatu dengan Jessica. Maka, Wati dan kedua asisten rumah tangga yang menunggu di depan pintu kamar Jessica pun menangis.

“Nona, tolong buka Non ... Jangan buat Bibik kuatir. Kami semua takut terjadi apa-pa sama Nona. Tolong buka Non Jessi. Bibik takut sekali, Nona tolong buka, hikss...,” tangis Wati dan kedua asisten rumah tangga di depan pintu kamar Jessica kian bertambah keras.

Jessica yang menumpahkan amarahnya pada sosok yang tak dikenalnya dengan mengamuk dan menangis di bawah air shower, akhirnya beranjak dari kamar mandi dengan membersihkan diri serta mengeringkan tubuh dan rambut panjangnya. Kemudian, wanita cantik itu memakai pakaiannya dan memandang kehancuran yang dilakukannya pada kamarnya sendiri.

Kaca panjang di sebelah lemarinya hancur berkeping-keping. Begitu juga dengan meja rias, televisi hingga ponselnya juga hancur. Lalu, dengan menarik napas dan menghembuskannya perlahan, Jessica pun bergumam dalam hatinya.

‘Kebaikanku, emosiku, amarahku menghancurkan semuanya. Kini aku rugi total. Apa aku cari aja pemuda brengsek itu? Tapi ... Untuk apa juga aku bertemu pemuda yang nggak bermoral itu? Nggak ada yang bisa diharapkan. Memang pertanggung jawaban apa yang mau dia kasih ke aku? Minumannya aja aku yang bayar. Sepertinya aku harus buang sial dengan menyantuni anak yatim piatu.’

Wajah cantik Jessica seketika mengeras, saat mengingat seluruh kejadian yang ia pikir hanya mimpi. Kemudian, dengan hati-hati Jessica melangkahkan kakinya berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu kamarnya, usai melewati banyak pecahan kaca yang berserakan dilantai.

“Nona ... Ada apa?!” tanya Wati cemas, memandang wajah sayu Jessica dengan mata indahnya yang sembab.

“Bik Wati, tolong rapikan kamarku sama Mbak Asih dan Kani juga, ya. Sekalian, minta Samsuri sama Sodik untuk buang barang-barang yang rusak. Oh ya, sekarang ambil ponselku yang hancur dekat tempat tidur, aku mau ambil nomor kartunya,” perintah Jessica dengan mata sembab usai menangis histeris di kamar mandi.

“Baik Nona. Ayo Asih, Kani,” ajak Wati pada kedua teman kerjanya.

Masuk ke dalam, Jessica menunjuk ke arah ponselnya yang dibanting untuk mengambil nomor kartu ponselnya. Dan Wati beserta kedua pekerja lain yang masuk ke dalam kamar Jessica, terkejut bukan kepalang melihat pecahan kaca dimana-mana.

“Ya Allah, Non Jessica ... Kenapa sampai seperti ini?” tanya Wati memandang pecahan kaca bertebaran di dalam kamar Jessica dengan bola mata hampir keluar. Begitu juga dengan kedua pekerja lainnya yang melihat keadaan kamar nona majikannya.

“Bik Wati dan semuanya. Tolong jangan cerita apa pun, sama mami dan papiku kalau besok atau lusa mereka kesini. Wati, sepertinya perutku lapar sekali. Tolong, kamu siapkan makanan buat aku,” pinta Jessica.

Mendengar Jessica lapar, Wati keluar dari kamar majikannya dan menyiapkan makanan diikuti oleh Jessica yang berjalan menuju meja makan.

“Non, makanlah ... Bibik mau bantu merapikan kamar dulu,” izin Wati usai menyiapkan makanan.

“Makasih Bik,” jawab Jessica dan menikmati makanannya usai melepaskan emosi di hati dan pikirannya

Sementara itu, Wati bersama pekerja lainnya merapikan kamar Jessica yang sangat berantakan. Dua puluh menit kemudian, Jessica yang telah selesai menikmati makanannya terlihat berjalan menuju ruang santai dan memanggil Samsuri yang tengah mengangkat meja rias di kamarnya bersama tukang kebun rumah mewah itu.

“Bik Wati! Sini dulu...,” panggil Jessica yang tengah duduk diruang keluarga usai menikmati makanannya.

Wati yang masih membersihkan kamar Jessica bersama kedua asisten rumah tangga lainnya, menemui Jessica.

“Ya Non Jessi,” jawabnya saat berada di hadapan Jessica.

“Bik, tolong ambil uang 20 juta di brangkas. Ini nomor kodenya. Caranya masih ingat kan?” tanya Jessica yang pernah mengajari Wati untuk membuka brangkas miliknya.

Wati pun, menganggukkan kepalanya dan masuk ke kamar Jessica untuk menjalankan perintah sang majikan yang sudah sangat percaya padanya.

“Pak Sam! Tolong belikan aku handphone dengan tipe yang sama seperti punyaku. Bawa aja contohnya yang udah rusak, sekalian suruh mereka masukkan nomor kartunya. Minta uangnya ke Wati,” perintah Jessica menunjuk ke arah kamarnya, untuk mengambil ponselnya yang rusak dan meminta uang pada Wati.

“Baik Non,” jawab Samsuri berlalu dari hadapannya, mencari Wati di kamar Jessica yang sedang dibersihkan.

Setelah itu, Jessica pun merebahkan diri pada sofa di ruang keluarga mewah itu dengan sesekali menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan. Saat teringat atas peristiwa yang dipikirnya seperti mimpi, Jessica pun menggerutu dalam hatinya.

‘Sialan! Gara-gara minum tiga gelas Cocktail bikin aku kehilangan harga diri. Sekarang, gimana kasih alasan ke mami untuk tolak perjodohan sama anak temannya? Kayaknya aku harus curhat ke Dewi, deh.’

Jessica yang menyesali semua kejadian yang tak diduga, coba melupakan yang terjadi dengan meraih majalah khusus wanita. Sampai akhirnya, rasa kantuk bergelayut di mata indahnya dan Jessica pun kembali terlelap di sofa pada ruang keluarga.

Dua jam kemudian, saat jam menunjukkan pukul satu siang, Jessica mengeliatkan tubuhnya dan merasakan seluruh tubuhnya terasa lelah. Dengan memicingkan matanya, Jessica memiringkan tubuhnya menghadap ke depan kamarnya.

“Non Jessi udah bangun?” tanya Wati menghampiri Jessica yang tampak lesu.

“Udah, jam berapa Bik?” tanya Jessica bangun dari sofa dan duduk bersandar dengan sesekali menguap.

“Udah jam satu siang. Bentar saya ambilkan ponsel yang baru dibeli,” ujar Wati meninggalkan Jessica di ruang keluarga menuju kamar sang majikan dan kembali ke ruang keluarga.

“Ini Non.” Wati memberikan ponsel dengan tipe yang sama pada Jessica.

“Siang Non Jessica ... Ini ada kiriman bunga,” ucap Kani, salah seorang asisten rumah tangga membawa buket bunga anggrek putih berikut pot keramik berwarna putih.

“Cantiknya, seperti Non Jessica,” sanjung Wati memandang anggrek bulan putih sebanyak tiga batang dengan beberapa rantingnya.

Dengan mengusap wajahnya, Jessica yang hanya menerima buket bunga pada hari-hari tertentu, seperti ulang tahun dan mencapai prestasi atas pendidikan dan karier nya, merasa aneh saja kala ada kiriman buket bunga untuknya.

“Dari siapa?” tanya Jessica sambil membuka ponselnya untuk melihat kembali aplikasi yang sudah ada.

“Ini Non Jessi, ada kartu ucapan di anggreknya,” ucap Wati memberikan sebuah amplop kecil yang ditujukan untuk Jessica.

Jessica menerima amplop berwarna pink dan membuka secarik kertas berwarna pink berisi tulisan tangan seorang lelaki.

[Teruntuk wanita terbaik nan cantik jelita. Jessi, mungkin kamu marah, benci sama aku. Tapi, kapan pun kamu minta aku untuk tanggung jawab sama kamu, pasti aku akan tanggung jawab. Sekali lagi, maafkan aku-Candra Wiguna]

Setelah membaca secarik kertas berwarna pink itu, Jessica kembali termenung dan memikirkan tulisan yang dibuat oleh Candra. Lelaki yang telah merusak dirinya dalam keadaan mabuk. Kemudian, Jessica berkata pada Wati.

“Bik ... Buang aja Anggreknya,” pinta Jessica lesu.

Tanpa berbicara sepatah kata pun, Wati membawa Anggrek yang diletakkan di meja ruang keluarga ke halaman belakang. Dan tanpa sepengetahuan Jessica, Wati tidak menjalankan perintahnya untuk membuang buket bunga Anggrek tersebut. Justru, Wati meletakkan buket bunga itu di meja bulat dekat ayunan yang ada di halaman belakang.

Jessica yang masih berada di ruang keluarga, mempertimbangkan hatinya untuk curhat pada sahabat dekatnya, Dewi. Namun, saat ia mulai menekan tombol hubungi, kembali niat untuk menghubungi sahabatnya diurungkan.

“Sebaiknya aku jangan cerita sama siapa pun. Semua salahku sendiri yang gampang percaya sama lelaki itu. Anggap saja kemarin adalah hari sialku,” ucap Jessica pada dirinya sendiri.

Terdengar dering ponsel yang baru diletakkannya. Tampak dalam layar, nama Monica, mami Jessica menghubunginya dan dengan segera, wanita cantik itu menjawab panggilan dari sang mami.

“Siang Mii, tumben siang-siang telepon. Apa kabar Mami sama papi disana? Kangen...,” sapa Jessica seceria mungkin.

“Eh, siapa bilang siang baru telepon ... Tadi itu, sekitar jam tujuh Mami udah telepon kamu. Tapi, nggak aktif ponselmu. Kok sampai nggak aktif, Jess?” tanya Monica menginterogasi putrinya.

“Iya Mii, ponselnya rusak jatuh ke bathup,” kilah Jessica membohongi Monica.

“Oh begitu. Lain kali kalau lagi berendam di bathup jangan bawa ponsel dong sayang ... Emang untuk apa sih, pakai bawa ponsel ke kamar mandi?” tanya Monica kembali.

“Main game, Mii. Lagi seru dan waktunya udah mau berakhir, jadi sekalian deh, berendam sembari main game, Hehehehehe,” ujar Jessica membela diri.

“Jessica ... Ingat, usiamu udah 35 tahun. Belajarlah menjadi dewasa. Persiapkan dirimu untuk bertemu dengan anak dari teman Mami. Siapa tahu, lelaki itu cocok buat kamu. Jadi, Mami minta persiapkan dirimu dua bulan ini untuk bisa lebih tampil dewasa. Jauhi, game, Night Club dan keluyuran nggak karuan. Zaman hura-hura seperti itu udah lewat waktunya. Sekarang ini, kamu udah 35 tahun. Bukan lagi umur 20 tahun,” nasihat Monica pada putri tunggalnya.

“Iya Mami sayang ... Aman. Jessi pasti akan belajar untuk lebih dewasa. Memang anak lelaki tante Erin, lagi dimana...? Kok harus nunggu dua bulan lagi?” tanya Jessica yang berpikir untuk menerima lelaki itu bila menerima segala kekurangannya.

“Dia masih selesaikan kuliahnya di Munchen, Jerman. Anak lelaki tante Erin, orangnya pintar dan sangat sayang sama mamanya. Apa pun, kata tante Erin, pasti diturutinya. Maka dari itu, Mami pikir untuk menjodohkan kamu dengan lelaki yang sayang sama mamanya. Karena, kalau dia sayang sama mamanya, berarti dia itu lelaki baik,” ungkap Monica panjang lebar.

“Ya Mii, atur saja. Kalau memang cocok, Jessi juga pasti mau kok. Capek juga sendirian lama-lama,” keluh Jessica melankolis.

Monica yang mendengar kata-kata putrinya tertawa bahagia seraya berucap, “Hahahaha, akhirnya ... Anak perempuan Mami akan melepaskan masa lajangnya. Mami bahagia sekali dengarnya. Nanti, kalau Papi pulang dari kebun teh, Mami ceritakan hal ini sama papi kamu. Dia pasti bahagia juga.”

“Ya udahlah, Mii. Salam sama papi. Jessi pamit mau ke Mal dulu sama Dewi,” ucap Jessica untuk memutus sambungan telepon, saat Dewi sahabatnya menyambangi rumahnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Untuk semua pembaca setia Good Novel yang baik hati. Yukk lanjut ke babak selanjutnya di jamin seru. Mohon untuk kasih ulasan di bagian depan dengan bintang 5. Love You Sekebon. Terima kasih banyak(⁠✿⁠ ⁠♡⁠‿⁠♡⁠)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status