Setelah satu jam tak terdengar teriakan dan suara tangis dalam kamar Jessica, asisten rumah tangga yang bernama Wati memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar majikannya. Wati adalah asisten pribadi yang cukup lama ikut pada keluarga Jessica. Terlebih, kedua orang tua Jessica menitipkan putri mereka kepada Wati yang selama ini sangat dipercaya oleh Keluarga Nata Atmaja.
“Nona ... Non Jessi, buka Non ... Kasihanilah Bik Wati. Bagaimana kalau Tuan dan Nyonya besar tanya, hikss...,” tangis Wati di depan pintu kamar Jessica.Wati sangat cemas dengan kondisi Jessica yang ditakutkan bunuh diri. Walaupun, ia sendiri tidak mengetahui secara jelas duduk perkara yang dihadapi wanita cantik itu. Untuk ketiga kalinya, Wati kembali mengetuk pintu kamar majikannya dengan rasa takut yang teramat sangat, jika terjadi sesuatu dengan Jessica. Maka, Wati dan kedua asisten rumah tangga yang menunggu di depan pintu kamar Jessica pun menangis.“Nona, tolong buka Non ... Jangan buat Bibik kuatir. Kami semua takut terjadi apa-pa sama Nona. Tolong buka Non Jessi. Bibik takut sekali, Nona tolong buka, hikss...,” tangis Wati dan kedua asisten rumah tangga di depan pintu kamar Jessica kian bertambah keras.Jessica yang menumpahkan amarahnya pada sosok yang tak dikenalnya dengan mengamuk dan menangis di bawah air shower, akhirnya beranjak dari kamar mandi dengan membersihkan diri serta mengeringkan tubuh dan rambut panjangnya. Kemudian, wanita cantik itu memakai pakaiannya dan memandang kehancuran yang dilakukannya pada kamarnya sendiri.Kaca panjang di sebelah lemarinya hancur berkeping-keping. Begitu juga dengan meja rias, televisi hingga ponselnya juga hancur. Lalu, dengan menarik napas dan menghembuskannya perlahan, Jessica pun bergumam dalam hatinya.‘Kebaikanku, emosiku, amarahku menghancurkan semuanya. Kini aku rugi total. Apa aku cari aja pemuda brengsek itu? Tapi ... Untuk apa juga aku bertemu pemuda yang nggak bermoral itu? Nggak ada yang bisa diharapkan. Memang pertanggung jawaban apa yang mau dia kasih ke aku? Minumannya aja aku yang bayar. Sepertinya aku harus buang sial dengan menyantuni anak yatim piatu.’Wajah cantik Jessica seketika mengeras, saat mengingat seluruh kejadian yang ia pikir hanya mimpi. Kemudian, dengan hati-hati Jessica melangkahkan kakinya berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu kamarnya, usai melewati banyak pecahan kaca yang berserakan dilantai.“Nona ... Ada apa?!” tanya Wati cemas, memandang wajah sayu Jessica dengan mata indahnya yang sembab.“Bik Wati, tolong rapikan kamarku sama Mbak Asih dan Kani juga, ya. Sekalian, minta Samsuri sama Sodik untuk buang barang-barang yang rusak. Oh ya, sekarang ambil ponselku yang hancur dekat tempat tidur, aku mau ambil nomor kartunya,” perintah Jessica dengan mata sembab usai menangis histeris di kamar mandi.“Baik Nona. Ayo Asih, Kani,” ajak Wati pada kedua teman kerjanya.Masuk ke dalam, Jessica menunjuk ke arah ponselnya yang dibanting untuk mengambil nomor kartu ponselnya. Dan Wati beserta kedua pekerja lain yang masuk ke dalam kamar Jessica, terkejut bukan kepalang melihat pecahan kaca dimana-mana.“Ya Allah, Non Jessica ... Kenapa sampai seperti ini?” tanya Wati memandang pecahan kaca bertebaran di dalam kamar Jessica dengan bola mata hampir keluar. Begitu juga dengan kedua pekerja lainnya yang melihat keadaan kamar nona majikannya.“Bik Wati dan semuanya. Tolong jangan cerita apa pun, sama mami dan papiku kalau besok atau lusa mereka kesini. Wati, sepertinya perutku lapar sekali. Tolong, kamu siapkan makanan buat aku,” pinta Jessica.Mendengar Jessica lapar, Wati keluar dari kamar majikannya dan menyiapkan makanan diikuti oleh Jessica yang berjalan menuju meja makan.“Non, makanlah ... Bibik mau bantu merapikan kamar dulu,” izin Wati usai menyiapkan makanan.“Makasih Bik,” jawab Jessica dan menikmati makanannya usai melepaskan emosi di hati dan pikirannyaSementara itu, Wati bersama pekerja lainnya merapikan kamar Jessica yang sangat berantakan. Dua puluh menit kemudian, Jessica yang telah selesai menikmati makanannya terlihat berjalan menuju ruang santai dan memanggil Samsuri yang tengah mengangkat meja rias di kamarnya bersama tukang kebun rumah mewah itu.“Bik Wati! Sini dulu...,” panggil Jessica yang tengah duduk diruang keluarga usai menikmati makanannya.Wati yang masih membersihkan kamar Jessica bersama kedua asisten rumah tangga lainnya, menemui Jessica.“Ya Non Jessi,” jawabnya saat berada di hadapan Jessica.“Bik, tolong ambil uang 20 juta di brangkas. Ini nomor kodenya. Caranya masih ingat kan?” tanya Jessica yang pernah mengajari Wati untuk membuka brangkas miliknya.Wati pun, menganggukkan kepalanya dan masuk ke kamar Jessica untuk menjalankan perintah sang majikan yang sudah sangat percaya padanya.“Pak Sam! Tolong belikan aku handphone dengan tipe yang sama seperti punyaku. Bawa aja contohnya yang udah rusak, sekalian suruh mereka masukkan nomor kartunya. Minta uangnya ke Wati,” perintah Jessica menunjuk ke arah kamarnya, untuk mengambil ponselnya yang rusak dan meminta uang pada Wati.“Baik Non,” jawab Samsuri berlalu dari hadapannya, mencari Wati di kamar Jessica yang sedang dibersihkan.Setelah itu, Jessica pun merebahkan diri pada sofa di ruang keluarga mewah itu dengan sesekali menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan. Saat teringat atas peristiwa yang dipikirnya seperti mimpi, Jessica pun menggerutu dalam hatinya.‘Sialan! Gara-gara minum tiga gelas Cocktail bikin aku kehilangan harga diri. Sekarang, gimana kasih alasan ke mami untuk tolak perjodohan sama anak temannya? Kayaknya aku harus curhat ke Dewi, deh.’Jessica yang menyesali semua kejadian yang tak diduga, coba melupakan yang terjadi dengan meraih majalah khusus wanita. Sampai akhirnya, rasa kantuk bergelayut di mata indahnya dan Jessica pun kembali terlelap di sofa pada ruang keluarga.Dua jam kemudian, saat jam menunjukkan pukul satu siang, Jessica mengeliatkan tubuhnya dan merasakan seluruh tubuhnya terasa lelah. Dengan memicingkan matanya, Jessica memiringkan tubuhnya menghadap ke depan kamarnya.“Non Jessi udah bangun?” tanya Wati menghampiri Jessica yang tampak lesu.“Udah, jam berapa Bik?” tanya Jessica bangun dari sofa dan duduk bersandar dengan sesekali menguap.“Udah jam satu siang. Bentar saya ambilkan ponsel yang baru dibeli,” ujar Wati meninggalkan Jessica di ruang keluarga menuju kamar sang majikan dan kembali ke ruang keluarga.“Ini Non.” Wati memberikan ponsel dengan tipe yang sama pada Jessica.“Siang Non Jessica ... Ini ada kiriman bunga,” ucap Kani, salah seorang asisten rumah tangga membawa buket bunga anggrek putih berikut pot keramik berwarna putih.“Cantiknya, seperti Non Jessica,” sanjung Wati memandang anggrek bulan putih sebanyak tiga batang dengan beberapa rantingnya.Dengan mengusap wajahnya, Jessica yang hanya menerima buket bunga pada hari-hari tertentu, seperti ulang tahun dan mencapai prestasi atas pendidikan dan karier nya, merasa aneh saja kala ada kiriman buket bunga untuknya.“Dari siapa?” tanya Jessica sambil membuka ponselnya untuk melihat kembali aplikasi yang sudah ada.“Ini Non Jessi, ada kartu ucapan di anggreknya,” ucap Wati memberikan sebuah amplop kecil yang ditujukan untuk Jessica.Jessica menerima amplop berwarna pink dan membuka secarik kertas berwarna pink berisi tulisan tangan seorang lelaki.[Teruntuk wanita terbaik nan cantik jelita. Jessi, mungkin kamu marah, benci sama aku. Tapi, kapan pun kamu minta aku untuk tanggung jawab sama kamu, pasti aku akan tanggung jawab. Sekali lagi, maafkan aku-Candra Wiguna]Setelah membaca secarik kertas berwarna pink itu, Jessica kembali termenung dan memikirkan tulisan yang dibuat oleh Candra. Lelaki yang telah merusak dirinya dalam keadaan mabuk. Kemudian, Jessica berkata pada Wati.“Bik ... Buang aja Anggreknya,” pinta Jessica lesu.Tanpa berbicara sepatah kata pun, Wati membawa Anggrek yang diletakkan di meja ruang keluarga ke halaman belakang. Dan tanpa sepengetahuan Jessica, Wati tidak menjalankan perintahnya untuk membuang buket bunga Anggrek tersebut. Justru, Wati meletakkan buket bunga itu di meja bulat dekat ayunan yang ada di halaman belakang.Jessica yang masih berada di ruang keluarga, mempertimbangkan hatinya untuk curhat pada sahabat dekatnya, Dewi. Namun, saat ia mulai menekan tombol hubungi, kembali niat untuk menghubungi sahabatnya diurungkan.“Sebaiknya aku jangan cerita sama siapa pun. Semua salahku sendiri yang gampang percaya sama lelaki itu. Anggap saja kemarin adalah hari sialku,” ucap Jessica pada dirinya sendiri.Terdengar dering ponsel yang baru diletakkannya. Tampak dalam layar, nama Monica, mami Jessica menghubunginya dan dengan segera, wanita cantik itu menjawab panggilan dari sang mami.“Siang Mii, tumben siang-siang telepon. Apa kabar Mami sama papi disana? Kangen...,” sapa Jessica seceria mungkin.“Eh, siapa bilang siang baru telepon ... Tadi itu, sekitar jam tujuh Mami udah telepon kamu. Tapi, nggak aktif ponselmu. Kok sampai nggak aktif, Jess?” tanya Monica menginterogasi putrinya.“Iya Mii, ponselnya rusak jatuh ke bathup,” kilah Jessica membohongi Monica.“Oh begitu. Lain kali kalau lagi berendam di bathup jangan bawa ponsel dong sayang ... Emang untuk apa sih, pakai bawa ponsel ke kamar mandi?” tanya Monica kembali.“Main game, Mii. Lagi seru dan waktunya udah mau berakhir, jadi sekalian deh, berendam sembari main game, Hehehehehe,” ujar Jessica membela diri.“Jessica ... Ingat, usiamu udah 35 tahun. Belajarlah menjadi dewasa. Persiapkan dirimu untuk bertemu dengan anak dari teman Mami. Siapa tahu, lelaki itu cocok buat kamu. Jadi, Mami minta persiapkan dirimu dua bulan ini untuk bisa lebih tampil dewasa. Jauhi, game, Night Club dan keluyuran nggak karuan. Zaman hura-hura seperti itu udah lewat waktunya. Sekarang ini, kamu udah 35 tahun. Bukan lagi umur 20 tahun,” nasihat Monica pada putri tunggalnya.“Iya Mami sayang ... Aman. Jessi pasti akan belajar untuk lebih dewasa. Memang anak lelaki tante Erin, lagi dimana...? Kok harus nunggu dua bulan lagi?” tanya Jessica yang berpikir untuk menerima lelaki itu bila menerima segala kekurangannya.“Dia masih selesaikan kuliahnya di Munchen, Jerman. Anak lelaki tante Erin, orangnya pintar dan sangat sayang sama mamanya. Apa pun, kata tante Erin, pasti diturutinya. Maka dari itu, Mami pikir untuk menjodohkan kamu dengan lelaki yang sayang sama mamanya. Karena, kalau dia sayang sama mamanya, berarti dia itu lelaki baik,” ungkap Monica panjang lebar.“Ya Mii, atur saja. Kalau memang cocok, Jessi juga pasti mau kok. Capek juga sendirian lama-lama,” keluh Jessica melankolis.Monica yang mendengar kata-kata putrinya tertawa bahagia seraya berucap, “Hahahaha, akhirnya ... Anak perempuan Mami akan melepaskan masa lajangnya. Mami bahagia sekali dengarnya. Nanti, kalau Papi pulang dari kebun teh, Mami ceritakan hal ini sama papi kamu. Dia pasti bahagia juga.”“Ya udahlah, Mii. Salam sama papi. Jessi pamit mau ke Mal dulu sama Dewi,” ucap Jessica untuk memutus sambungan telepon, saat Dewi sahabatnya menyambangi rumahnya.“Jessi, kenapa mata elo sembab banget? Habis nangis?” tanya Dewi yang main selonong masuk ke ruang keluarga menemui Jessica.“Ini kebanyakan tidur Wi! Kagak ada di kamus hidup gue nangis. Haram hukumnya. Hehehehe,” sahut Jessica menggeser bokongnya dan meminta Dewi duduk di sebelahnya.“Udahlah, jangan pakai bohong segala. Gue yakin elo lagi ada masalah. Apa ingat lagi sama mantan elo yang udah married itu? Move-on dong Jessi. Cari lah, seorang pangeran tampan yang punya perusahaan juga kayak elo. Masa sih ... cewek cantik, intelektualnya tinggi, punya perusahaan kagak laku. Mau gue pasarin? Atau gue jodohin sama anak tant....”“Stop bawel! Gue memang lagi kagak mau cari cowok. Kalau gue udah buka lowongan cari pacar..., antre dari pintu pagar gue sampe ke jalan raya. Begini aja, dari pada lo nasihati gue, mending kita ke Mal aja gimana? Gue lagi mau buang duit receh sembari cuci mata. Gue traktir dah lo ... Mumpung otak gue lagi mumet,” potong Jessica menutup ucapan Dewi sang sahabat
“Jessica..., ada apa sih sama lo? Gue liat ada hal aneh deh...,” celoteh Dewi memegang bahu Jessica yang memandang lurus ke depan untuk melihat mobil yang dibawa oleh Samsuri.“Kagak ada apa-apa. Gue merasa nggak nyaman aja liat banyak orang seperti itu,” jawab Jessica datar.Dewi yang menaruh curiga pada sahabat karibnya hanya mampu merangkul bahu Jessica dan berbisik tepat ditelinganya.“Jessi ... Gue tau ada yang elo sembunyikan dari gue. Kalau suatu saat elo mau cerita gue siap.”Mendengar apa yang dibisikkan oleh Dewi, membuat Jessica menoleh ke arah Dewi dan membantahnya, “Apa sih lo ... Ah! kagak jelas. Orang gue kagak kenapa-napa. Mungkin efek pusing semalam masih ada.”Bersamaan dengan perkataan Jessica, mobil yang dikendarai oleh Samsuri pun tepat berada di halaman Lobby Mal tersebut. Kemudian, Jessica masuk ke dalam mobil diikuti oleh Dewi. Setelah itu, mobil keluar meninggalkan area Mal menuju rumah.Di sepanjang jalan menuju rumah, Jessica hanya terdiam dengan memejamkan
Dewi yang terus mendesak perihal artis yang mengirimkan hadiah kecil kepada Jessica terus saja mendesak usai sahabatnya tetap bersikukuh menolak untuk memberikan klarifikasi atas lelaki yang saat ini digandrungi oleh banyak wanita sebagai bintang muda berbakat. Dimana ia juga suka dengan penampilan Candra Wiguna. Namun, hanya sebatas akting dan permainan filmnya.Hingga akhirnya, sebelum Dewi pulang ke rumahnya, ia pun menarik kesimpulan atas hubungan mereka usai mengingat tanda merah di bagian kenyal milik Jessica. Dengan berjalan menuju mobilnya untuk kembali ke rumah, Dewi pun berucap, “Jessi ... Gue tau sapa yang kasih tanda cupang di toket elo.”Jessica yang terkejut atas ucapan Dewi hanya menggelengkan kepalanya dan berucap, “Say..., next gue cerita sama elo. Untuk saat ini gue keep dulu..., Thanks for your time.”Mereka pun saling berpelukan dan Dewi yang tahu kalau sahabat karibnya tetap tidak mengaku atas tudingannya pun, hanya menjawab, “Ok! Gue percaya sama elo dan gue tung
Sementara itu, sesaat setelah Jessica pergi ke kantor, Candra Wiguna datang ke rumah Jessica saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Namun, lelaki tampan itu tak bisa menemui Jessica yang telah berangkat ke kantor. Pemuda tampan itu tampak tergesa-gesa, ketika menyambangi pos penjaga pada sisi kanan rumah mewah Jessica untuk menemui Rey, sekuriti yang telah menggantikan jam jaga Darma. Saat melihat pemuda tampan yang terlihat lebih rapi dan necis pada saat beberapa malam lalu saat dalam keadaan mabuk, Candra Wiguna jelas terlihat berbeda sehingga Rey menyambutnya dengan tersenyum ramah karena tidak mengetahui identitas dari lelaki tersebut.“Selamat pagi Pak ... mau bertemu dengan siapa? Dan dari mana?” tanya Rey keluar dari pos jaga mengamati lelaki dengan bentuk tubuh tinggi dari atas kebawah. Tubuhnya yang atletis dan pembawaannya yang tampak cool layaknya orang kaya dengan kulit putih bersih serta berpakaian bagus membuat Rey menghormati lelaki tampan tersebut.“Saya dengan Can
Santi yang mendapat penolakan dari Jessica atas diri Bintang pun, menghubungi sang artis ketika seluruh kru pendukung film berjudul Psikopat mendarat di Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara sekitar pukul 11 lewat 20 menit. Namun, panggilan telepon tersebut tidak diindahkan oleh Candra karena ramainya suasana di Bandara. Beberapa wartawan dan media cetak serta media televisi menunggu kedatangan kru film tersebut di sebuah tempat yang berada di luar area Bandara. Setelah bertemu dengan wartawan dan beberapa penggemar, mereka pun rencananya akan menuju ke Gedung Sate dalam ajang tanya jawab dan temu kangen dengan para pemain film tersebut.Dua buah minibus membawa kru dan artis yang tergabung dalam Film tersebut menuju gedung Sate yang berada di jalan Diponegoro. Jarak yang mereka tempuh sekitar 15 menit dari Bandara. Sesampai di lokasi, sebuah panggung kecil telah berada di bagian depan gedung sate. Beberapa penggemar telah hadir dan dengan antusias bertanya tentang alur dari
Sekitar jam lima kurang dua puluh menit, mobil yang dikendarai oleh Samsuri pun sampai di gedung lantai 21 tempat Jessica berkantor. Tak lama kemudian, Jessica yang telah menunggu di Lobby langsung masuk ke dalam mobil dan mobil pun meninggalkan halaman gedung tersebut berbaur dengan kendaraan lainnya. Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit swasta yang berada di jalan Haji Juanda Bandung, digunakan oleh Jessica untuk membuka media sosial.Tanpa sengaja jemari tangannya membuka perihal artis bernama Bintang Wiguna. Sejenak Jessica memandang wajah lelaki yang telah memorak-porandakan harga dirinya. Dan saat dilihat Bintang Wiguna berpose bersama seorang wanita muda nan cantik jelita membuat hati Jessica seakan teriris, sakit. Bagaimana tidak sakit, lelaki yang telah memberikan kenikmatan dini hari ternyata bukanlah lelaki baik-baik. Terlebih lelaki tampan itu adalah seorang artis muda yang pastinya hidup sebebas burung dan tak bisa mempunyai komitmen atas apa pun, pikir Jessica.‘Das
Wijaya Atmaja yang melihat kesedihan dari raut wajah Monica atas penolakan putrinya pun, menasihati putrinya, “Jessi..., Papi minta untuk kali ini aja kamu bertemu dengan lelaki itu. Jika memang setelah mengenal kepribadian Revan, hati kamu masih juga nggak sreg kamu bisa menolaknya.”“Ya, Papi sayang. Sekarang istirahat aja biar besok pagi lebih bugar,” cicit Jessica tersenyum memandang Wijaya Atmaja.Setelah itu, Jessica pun merebahkan tubuhnya pada sofa panjang yang berada di depan tempat tidur perawatan Wijaya Atmaja. Sementara Monica sendiri, tidur pada sofa yang ada di ruang tamu pada ruang VIP tersebut. Malam itu, Jessica bermalam di rumah sakit bersama Monica untuk bersama-sama mempersiapkan diri esok hari.Sementara itu, di tempat berbeda Candra dan kru film “Psikopat” berkumpul di halaman belakang Vila milik salah seorang bintang senior bernama Neni yang notabene adalah seorang artis kawakan istri siri dari seorang pengusaha batu bara terkenal. Vila dengan lahan cukup luas y
Tok ... Tok ... Tok ...“Bintang! Jani...!” panggil seorang kru film dari pintu luar kamar Bintang dan Anjani kala jam menunjukkan pukul sembilan pagi.“Ya Bang..., bentar kami gabung.” Terdengar suara Bintang dari dalam kamar.Setelah itu, kru yang membangunkan Bintang itu pun berlalu dari depan pintu kamar tersebut. Sementara di dalam kamar, Bintang yang terbangun karena ketukan pintu dari kru film membangunkan Anjani yang masih tampak terlelap dalam satu selimut dengannya.“Jani! Bangun..., dipanggil tuh sama Om Teguh,” ucap Candra mengguncangkan tubuh Anjani. Kemudian Candra pun, beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi tanpa selembar kain melekat pada tubuhnya.Lima belas menit kemudian, saat Candra keluar dari kamar mandi terlihat Anjani sudah duduk di sisi tempat tidur masih dalam keadaan telanjang bulat. “Udah cepat lo mandi. Tadi Bang Amir yang ketuk kamar kita,” ujar Candra sembari membuka koper tempat pakaiannya dan memakainya.“Semalam kita begituan pake