"Aku bilang, Ayah tidak di rumah!" Santi tersenyum puas, "Ayah pasti sudah lupa kalau kamu pulang hari ini! Ah, benar juga, menikah dengan pria seperti itu, apa ayah masih perlu menyiapkan pesta penyambutan untukmu? Hahaha, apa tidak cukup memalukan!""Aku tidak butuh pesta penyambutan!"Sinta langsung berdiri menghadang Santi, "Aku mau ambil mas kawinku!" "Mas kawin?" Santi mengangkat alis matanya dan tersenyum licik, "Mas kawin apa? Aku belum pernah mendengarnya!"Sinta terkejut, jantungnya berdebar keras.Dalam sekejap itu, semua kesengsaraan, ketidakrelaan dan kebencian menguak ke benak Sinta. Dia tahu dirinya memang tidak dihargai dalam keluarga ini. Sejak dia dilahirkan ke dunia dan datang ke tengah-tengah keluarga ini, dia sudah dicap sebagai anak diluar nikah. Akan tetapi, jati dirinya ini bukanlah hal yang bisa dipilih Sinta. Selama bertahun-tahun ini, walaupun dia berada di tengah kegelapan, dia juga telah berusaha mencari secercah sinar harapan.Pasti tidak ada gadis yang
Saat Dani membuka pintu rumahnya, dia melihat Sinta sedang membawa dua piring berlauk keluar dari dapur.Wajah mungil yang awalnya terlihat agak sendu itu, begitu melihat Dani datang, langsung tersenyum lebar.Hanya saja senyumannya itu terlihat agak memaksa.Setelah mencuci tangan, Dani duduk di depan meja makan. Setelah latihan seharian, perutnya juga sudah kelaparan. Hidangan yang masih panas-panas itu terlihat sangat mengiurkan.Dia mengangkat piringnya dan makan dengan lahap, sementara Sinta duduk bergeming di tempat."Apa yang terjadi?" Dani meliriknya.Sinta berhenti sesaat, lalu mengeleng-geleng kepalanya perlahan-lahan."Kalau begitu, cepatlah makan. "Dani mengambilkan sepotong daging dan meletakkannya di piring Santi. "Kalau dilihat saja, apa bisa kenyang?"Sinta menundukkan kepalanya dan menyesap bibirnya, tetapi dia tetap tidak memiliki selera makan. Pada saat ini, ponsel Sinta berbunyi. Anton Iskandar, Adik laki-laki Sinta mengirim pesan: "Kakak, kapan kamu mau mengirim bi
Dani di sisi lain telepon terdiam tak bersuara.Namun, bahkan melalui telepon, Billy bisa menebak kalau ekspresi Dani sekarang pasti tanpa ekspresi seperti gunung es.Wajahnya yang tidak berekspresi itu adalah kemampuannya yang terbesar, tidak ada yang tahu kapan dia senang, kapan dia sedang marah."Kakak Ketiga," Billy berdehem ringan, "kamu tidak ingin ngomong sesuatu?""Ngomong apa? "Dani berkata dengan senyum palsu, "Itu aku berikan padanya, berarti miliknya, mau diapa 'kan, yah terserah dia toh.""Tapi itu 'Gelang Embun Cenderawasih' yang dipakai oleh nenek buyutmu, 'kan?"Dani tidak bersuara, dia menambahkan berat dumbbell yang diangkatnya. Saat diangkat, kelihatan otot-ototnya yang kenyal dan padat, kekuatannya seperti gunung berapi yang meletus."Dia jual berapa gelang itu?" tanya Dani.Billy tersenyum, "Ini ... dia tidak jadi jual!"Kening Dani terasa kebas. Dari semalam, dia sudah melihat wanita imut ini tidak tenang, matanya menatap ke laci itu terus, saat itu Dani sudah bis
Setelah makan malam, Sinta memotong buah dan menyajikannya lalu duduk di samping Dani.Pria itu menatap ponselnya sepanjang waktu, Sinta penasaran dan menoleh ingin ikut melihat. Awalnya Sinta mengira Dani sedang main Game, tetapi tidak disangka dani sedang membaca situs asing dengan orang-orang berpakaian formal, mereka terlihat seperti orang-orang sukses.Sinta terkejut saat Dani tiba-tiba menolehkan kepalanya. Jarak kepala Sinta begitu dekat, ujung hidung mereka hampir saling menempel satu sama lain. Mereka berdua saling menatap satu sama lain, bertukar pandang. Wajah Sinta terasa hangat dan jantungnya berdebar keras."Ada apa?" kata Dani dengan nada rendah seperti berbisik."Tidak ... tidak apa-apa." Sinta duduk di sampingnya dengan canggung, kedua tangannya yang mungil tumpang tindih tidak karuan, dia panik tidak tahu mau bilang apa, jadi dia tersenyum dan asal cerocos, "Kamu sedang baca berita?""Yah, berita keuangan.""Kamu mengerti ini?"Dani menoleh lagi, matanya yang tajam da
Dalam sesaat, Sinta tidak ada reaksi.Sedangkan Anton terdengar sangat senang, dia mengatakan kalau tidak hanya biaya pengobatan saja, keluarga Wijoyo juga telah memindahkan ibu mereka ke bangsal VIP dengan perawat khusus yang menjaga, bahkan mengunakan obat impor terbaik."Kak, sebenarnya ayahmu masih mengenang cinta lamanya pada ibu," kata Anton dengan senyuman yang polos. "Sudah, yah. Aku harus pergi belajar dulu.""Omong-omong ... kak, jangan lupa uang buku pelajaranku. Di kelasku, hanya aku yang belum bayar!""Oh ..." Sinta mengiyakan. Sampai Anton menyelesaikan panggilan itu, Sinta masih belum mengerti apa yang sedang terjadi.Kesadaran Santi untuk bermurah hati?Apa benar Hendra Wijoyo masih mengenang cintanya pada ibu?Kemungkinan-kemungkinan seperti ini tampaknya sangat kecil.Memikirkan perlakuan keluarga Wijoyo padanya tempo hari saat kembali ke rumah orang tua, Sinta sudah tidak menaruh harapan pada mas kawin senilai enam ratus juta ini.Tidak disangka ....Sinta buru-buru
Billy menepuk pahanya sendiri setelah menyadari kalau dia baru saja membuat masalah besar."A ... Agus, kamu harus membantuku!" Billy tidak bisa tertawa apalagi menangis. "Aku tidak pernah berpikir untuk merebut wanita Kakak ketiga! Apalagi wanita seperti Sinta yang lemah lembut itu sama sekali bukan seleraku! Aku tidak tahu apa yang salah dengan Kakak Ketiga? Dia bisa menyukai ...."Agus menyeruput seteguk kopi dan tersenyum penuh makna.Iya, Agus sendiri juga tidak tahu kalau Tuan Muda keluarga Hidayat yang selama ini tidak dekat dengan hal-hal yang berbau wanita dan terkenal acuh tak acuh itu, tidak hanya berubah menjadi Dani Setyawangsa saja, tetapi juga menjadi begitu terobsesi dengan wanita imut-imut seperti Sinta."Bukankah Kakak Ketiga sudah mengatakan kalau dia tidak peduli dengan pernikahan ini. Dia hanya menggunakannya sebagai cangkang untuk penyamarannya."Kamu percaya omongannya?" Agus menjelingnya dan berkata, "Lihat saja nanti. Aku melihat Sinta ini tidak sesimpel itu. H
"Pengantin baru secantik ini, bisakah dia membuat martabak manis?" Beberapa orang berkumpul di depan rumah Dani, tersenyum nakal di hadapan Sinta. Di sekitar mereka, banyak orang yang menonton, tetapi para preman ini memiliki reputasi buruk, mereka suka menindas penduduk desa. Jadi, tidak ada yang berani mencampuri urusan mereka. Para penduduk lainnya hanya menonton keramaian dengan pandangan sinis. Semua ini gara-gara Sinta terlalu cantik dan Dani yang terlalu ceroboh membiarkan istrinya berada di rumah sendirian. Bukankah ini sama saja dengan memberikan kesempatan pada mereka? Jantung Sinta berdebar-debar, wajahnya pun pucat. Akan tetapi, dia masih mencoba untuk tetap tenang. "Aku dengar, si pengantin wanita ini adalah anak dari keluarga kaya raya?" "Tak heran, anak orang kaya tidak pernah memasak di dapur? Bagaimana mungkin dia bisa membuat martabak manis?" "Sayang, kamu mungkin tidak mengerti aturan kami di sini."Mata para preman itu terpaku pada tubuh Sinta. "Di tempat k
“Jangan khawatir, aku ada di sini.”Dani membiarkan Sinta masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu dengan baik.Sinta masuk ke dalam rumah dengan patuh, tetapi Dani tidak ikut masuk. Dari dalam rumah, Sinta mendengar suara gaduh yang disusul dengan suara memekik kesetanan, bahkan ada yang melolong kesakitan.Dari jendela, Sinta melihat para preman itu dipukul habis-habisan, sampai babak belur dan bersembah sujud di tanah, meminta ampun pada Dani. Ada banyak darah yang berceceran di tanah.Akan tetapi, Dani masih belum puas melampiaskan amarahnya, dia memungut kembali tongkat yang dipegang Sinta tadi, lalu menghantamnya ke kaki salah satu pria itu dengan keras ....“Awas, kalau masih berani menganggu istriku. Kalau tidak, bukan hanya kaki saja yang patah lain kali!” Suara Dani sangat tajam, tetapi setiap kata terdengar sangat jelas dan penuh dengan keseriusan.Beberapa preman itu langsung lari terbirit-birit.Sinta bersembunyi di balik pintu, dia berusaha menekan ketakutan yang membuat
Ini bukan hanya alasan pernikahan Daniel dengan Yenni, tetapi juga alasan kenapa Yenni memamerkan kekuatannya di hadapan Sinta beberapa kali!Semua itu karena Yenni terlahir sebagai nona muda dari keluarga yang hebat.Sinta menggigit bibirnya, tiba-tiba hatinya terasa sesak dan dia mendorong Daniel menjauh.Daniel terkejut dan mengamati ekspresi Sinta dengan cermat, dia tidak melewatkan ekspresi apa pun di wajah sang istri."Kenapa, istriku ….""Tidak apa-apa." Wajah Sinta tampak datar dan dia menyesali aksinya yang mendorong Daniel menjauh.Sinta tahu dirinya sudah bersikap tidak masuk akal.Namun, Sinta merasa cemas memikirkan wanita lain yang mendambakan suaminya!Daniel tersenyum tersanjung dan dengan ragu-ragu meletakkan tangannya di bahu Sinta lagi. “Kalau tidak apa-apa … bagaimana kalau kita tidur saja?""Kamu tidur dulu, aku masih ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan.""Kamu masih mau bekerja?" Nada bicara Daniel mulai berubah.Sinta melirik Daniel secara samar-samar. San
"Apa?" Daniel mengerutkan kening.Daniel tidak tahu kapan terakhir kali Ismail datang ke Taman Imperial.Sinta menceritakan keseluruhan ceritanya dan berkata, "Aku tidak memberitahumu sebelumnya. Pertama, aku merasa masalah ini telah diselesaikan dan tidak perlu menceritakannya lagi. Kedua ….""Pikiranku memang terlalu polos." Sinta merasa kesal. "Aku tidak menyangka Ismail akan menyembunyikan identitasnya begitu hebat!""Jangan salahkan dirimu sendiri." Daniel membelai bahu Sinta. "Bahkan aku juga tidak menyangka Ismail ternyata orang seperti itu.""Ponsel ini dirusak oleh Bibi Inem." Sinta memandang Daniel. "Saat itu, aku khawatir foto keluarga kita di ponsel itu tidaklah aman, jadi Bibi Inem memikirkan cara dan menjatuhkan ponsel itu ke dalam sup panas."Daniel mengangguk.Meskipun ponsel telah rusak, kalau data dapat dipulihkan, foto di dalam ponsel masih dapat dilihat ….Daniel menyerahkan ponsel pada Wilman. Dalam sekejap, Wilman tahu apa yang harus dilakukan dan segera mundur."
Raut wajah Daniel menjadi muram.Sinta juga tercengang. Dia secara samar-samar ingat kalau terakhir kali Ismail dan Diana datang untuk bermain, mereka membawa sesuatu di tangan mereka."Barang-barang itu disimpan di dapur dan aku tidak pernah memerhatikannya." Bibi Inem menghela napas. "Aku ingin membuatkan sup sarang burung dan kurma untuk Nona Sinta hari ini, jadi aku mengeluarkannya. Aku tidak tahu kalau …."Ekspresi Daniel langsung berubah menjadi ganas.Jadi, Ismail bukanlah karyawan permanen yang sederhana! Tujuannya mendekati Diana sudah jelas.Ismail hanya ingin menggunakan tangan Diana untuk menyingkirkan Daniel dan Sinta!Kalau sesuatu terjadi pada Daniel dan Sinta ketika mereka tinggal di Taman Imperial, Keluarga Sanjaya yang pasti akan disalahkan.Ketika saatnya tiba, Keluarga Hidayat dan Keluarga Sanjaya akan saling berselisih. Kedua pihak akan bersaing satu sama lain dan hanya akan merugikan semua orang …."Daniel." Sinta juga menyadari betapa seriusnya masalah ini. "Kita
"Apa?" Mata Daniel sedikit menyipit saat berpikir sejenak, lalu mencibir, "Aku takut dia melarikan diri dari kejahatannya!"Sinta menatap Daniel dengan bingung. Secara kebetulan, barusan dia juga menduga bahwa itu adalah Ismail karena selain Ismail dan Daniel, Taman Imperial tidak pernah menjamu tamu lain."Wilman." Daniel menatap dengan tatapan tegas, "Apakah kamu tahu ke mana dia pergi?"Wilman mengangguk, "Tiket Ismail langsung menuju ke Semarang."Sepertinya ada sesuatu di Semarang yang membuat Ismail tertarik."Pertama, kendalikan beberapa pekerja bermarga Fairul di rumah itu." Nada suara Daniel jelas dan dingin, "Segera kirim seseorang ke Semarang untuk melacak keberadaannya!""Oke.""Ismail bisa mengambil cuti panjang dan melarikan diri dari kediaman Keluarga Hidayat, pasti ada yang membantunya!"Tatapan Daniel tampak tegas dan jelas, dia sudah memiliki rencana awal di kepalanya. Ismail hanyalah umpan, Daniel akan menggunakan Ismail untuk memancing orang yang berada di bel
"Dia keracunan makanan, tapi gejalanya ringan. Aku sudah memberinya obat dan dia hanya perlu istirahat yang cukup agar cepat pulih."Sinta berseru, "Keracunan makanan?""Ini kesalahanku." Daniel menatapnya."Sinta … tadi pagi aku melarangmu untuk memakan sup karena aku curiga Bibi Inem telah memasukan racun."Sinta menarik napas dalam-dalam. Namun, dia tahu bahwa Daniel tidak akan mencurigai seseorang tanpa alasan, apalagi salah menuduh seorang pelayan tua yang setia padanya."Tadinya aku berniat membawakan semangkuk sup untukmu, tapi kemudian Haju melompat ke jendela untuk mencari makanan, jadi aku memberikan padanya.""Lalu Haju menunduk sambil mengendus-endus.""Saat itu juga, aku bertanya-tanya apa mungkin ada sesuatu di dalam supnya."Sinta baru mengerti Kenapa Daniel begitu sibuk saat itu, kenapa Daniel mengatakan hal aneh yang melarang memakan makanan yang dibuatkan oleh Bibi Inem …."Aku pulang ke rumah pada sore hari dan melihat Bibi Inem yang sedang sibuk." Daniel melanju
Raut wajah Sinta sedikit berubah dan dia merenung sangat lama.Sepertinya dia sudah lama tidak mendengar kabar dari Ismail sejak keributan yang terjadi di rumah waktu itu.Sinta menjawab dengan terus terang, "Aku tidak tahu dia ada di Jakarta atau tidak. Tapi, dia adalah pekerja lama di kompleks kediaman keluarga Hidayat. Setiap hari, kerjaannya sangat banyak, jadi tidak mungkin dia meninggalkan pekerjaannya, bukan?""Oh!" Lukas mengangguk sambil berkata, "Belakangan ini Diana tidak bertemu dengan pria ini, jadi aku kira pria ini sudah meninggalkan Jakarta.""Dokter Lukas!" Sinta segera berkata, "Bahkan kalau pria ini muncul, aku juga tidak akan membiarkan dia bertemu dengan Diana!""Aku dan Daniel tidak ingin Diana berhubungan dengan pria ini lagi. Dia terlalu berbahaya!"Lukas berpikir sebentar, kemudian mengangguk pelan.Pada saat ini, seorang asisten berlari ke arah Lukas dan memberitahunya, "Nona Diana sudah bangun, tapi kondisi mentalnya tidak terlalu baik."Lukas segera bergega
Jantung Sinta berdebar makin kencang, dia tampak sedikit panik.Pada saat ini, tiba-tiba ada panggilan masuk.Dengan gugup, dia pun mengangkat teleponnya. Dari ujung telepon, dia mendengar suara lembut dan pelan yang berkata, "Sinta, ya? Aku Lukas.""Oh!" Dia menenangkan diri, lalu berkata, "Dokter Lukas, ya. Ada masalah apa?"Lukas tertegun sejenak, kemudian dia berkata dengan suara yang makin pelan, "Apakah sekarang kamu bisa datang ke klinik? Ini adalah tempat kerjaku. Hari ini aku ada jadwal konsultasi di Departemen Psikologi."Sinta punya firasat ini ada hubungannya dengan Diana.Dia menutup teleponnya dan segera pergi ke klinik.Lukas sudah menunggunya. Ketika mereka bertemu, mereka pun berbincang-bincang. Lukas menatapnya dengan penuh perhatian, tatapannya penuh makna."Beberapa hari ini aku sudah memberikan konsultasi psikologi kepada Diana," kata Lukas sambil mendorong sebuah laporan ke hadapannya.Sinta pun mengambil laporan itu. Ketika dia melihatnya, tangannya sedikit gemet
Sinta menjulurkan lidahnya sambil tersenyum.Dia mengabaikan Daniel dan langsung berjalan ke arah jalan. Jarak dari sini sangat dekat dengan Asea Media, lalu dia pun bergegas berjalan ke perusahaan.Daniel berdiri di bawah gedung selama beberapa saat.Wilman menelepon Daniel dan berkata, "Tuan, masa Tuan tidak tahu bagaimana gaya bekerjanya Nyonya Nella? Dia tidak akan membiarkan pekerjaan karyawannya terpengaruhi hanya karena masalah perasaan pribadi!""Kalau Tuan mempublikasikan hubunganmu dengan Nona Sinta di perusahaan, pasti akan menimbulkan banyak masalah!"Daniel berkata dengan tidak sabar, "Memangnya bisa ada masalah apa?""Contohnya … seniman di bawah kendali Nyonya Nella juga begitu, mereka juga pacaran. Lalu, bagaimana mereka bisa fokus menerima laporan?"Raut wajah Daniel menjadi masam, lalu dia berkata, "Jadi, aku harus berpura-pura tidak mengenal istriku?"Wilman tertawa getir sambil berkata, "Pokoknya ... itulah yang dikatakan ibumu."Daniel langsung menutup teleponnya.
Sinta tidak punya pilihan selain mengulurkan tangannya, lalu merangkul leher Daniel dan mencium bibirnya.Meskipun tidak terlalu puas, Daniel tetap tersenyum dan melepaskannya.Sinta berkata dengan lembut, "Kamu tidak perlu membuat sarapan lagi. Seharusnya sekarang Bibi Inem sudah pergi berbelanja dan sebentar lagi akan pulang! Dia sangat gesit, dia bisa menyiapkan sarapan dalam waktu singkat.""Omong-omong, Bibi Inem bilang aku harus minum sup ini sebelum sarapan!"Sambil berbicara, Sinta mengulurkan tangannya untuk mengambil sup itu.Namun, sebuah ide tiba-tiba terlintas di benak Daniel. Dia dengan sengaja meletakkan sup itu di samping.Sinta tertegun sambil menatap Daniel dengan tercengang dan berkata, "Kamu … kenapa?""Oh, tidak apa-apa. Sup ini agak dingin, jangan minum lagi.""Bukannya Bibi Inem selalu menghangatkannya?"Daniel tertegun sejenak, lalu berkata, "Sinta, untuk saat ini kamu jangan minum ini, ya. Satu lagi, Bibi Inem sudah sedikit tua. Dia harus mengurus rumah dan mem