Verrel membopong tubuh Angela masuk ke dalam kamarnya. Miliknya masih menegang, meskipun di dalam mobil sudah menyusup masuk. Tetapi rasanya kurang puas jika tidak bergulingan di ranjang empuk.
"Kau harus bertanggung jawab, lihatlah milikku masih berdiri," kata Verrel parau. Ia melorotkan sendiri celana kerjanya, lalu melemparnya ke segala arah. Tak sabar ia juga membuka kancing kemejanya. Tubuhnya yang sixpack terlihat sempurna.
"Bukankah kita sudah melakukannya di mobil?" tanya Angela. Ia membiarkan Verrel mengendus lehernya. Ada rasa sedikit geli saat Verrel mulai menghisap puncak dadanya satu persatu.
"Aku tidak bisa bayangkan jika bayi kita lahir, aku pasti akan memperebutkan ini," kata Verrel mengulum benda kenyal itu.
"Owh!" Angela mendesah. Ia belum sempat menjawab perkataan Verrel, lelaki itu sudah membuat seluruh tubuhnya terserang listrik.
"Bagaimana sayang, katakan bagian mana yang ingin ku sentuh. Katakan saja, aku akan mem
"Langsung saja, kenapa Anda menyuruhku datang?" tanya Clara dingin.Amber berusaha menyentuh punggung tangan Clara, namun Clara menariknya mundur. Wajahnya menatap dengan tatapan tidak suka. Amber mengundangnya di sebuah restoran. Sebenarnya Clara enggan, tapi alasan Amber mengajaknya bertemu mengenai urusan pekerjaan mereka di perusahaan Angela. Mau tidak mau Clara tidak bisa menolaknya."Langsung saja pada intinya, apa keperluan Nyonya mengundang saya kemari?" tanya Clara."Maaf, aku menggunakan dalih pekerjaan. Tapi, sebenarnya mama sangat merindukanmu," ucap Amber lembut."Cih, merindukanku! Sejak kapan?""Bertahun-tahun kau sudah membuangku seperti anak kucing, sekarang dengan seenaknya kau mengatakan rindu," kata Clara sinis."Mama memang pantas menerima semua kebencianmu, tapi mama sangat menyayangimu. Percaya atau tidak, selama bertahun-tahun mama selalu di hantui rasa bersalah," ungkap Amber sedih."Itu urusan Nyo
Berita kecelakaan Angela viral masuk sosial media. Verrel mendapatkan kabar dari pelayan rumahnya yang menelepon setelah mendapatkan kabar jika Angela kecelakaan mobil. Verrel langsung bergegas menuju ke rumah sakit yang di tuju sambil menyimpan kotak cincinnya di saku.Setelah musibah dulu bertubi-tubi, apakah akan ada musibah yang lebih besar dari ini? Verrel tidak dapat membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Yang ia pikirkan hanya ingin bertemu Angela dan melihat keadaannya secara langsung.Sesampainya di rumah sakit, Verrel langsung menuju ke ruangan di mana Angela di rawat. Ia kaget karena ada Yohan duduk di ruang tunggu. Tak mungkin kebetulan saja Yohan ada di sana. Pasti ada sesuatu yang terjadi sebelumnya. Tak sabar Verrel langsung menarik kerah Yohan tiba-tiba, dan mau menonjok mukanya."Lepaskan aku! Apa kau gila!" Yohan mendorong tubuh Verrel kemudian mereka di lerai oleh para perawat yang ada di sana."Tenang, Tuan. Ini adalah rumah
"Lebih baik kamu istirahat saja, biar mama yang menjaga Angela," kata Kamila."Tapi, Ma ... Verrel tidak mau jauh darinya," jawab Verrel. "Kau juga perlu istirahat, untuk sementara papamu akan menyuruh orang kepercayaan menangani perusahaanmu," kata Kamila."Setidaknya, pulanglah dan bersihkan dirimu agar lebih segar. Setelah itu, kau bisa datang ke sini lagi," lanjut Kamila.Verrel mengendus kemejanya, ya sudah seharian dia belum mandi. Ia tidak ingin saat Angela sadar nanti dirinya terlihat kucel di hadapan Angela."Vaik, Ma. Aku pulang dulu, nanti aku akan kemari lagi. Tolong haga Angela, Ma," pinta Verrel."Tentu, sekarang pergilah," kata Kamila menepuk bahu putranya. Burhan mengantar Verrel sampai depan pintu. Ia ingin bicara dengan Verrel.Sesampainya di depan pintu Burhan menghentikan langkah Verrel. "Kau tidak ada masalah kan, dengan Angela?" selidik Burhan.Verrel menggeleng. "Tidak ada, Pa. Bahkan kami sa
Mark bersama Clara menjenguk Angela, ia melihat Angela masih dalam posisi sama. Matanya terpejam dan selang terpasang di pergelangan tangannya."Tante, sudah makan belum?" tanya Clara.Kamila menggeleng pelan. “Bagaimana tante bisa makan jika melihat Angela masih seperti ini," jawab Kamila."Tante harus makan, ini saya bawakan sedikit makanan. Kita semua harus jaga kesehatan agar bisa bergantian menunggui Nyonya Angela," bujuk Clara.Kamila menerima makanan dari Clara. Ia tidak ingin mengecewakan wanita muda itu. "Terima kasih, kau baik sekali," kata Kamila."Sama-sama, Tante," jawab Clara.Pandangan mereka kembali tertuju pada Angela. Verrel masih duduk di samping Angela dan memegang tangan istrinya. Dalam hatinya ia berharap jika Angela segera sadar dari komanya."Yang sabar, Tuhan sedang mengujimu. Ingat, hidup memang tidak selalu berjalan mulus. Akan selalu ada halangan dan rintangan dalam cerita cinta kalian," nasehat
Suasana kembali memanas di rumah sakit. Angela selalu menjawab ketus perkataan Verrel. Hubungannya kembali seperti dulu saat awal pertemuan mereka. Tapi kali ini Verrel lebih banyak mengalah. "Kenapa kau masih saja berdiri di situ? Pergilah ke kantor, aku bisa sendiri di sini," kata Angela. "Kau masih lemah, aku bisa membantumu di sini," kata Verrel lembut. "Aku tidak perlu bantuanmu, di sini ada perawat ada juga dokter. Mereka semua bisa membantuku," tolak Angela. Verrel hampir saja marah melihat sikap Angela. Tapi di tahannya, ia sadar Angela yang di hadapi sekarang bukan Angela yang biasanya. Angela berusaha menggapai ponselnya di atas nakas, Verrel mengetahuinya lalu ia membantu mengambilkannya. "Mau telepon siapa?" tanya Verrel. "Yohan, aku ingin ia datang ke sini," ucap Angela menempelkan ponselnya di telinganya. Verrel langsung merebut ponsel yang di pegang Angela. "Tidak boleh, kau tidak boleh menelepon lela
Angela melihat-lihat kamarnya, Verrel masih berdiri di tengah pintu sambil melihat Angela. Lelaki itu tidak berani terlalu dekat dengan istrinya takut kena amarah Angela."Aku mau istirahat, jadi keluarlah," pinta Angela."Baiklah, akan ku suruh pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar ini," ucap Verrel."Tidak usah aku mau tidur," tolak Angela."Setidaknya kasihanilah bayi dalam perutmu. Sedari tadi ia belum makan," kata Verrel lembut. Angela mengusap perutnya ia lupa jika dirinya tengah hamil."Ya sudah tolong suruh pelayan membawa makanannya ke sini," ucap Angela.Verrel tersenyum ia lalu keluar dari pintu kamarnya Angela. Ada sedikit semangat di hatinya untuk mendekati Angela lagi. Dalam hatinya ia berharap percikan api cinta di hati Angela masih tersisa untuknya.Tak lama kemudian Verrel sudah datang bersama pelayannya membawa makanan dan minuman di atas nampan. Lalu Verrel mengambilnya dari tangan pelayan.
Angela melihat-lihat kamarnya, Verrel masih berdiri di tengah pintu sambil melihat Angela. Lelaki itu tidak berani terlalu dekat dengan istrinya takut kena amarah Angela."Aku mau istirahat, jadi keluarlah," pinta Angela."Baiklah, akan ku suruh pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar ini," ucap Verrel."Tidak usah aku mau tidur," tolak Angela."Setidaknya kasihanilah bayi dalam perutmu. Sedari tadi ia belum makan," kata Verrel lembut. Angela mengusap perutnya ia lupa jika dirinya tengah hamil."Ya sudah tolong suruh pelayan membawa makanannya ke sini," ucap Angela.Verrel tersenyum ia lalu keluar dari pintu kamarnya Angela. Ada sedikit semangat di hatinya untuk mendekati Angela lagi. Dalam hatinya ia berharap percikan api cinta di hati Angela masih tersisa untuknya.Tak lama kemudian Verrel sudah datang bersama pelayannya membawa makanan dan minuman di atas nampan. Lalu Verrel mengambilnya dari tangan pelayan.
Tak ada yang berbeda dari hari biasanya, Angela lebih suka di kamarnya ketimbang keluar rumah. Perutnya yang makin membesar membuatnya malas untuk ke mana-mana. Sementara Verrel sudah mulai sibuk dengan aktivitasnya di kantor.Angela duduk mengunyah buah apel yang telah di potong-potong di atas mangkuk. Ia melamun menatap ke luar balkon. Tiba-tiba ia melihat seorang pria yang tengah berdiri di depan pintu gerbang rumahnya. Angela mengenal laki-laki itu yang tak lain adalah Yohan.Angela langsung meletakkan mangkuk yang berisikan potongan apel itu di atas meja. Ia bergegas bangkit dari kursinya dan keluar dari kamar. Hatinya berbunga-bunga mendapati Yohan mengunjunginya.Sesampainya di pintu pagar ia langsung menyuruh security untuk membukakan pintunya. Heran dengan tingkah laku nyonya mudanya yang tidak seperti biasa, security itu tidak bisa berbuat banyak. Ia membiarkan Angela masuk."Kenapa tidak meneleponku?" tanya Angela ramah.Yoha
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu