Fiolina duduk di salah satu meja bundar. Tempatnya hanya selisih satu meja dari meja Julio. Fiolina mengawasi laki - laki itu. Sesekali merasa sebal saat dia terlihat begitu akrab dengan Javeline.
"Hei, kamu kenapa? Gak enak badan? Kamu kelihatan tegang," sapa Kevin yang baru tiba dari toilet."Eh, gak kok. Aku baik - baik aja.""Mau aku ambilin minuman dingin?""Boleh."Kevin lalu mengambil minuman dingin untuk Fiolina. Sesuai rencana yang dia susun bersama Javeline, dia memasukkan obat perangsang ke dalam minuman Fiolina."Ini," Kevin menyerahkan minumannya.Ketika Fiolina menenggak minuman itu hingga setengah gelas, Kevin tersenyum puas."Aku gak ngerti, kenapa Julio gak ajak kamu ke sini dan malah pergi sama perempuan lain," komentar Kevin ketika dia melihat ke mana arah tatapan Fiolina."Oh. Pernikahanku dan Julio cuma pernikahan bisnis. Kami gak saling mencintai.""Hm... begitu"Maaf kami...." "Cepat! Atau bilang sama GM kamu bahwa saya akan membuat hotel ini gulung tikar besok dan otomatis kamu juga akan kehilangan pekerjaan!" "Ada apa?" Seorang pria berjas rapi yang ternyata adalah seorang General Manager (GM) di hotel tersebut muncul setelah mendengar keributan. "Tuan Muda Young? Anda di sini?" Ternyata GM itu mengenali Julio. "Receptionist Anda terlalu lambat! Cepat minta dia memberi tahu saya nomor kamar Kevin Zonaldo!" "Tenang dulu Tuan Julio, ada masalah apa?" "Baj*ngan itu mau melecehkan istri saya! Jika kalian merahasikan nomor kamar Kevin, maka saya akan mempublikasikan kebobrokan hotel ini!" "Apa yang Anda katakan Tuan Muda Young? Ten- tentu saja kami akan membantu Anda. Cepat berikan nomor kamarnya!" "Nomor 345 Pak." Setelah mendapat yang dia mau, Julio segera berlari ke arah kamar nomor 345. "Julio!" Javeline mengejarnya dari belakang, memanggilnya dengan terengah - engah. "Kamu ngapa
Fiolina meletakkan telapak tangan kanannya di dada Julio. "Bisa gak... kamu hilangin kebencian kamu ke aku? Aku menyesal dulu nolak kamu. Dulu aku emang gak ada perasaan apa - apa sama kamu. Tapi... sekarang aku sangat menginginkan kamu." DEG! Dada julio menegang. Benarkah apa yang dikatakan Fiolina? Benarkah Fiolina sekarang mencintainya? Julio meragu apakah Fiolina tulus. Dia sempat berpikir Fiolina hanya berpura - pura agar dirinya tidak menyusahkannya selama 100 hari pernikahan mereka. Namun Julio melihat ketulusan dalam wajah Fiolina. "Bisa gak kamu mencintai aku lagi?" Fiolina terus bertanya sekalipun Julio masih diam seribu bahasa. Namun mata mereka masih saling memandang. Fiolina mengambil inisiatif untuk menyentuh bibir Julio lalu perlahan mengecupnya dengan bibirnya. Kecupan singkat itu berhasil mencairkan hati Julio yang membeku selama ini. Melihat ekspresi Julio menjadi lebih hangat, Fiolina
"Oma jangan emosi dulu. Laki - laki yang bersama Fiolina di video itu telah memasukkan obat perangsang dalam minuman Fiolina. Lalu dia sengaja membuat live streaming untuk mempermalukan Fiolina. Jadi Fiolina dijebak." "Lantas? Beritanya sudah tersebar. Apa fakta bahwa dia dijebak bisa menghapus berita negatif yang sudah tersebar? "Oma, kita kan bisa menurunkan semua berita yang tersebar. Lagipula, orang - orang gampang lupa. Setelah ini akan ada berita sensasional lainnya dan mereka akan beralih membicarakannya," Julio masih kekeh membela Fiolina. Sedangkan Fiolina masih terdiam. Belum berani bicara apapun. Oma menghela nafas. "Apa yang dipikirkan masyarakat umum tidak penting. Apa yang dipikirkan oleh dewan pemegang saham itu baru penting. Dan sekarang mereka pasti tidak menginginkan kamu untuk menjabat sebagai CEO menggantikan papamu Julio!"DEG! Julio baru menyadarinya. Dia tidak memikirkan soal dewan pemegang saham sam
"Hai Bro! What's up?" "Siap - siap nanti sore jam 3, orang suruhanku akan jemput kamu." "O- oke." Julio menutup teleponnya. "Kamu telepon Rey?" Fiolina penasaran. "Yup." "Kamu sedekat itu sama Rey? Dan dia mau kamu suruh - suruh gitu?" Julio tertawa kecil. "Sebenarnya, waktu dia diantar ke desa sama orang suruhan Oma, aku menculik dia." Fiolina tidak kaget. Dia sudah tahu fakta itu karena Ferdinan memberitahunya. "Trus aku ancam akan meninggalkannya sendirian di gudang tanpa makanan selama berhari - hari sampai dia mati. Hahaha! Lucu banget. Dia nangis dan membujuk aku. Dia bilang kalau aku mau melepaskan dia, dia akan melakukan apapun yang aku mau." "Trus aku bilang dia harus jadi pelayanku hahaha! Dan dia harus mau melakukan apapun yang aku suruh nantinya. Dia setuju. Dasar anak bodoh," Julio melanjutkan ceritanya dengan semangat. "Hm... begitu. Waktu itu kenapa kamu culik
"Yah, apa - apain sih? Bajuku jadi basah gini kan!" Kevin marah - marah."Yah, makanya aku minta maaf. Yaudah gini deh, kamu tunggu di toilet, aku ambil baju ganti dulu di mobilku. Kamu bisa pakai bajuku dulu. Oke bro? Santai bro, ada solusinya, gak perlu marah - marah." "Yaudah sana buruan. Aku tunggu di toilet ya. Jangan lama - lama!" "Oke." Kevin segera menuju toilet sedangkan Rey mengambil baju yang dia maksud. 10 menit Kevin di dalam toilet, Rey tidak juga datang. Kevin mulai kehabisan kesabaran dan mengira Rey kabur menipunya. Namun ternyata satu menit kemudian, Rey masuk. "Sory ya lama, hehe," ucap Rey. "Ah, aku kira kabur." "Gak lah. Laki - laki sejati itu bertanggungjawab bro haha. Nih bajunya pake!" Rey menyerankan sebuah kaos polos dan jaket merk ternama keluaran terbaru."Wow! Ini jaket Burberry keluar terbaru kan?" Kevin ter
Julio dapat merasa bahwa Fiolina melepas pelukannya. Dia membuka sedikit matanya dan melihat Fiolina berjalan menjauh. Dan saat dia mendengar Fiolina menyebut nama Rangga, hatinya mencelos. Rangga? Rangga menelepon Fiolina tengah malam begini? Untuk apa? Mendadak hatinya terbakar oleh rasa cemburu. Julio tahu betul siapa Rangga bagi Fiolina. Semenjak kecil, Fiolina menyimpan rasa cinta untuk Rangga. Bahkan saat Rangga sudah menikah pun, Fiolina masih mencintainya. Namun yang dia tahu, perasaan Fiolina bertepuk sebelah tangan. Tapi, mungkinkah itu semua berubah? Mungkinkah Rangga saat ini atau suatu hari ini akan jatuh cinta pada Fiolina?Hatinya diliputi beragam pertanyaan dan was - was. Dia tidak ingin kehilangan Fiolina karena sebenarnya saat ini dia tidak cukup yakin dengan perasaan Fiolina padanya. Fiolina kembali ke tempat tidur dan membelai lembut rambut Julio. Hatinya meragu dengan ketera
Julio mengeluarkan beberapa lembar kertas yang merupakan laporan dari kepolisian. Laporan itu dioper secara bergiliran untuk dibaca oleh anggota dewan. "Silahkan kalian cek keaslian dokumen tersebut. Untuk mempermudah memahami isinya, saya sudah menyiapkan scan dari dokumen tersebut dan menampilkannya di layar." Julio menunjuk kepada layar yang saat ini telah menampilkan salinan hasil scan dari dokumen tersebut. "Di dalam laporan ini tertulis bahwa Kevin terbukti telah memasukkan obat perangsang pada minuman Fiolina. Dan Kevin juga menjalin kerjasama dengan seorang staff IT yang bertugas pada pesta malam itu. Dia mengambil alih akses admin ke server sehingga anggota tim lain kehilangan kendali atas apa yang ditampilkan di layar." "Selain itu, jika kita bisa memutar kembali video live streaming itu, kita akan mendengar bahwa Fiolina menyebut nama saya dan mendorong Kevin begitu dia sadar bahwa orang yang bersamanya bukanlah saya."
DEG! Hati Julio mencelos. Bagaimana dokumen tersebut bisa ada di tangan Glins? Oma terbelalak, mengapa Glins membawa hasil diagnosis psikiatri Julio? Dan apa yang tertulis dalam dokumen tersebut?"Sebelum Julio menjawab lebih jauh, apakah etis menyebarkan diagnosis kesehatan terutama kesehatan mental seseorang tanpa ijin dari yang bersangkutan?" Ferdinan menjadi kesal. Walaupun dia tidak tahu apa yang tertulis dalam dokumen itu, dia yakin itu pasti sesuatu yang bisa menyudutkan Julio. Dan menurutnya Glins sedang melakukan sesuatu yang tidak etis. Glins menatap ayah kandungnya dengan tatapan kecewa. Baginya, Ferdinan selalu pilih kasih karena dia anak perempuan. Selama ini dia selalu berprestasi dan membanggakan namun Ferdinan selalu mengelu - elukan dan membela Julio dibanding dirinya. Air matanya hendak menetes, tapi Glins mati - matian menahannya untuk terlihat tegar. "Baiklah, jika dianggap t
2 hari kemudian. "Argh! Kenapa gaunnya begini? Ini... ini sobek!" teriak seorang penata rias yang akan turut mendandani Fiolina untuk upacara pemberkatan hari ini. Fiolina dengan panik menghampiri penata rias itu. Fiolina terperangah melihat gaun pernikahannya yang sudah sobek. "Astaga! Kenapa bisa begini?" keluh Fiolina. Terry berlari menghampiri setelah mendengar kehebohan di kamar Fiolina. "Ada apa?" tanyanya. "Ma, lihat ini gaunku sobek!" "Ya Tuhan! Siapa yang melakukan ini sih?" Nicole menampakkan ekspresi sebal. "Ma, apa yang harus aku lakukan?" rengek Fiolina.Nicole terlihat berpikir sejenak. Dia lalu membongkar lemari Fiolina dan mengeluarkan sebuah kotak. "Ini, pakai ini aja," ucap Terry sambil menyerahkan gaun pernikahan lawas Fiolina dari dalam kotak. Fiolina meragu."Udah gak papa. Ini masih bagus." "Iya aku tahu ini masih bagus. Tapi ini gaun pernikahanku dan Julio dulu. Bagaimana perasaan Ferdian kalau tahu?""Ferdian akan tahu keadaannya. Gaun kamu robek dan
TING TONG! Bel pintu rumah Nicole berbunyi. Ibu kandung dari Julio itu jarang menerima tamu. Dia tidaj punya banyak teman terlebih setelah dia menjalani beberapa tahun hidupnya untuk perawatan di rumah sakit jiwa. Keadaannya sekarang tentu jauh lebih baik. Dia sudah ikhlas dan hari - harinya jauh lebih bahagia. Sekarang, dia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis puisi sebanyak yang dia mampu. Pagi ini dia juga sedang menulis puisi saat seseorang membunyikan bel pintu rumahnya. Dengan segera dia bangkit dari kursi santainya lalu membuka pintu. "Nicole, apa kabar?" tamu itu menyapa Nicole. "Terry? Ada apa?" Terry melah menangis dan berlutut di hadapan Nicole. "Maaf, maafkan aku... tolong maafkan aku." Nicole bingung dengan sikap Terry yang tiba - tiba. Terry memeluk kakinya seperti anak kecil yang tidak mau ditinggal ibunya. "Terry, cukup, kenapa kamu begini? Ayo masuk, jangan di luar rumah," Nicole membantu Terry berdiri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Terry duduk
"Fiolina, Fio! Bangun Nak!" Terry membangunkan Fiolina yang saat tengah malam dia dapati tertidur di lantai kamarnya, tersungkur dengan mengenakan gaun pengantin. Fiolina mengerjapkan matanya. Dia terbangun dengan tubuh yang lemas. "Kamu kenapa tidur di sini? Dan kenapa kamu pakai gaun ini? Mama tadinya mau kasih tahu kamu kalau Jovan udah tidur sama Papa kamu di kamar kami. Tapi... kamu..." "Aku gak papa Ma. Aku ketiduran karena kecapekan," Fiolina hendak bangkit berdiri, namun Terry menahannya. "Fio, mata kamu sangat bengkak. Kamu habis menangis?" Fiolina menggeleng. "Jangan bohong. Mama ini ibu kamu. Mama tahu kalau kamu lagi sedih. Kamu habis menangis kan? Kenapa Nak?" Fiolina menggeleng lagi. Tapi kali ini dia tidak mampu menahan air matanya lagi. Sekuat apapun Fiolina, setegar apapun dia, dia tidak pernah bisa menutupi kesedihannya di depan ibunya. Karena baginya ibunya adalah tempat ternyaman untuknya berkeluh kesah. Terry tak banyak bertanya, dia seketika merangkul Fio
"Jovan.. hati - hati! Pelan - pelan yang naik tangganya," teriak Fiolina. Jovan hanya mengangkat satu tangannya membentuk tanda 'OK' lalu lanjut menaiki tangga perosotan yang mungkin sudah dua puluh kali dia naiki. Tidak jauh ada area bermain, ada Ferdian yang sedang duduk sambil memegang bola kaki. Dia beristirahat setelah setengah jam penuh bermain bola bersama Jovan.Julio mengawasi dari dalam mobilnya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari mereka. Dia merasa hatinya sakit, Jovan adalah anak kandungnya dan sekarang Ferdian bermain dengan bebas bersama anak itu sedangkan dirinya harus sembunyi - sembunyi hanya untuk memandangnya bermain. Dia ingin anaknya. Dia juga ingin istrinya kembali. Tapi egonya terlalu besar untuk menjadi menantu Terry. Julio pulang dengan beban berat di dalam hatinya. Sepulang dari bermain di taman bersama Fiolina dan Ferdian, Jovan dikagetkan dengan rumah Keluarga Chow yang penuh dengan bingkisan. "Wow, apa ini Oma?" tanyanya. "Seseorang mengirim
Fiolina melihat sekeliling playground dan tidak menemukan Sarah dan Jovan. Dia tidak mendengar teriakan Jovan yang memanggilnya sebelum ini. Jadi, dia menelepon Sarah. Sarah menjawab panggilannya. "Halo, Fiolina, hm... ini Jovan lagi sama aku. Kali lagi...." Julio menarik ponsel Sarah dan mengambil alihnya. "Halo Fiolina. Jovan dan Sarah sedang bersama aku. Lihatlah ke arah jam 10." "Julio?" "Ya aku Julio."Fiolina panik. Dia menoleh ke arah jam 10 dan mendapati ada Jovan, Sarah, Julio dan Glins! Dia segera mendatangi mereka sambil memikirkan kebohongan apa yang akan dia ucapkan kepada Julio. "Kalian sedang apa di sini?" ucap Fiolina basa - basi. Tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya berdebar. "Jovan, apa dia mama kamu?" tanya Julio kepada Jovan. "Iya. Dia mama," jawab Jovan. Julio menatap tajam ke arah Fiolina. Fiolina berusaha menghindari tatapannya. "Jovan, berapa usia kamu?" "Hm... sebentar. Usiaku empat tahun," jawabnya sambil memperagakan angka lima dengan jari -
"Yang benar?" ucap Julio. Julio pun berlutut agar dia sejajar dengan anak laki - laki yang menabraknya barusan. "Benar juga, kita sangat mirip," ucap Julio. "Oke, aku akui Om memang ganteng. Tapi Om tua dan aku masih kecil," celatuk Jovan. Julio dan Glins tertawa renyah. Julio sengaja mengajak Glins ke mall hari ini untuk membelikannya barang - barang yang Glins mau sebagai ganti kalung yang dia berikan pada Javeline. Tidak disangka seorang anak kecil berlarian dan menabrak Julio dengan keras. "Itu sudah pasti," ucap Julio. "Maksudku, kamu mirip Om waktu Om masih kecil dulu." "Oh begitu rupanya," ujar Jovan. "Tapi, kalau dilihat - lihat pun, sekarang kalian tetap mirip," komentar Glins. "Kalian cocok sebagai ayah dan anak." "Benar juga. Ngomong - ngomong di mana orang tuamu? Kenapa kamu sendirian?" tanya Julio. "Itu dia masalahnya. Aku tersesat. Mama sedang belanja dan menitipkan aku pada tante. Tante ke toilet dan aku pergi dari playground diam - diam karena mengejar kereta
Javeline menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang Julio barusan lakukan. Bertahun - tahun dia mencintai Julio. Selama ini cintanya selalu bertepuk sebelah tangan, tapi sekarang Julio menyiapkan hadiah mahal untuknya dan melamarnya di depan semua orang. "Iya, aku mau," jawab Javeline dengan raut penuh kebahagiaan Julio lalu memasangkan kalung itu ke lehernya. Saat Julio berada di balik punggung Javeline, dia menatap Glins yang memberinya tatajam tajam. Julio membentuk ekspresi wajah meminta maaf yang membuat Glins memutar matanya. Javeline melirik ke meja sebelah dan melihat wajah datar Fiolina di sana, dia merasa puas. "Permisi aku mau ke toilet dulu," Fiolina meninggalkan mejanya untuk menuju ke toilet. Dia berdiri di depan kaca besar toilet wanita, tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya dia hanya mencuci tangannya untuk membuang waktu. Dia sangat membenci Julio. Laki - laki itu menceraikannya tanpa memberinya kesempatan untuk memahami situasinya. Setelahnya, Julio ba
DEG! Jantung Fiolina berasa hampir copot. Dia bersyukur Jovan tidak ikut. "Stt! bukankah itu keluarga Young di meja sebelah?" bisik Terry. Sontak Bernard dan juga Ferdian melirik ke meja sebelah. Namun mereka tahu untuk tidak menatap terlalu lama. "Iya benar itu mereka. Berikan sapaan sewajarnya kalau mereka menoleh. Selebihnya kita nikmati saja makan malam kita," ucap Bernard lirih. Julio juga sedikit terkejut saat dia tanpa sengaja melirik ke meja sebelahnya dan melihat ada keluarga chow di sana. Pandangannya tertuju pada Fiolina yang menurutnya semakin cantik. Namun dia mendadak sebal saat melihat siapa yang duduk di samping Fiolina. Julio berusaha untuk mengabaikan. "Itu Fiolina dan keluarganya," bisik Glins kepada Julio. "Ya aku tahu," ucap Julio. Oma mendengar apa yang Glins bisikkan kepada Julio. Dia pun menoleh dan bertemu tatap dengan Bernard. Untuk sopan santun, Oma mengangukkan kepalanya dan tersenyum untuk menyapa mereka. Bernard pun menganggukkan kepalanya da
Hari Jumat yang dinantikan Jovan pun tiba. Mulai pagi, dia bangun dengan penuh semangat membayangkan keseruan di camp memasak yang akan dia ikuti. "Ingat semua pesan Mama ya, selalu bilang ke pengawas kalau merasa sakit, lapar atau apapun yang butuh bantuan. Jangan sungkan, anggap mereka pengganti Mama oke? Dan jangan menganggu anak lain. Sebaliknya, adukan ke pangawas kalau ada yang mengganggumu," Fiolina mengulang- ulang wejangannya kepada Jovan. "Iya Ma. Aku sudah hafal itu. Jangan khawatir." "Nah, ini dia kita sampai," Fiolina menghentikan mobilnya. "Aku turun sekarang." "Hati - hati sayang ya, kiss me," Fiolina menyodorkan pipinya ke wajah Jovan. "Muach," Jovan mengecupnya lalu turun dan melambaikan tangan. Fiolina meninggalkannya dengan perasaan campur aduk. Dia senang Jovan berani, tapi dia juga sedikit patah hati karena harus menahan rindu selama 7 hari. Dia belum pernah berpisah dengan Jovan selama itu. "Jovan gak nangis?" tanya Terry begitu Fiolina tiba lagi di apart