"Hei, andaikan engkau membantu melepaskan aku, maka akan kuberikan kau banyak hadiah."Lelaki yang diajak bicara hanya terdiam. Matanya menoleh ke arah lain. Ketika Samantha memberi dia tawaran, sepertinya dia tidak tertarik . "Ah, mungkin kau menganggap aku berbohong."Lagi-lagi, lelaki berseragam khaki itu tidak tertarik. Dia hanya diam saja, duduk di sudut ruangan. Kedua tangannya memegang senapan serta menunjukkan keangkuhan dengan senapannya tersebut. Tidak ada lagi perbincangan dalam beberapa saat. Samantha pun sedikit gusar. Namun, dia sadar jika keadaan demikian mengharuskannya berpikir jernih. Kegusaran serta amarah yang ada dalam hati dijaga agar tidak lebih besar. Emosi yang tidak terkendali bisa saja membawa dirinya pada keadaan yang lebih rumit. "Aku lapar," Samantha berharap memperoleh perhatian. "Bolehkah aku meminta makan.""Hei, aku pun belum memperoleh jatah makan. Jadi, diam dan tunggu saja. Lagipula, kami tidak menyediakan makanan untuk seorang tawanan."Samanth
Ki Badra tahu jika sebuah kapal layar berbendera Britania sedang mengejar. Sebenarnya dia merasa panik karena terlalu cepat berita menyebar. Dia masih bertanya-tanya bagaimana bisa sebuah kapal militer mengetahui hal tentang penghadangan kapal Kalajengking Hitam terhadap sebuah kapal dagang. "Mungkin itu hanya kebetulan saja, Ki." "Bagaimana kau tahu, Cungkring?""Eee, saya hanya mengira-ngira, Ki.""Ah, lagakmu. Merasa paling tahu segala hal."Si Cungkring hanya bisa cengengesan apabila diledek oleh Ki Badra. Walaupun sebenarnya pemimpin kapal perompak itu suka dengan gaya bicara anak buahnya tersebut. Terkadang, apa yang dia bicarakan memang benar. Hanya saja, Ki Badra tidak mau terkesan bodoh di hadapan anak buahnya. Ki Badra berpikir sejenak. Dia menimbang-nimbang keadaan. "Ki, bagaimana? Haruskah kita menghadapi mereka?" Si Cungkring bertanya padahal sebenarnya dia memberi ide. Ki Badra menoleh kepada Si Cungkring. Dia pun memandangi anak buahnya. Mereka senantiasa siap menj
Samantha tidak lagi memikirkan langkah apa yang akan dilakukan oleh Felix ketika gadis itu menceburkan diri ke dalam air laut. Dia pun tidak ingin mendengarkan teriakan dari anak buah kapal Angkatan Laut yang menyuruhnya untuk tetap di tempat dan tidak pergi ke mana-mana.Samantha berenang menjauh dari badan kapal. Walaupun dia tidak bisa berenang lebih jauh. "Hei, gadis bodoh!" suara Felix terdengar berteriak dari geladak. Berenang seperti ekor lumba-lumba di permukaan air. Tidak menoleh ke belakang apalagi kembali berputar arah. "Ke mana pun kau berenang, tidak mungkin bisa pergi jauh!"Tidak ada seseorang atau sesuatu yang menghalangi gadis tersebut. Hanya air asin dirasakan oleh lidah serta langit biru tampak di hadapan. Samantha berenang tanpa arah, bahkan dia tidak menyadari ke arah manakah dia berenang. Andaikan ada seekor ikan menyertai, mungkin si ikan akan terheran-heran dengan kelakuan gadis berambut pirang itu. Ketika makhluk laut sering melihat manusia menumpang kapal
Seekor hiu yang berenang di samudera merasa senang ketika ada sesuatu yang bisa dimangsa. Mata bulat yang dimiliki olehnya ternyata mampu mengenali jika manusia tersebut memang lemah. Si manusia tidak mampu berenang dengan gesit, tidak memiliki ekor atau sirip untuk membantunya menyelam hingga ke lautan dalam. Di mata seekor hiu, kaki berkulit terang yang dimiliki Samantha sungguh bisa menjadi santapan yang menyenangkan serta mengenyangkan. Kaki yang bergerak-gerak di bawah permukaan air malah mengundang si hiu untuk lebih mendekat. Hewan air itu tidak langsung memakan kedua kaki yang berenang-renang itu. Dia memilih untuk berputar-putar, memastikan jika calon mangsanya tidak akan pergi menjauh. "Ha, kau sungguh mangsa yang empuk ....," begitulah kalimat yang akan terlontar andaikan si hiu bisa bicara. Pada mulanya, Samantha tidak menyadari jika gerakan tubuhnya di lautan lepas ternyata bisa mengundang si hiu untuk datang. Ketika para kelasi di atas kapal Angkatan Laut saling sahut
"Ki, sepertinya kita lolos dari kejaran kapal Inggris?!" Si Cungkring berteriak dari atas tiang kapal. "Kau yakin?" Ki Badra balik berteriak."Saya yakin, Ki. Kapal mereka tidak tampak lagi," seraya menutup matanya dengan teropong. "Bahkan, bendera mereka pun tidak terlihat, Ki.""Ah, baguslah kalau begitu.""Ternyata kapal Inggris pun mudah menyerah."Si Cungkring diperintahkan untuk turun oleh Ki Badra. Tangan kiri pria paruh baya itu memberi tanda kepada anak buahnya untuk segera kembali pada pekerjaannya masing-masing. Tampak sekali kekecewaan di wajah mereka karena pertarungan yang mereka harapkan tidak jadi digelar. "Ah, padahal ingin sekali rasanya aku memenggal leher mereka ...." seorang lelaki bertubuh tinggi memuntahkan kegusarannya. "Tenang, Kapak. Sebentar lagi tenagamu benar-benar akan berguna." Ki Badra menepuk pundak si Kapak yang meletakkan kembali senjata di pundaknya."Benarkah, Ki?""Ya, aku yakin. Aku yakin akan ada kapal dagang yang melintasi perairan ini. Mere
Ki Badra tahu bagaimana cara menyenangkan anak buahnya. Menunjukkan sebuah objek di tengah kegelapan pun ternyata membuat mereka senang. Objek cahaya sebagai titik di tengah kegelapan. "Sebuah kapal dagang penuh muatan," begitulah para anak buah kapal menyimpulkan. "Bagaimana kau yakin?" Si Cungkring seakan mempertanyakan keyakinan teman-temannya. "Kalau bukan kapal, lantas apa?" Si Tampan memukul kepala kawannya yang bertubuh kurus nan tinggi. "Mungkin saja itu hantu laut."Ki Badra membentak Si Cungkring ketika membicarakan hantu laut," hei, aku sudah katakan kau jangan bicara begitu! Tuan Besar tidak senang pada orang yang percaya takhayul.""Maaf, Ki.""Ah, sudah bertahun-tahun Tuan Besar melaut, dia belum pernah menemukan hantu di laut.""Kalau di darat?""Sama saja, tidak ada!"Kelakuan Si Cungkring menjadi bahan tertawaan kawannya. Tidak terkecuali Si Tampan, begitulah Ki Badra menjuluki orang itu. Dia memang tampan jika dibandingkan dengan semua lelaki yang ada di kapal it
Samantha meniti tangga dengan langkah terhuyung. Di bawah kakinya, air laut yang bergelombang kembali menyapa."Hati-hati, jangan sampai jatuh. Bila kau jatuh, seekor hiu bisa saja menerkam dirimu."Samantha menoleh kepada Felix yang berdiri di geladak kapal Angkatan Laut. Lelaki itu berkacak pinggang sembari menyeringai. "Berdo'a saja agar aku tidak tercebur ke laut." Samantha kembali menghadap ke arah seberang. Tangan dan kakinya yang terikat membuatnya kesulitan meniti jembatan kecil yang menghubungkan kapal Angkatan Laut dengan kapal dagang yang lebih besar. Jembatan tersebut lebih cocok disebut titian karena hanya dibuat dari dua papan kayu yang direkatkan oleh palang kayu. "Ah," Samantha sampai di geladak kapal dagang itu dengan hati lebih lega. Meskipun masih banyak pertanyaan di benaknya. Kaki gadis bergaun putih itu menyentuh papan kayu. Dia tidak bisa memastikan bagaimana warna lantai geladak. Tidak cukup penerangan yang ada di sana. Kesan pertama kali yang dirasakan hany
Si Cungkring kaget bukan kepalang ketika puluhan serdadu tiba-tiba saja keluar berhamburan dari lambung kapal. Kelewang di tangannya pun mengajak dia untuk segera bertarung. "Aaaa!" Kaki telanjang Si Cungkring melayang demi menghadang para lelaki berseragam.Buuk!Mereka yang ditendang terjatuh hingga beradu satu sama lain. Tentu saja senantiasa ada perlawanan ketika ada yang menghadang. Pedang berseliweran nyaris melukai wajah. Untungnya, Si Cungkring cukup gesit. Ada yang berhasrat untuk menusuk dada, namun kelewang mampu menangkis pedang panjang. "Ahh!" Ujung pedang nyaris saja menyentuh kulit andaikan lelaki bertubuh kurus tinggi itu tidak mundur ke tepi geladak. Tang!Tang!Suara pedang beradu tanpa tahu jika ketajamannya bisa saja merenggut nyawa. Dari arah yang tak terduga, sebilah pedang melukai kaki, maka Si Cungkring tak mampu menghindar."Arghh!" lelaki itu mengerang kesakitan. ***Di sisi lain, Si Tambun nyaris saja terjatuh ke laut jika saja si Jabrik tidak memegangi