Sebenarnya Jenni bukanlah orang yang sombong tapi entah mengapa dia kurang suka dengan Nayla, Beca, dan Tina.
"Mereka sahabat gue. Gakpapa ngomong aja!" Nayla melihat tujuan mata Jenni pada kedua sahabatnya.
"Menurut gue sih antara kita dua aja, tapi kalau lo-nya oke. Yaudah gue to the point aja," senyum Jenni datar. Nayla mengangguk pelan.
Beca menerka-nerka apa yang sedang terjadi antara mereka. Masih belum mengerti apa maksud tujuan Jenni mencari Nayla sampai ke sekolah.
"La, mungkin kalian berdua butuh ruang. Gue sama Beca nunggu lo di depan aja ya," kata Tina membawa paksa Beca yang tidak mau meninggalkan Nayla.
"La ...Bilang kalau ada apa-apa. Kita dua nggak jauh-jauh kok." Beca berjalan mengikuti Tina yang sudah menarik tangannya. Nayla mengangguk pada Beca, tidak ada sedikitpun Nayla merasa terancam ataupun takut pada Jennifer.
"Gue nggak pernah merasa terancam dengan mantan-mantan Raka. Termasuk lo! Gue cuma nggak mau lo masih bergantung dengan cowok orang. Lain kali kalau nggak ada yang anterin lo, pake gojek. Banyak lagi. Perlu gue bantu download aplikasinya."Ih,, sembarangan ngomong!"Mungkin lo udah tau Raka nganterin gue. Tapi itu nggak seperti yang lo pikirin. Sorry, kalau itu bikin lo jadi terganggu. Gue sama Raka beneran udah selesai." Nayla mulai merasa bersalah."Okeh. Gue percaya. Gue anggap lo nggak ada hati lagi sama mantan lo dan semoga kata-kata lo bisa dipegang.""Iya, bisalah!" tegas Nayla, mulutnya bicara tapi hatinya berkata lain. Raka masih punya tempat di hatinya, saat-saat tertentu tanpa sadar Nayla memang suka mencari perhatian Raka supaya laki-laki itu masih mementingkan dia."Jen, lo itu cewek spesial buat dia karena lo bisa merubah
Tina, Beca, dan Nayla sekarang berada di cafe dekat sekolah mereka. Sayangnya tidak ada menu es cream di cafe itu."Lo minum orange jus dulu aja ya. Lo kan suka orange juice. Gue udah nyuruh Reno buat beliin es cream untuk di bawa ke sini." Tina menyodorkan orange juice ke depan Nayla."Nggak mau." Nayla menggeleng, Beca dan Tina berpandangan. Melihat Nayla diam saja dengan wajah memprihatinkan kedua temannya jadi bingung. Orange juice sama sekali tidak disentuh hingga mencair."Ini es cream pesanan kamu." Reno membawa ice cream Walls ukuran jumbo rasa coklat dengan mangkuk besar di depan Tina.Nayla memandang dingin pada Reno, lalu menarik Walls dari tangan Tina.Satu meja itu tercengang melihat Nayla yang makan dengan lahap ice cream Walls sendiri. Tidak pakai perhitungan tangannya menyendok ice cream ke dalam mulutnya berulang kali. Bibirnya sama sekali tidak merasa ngilu me
Jennifer membawa mobilnya sampai ke parkiran di cafe yang berada ditengah kota, tadi Doni menelpon mengatakan Raka sedang bersama mereka main billiard.Setelah Jenni melewati tempat makan di cafe kemudian menaiki tangga di lantai dua yang ada meja billiard. Matanya tampak menelusuri tiap sudut mencari keberadaan Raka, kemudian tertuju pada Doni yang melambaikan tangan. Jenni berjalan menghampiri mereka.Raka sedikit terkejut melihat kedatangan Jenni, melihat Jenni tersenyum pada Doni langsung tahu kalau Doni yang mengajak Jenni untuk datang."Raka mendingan lo selesain masalah kalian. Gue jadi nggak enak ngeliat lo nekuk wajah terus. Kayak nggak ada masa depan," ujar Doni yang ada di samping Raka, menunggu Raka menyodok bola.Raka menoleh pada Jenni yang sedari tadi melihatnya tanpa berkata apa pun."Kamu dari mana?" tanya Raka pada Jenni yang berdiri sambil melipat tangannya.
Nayla berjalan cepat ke arah kantin. Rangga, Tina, dan Beca sudah pergi duluan, ini karena dia mampir dulu ke toilet. Sekarang Nayla sudah merasa nyaman dengan sekolah ini, biasanya anak pindahan sulit untuk beradaptasi, bukan?Tiba-tiba langkah Nayla terhenti. Seorang cowok menghadangnya di koridor. Nayla mendongak melihat cowok itu yang sudah tersenyum. Nayla sedang berfikir, apakah ia mengenal cowok ini atau tidak."Hai," sapa cowok itu."Sorry, lo ngalangin jalan gue," ucap Nayla dengan mata meneliti cowok itu."Coklat dari gue udah lo terima kan? Gue titip sama Tina." Kata cowok itu, membuat Nayla menautkan kedua alisnya. Kalau dilihat dari segi mana pun cowok ini ganteng, Sayangnya Nayla tidak tertarik."Coklat yang mana?" tanya Nayla
Malam hari, Nayla terlihat santai. Dia memang tidak punya rencana untuk keluar. Dimas tidak mungkin benar-benar akan datang ke rumahnya kan? Sayangnya itu hanya harapan Nayla.Tak lama Dimas menelpon Nayla."La, gue ada di depan rumah lo," ucap Dimas dari seberang."Ngapain lo ke sini?" Nayla mengerutkan keningnya."Kan kita udah janjian mau keluar. Masa lo lupa, buruan keluar," sahut Dimas."Gue nggak janji apa-apa!""Gue udah di depan rumah lo. Lo mau gue masuk ke rumah lo apa lo keluar?" ucap Dimas dengan nada mengancam."Tunggu bentar gue aja yang keluar," bentak Nayla, kesal.Nayla cepet-cepat keluar. Dia masih memakai pakaian rumah. Melihat Dimas sudah ada di luar gerbang. Nayla berjalan malas."Apa, mau ngapain lo ke sini," serang Nayla tak mau basa-basi. Cowok itu malah tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.
Keadaaan keluarga Ciputra sangat kacau. Saham perusahaan keluarga-nya anjlok. Berita Raka Nicholas Ciputra beredar sangat cepat, maklumlah keluarga mereka termasuk keluarga pengusaha yang sukses.Anjani tidak henti-henti menangisi anak satu-satunya sedang ada di dalam kantor polisi. Gavin sudah menelpon pengacara handal di Jakarta untuk menangani kasus Raka. Saat pemeriksaan urine Raka dinyatakan negatif. Dia bukan pemakai tapi Raka masih ditahan karena tuduhan pemukulan pada Roy. Laki-laki itu melaporkan Raka atas pemukulan terhadapnya.Sayangnya kabar Raka terlibat narkoba sudah menyebar. Raka duduk dengan kepala tertunduk saat kedua orangtua-nya datang ke kantor polisi. Ayahnya tampak kecewa dan marah. Raka tidak tega, Ibunya dengan mata berkaca-kaca melihat Raka duduk dengan kriminal lain.
Dimas dan Nayla sudah menunjukan perkembangan mereka yang semakin dekat walaupun beda kelas, mereka sering makan di kantin bareng saat jam istirahat. Dimas bisa membuat Nayla merasa nyaman di dekatnya, tapi hubungan mereka masih sebatas teman. Nayla masih ragu untuk menjalin hubungan. Namun Dimas semakin intens mendekati Nayla. Tebak saja siapa yang paling senang melihat Nayla sudah tidak sedih lagi, atau marah-marah tidak jelas lagi. Tina melihat Nayla dan Dimas bercerita sambil tertawa ia ikut senang. Tina sangat mendukung hubungan mereka. "Nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Dimas saat Nayla menyuap sesendok batagor ke mulutnya. Nayla berhenti lalu memikirkan apa yang akan dilakukan sehabi
Nayla berjalan mundur, kemudian berbalik langkah. Kakinya sangat cepat hingga Dimas harus berusaha mensejajarkan langkah mereka. Dimas terus mengikuti Nayla. Sedangkan Abel hanya memandangi punggung Nayla. Sedih, marah, dan kecewa itu sudah jelas. Perasaan yang tergambar untuk kawan-kawannya, kalau kabar gembira Nayla tidak akan sekecewa ini tapi ini adalah kabar yang mengejutkan. Apalagi Abel cerita karena di fitnah. "La tenang dulu. Lo mau kemana?" Dimas terus saja mengikuti Nayla. "Gue mau jengukin Raka. Lo mau anterin gue? Serah lo, nggak mau juga gakpapa," ucap Nayla sambil berjalan cepat. Tanpa sadar air matanya sudah mengalir."Gue anterin. Kita ke kantor polisi sekarang!" Nayla terdiam mendengar ucapan Dimas. Dimas mengantar Nayla ke tempat Raka. Kecepatan mobil-nya masih rata-rata. Dimas masih mencuri pandang pada gadis di samp