Jam istirahat seperti biasa batagor kantin Bi Ijah menjadi rebutan para murid, sebenernya banyak menu yang lain. Tapi disetiap meja yang didudukin para murid yang terlihat kebanyakan batagor. Batagor bi Ijah selalu jadi andalan.
"Kok lo bisa sih ngomongin Harry Potter? Lo baru nonton Harry Potter?" tanya Rangga sambil mengunyah batagornya.
"Udah deh nggak usah bahas lagi. Belum puas dari tadi kalian ketawain gue." Nayla mengaduk orange juice berulang kali dengan wajah menekuk.
"Untung Bu Niken, La. Coba kalau Bu Maya. Disuruh keliling lapangan lo," ucap Beca tertawa sambil menikmati batagornya.
"Lain kali makan obat, La. Biar kepala lo nggak oleng. Sadar nggak sih. Lo udah bikin semua ngakak. Stand-up comedy kali," cibir Rangga la
Raka mendatangi tempat nongkrong biasa dia berkumpul dengan kawan-kawannya terlihat beberapa orang sedang duduk termasuk Doni, Erga, dan Mike. Raka menghampiri Doni dengan wajah dinginnya alisnya naik ke atas."Don. Maksud lo apa kasih tau Jenni gue nganterin Nayla pulang,hm?" hardik Raka yang sudah ada di depan Doni."Sabar Rak, Jenni yang duluan datengin gue gara-gara liat mobil lo gue pakek," terang Mike yang mencoba menenangkan Raka.Semua saling lirik, terlihat wajah Raka yang menahan amarahnya.Doni menekuk wajahnya tak ingin ada perkelahian antara mereka."Ini bukan gara-gara Mike." Doni bersuara."Iya, gue tahu ini pasti ulah lo ka
Sebenarnya Jenni bukanlah orang yang sombong tapi entah mengapa dia kurang suka dengan Nayla, Beca, dan Tina."Mereka sahabat gue. Gakpapa ngomong aja!" Nayla melihat tujuan mata Jenni pada kedua sahabatnya."Menurut gue sih antara kita dua aja, tapi kalau lo-nya oke. Yaudah gue to the point aja," senyum Jenni datar. Nayla mengangguk pelan.Beca menerka-nerka apa yang sedang terjadi antara mereka. Masih belum mengerti apa maksud tujuan Jenni mencari Nayla sampai ke sekolah."La, mungkin kalian berdua butuh ruang. Gue sama Beca nunggu lo di depan aja ya," kata Tina membawa paksa Beca yang tidak mau meninggalkan Nayla."La ...Bilang kalau ada apa-apa. Kita dua nggak jauh-jauh kok." Beca berjalan mengikuti Tina yang sudah menarik tangannya. Nayla mengangguk pada Beca, tidak ada sedikitpun Nayla merasa terancam ataupun takut pada Jennifer.
"Gue nggak pernah merasa terancam dengan mantan-mantan Raka. Termasuk lo! Gue cuma nggak mau lo masih bergantung dengan cowok orang. Lain kali kalau nggak ada yang anterin lo, pake gojek. Banyak lagi. Perlu gue bantu download aplikasinya."Ih,, sembarangan ngomong!"Mungkin lo udah tau Raka nganterin gue. Tapi itu nggak seperti yang lo pikirin. Sorry, kalau itu bikin lo jadi terganggu. Gue sama Raka beneran udah selesai." Nayla mulai merasa bersalah."Okeh. Gue percaya. Gue anggap lo nggak ada hati lagi sama mantan lo dan semoga kata-kata lo bisa dipegang.""Iya, bisalah!" tegas Nayla, mulutnya bicara tapi hatinya berkata lain. Raka masih punya tempat di hatinya, saat-saat tertentu tanpa sadar Nayla memang suka mencari perhatian Raka supaya laki-laki itu masih mementingkan dia."Jen, lo itu cewek spesial buat dia karena lo bisa merubah
Tina, Beca, dan Nayla sekarang berada di cafe dekat sekolah mereka. Sayangnya tidak ada menu es cream di cafe itu."Lo minum orange jus dulu aja ya. Lo kan suka orange juice. Gue udah nyuruh Reno buat beliin es cream untuk di bawa ke sini." Tina menyodorkan orange juice ke depan Nayla."Nggak mau." Nayla menggeleng, Beca dan Tina berpandangan. Melihat Nayla diam saja dengan wajah memprihatinkan kedua temannya jadi bingung. Orange juice sama sekali tidak disentuh hingga mencair."Ini es cream pesanan kamu." Reno membawa ice cream Walls ukuran jumbo rasa coklat dengan mangkuk besar di depan Tina.Nayla memandang dingin pada Reno, lalu menarik Walls dari tangan Tina.Satu meja itu tercengang melihat Nayla yang makan dengan lahap ice cream Walls sendiri. Tidak pakai perhitungan tangannya menyendok ice cream ke dalam mulutnya berulang kali. Bibirnya sama sekali tidak merasa ngilu me
Jennifer membawa mobilnya sampai ke parkiran di cafe yang berada ditengah kota, tadi Doni menelpon mengatakan Raka sedang bersama mereka main billiard.Setelah Jenni melewati tempat makan di cafe kemudian menaiki tangga di lantai dua yang ada meja billiard. Matanya tampak menelusuri tiap sudut mencari keberadaan Raka, kemudian tertuju pada Doni yang melambaikan tangan. Jenni berjalan menghampiri mereka.Raka sedikit terkejut melihat kedatangan Jenni, melihat Jenni tersenyum pada Doni langsung tahu kalau Doni yang mengajak Jenni untuk datang."Raka mendingan lo selesain masalah kalian. Gue jadi nggak enak ngeliat lo nekuk wajah terus. Kayak nggak ada masa depan," ujar Doni yang ada di samping Raka, menunggu Raka menyodok bola.Raka menoleh pada Jenni yang sedari tadi melihatnya tanpa berkata apa pun."Kamu dari mana?" tanya Raka pada Jenni yang berdiri sambil melipat tangannya.
Nayla berjalan cepat ke arah kantin. Rangga, Tina, dan Beca sudah pergi duluan, ini karena dia mampir dulu ke toilet. Sekarang Nayla sudah merasa nyaman dengan sekolah ini, biasanya anak pindahan sulit untuk beradaptasi, bukan?Tiba-tiba langkah Nayla terhenti. Seorang cowok menghadangnya di koridor. Nayla mendongak melihat cowok itu yang sudah tersenyum. Nayla sedang berfikir, apakah ia mengenal cowok ini atau tidak."Hai," sapa cowok itu."Sorry, lo ngalangin jalan gue," ucap Nayla dengan mata meneliti cowok itu."Coklat dari gue udah lo terima kan? Gue titip sama Tina." Kata cowok itu, membuat Nayla menautkan kedua alisnya. Kalau dilihat dari segi mana pun cowok ini ganteng, Sayangnya Nayla tidak tertarik."Coklat yang mana?" tanya Nayla
Malam hari, Nayla terlihat santai. Dia memang tidak punya rencana untuk keluar. Dimas tidak mungkin benar-benar akan datang ke rumahnya kan? Sayangnya itu hanya harapan Nayla.Tak lama Dimas menelpon Nayla."La, gue ada di depan rumah lo," ucap Dimas dari seberang."Ngapain lo ke sini?" Nayla mengerutkan keningnya."Kan kita udah janjian mau keluar. Masa lo lupa, buruan keluar," sahut Dimas."Gue nggak janji apa-apa!""Gue udah di depan rumah lo. Lo mau gue masuk ke rumah lo apa lo keluar?" ucap Dimas dengan nada mengancam."Tunggu bentar gue aja yang keluar," bentak Nayla, kesal.Nayla cepet-cepat keluar. Dia masih memakai pakaian rumah. Melihat Dimas sudah ada di luar gerbang. Nayla berjalan malas."Apa, mau ngapain lo ke sini," serang Nayla tak mau basa-basi. Cowok itu malah tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.
Keadaaan keluarga Ciputra sangat kacau. Saham perusahaan keluarga-nya anjlok. Berita Raka Nicholas Ciputra beredar sangat cepat, maklumlah keluarga mereka termasuk keluarga pengusaha yang sukses.Anjani tidak henti-henti menangisi anak satu-satunya sedang ada di dalam kantor polisi. Gavin sudah menelpon pengacara handal di Jakarta untuk menangani kasus Raka. Saat pemeriksaan urine Raka dinyatakan negatif. Dia bukan pemakai tapi Raka masih ditahan karena tuduhan pemukulan pada Roy. Laki-laki itu melaporkan Raka atas pemukulan terhadapnya.Sayangnya kabar Raka terlibat narkoba sudah menyebar. Raka duduk dengan kepala tertunduk saat kedua orangtua-nya datang ke kantor polisi. Ayahnya tampak kecewa dan marah. Raka tidak tega, Ibunya dengan mata berkaca-kaca melihat Raka duduk dengan kriminal lain.
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te