"Aku tahu perempuan di sekolah itu Nayla kan? Dia Mantan kamu?" kata Jennifer yang duduk di depan Raka.
Raka masih asyik menikmati sandwich. Jennifer wanita yang baru saja dikencaninya, salah satu anak fakultas hukum di tempat kuliahnya. Mereka sudah saling mengenal setahun lalu, saat itu Jennifer menemani Doni pertandingan basket dan bertemu Raka. Jennifer sepupu Doni, berpuluh-puluh kali Doni menyatukan mereka tapi tidak pernah berhasil. Entah mengapa sekarang mereka memiliki satu hubungan spesial.
"Jangan sekarang Jen, aku nggak mau berdebat saat lagi makan," ucap Raka menatap gadis itu lembut.
"Kenapa? Kamu nggak suka kalau aku nanya tentang Nayla?"Jennifer menatap lekat manik mata Raka.
Raka menarik nafas, lalu meletakkan sandwich-nya. "Darimana kamu tahu Nayla?"
Tiga orang siswi sedang berkaca di depan cermin. Mereka merapikan seragam putih abu-abunya dan menyisir rambut hitam berkilaunya. Mereka adalah Genk siswi di SMA Budi Mulia yang sering menggosip. "Eh, guys. Tau nggak anak PA namanyaTina? Dia itu ternyata cewek cabe-cabea. Booking'an om-om," ucap Aneta, wanita berambut ikal itu kepada samping kanan-kirinya. "Kenal gue. Cewek sok perfect and sok kecakepan itu. Tiap malem nongkrong di club, yakin gue dia cuma mau jual diri. Keliatannya aja cewek baik-baik," sahut Feby dengan tertawa sinis. "Gue denger dia bisa dipake siapa aja.Tongkrongannya aja di club. Anjirr gak! Ngeri gue parah dia." Aneta berdecak. "Aduh Net, ngapa ngomongin Tina sih? Nggak penting benget sih," ucap Rasti, menatap bayangannya di depan cermin. "Nggak selevel dia mah sama kita, ngebayangin dia carper s
"Tapi, lo masih sayang kan sama dia? " Nayla mengangguk, perasaan itu tidak bisa dibohongin. Tapi, apa boleh buat semua sudah terjadi. Dan Raka sudah punya kehidupan sendiri dengan wanita lain. "Gue yakin La, dia itu sayang banget sama lo. Gue yakin banget." Tina menekan ucapannya. Nayla tersenyum mendengar ucapan Tina, rasanya mereka tidak pernah curhat sedalam ini. "Gue sama Reno nggak ada apa-apa Tina," gantian Nayla yang mengaku. Tina hanya tersenyum perih. "Ada juga gakpapa. Gue bukan siapa-siapa dia. Sekarang gue sadar temen itu lebih penting ketimbang cowok yang selalu bikin kita pusing." Tina tertawa mengakui kebodohannya. "Kalau itu gue setuju," sahut Nayla tertawa kuat. Asyik mengobrol tidak terasa mereka sampai di kelas. Wajah Beca dan Rangga b
Pulang sekolah bener saja, Reno sudah ada di depan pintu gerbang sekolah. Secepat itu Reno keluar kelas? Nayla menghampiri Reno tidak sendirian melainkan dengan ketiga sahabatnya."Reno..." panggil Nayla.Reno menoleh mencari suara itu yang dia tahu suara itu milik Nayla. Senyumnya hilang ketika melihat kanan kiri sudah ada kawannya.Dipikir Nayla akan menghampirinya seorang diri."Lo udah lama nunggu?" tanya Nayla sudah di depan Reno. Tina tersenyum ikhlas kalaupun Nayla dan Reno akhirnya berpacaran. Tangannya menggandeng lengan Beca."Engga lama kok. Yok, kita pulang," ajak Reno. "Ren, gue mau minta tolong. Urgent Ren. Ini penting banget. Kalau lo nolong pahala lo banyak," ujar Nayla. Reno menautkan alisnya bingung. Tina dan Beca hanya menjadi pendengar yang baik. "Apa La? Gue tolongin kalau gue bisa."
Tidak ada yang spesial hari libur ini. Semua orang disibukkan dengan kesibukan masing-masing. Begitu juga dengan Nayla, dia memilih ke toko buku dekat rumahnya. Terlalu menyedihkan jika harus menonton sendiri di bioskop, atau nongkrong di cafe seorang diri. Nayla bukan tipe wanita percaya diri yang berani duduk sendirian. Kakinya bergerak sesuka hati mencari yang belum pasti. Dia berada di rak novel. Selain nonton drama Korea dia juga suka membaca novel. Ya, novel bukan buku pelajaran. But, ada buku yang suka ia pandangi. Buku desainer, Nayla suka sekali melihat gaun pengantin di setiap halaman buku desainer ternama. Seperti milik Tex Saverio, perancang gaun pengantin yang nyentrik. Dan Biyan, desainer gaun pengantinnya yang memiliki ciri khas yang rumit serta aplikasi bordir bercorak flora yang manis dengan man
"Sayang, dari tadi diem aja sih." Jenni membangunkan Raka dari lamunan. Jenni yang dari tadi di samping Raka yang sedang menyetir tidak diajak bicara. "Oh. Aku lagi fokus nyetir." Raka menoleh sambil tersenyum simple. "Aku perhatiin dari semenjak keluar toko buku kamu bengong aja," ucap Jenni jutek. Ia merasa Raka tidak sadar keberadaannya. "Tiba-tiba perasaan aku nggak enak. Gimana yah nggak ngerti aku ngejelasin," ujar Raka, ambigu. "Kamu sakit?" Jenni menempelkan tangannya di kening Raka, tidak panas. "Enggak." Raka mengeleng kepala. "Ada masalah yang kamu pikirin?" tanya Jenni menoleh pada Raka. "Nggak. Aku nggak ada masalah." Raka menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Jenni. Dia pun bingung dengan
Kenapa Ibunya tiba-tiba jadi pengangguran? Bukannya tidak senang tapi bahasannya kenapa lari ke menantu.. Raka membuka tirai yang menutupi dinding melihat foto Nayla yang masih terpajang di dinding. Dia masih belum mau menurunkan foto itu dari dinding, wajah dinginnya memandang foto itu. Jennifer belum pernah masuk ke dalam kamarnya. Raka pernah membawa Jenni ke rumah tapi hanya sebentar, itu pun hanya sampai ruang tamu.Dompet Nayla pernah tertinggal di kamarnya. Ibunya pasti membawa Nayla ke sini.Apa lo udah lihat foto ini? Raka masih mengingat bagaimana Nayla memutuskannya. Bilang capek dan mengakhiri hubungan mereka. Kata-kata itu seperti luka untuk Raka. Dia membuang nafasnya dan menutup tirai itu lagi.Dreerrtt! chat group PA SMA. Semua yang terlibat dalam ekskul PA masuk group itu, termasuk para alumni. Raka tiba-tiba tertarik ingin tahu
"Babe, di mata kamu ada apa?" Bagas mendekatkan tangannya ke mata Beca sambil fokus nyetir. Gadis itu tetap tidak perduli gombalan Bagas. Dia marah karena Bagas menerima kado valentinedari gadis-gadis di kampusnya."Gak usah pegang-pegang! fokusnyetir aja. Kalau bukan gara-gara Nayla. Aku nggak bakalan nebeng sama kamu," ucap Beca dengan nada jutek. "Gue juga nggak bakalan mau dianterin kalau bukan karena anak PA minta kumpul malam-malam di cafe. Tenang Bek, gue dipihak lo," ucap Nayla tidak kalah jutek dari Beca. "Abang lo emang mesti dijutekin La, biar nggak tebar pesona," ucap Beca kesal. "Kompak banget kalian." Bagas tertawa, "Tapi aku serius Babe, mata kamu ada belek kayanya." Bagas menoleh pada Beca yang duduk di sampingnya.
"Maaf ya kitatelat. Jakarta macet mana hujan, jadi becek-becek." Doni yang langsung duduk diikuti Erga dan alumni yang lain. "Don, nggak usah bikin malu. Malah nyanyi lagi. Suara lo bikin adek-adek sakit kuping," celetuk Ellena yang sudah duduk dibarengi temannya. "Ngomong ngomong, tumben kalian ngajak kumpul di cafe," ujar Doni pada juniornya. "Buat silahturahim aja. Biar makin erat kekeluargaan kita," sahut Reno. Diangguki alumni. Mereka memang sudah jarang membuat pertemuan di luar sekolah karna kesibukan masing-masing. "Nah, gitu geh dari dulu. Bikin alumni kalian ini seneng. Kayak gini kan positif. Nggak tauran diluar ," ceramah Doni. Ellena menggeleng melihat Doni. "Don, lo duduk aj
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te