"Sayang, dari tadi diem aja sih." Jenni membangunkan Raka dari lamunan. Jenni yang dari tadi di samping Raka yang sedang menyetir tidak diajak bicara.
"Oh. Aku lagi fokus nyetir." Raka menoleh sambil tersenyum simple.
"Aku perhatiin dari semenjak keluar toko buku kamu bengong aja," ucap Jenni jutek. Ia merasa Raka tidak sadar keberadaannya.
"Tiba-tiba perasaan aku nggak enak. Gimana yah nggak ngerti aku ngejelasin," ujar Raka, ambigu.
"Kamu sakit?" Jenni menempelkan tangannya di kening Raka, tidak panas.
"Enggak." Raka mengeleng kepala.
"Ada masalah yang kamu pikirin?" tanya Jenni menoleh pada Raka.
"Nggak. Aku nggak ada masalah." Raka menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Jenni. Dia pun bingung dengan
Kenapa Ibunya tiba-tiba jadi pengangguran? Bukannya tidak senang tapi bahasannya kenapa lari ke menantu.. Raka membuka tirai yang menutupi dinding melihat foto Nayla yang masih terpajang di dinding. Dia masih belum mau menurunkan foto itu dari dinding, wajah dinginnya memandang foto itu. Jennifer belum pernah masuk ke dalam kamarnya. Raka pernah membawa Jenni ke rumah tapi hanya sebentar, itu pun hanya sampai ruang tamu.Dompet Nayla pernah tertinggal di kamarnya. Ibunya pasti membawa Nayla ke sini.Apa lo udah lihat foto ini? Raka masih mengingat bagaimana Nayla memutuskannya. Bilang capek dan mengakhiri hubungan mereka. Kata-kata itu seperti luka untuk Raka. Dia membuang nafasnya dan menutup tirai itu lagi.Dreerrtt! chat group PA SMA. Semua yang terlibat dalam ekskul PA masuk group itu, termasuk para alumni. Raka tiba-tiba tertarik ingin tahu
"Babe, di mata kamu ada apa?" Bagas mendekatkan tangannya ke mata Beca sambil fokus nyetir. Gadis itu tetap tidak perduli gombalan Bagas. Dia marah karena Bagas menerima kado valentinedari gadis-gadis di kampusnya."Gak usah pegang-pegang! fokusnyetir aja. Kalau bukan gara-gara Nayla. Aku nggak bakalan nebeng sama kamu," ucap Beca dengan nada jutek. "Gue juga nggak bakalan mau dianterin kalau bukan karena anak PA minta kumpul malam-malam di cafe. Tenang Bek, gue dipihak lo," ucap Nayla tidak kalah jutek dari Beca. "Abang lo emang mesti dijutekin La, biar nggak tebar pesona," ucap Beca kesal. "Kompak banget kalian." Bagas tertawa, "Tapi aku serius Babe, mata kamu ada belek kayanya." Bagas menoleh pada Beca yang duduk di sampingnya.
"Maaf ya kitatelat. Jakarta macet mana hujan, jadi becek-becek." Doni yang langsung duduk diikuti Erga dan alumni yang lain. "Don, nggak usah bikin malu. Malah nyanyi lagi. Suara lo bikin adek-adek sakit kuping," celetuk Ellena yang sudah duduk dibarengi temannya. "Ngomong ngomong, tumben kalian ngajak kumpul di cafe," ujar Doni pada juniornya. "Buat silahturahim aja. Biar makin erat kekeluargaan kita," sahut Reno. Diangguki alumni. Mereka memang sudah jarang membuat pertemuan di luar sekolah karna kesibukan masing-masing. "Nah, gitu geh dari dulu. Bikin alumni kalian ini seneng. Kayak gini kan positif. Nggak tauran diluar ," ceramah Doni. Ellena menggeleng melihat Doni. "Don, lo duduk aj
BRAK! Raka menabrak seseorang. Ponsel orang itu terjatuh ke dekat kakinya. Mata mereka bertemu, sejenak saling berpandangan.Raka berjongkok, hendak mengambil ponsel itu. "Jangan pegang hape gue!" teriak Nayla dengan cepat saat Raka sudah menunduk. Cowok itu tidak perduli, lalu mengambil ponsel yang masih hidup layarnya. Sejenak terdiam memperhatikan background layar ponsel Nayla. "Gue kayak kenal." Raka menatap lekat foto itu.Dengan cepat wanita itu menarik handphone-nya."Lo nggak usah sok kenal deh," ketus Nayla. Alis mata Raka naik sebelah. Dia melihat Nayla tajam. Raka tidak su
"La kena marah nanti sama Ka Bagas kalau tau kita ke club," wajah Beca keliatan cemas. Mereka sudah duduk dipinggiran menikmati DJ memainkan music. "Itung-itung nemenin Tina nge-dj, Bek. Makanya lo jangan ngadu sama Ka Bagas biar dia nggak tau," sahut Nayla santai. "Iya Bek, santai aja dong!" Rangga sok asyik goyangin kepalanya. "La gue stalking cewek Raka. Lo mau liat nggak? Mana tau lo kepo. Gue dapet dari Abel." Rangga menyodorkan Handphone-nya. Terpampang Instagram Jennifer Nataphon. Beca langsung menarik hape Rangga memperlihatkan pada Nayla. "Bukan urusan gue juga." Nayla menjauhkan ponsel Rangga dengan tangannya. "Ternyata dia model. Parah! Udah cakep, anak fakultas hukum, model lagi," tambah Rangga. Nayla mendekatkan wajahnya pada tangan Beca dan melirik foto Jenni.&n
Rangga yang sudah dilarang keras untuk turun mau joget jadi duduk dengan anteng di samping Nayla dan Beca, sesekali Tina melambaikan tangan pada mereka.Tidak bisa dipungkiri Nayla terganggu dengan Instagram yang ditunjuk Rangga. Jennifer Nat... Entah apappun namanya. Demi apapun juga membuat Nayla membandingkan dirinya dengan gadis yang tak dikenal itu."Gue ke toilet bentar ya," ucap Nayla hendak pergi."Jangan lama-lama ya," pesan Beca.Nayla mengangguk sembari berjalan. Di toilet dia merapikan penampilan dan makeupnya. Melihat kaca ada dirinya. Dia tersenyum dan berpose di depan kaca. Layaknya seorang model."Gue juga bisa jadi model. Belum tau aja gue juga pernah ditawarin casting. Cast apa ya. Ah, lupa!" gumam Nayla seraya menarik tisu yang ada di dinding.Kini matanya menatap keras pada bagian dadanya. Seperti papan gilesan.Nayla menoleh kanan kiri lalu menyum
Raka melihat Reno yang masih sibuk di dekat Tina. "Kayanya nggak sempet Reno mau ngurusin kamu." Raka menarik tangan Nayla, tapi Nayla menghempaskan."Lo bukan siapa-siapa gue jadi nggak usah sok sibuk." Teriak Nayla kesal, beradu dengan suara dentum music.Kesabaran Raka hilang, cewek itu memang keras kepala. Namun, ada sesuatu yang membuat Nayla berbeda. Matanya memandang penampilan Nayla, sesuatu yang menarik mata Raka."Apaa lo liatin gue kayak gitu? Mata ya tolong dikondisikan. Nggak usah jelalatan kemana-mana. Gue aduin Bapa gue lo ya!" bentak Nayla merasa risih, lalu menutupi dadanya."Dih, siapa yang jelalatan. Nggak tertarik tauk gak?" Raka gugup. Nayla menatap kesal, dia menekan kedua bibirnya."Kamu nggak ikut aku pulang, sama aja nyusahin Tina. Mau sekolah tau Tina kerja ginian, mau nanggung resiko," kata Raka dengan nada mengancam.Nayla menatap tajam pada Rak
Keesokan harinya di sekolah. Ada yang berbeda dengan Nayla, cewek itu sangat fokus pada pelajarannya. Tidak biasanya. Nayla bukan tipe si kutu buku yang gila belajar. Seperti sekarang sehabis jam olahraga dia langsung ganti baju dan duduk di bangkunya menunggu pergantian pelajaran. Padahal biasanya dia akan mengulur waktu di kantin hingga rasa lelahnya hilang.Jam berikutnya pasti dia mengantuk, alasannya karena kelelahan habis pelajaran olahraga. Terkadang tidak segan-segan dia menjatuhkan kepalanya pada meja dengan mata sayu, padahal guru sedang menerangkan dipapan tulis.Tapi hari ini dia sangat semangat di sekolah."Nanti pulang sekolah kita ke mall yuk. Lagi ada promo di spora, tauk. Sekalian nonton." Beca menoleh pada Nayla, gadis itu tidak merespon sama sekali. Nayla fokus ke papan tulis. Tangannya mencoret buku.Saat Beca ingin melanjutkan bicara telapak tangan Nayla mengara
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te