Suara pesan handphone-nya berbunyi, Raka tersenyum saat melihat nama Nayla.
Dia belum berani mengubah nama itu di handphone-nya untuk sebutan yang lebih manis.NAYLA ANASTASYA
Yang, aku rinduRAKA NICHOLAS
😍😘NAYLA ANASTASYA
Hanya itu ??Raka tak mau membalas lebih, pasti Nayla ingin bertemu dan keadaan tidak tepat.
Jangan paksa Nayla, nanti aku akan berlari ke arah kamu dan semuanya akan kacau.
Raka memegang rambutnya dengan frustasi.
NAYLA ANASTASYA
nanti aku bisa mati karna menahan rinduRAKA NICHOLAS
Jangan bicara asal !! kalau kita ketemu aku akan sangat marah.NAYLA ANASTASYA
MaafRaka memutar arah mobilnya menuju cafe Bagas, perlu waktu untuk sampai ke sana, dia melewati lampu merah. Raka tersenyum saat melihat Nayla sudah ada di tempat parkiran. "Kok di luar?" tanya Raka saat keluar dari mobilnya. "Sengaja nungguiin kamu." Nayla menghampiri Raka lalu memeluk laki-laki itu dengan manja. "Aku kangen," bisiknya. "Mau jalan-jalan?" ucap Raka seraya membelai rambut panjang gadisnya. "Kemana?" Nayla melepaskan pelukannya lalu menatap Raka dengan lekat. "Banyak yang bisa dilihat di pinggiran kota ini," ucap Raka. Nayla mengangguk. Dia hendak berjalan ke arah mobil. "Kita jalan kaki nggak pake mobil," ucap Raka menahan tawa."Hah?" Padahal Nayla sudah memegang pintu mobil Raka. Dipikir pasti naik mobil karena Raka berdiri di dekat mobil. "Nggak mau ahk. Capek," ucap Nayla manja.
Nyatanya ucapan Raka bertolak dengan tindakannya. Raka menyuapi Nayla saat dia memakan sate, setusuk itu mereka makan bergantian tapi lebih banyak Raka yang makan. Raka ingin membuat moments ini hanya untuk mereka berdua. Makanya dia pesan seporsi aja. Biar ada kerjaan. "Aa." Raka membawa satu ke mulut Nayla. Gadis itu menuruti apa yang dilakukan Raka. Ya, dia suka dimanjakan Raka, dan tidak bisa menolak. "Minum." Nayla menunjuk minuman dengan matanya. Beneran itu keadaan terpaksa karena Raka masih memegang tangan kirinya dengan kuat, tapi itu juga adalah hal menyenangkan. Raka mengambil gelas teh manis dan membawanya ke dalam mulut Nayla, gadis itu menyerut sedotan dengan tatapan bahagia. Nayla membuat Raka melupakan masalahnya sejenak. Dia butuh Nayla untuk menenangkan hatinya. &
Reno menatapi pakaian Tina dengan sorotan tidak suka. Hari ini dia menemani Tina nge'dj disebuah club malam di Jakarta. Dan seperti biasa akan ada perdebatan sedikit antara mereka saat Tina sudah mau naik ke panggung. "Baju kamu nggak bisa cari yang agak tertutup," protes Reno, menurutnya pakaian Tina kurang bahan. "Udahlah Ren, nggak usah mulai. Ini udah sopan. Setiap aku mau manggung kamu selalu protes," runtuk Tina tanpa peduli ekspresi wajah Reno yang menaikan alisnya. "Kayak gini kamu bilang sopan!" "Aku udah bilang kamu nggak usah ikut, nggak usah anter aku. Kayak gini nih yang bikin aku males. Kamu banyak komentar." Tina merapihkan rambutnya di depan kaca ruang ganti. Dia melirik Reno dari kaca, bentar lagi juga cowok itu akan mengalah, sama seperti biasanya. Reno harus paham ini adalah tanggungjawab pekerjaan. "Se
Tina tercekat, saat tangan Reno sudah masuk ke dalam kaus bajunya dan meremas bagian sensitifnya. "Ren, Stop! Kita di parkiran Ren." Tolak Tina saat tangan Reno sudah mulai liar. "Maafin aku sayang." Reno berdecak kesal. "Hm." Tina menoleh Reno, laki-laki itu tampak tidak bersemangat. Tina memilih diam dan bersender ke dalam bangku ia tidak menyetel music. Baginya cukup music di club yang sudah memenuhi telinganya.Reno pasti marah, tapi ia juga belum siap untuk melakukan hal sejauh itu. "Tidur aja, nanti kalau udah sampai rumah aku bangunin," ucap Reno, matanya fokus dengan setirannya. Reno mengelus puncak rambut gadis itu. Tina mengangguk dan menutup matanya. Saat sampai di depan rumah Tina. Reno menyentuh rambut panjang Tina yang menutupi mata gadis it
Hari ini karena bosan tidak punya kegiatan, Nayla meminta kawan-kawannya untuk berkumpul di rumahnya. Nayla, Rangga, dan Beca sangat ribut hingga suara mereka bergema di dalam kamar Nayla. Setiap celotehan mereka pasti disahuti dengan gelak tawa. Mereka membuka laptop mencari destinasi tempat liburan. Tina duduk di sofa sibuk dengan handphone-nya, ia menyibukkan dirinya sendiri. Mereka berkumpul di kamar Nayla. Kamar itu terlihat berantakan seperti kapal pecah, karena ulah ketiga kawannya itu. "Tina. Lo diem aja dari tadi. Lo nggak mau comment tempat yang bakal kita kunjungin." Rangga menoleh pada Tina. "Serah kalian, gue ikut aja," sahu
"Gue belum selesai searching, Becak!" gerutu Rangga. "Nggak usah protes deh, kepala onta. Bentar aja, buat seru-seruan aja. Nantikan bisa lanjut lagi!" ucap Beca, dan ketiga-kawannya mengikuti kemauan Beca. "Jadi kemana mata pulpen ini mengarah harus melakukan truth or dare. Kalian siap?" Beca memutar penanya. Ketiga kawannya mengangguk terpaksa.Pulpen diputar, lalu berhenti pada Beca. "Mampus lo!" Maki Rangga, sekarang ia malah semangat, "Pilih truth or dare?" teriak Rangga semangat. "Aneh ya. Gue yang ngusulin game ini malah gue yang kena duluan." Beca mengerutkan dahinya, "Truth ...Gue nggak punya rahasia cuii, jadi gakpapa mau nanya sama gue apa aja, bebas." "Lo berapa kali ciuman sama Bagas?" tanya Rangga denga
Malam ini akhirnya datang juga, acara perpisahan sekolah Budi Mulia. Halaman sekolah didecor semenarik mungkin, di depan pusat halaman sudah ada panggung untuk para murid yang akan memberikan pertunjukan. Panggung dihiasi bunga-bunga palsu dan daun hijau. Band music juga sudah disewa sekolah. Dipinggir lapangan sudah ada bazar makanan dan juga tenda yang didecor untuk background foto. Tema malam ini adalah party, semua boleh mengenakan pakaian pesta sesuai kemauan sendiri.Nayla melangkahkan kakinya ke arah bazar makanan. Dia mengambil Sosis Mozarella kemudian duduk di bangku depan panggung menikmati band sekolah yang sedang pentas. Nayla melihat kanan kiri mencari seseorang. Raka sudah berjanji akan menjemputnya tapi kenyataannya laki-laki itu ingkar. Nayla melihat ke arah luar ada bunga selamat datang untuk mempermanis lorong masuk. Re
Nayla berjalan sedikit menendang angin dan mengarah pada rumput yang ada di bawah tanah. Untuk siapa dirinya berdandan secantik ini, bahkan manusianya pun belum terlihat atau memberi kabar. Nayla melihat acara sangat meriah, tapi sungguh dia sangat bosan. "Raka belum dateng, La?" Tina datang tanpa tahu dari mana datangnya. Nayla hanya menggeleng tidak ingin mengeluh. Itu akan membuat Tina ngoceh tidak jelas. Kali ini Nayla lagi tidak mood dengan itu. "Yok kita duduk dekat panggung aja daripada lo nekuk muka di sini, bagusan dengerin music." Tina menggandeng tangan Nayla, sahabatnya itu mengikuti dengan pasrah. "Apa mau gue telpon Doni, nanyain dimana Raka." "Nggak usah Tina, gue nggak mau keliatan maksa. Dia pikir dia siapa! Bikin gue nungguin kayak gini. Dia terlalu