"Ren, Stop! Kita di parkiran Ren." Tolak Tina saat tangan Reno sudah mulai liar.
"Maafin aku sayang." Reno berdecak kesal.
"Hm."
Tina menoleh Reno, laki-laki itu tampak tidak bersemangat. Tina memilih diam dan bersender ke dalam bangku ia tidak menyetel music. Baginya cukup music di club yang sudah memenuhi telinganya.
Reno pasti marah, tapi ia juga belum siap untuk melakukan hal sejauh itu.
"Tidur aja, nanti kalau udah sampai rumah aku bangunin," ucap Reno, matanya fokus dengan setirannya. Reno mengelus puncak rambut gadis itu. Tina mengangguk dan menutup matanya.
Saat sampai di depan rumah Tina. Reno menyentuh rambut panjang Tina yang menutupi mata gadis it
Hari ini karena bosan tidak punya kegiatan, Nayla meminta kawan-kawannya untuk berkumpul di rumahnya. Nayla, Rangga, dan Beca sangat ribut hingga suara mereka bergema di dalam kamar Nayla. Setiap celotehan mereka pasti disahuti dengan gelak tawa. Mereka membuka laptop mencari destinasi tempat liburan. Tina duduk di sofa sibuk dengan handphone-nya, ia menyibukkan dirinya sendiri. Mereka berkumpul di kamar Nayla. Kamar itu terlihat berantakan seperti kapal pecah, karena ulah ketiga kawannya itu. "Tina. Lo diem aja dari tadi. Lo nggak mau comment tempat yang bakal kita kunjungin." Rangga menoleh pada Tina. "Serah kalian, gue ikut aja," sahu
"Gue belum selesai searching, Becak!" gerutu Rangga. "Nggak usah protes deh, kepala onta. Bentar aja, buat seru-seruan aja. Nantikan bisa lanjut lagi!" ucap Beca, dan ketiga-kawannya mengikuti kemauan Beca. "Jadi kemana mata pulpen ini mengarah harus melakukan truth or dare. Kalian siap?" Beca memutar penanya. Ketiga kawannya mengangguk terpaksa.Pulpen diputar, lalu berhenti pada Beca. "Mampus lo!" Maki Rangga, sekarang ia malah semangat, "Pilih truth or dare?" teriak Rangga semangat. "Aneh ya. Gue yang ngusulin game ini malah gue yang kena duluan." Beca mengerutkan dahinya, "Truth ...Gue nggak punya rahasia cuii, jadi gakpapa mau nanya sama gue apa aja, bebas." "Lo berapa kali ciuman sama Bagas?" tanya Rangga denga
Malam ini akhirnya datang juga, acara perpisahan sekolah Budi Mulia. Halaman sekolah didecor semenarik mungkin, di depan pusat halaman sudah ada panggung untuk para murid yang akan memberikan pertunjukan. Panggung dihiasi bunga-bunga palsu dan daun hijau. Band music juga sudah disewa sekolah. Dipinggir lapangan sudah ada bazar makanan dan juga tenda yang didecor untuk background foto. Tema malam ini adalah party, semua boleh mengenakan pakaian pesta sesuai kemauan sendiri.Nayla melangkahkan kakinya ke arah bazar makanan. Dia mengambil Sosis Mozarella kemudian duduk di bangku depan panggung menikmati band sekolah yang sedang pentas. Nayla melihat kanan kiri mencari seseorang. Raka sudah berjanji akan menjemputnya tapi kenyataannya laki-laki itu ingkar. Nayla melihat ke arah luar ada bunga selamat datang untuk mempermanis lorong masuk. Re
Nayla berjalan sedikit menendang angin dan mengarah pada rumput yang ada di bawah tanah. Untuk siapa dirinya berdandan secantik ini, bahkan manusianya pun belum terlihat atau memberi kabar. Nayla melihat acara sangat meriah, tapi sungguh dia sangat bosan. "Raka belum dateng, La?" Tina datang tanpa tahu dari mana datangnya. Nayla hanya menggeleng tidak ingin mengeluh. Itu akan membuat Tina ngoceh tidak jelas. Kali ini Nayla lagi tidak mood dengan itu. "Yok kita duduk dekat panggung aja daripada lo nekuk muka di sini, bagusan dengerin music." Tina menggandeng tangan Nayla, sahabatnya itu mengikuti dengan pasrah. "Apa mau gue telpon Doni, nanyain dimana Raka." "Nggak usah Tina, gue nggak mau keliatan maksa. Dia pikir dia siapa! Bikin gue nungguin kayak gini. Dia terlalu
"Dateng terlambat ngapain, bagusan nggak usah dateng, kan kasian orang yang nungguin! Kamu udah janji loh, Yang. Kalau kamu lupa." "La, dengerin aku. Aku minta maaf ya." Minta Raka sungguh-sungguh. "Ada urusan yang mesti aku urus, penting La." "Kamu harusnya jangan janjiin aku apa-apa. Kalau kamu nggak bisa datang ya gakpapa." Nayla menghela nafas menatap Raka. "Aku nggak suka dijanjiin. Aku bisa cari cowok lain." Raka membalas tatapan Nayla. "Aku tau kamu cintanya sama aku." "Raka Nicholas Ciputra kamu terlalu percaya diri! Bisa aja hati aku itu cepat berubah." Nayla menaikan bahunya dengan sombong. "Aku berdoa sama Tuhan biar kita sama terus dan kamu akan selalu cinta sama aku."Raka memeluk Nayla dengan manis. "Maafin ya. Aku cinta sama kamu sampai aku sendiri nggak bisa ngendali
Nayla menghentikan langkahnya saat Raka sudah dekat dengan mobilnya. Jangan nangis! Jangan lagi manggil! Jangan lagi manggil Nayla. Wanita itu menggigit bibirnya mencoba sekuat tenaga untuk membiarkan laki-laki itu pergi. "Raka Nicholas Ciputra! Lo mau gitu aja ninggalin Nayla?! Sebenarnya dia itu siapa lo?" teriak Tina yang sudah berdiri di depan Nayla, matanya tajam memandang Raka. Raka menghentikan tangannya yang sudah memegang pintu mobil, pikirannya sangat kacau. Ia baru sadar melepaskan tangan Nayla. Tapi, Jenni sedang membutuhkan dia. Jenni pingsan dan sekarang ambulans sedang membawanya ke rumah sakit.Raka membalikan tubuhnya melihat ke arah Nayla yang sedang berdiri menatapnya. "Lo tegas dong, La. Jangan diem aja!" Tina pasang badan paling depan m
Beca memandang Tina yang duduk di depan, gadis itu diam tak bersuara, lalu Beca melihat Nayla yang duduk di sampingnya. Nayla kusut dengan wajah yang sedih. Beca hanya diam, prihatin. Kedua kawannya itu tampak tidak sedang ingin mendengar suara orang. "Lo gakpapa? Kita nginap bareng gimana?" tanya Beca pada Tina, mobil mereka sudah berhenti di depan rumah Tina. "Sorry Bek, gue lagi butuh sendiri," jawab Tina, lalu berkata pada Nayla. "Lo gakpapa kan, La?Sorry gue tadi ikut campur," ucap Tina pada Nayla. "Gue-- Gue malah makasih banget sama lo. Tenang aja gue baik-baik aja kok. Lo juga jangan sedih." Nayla tersenyum, kemudian Tina keluar dari mobil Rangga. "Istirahat ya Tina besok gue telpon," ucap Rangga, Tina tersenyum.Mungkin Tina benar. Nayla sud
Nayla mencoba tidur, tapi tidak bisa tidur. Dia bangun dari tempat tidurnya, berdiri dan berjalan mundar-mandir sambil mengigit jarinya.Tidak dia tidak menunggu kabar dari Raka, sebagian kecil hatinya sedang tidak mau bicara dengan Raka.Pukul satu malam matanya masih segar, kemudian duduk di meja belajarnya membuka laptop dan mengutak-atik. Dia membuka kembali formulir yang ingin dia isi dulu. Nayla menatap layar itu dengan lekat, masih ragu lalu menutup laptopnya. * Nayla * "Raka dari mana aja kamu? Mama nungguin dari semalam. Kamu nginap dimana? Kok kucel banget," ucap Anjani, saat melihat Raka sudah duduk di meja makan melahap mie instan. Sebenarnya dia tidak terlalu suka makan mie instan tapi pernah makan. Entahlah dia hanya rindu ingin makan mie instan. &
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te