“Wah, tumben jeng masuk-masuk bawa martabak. Dua kotak pula.”tanya Zia dengan mata membesar begitu melihat Nara masuk ke dalam ruang kerja dengan tangan menenteng kantong yang berisi dua kotak martabak.
Nara menghela napas sambil menarik kursi kerjanya,”Di rumah ada banyak, setelah tadi malam makan martabak, pagi ini aku juga sarapan martabak. Bahkan mamaku sampai mengancam kalau aku enggak mau bawa ini martabak ke kantor hari ini aku enggak boleh berangkat kerja. Baru kali ini aku merasa menyesal nitip martabak.”jawabnya panjang lebar. “Kok bisa?”tanya Zia sambil membuka salah satu kotak lalu memakannya,”Eh satu kotak ini kasih anak-anak saja ya.”sarannya sambil berteriak memanggil nama salah satu pegawainya.# “Mbak Nara ulang tahun?”tanya Nadira bingung waktu dirinya yang muncul di balik pintu dan menerima sekotak martabak yang disodorkan oleh Zia. Nara menggeleng,&rKira-kira jadi enggak ya Nara terpaksa tunangan? Ditunggu ya kelanjutan ceritanya. Jangan lupa vote ya 😄😄 Thank you😘😘😘
Arka yang baru tiba di rumah menemukan adik bungsunya berdiri tanpa bergeming di depan pintu rumah,”Kamu kira pintu rumah kita itu otomatis.” ujarnya sambil mendorong bahu Nara dengan jari telunjuknya.“Eh,mas kapan pulang?” tanya Nara datar tanpa ekspresi namun bersikap seakan dirinya terkejut, karena ia sama sekali tidak menyadari kehadiran kakaknya itu. Isi pikirannya penuh dengan rencana untuk mengagalkan pertunangan, yang tiba-tiba muncul entah dari mana.“Dari tadi itu kamu benaran bengong?” tanya Arka sambil menggelengkan kepalanya.Nara menoleh pelan lalu memandang Arka dengan alis terangkat karena ia sama sekali tidak menyimak kata-kata kakaknya itu.“Kamu lagi mikirin apa sih?” tanya Arka lagi melipat tangan di depan dada sambil memiringkan kepalanya,”Setahuku bengong itu termasuk salah satu hal yang paling jarang kamu lakukan dalam hidup.” ujarnya lagi dan s
Jadi berdasarkan keputusan yang dibuat secara sangat buru-buru kemarin malam, sore ini Nara dan Ara akan membicarakan masalah mengenai rencana untuk mengagalkan acara pertunangan yang seharusnya mungkin saja akan diselenggarakan bagi mereka berdua.“Kamu belum mau pulang?” tanya Embun yang sudah selesai merapikan meja kerjanya dan melihat hanya tinggal Nara yang masih belum mengalihkan pandangannya dari layar laptop.“Aku tahu sih ini buru-buru tapi inikan bisa dikerjakan di rumah.” ujar Zia sambil menunjuk anggaran untuk pameran yang sedang dikerjakan oleh Nara,”Biasa juga kamu bawa pulang.” tambahnya lagi.Nara menoleh menatap kedua rekannya itu bergantian,”Aku lagi nunggu orang, jadi mending sambil nunggu sekalian aku kerjain.” jelasnya ringan.Perlahan namun pasti Embun dan Zia menarik kursi kerja mereka masing-masing dan kembali duduk.“Kok kalian yang
Seakan ada yang terlupa, Arka tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamar Nara bahkan tanpa mengetuk pintu.“Kenapa mas?” tanya Nara tanpa sadar menahan napas dengan mata membesar sambil memeluk piamanya.“Aku lupa bilang kalau dari kemarin itu aku mau kenalin kamu sama temanku.” sahut Arka sambil menenteng handuk di tangannya.“Teman mas? Teman mas bukan hanya mas Ara?” tanya Nara sambil menarik napas lega, karena kakaknya membahas hal lain.Arka memutar matanya sambil menghela napas,”Kalau sejenis itu anak enggak perlu dikenalin juga kamu bakal kenal sendiri.” ujarnya lelah,”Ini serius nanti kapan-kapan mas ajak ke rumah. Eh, mas mandi duluan ya.” tambahnya lagi sambil berjalan keluar dari kamar Nara.“Tumben amat si mas.” gumam Nara sambil menggelengkan kepalanya.#“Mas! Mas!” panggil Nathan untuk kesekian kalinya. Ja
“Kenapa kita harus meeting di rumahku?” tanya Nara begitu dirinya kini ada di dalam mobil Embun.“Itu karena hari ini tante Linda masak nasi kuning.” sahut Zia yang duduk di sebelah Embun.“Mamaku masak nasi kuning? Kenapa kalian bisa tahu dan aku enggak” protes Nara dengan alis terangkat.#“Kamu mau ngapain beli keripik kentang begitu banyak?” tanya Arka saat melihat sahabatnya turun dari mobil.Ara yang juga baru tiba di depan rumah Arka segera mengangkat barang bawaannya,”Buat tante Linda.” sahutnya ringan.“Wah kok kamu bisa pas bawanya.” sambut ibu Linda yang senang dengan sekantong besar keripik yang baru saja diberikan oleh Ara kepadanya.“Kan kemarin tante sudah bilang.” bisik Ara sambil mengedipkan sebelah matanya.“Mama masak nasi kuning banyak begini?” tanya Arka menunjuk meja makan y
“Halo!” sapa Ara begitu masuk ke dalam kantor Nara.“Halo mas!” sahut Nadira yang terkejut begitu melihat Ara tiba-tiba muncul di kantor dengan kedua tangan menenteng donat,”Silahkan duduk.” ujarnya mempersilahkan.Galang yang terlihat bingung terus menatap rekan kerjanya itu dengan pandangan penuh tanya.“Ini mas yang kurang lebih calon suaminya mbak Nara.” bisik Nadira cepat,”Sudah kamu masuk sana kasih tahu para mbak bos.” pintanya.#“Mas yang kurang lebih calon suami mbak Nara sudah datang.” kata Galang begitu membuka pintu ruang kerja para bosnya.Nara menoleh sambil menarik kedua sudut bibirnya,”Makasih ya.” sahutnya.“Mas yang kurang lebih calon suami?” ulang Embun sambil menahan tawa.“Kamu serius mau suruh mas Ara ke sini tiap hari?” tanya Zia dengan dahi berkerut.Nara menghela napas lelah,”Mau bagaimana lagi? Daripada tiap hari dia muncul di rumah.” jelasnya.#“K
“Tadi pagi itu ada pasien korban tabrak lari sus?” tanya Arka yang baru tiba di rumah sakit saat melewati ruang gawat darurat yang terlihat cukup sibuk.Perawat yang bertugas di UGD sejak tadi malam langsung mengangguk,”Keadaannya gawat banget dok dan sekarang sedang di ruang operasi sama dokter Nara.” jelasnya.“Kejadiannya di seberang rumah sakit ya?” tanya Arka sambil menunjuk ke arah luar, karena tadi ia masih melihat kendaraan yang penyok juga kerusakan yang ditimbulkan.“Jadi ceritanya itu dokter Nara yang menemukan korban tabrakan.” ujar perawat itu lagi menceritakan kejadian tadi pagi.“Itu anak kenapa sih dari kemarin pagi-pagi sudah berkeliaran di rumah sakit.” gumam Arka menghela napas pelan karena bingung.#“Itu muka pagi-pagi, kenapa senang banget?” tanya Embun begitu masuk dan menemukan Zia menopak dagu, memandangi dompetnya sambil tersenyum.“Karena dari kemarin ada mas Ara yang terus datang bawa ma
“Akhirnya aku bisa bangun lebih siang!” seru Ara begitu membuka mata pagi ini, ia merasa sangat senang karena akhirnya tidak perlu lagi harus bangun pagi-pagi untuk melarikan diri dari ibunya. Dengan malas ia bergoyang ke kanan dan kiri sisi tempat tidur, nyaris menggulung seluruh tubuhnya di dalam selimut.#“Wah kamu yang bikin sarapan?” sapa Ara ceria begitu turun melihat adik bungsunya sedang sibuk di dapur.Nathan menoleh dan menatap kakaknya itu dengan mata membesar, ”Mas itu kalau lagi senang kira-kira dong! Masa mau pergi ke rumah sakit pakai baju yang warnanya tabrakan kayak begitu? Norak tahu!” tegurnya, ”Baju merah, celana kuning tinggal dikasih topi hijau sudah jadi lampu lalu lintas mas.” ujarnya lagi sambil menggelengkan kepala.“He..he..he...efek tidur cukup kadang bisa berbahaya juga ya ternyata.” sahut Ara malu sambil memutar badan hendak kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.#“Wah tumben banget itu an
“Mbak bos? Ini makanan banyak amat? Ada acara syukuran ya kita?” tanya Galang begitu tiba di kantor dan melihat ada begitu banyak kantong makanan di atas meja panjang yang ada di tengah kantor.“Lumayan kan bisa buat sarapan, makan siang sampai camilan sore.” sahut Nara sambil mengangkat alisnya.Embun yang ikut bergabung sampai mengerutkan dahinya, ”Memang kemarin kita beli sebanyak ini ya?” tanyanya.“Berkat Zia kita jadi beli banyak banget mbak. ”sahut Nara mengingatkan sambil merentangkan kedua tangannya.#“Jadi yang dari tadi nungging itu ternyata kamu Tan?” sapa Ara begitu mengenali siapa pegawai kedai Nathan yang mengalami luka bakar.“Mas, pelan-pelan ya.” pinta Tatan dengan suara memohon, ”Perih nih.” ujarnya merana.“Siapa suruh kalian malah main-main pakai korek pemanggang?” tegur Nathan sambil mengge
“Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y
“Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,
“Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi.“Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan.“Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#“Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya.“Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.#“Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.“Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih m
“Mbak! Itu tante Ratih datang.” ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.“Ini kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.” jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.“Mbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?” kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, ”Itu tante Ratih sudah di depan.” katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.“Kamu telat.” balas Nadira cepat.#“Kok kalian masih di sini?” tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.“Kami di sini sih enggak masalah mas.” jawab Zia dengan wajah cemas, ”Yang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.” jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z
“Kamu serius?” tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.“Iya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.” Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, ”Nanti biar aku yang coba cari gantinya.” kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, ”Sayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.” katanya sambil mengapit lengan Arka, “Ayo kita pulang.” ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.“Iya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.” ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#“Mas! Mas
“Mas Arka! Kok baru pulang?” tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.“Habis seminar.” jawab Arka singkat, ”Kalian kenapa bisa sama-sama?” tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, ”Mana ada seminar sampai jam sebelas malam?” tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.“Mas kenapa malah kayak orang bingung begitu?” tanya Nara ikut menimpali.“Macet! Macet!” jawab Arka akhirnya, ”Jadi kenapa kalian bisa sama-sama?” ulangnya sengaja mengalihkan.”Terpaksa ketemu mas.” jawab Nara singkat.“Mustinya diriku yang bilang begitu.” balas Ara tidak terima, ”Tahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.” gerutunya sebal.“Memang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!” omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik
“Mbak! Hasil video minggu kemarin enggak bisa dibuka!” seru Galang panik langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ketiga mbak bosnya itu.Sontak ketiganya langsung menoleh menatap satu-satunya pria di kantor mereka itu.“Bagaimana bisa? Punya Alya dan Devan kan kemarin semua sudah di cek. Baik-baik saja kok.” ujar Embun yakin.Galang menunjuk ke arah luar ruangan, “Yang bermasalah itu punya Lusi dan Bima mbak.” terangnya dengan wajah yang dipenuhi dengan kecemasan.Mendengar itu mata Nara langsung membesar, ”Kok bisa? Kamu yakin kemarin enggak ada salah?” tanyanya memastikan.“Yakin mbak!” jawab Galang yakin.“Kamun coba cek lagi, kalau masih enggak bisa segera pergi ambil lagi video mentahannya ke tempat mas Baro.” ujar Zia cepat.“Nanti aku yang akan kasih tahu kantor mas Baro.” tambah Nara lagi.#“Ma aku sudah bilang kan dari kemarin. Itu bukan urusan kita.” jelas Ara untuk kesekian kalinya.
“Wah! Ini hadiah ulang tahun buat mama?” tanya ibu Linda dengan mata berbinar begitu melihat batu kecil yang menghiasi kalung pemberian ke dua anaknya.Arka tanpa sadar tersenyum senang begitu melihat reaksi ibu Linda, ”Nara yang pilih ma. Terus Nara yang satu lagi kasih ide untuk kasih mama perhiasan.” jelasnya, “Wah! Aku baru tahu kalau mama suka sama benda yang satu ini.” komentar Arka yang tidak menyangka kalau ibunya akan sesenang ini.Ibu Linda yang masih memasang senyum lebar sibuk mengenakan kalung barunya, “Cuma wanita aneh yang menolak benda cantik begini.” katanya ringan.Nara yang mendengar kata-kata ibunya mau tidak mau mengingat dua kejadian waktu di mana dirinya ribut menolak pemberian Ara juga ibu Ratih.“Kamu kok malah bengong?” tegur ibu Linda sambil menyenggol lengan putrinya itu.#“Ini bagaimana dong?” keluh Zia sambil menopak dagu dengan kedua tangannya.Nara yang juga belum lama tiba di kantor ikut
Karena Arka dan Rio harus pergi menjemput dokter Tio beserta istrinya jadilah Nara dan seisi kantornya malah ikut menemani Ara di UGD, bukan menemani lebih tepatnya mereka semua penasaran kenapa para dokter itu ramai-ramai menangis.“Mas sudah jangan diam begitu kenapa? Bikin takut orang tahu.” tegur Nara pada Ara yang hanya duduk diam di sebelahnya tanpa mengatakan apa pun.Ara yang tadi sempat terisak saat menghadapi kepergian Danu hanya menghela napas panjang.“Mas enggak mau makan?” tanya Galang yang baru datang sambil menyodorkan hamburger yang baru saja dibelinya bersama Nadira dari restoran cepat saji di depan mal.Namun bukannya menanggapi Ara malah hanya mengangkat kepala menatap ke arah Galang yang berdiri di hadapannya.“Ada apa mas?” tanya Galang yang kebingungan dengan maksud tatapan yang ditujukan kepadanya.Terlihat ada rasa penyelasan di mata Ara, ”Seharusnya jangan aku angkat waktu itu.” gumamnya pelan