Tiga hari sudah pasangan suami istri itu mengurangi interaksi mereka bila di depan Yanti. Hari ini, dia berniat ingin mencoba mendekati Irwan. "Aku harus dandan yang cantik. Terus nyamperin Mas Irwan deh, di kiosnya. Sekalian melihat keadaan dan perkembangan hubungan mereka sudah sampai mana merenggangnya."Yanti pun bersiap dan berdandan secantik mungkin. Di depan kios Irwan, dia mencoba melihat ke dalam dengan mengendap-endap.Berlagak sebagai pembeli. Dia melihat-lihat barang yang terpampang di rak.Saat suasana semakin sepi, dia memberanikan diri untuk bertanya, "Mas, kok, cemberut. Lesu gitu mukanya, ada apa?"Irwan tak memandang ke arahnya. Berusaha tak mengabaikan pertanyaan Yanti. "Mas, lagi berantem sama Rani, ya?"Irwan tak langsung menjawab. Sekitar 3 menit dia terdiam, baru ia menjawab. "Kok, kamu tau? Kamu memata-matai rumah kami, ya?""Nggak, kok, Mas!" bantahnya dengan cepat. Ia terdiam sejenak. "Apa karena masalah kemarin?""Masalah apa?" tanya Irwan sinis. Ia bern
Seperti biasa, hari ini Irwan pulang pukul 3 sore. Dia sudah tak sabar lagi menunjukkan rekaman suara itu kepada istrinya dan membongkar semua rencana Yanti. Ia ingin sekali terlepas dari rencana yang membuatnya tidak bebas. "Assalamu'alaikum," Sudah menjadi kebiasaan di keluarga itu, keluar masuk mengucapkan salam. "Wa'alaikumussalam." Irwan menutup pintu rumah, baru 'lah setelahnya Rani mencium punggung tangan suaminya itu. "Minum dulu, Mas!" Rani sudah menyiapkan secangkir teh hangat kesukaannya. Memang sangat pengertian sekali istrinya itu, dia pun kemudian menyesap teh yang dibuatkan Rani tadi. "Alhamdulillah! Makasih ya, Sayang!" ucapnya tulus. Rani tersenyum dan mengangguk. "Yank..! Sini! Duduk di samping, Mas!" Irwan menepuk-nepuk tempat di sampingnya, meminta Rani untuk duduk mendekatinya. Rani pun menghampiri. Irwan juga mendekap Rani yang duduk di sampingnya kemudian mencium keningnya. Irwan menyodorkan hapenya. Rani paham apa maksud suaminya, lalu mereka mendengark
Sekitar lima belas menit kemudian, Andra sampai di rumah kakaknya itu. "Assalamu'alaikum," ujarnya mengucap salam. "Wa'alaikumussalam." Rani membuka pintu, nampaklah sosok adeknya yang tengah menenteng plastik berisi makanan. "Ini, Kak! Makanannya.""Terimakasih! Kamu mau masuk dulu?""Kakak sakit, ya? Wajah Kakak, kok, pucat banget!""Hanya sakit kepala, dari kemarin sakit kepala terus. Makanya minta tolong kamu beliin makanan ini!""Kakak sendirian? Mas Irwan ke mana?""Mas Irwan lagi kerja, kamu masuk dulu, gih!"Andra yang merasa khawatir dengan keadaan kakaknya, memutuskan untuk masuk sebentar. Kejadian itu, kebetulan sekali disaksikan oleh si Yanti. Pas sekali dia hanya mendengar kalimat Andra yang menanyakan keberadaan Irwan. "Wah, parah banget sudah si Rani ini! Dengan beraninya dia menyuruh laki-laki itu masuk, di saat Mas Irwan lagi nggak ada di rumah," lirihnya. "Pasti mereka mau berbuat hal yang tidak-tidak. Mereka memanfaatkan situasi yang sepi ini.""Ini warga pada
Tangan Rani gemetar memegang benda tipis itu. Matanya berkaca-kaca ketika melihat 2 garis merah yang muncul. "Alhamdulillah," Rasa bahagia di hatinya tak dapat digambarkan. Ia meletakan alat itu kembali ke dalam plastiknya dan meletakkannya di rak sabun, kemudian mengambil wudhu untuk menunaikan sholat subuh. Saat Irwan pulang dari mesjid, Rani pun juga selesai melaksanakan sholatnya. "Mas, lihat ini!" Rani pergi ke kamar mandi berniat ingin mengambil testpack tadi dan menunjukkan hasilnya kepada Irwan. Irwan menunggu di dalam kamar. Rani kembali dengan sesuatu di tangannya. "Apa itu, Yank?" tanyanya. "Hasil tes tadi! Coba Mas lihat!"Irwan tersenyum lebar saat melihat hasil yang ditunjukkan istrinya tadi. "Alhamdulillah! Ini beneran 'kan hasilnya?""Insya Allah, Mas! Waktu hamil Naufal juga kayak gitu hasilnya.""Alhamdulillah, Yank! Akhirnya Naufal punya adek juga!" ucapnya senang. "Pantes berapa hari ini kamu sering sakit kepala! Rupanya ini penyebabnya. Nanti, sore kita per
Sekarang Rani tau siapa yang sudah mengirimkan pesan ini. "Dasar emang ulat bulu gatel. Tenang saja! Setelah ini aku akan pastikan kau tidak akan berani mendekati Mas Irwan, bahkan sekedar berkirim pesan," ucapnya dengan seringai yang sulit diartikan. Rani berniat ingin mengerjai Yanti dan ingin membuka semua kebusukannya, supaya dia berhenti mengganggu rumah tangganya. Yanti terlihat senang, ketika melihat pesannya sudah dibaca dan Irwan sedang mengetik balasan. "Aa...! Mas Irwan sudah baca dan mau balas juga. Pasti Mas Irwan tergoda karena melihat tubuhku," ucapnya. "Mungkin dia ingin meminta fotoku lagi."Ting... Pesan balasan dari Irwan yang sebenarnya diketik oleh Rani, masuk ke ponsel Yanti. [Wah, ternyata kamu, Yanti? Sexy juga, ya, tubuhmu!]"Nah...! Benarkan? Tadi saja, kamu sok cuek dan galak,Mas! Sudah dikasih liat tubuhku yang memakai lingerie saja, kamu langsung berubah pikiran. Apalagi, kalau kamu melihat aku tanpa sehelai benang pun yang melekat, pasti kamu sepert
Teriakan Rani membuat Irwan terkejut dan segera mendatangi Rani ke dalam kamar. "Kenapa, Yank?" Melihat Rani yang gemetar Irwan menjadi panik. "Yank?" panggilnya lagi. Tapi, Rani tak merespon apapun. Tangannya masih saja gemetaran. Mata Rani yang masih tertuju pada ponselnya membuat Irwan memegang tangan istrinya itu. "Kamu habis liat apa, sih?" Tangan Irwan terulur untuk mengambil ponsel Rani. Namun, dengan sigap Rani menghentikan tangannya. "Mas, jangan lihat!" "Kenapa? Ada apa? Apa kamu melihat sesuatu yang mengerikan sampai berteriak seperti tadi?""Iya, Mas! Sangat mengerikan, makanya Mas jangan lihat.""Apa sih yang kamu lihat? Film horor?""Ini lebih mengerikan dari film horor, Mas!""Kalau kamu nggak mau kasih lihat, coba ceritakan apa yang kamu lihat sampai gemetaran seperti ini?""Aku nggak bisa cerita sama Mas! Takutnya, Mas nanti terbayang-bayang.""Cerita saja! Mas khawatir sama keadaan kamu!""Ini tentang Yanti, Mas!""Memangnya apa yang dia lakukan? Dia mengancamm
"Ke rumahku, Mas!" bisiknya. "Aku akan bantu, Mas, membalas perbuatan Rani karena sudah menyelingkuhi, Mas!""Emmm, kita lihat saja nanti!""Aku tunggu, ya, Mas?""Iya, tunggu saja! Sekarang bisakah kamu pergi? Saya lagi banyak pelanggan.""Iya, Sayangku!"Irwan jijik mendengar kata-kata itu dari mulut seseorang yang bukan istrinya. "Rani! Sebentar lagi, suamimu ini akan jatuh ke pelukanku. Setelah ini, kamu akan merasakan sakit yang sangat luar biasa," batinnya. Yanti pun berjalan dengan meliuk-liukan pinggulnya. Irwan segera mengirimkan rekaman suara itu kepada istrinya. [Yank! Dugaan kamu benar! Ulat bulu itu datang ke sini lagi, ia ngajakin ke rumahnya.]Rani membuka pesan yang baru saja dikirimkan suaminya. Ia benar-benar sudah menyangka akan hal itu. [Bagus, Mas! Nanti kalau ia melihat Mas pulang, pasti akan mengirimi pesan lagi. Saat itu kita akan jalankan rencana.][Ok! ]****Hari sudah menjelang sore, Irwan memutuskan untuk pulang. Tepat saat akan memasuki rumah, tiba-t
"Haa..! Mau kemana kamu?" Segerombolan bapak-bapak mengepung Yanti melalui pintu belakang. "Tahan dia, Pak!" seru Ibu yang bertubuh gempal. Kini Yanti terpojok. Ia sudah tak bisa lagi melarikan diri. Dua ibu-ibu memegangi Yanti, kemudian menyeret Yanti keluar dan mendudukkannya di sofa. Kini, Yanti berada di tengah antara kedua ibu tadi. Seorang Ibu yang gemas dengan kelakuan Yanti, menoyor kepalanya. "Enak aja, mau kabur! Nggak mau tanggung jawab kamu, atas perbuatanmu itu?""Kalau berani berbuat, harus berani bertanggung jawab!""Bu RT, Mbak Rani! Mau diapakan wanita ini?""Kasih pelajaran dan hukuman yang seberat-beratnya, Mbak Rani! Biar dia jera.""Iya, Mbak! Kami bersedia membantu Mbak Rani menghukumnya.""Iya! Kami juga ikut gemas kalau ada pelakor di kampung ini."Begitulah perkataan mereka. Yanti semakin takut dengan mendengarnya. "Mas Irwan..! Tolong aku! Bukankah hubungan Mas sama Rani sial4n ini sudah tidak harmonis lagi?" ucapnya memelas. "Kata siapa?" Irwan dan Ran