Arsen termenung di atas sajadah berwarna hijau, dalam kamarnya. Jam dinding menunjukan pukul tiga dini hari. Ia mengikuti saran guru ngajinya, jika mengalami masalah dan kesusahan, pergunakan waktu sepertiga malam untuk meminta petunjuk pada Allah.
Setelah hatinya sedikit tenang, Arsen memikirkan langkah selanjutnya. Jujur, rasa kecewa di hatinya masih membebani, ia tak pernah meminta apa pun pada Tuhan, tapi kali ini tidak, ia terus memohon dan meminta, ia menginginkan sesuatu setelah sekian lama dalam jumawa dan kesombongan, merasa tak butuh apa pun.
Ia ingin diberi rezeki istiqamah dalam keta'atan. Ingin mati husnul khatimah, Ingin diakui menjadi umat Muhammad kelak di akhirat. Ingin seluruh keluarganya bertaubat dan menjalankan agama ini dengan benar dan bertanggung jawab. Ingin menjadi anak salih yang berbakti pada kedua orangtuanya dan terakhir ... ingin Laila menjadi pendamping hidupnya, gadis salihah yang sederhana, yang dengan s
Dirman dan keluarganya tampak bahagia, mereka menikmati liburan di Puncak Bogor. Menyewa villa yang cukup mewah, dengan fasilitas kolam renang di dalamnya.Tapi wajah Dirman sedikit muram, beberapa malam ini ia dihantui mimpi yang membuatnya terbangun dan tak dapat tidur lagi. Mimpi almarhumah adiknya, Narti.Dalam mimpinya, Dirman seolah-olah melihat Narti yang sedang menangis, lalu datang Rusmin mengelus punggung adiknya itu, setelah itu keduanya berbalik, menatap Dirman dengan tajam.Anehnya tubuh adiknya itu terus menjauh bagai ditarik dari belakang, lalu mengecil dan terus mengecil, sampai akhirnya hilang ditelan kabut tebal berwarna putih.Suasananya berubah menjadi gelap, Dirman sendirian dalam ruangan itu. Rasa takut menjalar memenuhi urat nadinya, adrenalinnya memacu dengan keras, ingin segera berlari tapi kakinya terpasung. Nafasnya tersengal dan keringat dingin bercucuran.&nb
"Kuharap ... mama mengerti dan menerima keputusan ini dengan hati yang lapang," ucap Arsen setelah mengungkapkan perasaannya, mundur dari perjodohan dengan Heralin. Safira menangis, ia tak bisa berbuat apa-apa, Arsen bukan anak kecil lagi yang bisa dengan mudah ia dikte. "Tapi mama gak merestui hubunganmu dengan gadis yatim-piatu itu," kata Safira masih terisak. "Gadis yatim piatu? Siapa, Ma?" tanya Arsen bingung, siapa gadis yang dimaksud Safira, karena Laila menurutnya masih punya ibu, ia anak yatim, bukan yatim-piatu. "Ya, siapa lagi! Kalau bukan tukang cireng itu," ucap Safira ketus. Ia tak bisa membayangkan teman-teman sosialitanya membulinya habis-habisan, karena bermenantukan tukang cireng, akan ditaruh dimana mukanya? Safira bergidik ngeri. "Laila? Jadi Mama tahu kalau dia jualan cireng? Trus kata siapa dia anak yatim-piatu?" tanya Arsen, tak heran mamanya tahu
"A-ada apa ya, Pak?" tanya Laila takut-takut."Tak ada apa-apa, hanya ada aku," jawabnya garing, Arsen menyeringai merasa lawakannya tak lucu."Ya, sudah. Saya permisi," Laila berjalan melewati Arsen, tapi terhenti ketika tangannya ditarik Arsen dengan tiba-tiba."Awas!" teriak Arsen."Apa-apaan, sih?" Laila marah, ia menarik tangannya kasar, tapi Arsen tak melepasnya, malah semakin menariknya lebih dekat, sejurus kemudian jantungnya berdegup kencang, karena sebuah mobil angkot melaju kencang dan hampir menyerempetnya."Ma'af, aku tak sengaja menyentuhmu, aku tak ingin kamu celaka, jadi terpaksa ..." ucap Arsen menggantungkan kalimatnya.Wajah Laila masih pucat, ia terkejut sekaligus malu pada Arsen."Ma-ma'af, Pak," ujarnya tertunduk malu."Aku ma'afkan, dengan syarat ... besok temui aku selepas shalat dzuhur di tama
PERNYATAAN CINTARosma sedang memasak di dapur, ia memasak untuk belasan karyawan di peternakan dan sawah milik keluarga Juragan Sudibyo.Mereka sengaja memperkerjakan Rosma sebagai tukang masak dan tukang bersih-bersih di rumah orang tua Ardi tersebut.Rosma menangis, meratapi nasibnya yang hanya menjadi budak pemuas nafsu suaminya saja, juga menjadi pembantu di rumah mertuanya itu.Suatu hari Laila mencari Rosma ke rumah Juragan Sudibyo. Tapi Rosma disekap, ia disembunyikan dalam gudang. Farida kakak iparnya mengatakan, jika Rosma dan Ardi pindah dari sana, padahal itu semua bohong semata.Rosma ingin sekali kabur dari sana, tapi penjagaan rumah itu begitu ketat, pernah ia mencoba melarikan diri, jangankan bisa keluar dari pagar, baru keluar dari pintu dapur, ia hampir digigit anjing peliharaan Ardi.Rosma juga tak memiliki akses
"Tante, sepertinya rencana kita gagal, deh. Percuma Tante pura-pura sakit, Arsen sepertinya gak menggubris sedikit pun keinginan Tante," keluh Heralin.Safira meringis, hatinya sedih karena Arsen tak lagi patuh seperti dulu, ia juga capek pura-pura sakit, sudah hampir seminggu."Pokoknya, Tante tenang saja, kali ini biar aku yang urus," ucap Heralin. Ia datang pura-pura menjenguk Safira, dibawakannya makanan, puding dan buah-buahan mahal. Agar Arsen melihat kalau ia peduli.Arsen masih belum datang, Heralin mencoba bersabar menunggu ia pulang."Kayanya Arsen pulang malam, deh. Kalau malam Minggu gini biasanya dia ikut pengajian," ucap Safira, seperti mengerti apa yang dipikirkan Heralin."Heran, deh. Sejak ikut pengajian kenapa Arsen jadi berubah ya, Tan?""Arsen memang banyak berubah, Hera. Tapi perubahan yang positif, dia jadi gak suka minum, jadi ram
"Jam berapa ini, Soraya?" Dirman berang melihat Soraya baru pulang pukul dua dini hari, ia mengucek matanya yang mengantuk.Dirman dan Rodiah, sengaja berkunjung dari kampung untuk menengok Soraya. Dirman juga ingin mengetahui perkembangan kuliah anak tersayangnya itu.Malamnya, hati Dirman menjadi gelisah, karena waktu sudah lewat tengah malam, Soraya yang pamit ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas kuliah, tak kunjung pulang. Dirman kelelahan menunggu, hingga tertidur di sofa ruang TV."Jaam duaa ... kenapa, sih? Cerewet banget?" jawab Soraya, sambil menepis tangan Dirman, yang hendak membantunya. Bau alkohol menyengat, menyeruak dari mulut Soraya. Tubuhnya oleng, sempoyongan.Soraya baru saja pulang dari pub malam, merayakan kebahagiaan bersama Heralin, karena berhasil menghancurkan Laila.Hidupnya kini jauh berubah, ia menjelma menjadi gadis metropolis, hidup bebas
"Abi sayang, gimana persiapannya? Oleh-oleh termasuk souvernir sudah dapat?" tanya ustadzah Mutia pada Abizar dalam sambungan telpon."Alhamdulillah, sudah Mi. Tinggal packing saja." Suara Abizar terdengar bersemangat.Rencananya Minggu depan Abizar pulang, ia akan melangsungkan pernikahan dengan Zahra di Indonesia.Ummi-nya meminta Abizar membeli papyrus yang bertuliskan kaligrafi, perhiasan seperti gelang, pin dan cincin yang terbuat dari kristal, pashmina khas Mesir dan gantungan kunci sebagai cinderamata pernikahannya nanti.Abizar dan teman-temannya berputar-putar mengelilingi pasar Khan El Khalili, pasar tua yang usianya hampir tujuh abad, pasar ini menjual berbagai macam souvernir, mulai dari permadani, pakaian khas Mesir, lampu Maroko, perhiasan kristal, papyrus, gantungan kunci, replika piramid, spinx dan berbagai macam souvernir cantik yang banyak diburu wisatawan asing mancanegara.
"Alhamdulillah ... akhirnya bisa juga keluar dari tempat menyeramkan ini," ujar Laila, setelah keluar dan kakinya menginjak halaman kantor polisi.Ia lega pelaku provokasi sudah ditahan, walau begitu, penyidik meminta dirinya masih harus melapor, jika ada serangan lagi nantinya.Perempuan itu bernama Rara, ia mengaku salah sasaran. Dia pikir, Laila adalah perempuan yang selingkuh dengan suaminya, ia meminta ma'af dan bersedia membayar ganti rugi.Tapi, Laila merasa ada keganjalan dari kejadian itu, apa mungkin salah orang? Mengapa Rara seperti tahu seluk beluk dirinya bahkan kosannya, bahkan membawa preman segala, apa jangan-jangan ia hanya suruhan orang? batin Laila.Hatinya sedikit lega, karena pemilik outlet cireng tidak menyalahkannya, karena owner-nya sudah mendapat ganti rugi, intinya permasalahan yang katanya —salah paham— ini, sudah diselesaikan secara kekeluargaan.