"Padahal Ibu sudah sering bilang supaya Fattah meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah kamu, Len. Tapi memang rasanya Fattah itu gila kerja, jadinya begini deh. Maaf ya, Len. Kamu jadi nunggu lama."
Aku tersenyum menanggapi ucapan Ibu dari Fattah. Kini kami sedang dalam perjalanan menuju rumahku untuk pertemuan keluarga.Untungnya keluargaku sudah tahu bahwa hari ini, bertepatan dengan pulangnya Fattah maka keluarganya akan datang juga. Makanya tadi aku sempat cemas saat Fattah tidak bisa dihubungi, karena aku bingung harus mengatakan apa pada Mama dan Papa."Enggak apa-apa, Ibu. Alen tahu kalau mas Fattah sibuk. Sekarang pulang dinas langsung mau ke rumah Alen saja, Alen sudah berterimakasih sekali," ujarku sambil melirik ke arah Fattah yang bertugas menyetir.Aku dan Ibunya berada di kursi belakang, sedangkan Fattah menyetir dengan ditemani oleh ayahnya yang duduk di kursi penumpang."Padahal Ibu sudah enggak sabar mau punya cucu lo"Cie! Gue lihat di IG lo, foto yang lo post itu foto lamaran bukan sih?"Baru saja aku memasuki ruangan, Lalisa sudah heboh menyambut ku dengan kalimat itu. Reflek aku melotot padanya, lalu mataku berkeliling memperhatikan respon dan reaksi dari teman satu kantor yang juga mendengar ucapan ku. Untungnya mereka hanya tersenyum menggoda saat bertatapan padaku. Hanya satu orang yang masih bertahan dengan wajah datarnya, sebelum kemudian memalingkan muka."Enggak usah kasih pengumuman ke semua orang juga kali, Lis," balasku jengah.Aku berjalan ke arah meja kerja ku dan Lalisa mengikutinya."Habisnya dari semalam gue udah mau ngomong begitu, sayangnya gue enggak mau ganggu acara lamaran lo makanya gue tahan sampai sekarang."Aku hanya menggelengkan kepala pelan mendengar ucapannya. Tanganku bergerak menyalakan komputer.Semalam aku memang sempat mengambil gambar bersama dengan semua orang dan kemudian memposting nya salah satu aplika
Ini sama sekali tidak di sengaja. Aku adalah seseorang yang selalu memegang ucapan ku sendiri.Termasuk tentang ucapan pada Fattah yang berjanji tidak akan lagi pulang bersama dengan Kale. Hanya saja, sore hari ini, ketika aku hendak memesan taksi online atau ojek online, ponsel kesayanganku yang selama hampir satu tahun tidak menyusahkan aku sama sekali, Tiba-tiba saja mati. Tadinya aku berpikir bahwa ponselku akan tertolong dengan bantuan charger, tapi siapa yang akan menyangka jika ponselku sama sekali tidak terbantu. Mendapatkan kejadian seperti itu, aku berpikir untuk pulang bersama dengan Fattah.Aku meminjam ponsel Lalisa untuk menghubunginya tapi Fattah tidak bisa datang menjemput karena dia sedang berada di Bogor. Lalu aku tidak punya pilihan lain selain pulang menggunakan bus. Dan akhirnya, disini lah aku bersama dengan Kale yang juga berada satu bus denganku.Selama ini, perjalanan pulang kami selalu menyenangkan dengan segal
Setelah melewati hari sabtu dimana aku dan Fattah akhirnya gagal bertemu dengan penanggungjawab pakaian pernikahan kami karena Fattah yang tiba-tiba jatuh sakit, akhirnya aku bertemu dengan hari minggu yang pastinya akan sangat melelahkan.Jam enam pagi aku sudah berangkat dari rumah karena kayanya, bus akan mulai berangkat jam tujuh tepat. Padahal niatnya aku ingin membatalkan keikutsertaan diriku dalam acara kali ini karena aku ingin menemani Fattah yang sedang sakit, tapi apa mau dikata bahwa Mas Adit menetapkan denda untuk siapa saja yang membatalkan keikutsertaan nya secara tiba-tiba.Maka disini lah aku sekarang, duduk di dalam bus bersama dengan Lalisa. Sedangkan di kursi seberang ku ada Kale bersama dengan Fahri, salah satu teman satu ruangan kami. Tadi aku sempat mendengar bahwa Lili memaksa untuk duduk bersama Kale namun langsung ditolak oleh pria itu. Mendengarnya saja membuat aku senang, aku langsung teringat obrolan ku bersama dengan Kale di bus yang
"Harusnya lo enggak usah ladenin dia. Enggak penting dan buang-buang waktu," kataku pada Lalisa.Kini kami tengah melakukan pemanasan sebelum kemudian masuk ke sesi outbound yang sesungguhnya. Menurut Mas Adit, seharusnya permainan dibagi menjadi dua sesi antara tim Pemasaran dan juga Personalia, tapi karena pihak penanggung jawab mengatakan bahwa alat yang tersedia cukup untuk semua orang, maka permainan digabung menjadi satu sesi sehingga dapat menghemat waktu.Tapi kelemahannya adalah, kami harus bersesak ria bersama dengan tim lain di satu lapangan. Belum lagi ternyata bagian Pemasaran lebih berisik daripada yang aku duga. Dan yang menjadi center dalam acara kali ini adalah Kale dan Fahri, mereka dua pria yang paling lumayan di antara semua yang ada disini, sehingga para gadis dari Pemasaran beberapa kali membicarakan mereka dan memperhatikan mereka diam-diam."Emangnya lo enggak gemes? Dia karyawan baru tapi udah berani nyindir lo kayak gitu. Belum la
Acara outbound berlangsung hanya sampai siang hari. Setelah itu kami makan siang bersama dan langsung bergegas pulang. Itu lah kenapa di sore hari aku sudah sampai lagi di pelataran kantorku. Melihat waktu yang masih jam empat sore, aku akhirnya memutuskan untuk tidak langsung pulang dan berniat mengunjungi Fattah. Aku merasa bersalah karena sudah bersenang-senang di saat dia sedang sakit di rumah."Pulang naik apa?" tanya Lalisa.Temanku itu sedang memenangi ponselnya, sama seperti aku."Naik ojek, tapi gue enggak langsung pulang. Mau ke rumah Fattah dulu buat jengukin dia. Dia kan sakit," balasku.Ketika aku melirik ke sisi lain, Kale juga sudah bersiap untuk pulang.Dia pasti senang karena jam segini bus masih ada ke arah rumahnya. sehingga dia tidak perlu kebingungan untuk pulang atau meminta si kembar untuk menjemput."Kal, mau langsung pulang?" tanyaku basa-basi.Anak itu mengangguk sambil tangannya memb
Aku berlari dengan terburu-buru. Tidak ada jalan lain selain menggunakan kekuatan kakiku untuk bisa sampai di tempat aku membuat janji dengan Fattah.Hari ini adalah hari Selasa, secara tiba-tiba Ibu dari Fattah mengabari jika dia sudah membuat janji dengan pemilik butik yang gaunnya akan aku pakai di pesta pernikahan ku dengan Fattah. dai beliau meminta aku dan Fattah untuk datang ke butiknya di jam makan siang kami.Tentu saja aku kalang kabut, karena kabar itu aku terima di jam 11.33, dia saat jam makan siang akan segera tiba. Akhirnya karena tidak memiliki banyak waktu untuk memesan ojek online yang sepertinya akan lama sampai karena jalanan yang ramai di jam makan siang, aku mengambil keputusan nekat untuk berlari ke arah butik. Entah apakah ini bisa dibilang sebagai keberuntungan karena butik itu terletak di ujung blok dari kantorku.Seperti orang gila, aku bahkan mengenakan sandal selop yang biasanya selalu aku gunakan di dalam kantor saja. Aku be
"Iya, sebentar lagi aku berangkat. Kamu sudah sampai?"Dengan mengenakan sepatu tanpa hak, aku berlari keluar dari kamar.Pagi ini aku memiliki janji bertemu dengan Fattah di salah satu restoran di dekat kantorku. Tujuannya adalah hanya untuk menyerahkan contoh undangan yang dikirimkan WO kami pada Fattah. Fattah bilang dia tidak mengerti sehingga menyerahkan hal ini pada aku dan keluargaku. begitu juga dengan Ibu yang membebaskan aku untuk memilihnya.Tapi karena semalam aku mengalami flu, aku nyaris tidak bisa tidur sampai pagi sehingga akhirnya aku kesiangan. Jam tujuh aku baru bangun dan terburu-buru bersiap untuk berangkat ke kantor."Loh, enggak sarapan?" tanya Mama saat aku malah melewati meja makan begitu saja."Telat, Ma. Aku janjian sama Mas Fattah di dekat kantor, jadi harus buru-buru berangkat karena Mas Fattah juga ada meeting penting sama koleganya," kataku.Aku memeriksa barang bawaan ku di tas, memastikan bahwa
Anehnya, sore itu aku tiba-tiba ingin berjalan-jalan. Padahal pekerjaan di kantor seharian begitu padat hingga aku sudah membayangkan diriku yang berbaring di kasur saat pulang kerja. Tapi ketika waktu pulang kerja tiba, aku terpikir untuk berkeliling mall bersama dengan Lalisa. Dan kebetulan sekali karena Lalisa langsung mau begitu aku ajak.Kami menggunakan taksi online untuk sampai di salah satu mall besar yang tidak jauh dari kantor. Jaraknya hanya lima belas menit.Aku dan Lalisa sama sekali tidak terpikir untuk membeli sesuatu. Tujuan kami sama, kami hanya ingin berkeliling untuk menghilangkan penat. Semenjak sampai, aku menggandeng lengan Lalisa sambil berjalan. Lalisa tidak keberatan, dia malah balas memegangi lenganku.Mungkin orang lain yang melihatnya akan menganggap bahwa kami berlebihan, tapi entah kenapa aku ingin melakukannya."Laper enggak sih, Len?" tanya Lalisa.Aku tidak langsung menjawab, lebih dulu mencari t