Share

Bab 3

last update Last Updated: 2022-07-30 15:33:15

"Mas?"

"Eh, ya?"

"Kamu lagi di mana sebenarnya? Jujur aja."

"A-aku lagi di toilet, Rum. Kebelet. Sudah dulu, ya. Mau selesai, nih."

Baru hendak buka suara, Mas Haris malah mematikan telepon. Gimana nggak makin dibikin curiga? Kamu kenapa sih, Mas?

"Mbak? Kok dikunci?" Terdengar suara Hana dari luar.

"Sebentar."

Aku berjalan untuk membuka pintu, lalu gadis itu memelukku erat.

"Akhirnya, Mbak nginep, kan?"

"Iya, Hana. Kok kamu sudah pulang? Padahal belum dzuhur."

"Iya, cuma extra pelajaran aja."

Aki ber-oh ria. Gadis itu langsung ganti baju, sementara aku masih menatap layar. Mas Haris tak mengirimkan pesan apapun lagi.

"Kenapa, Mbak? Kangen sama Mas Haris?"

Aku tersenyum, lalu mengangguk. Tunggu! Bisakah aku mengorek informasi dari Hana? Apakah gadis itu mengenalnya? Jika diingat, ini kejadian lima tahun lalu, berarti dia masih kecil, dong, ya? Mengingat saat ini dia baru kelas 1 SMA.

"Han, kamu pernah kenal dengan yang namanya Arumi juga?" tanyaku.

"Arumi?"

"Iya."

"Kenal."

Hatiku berdebar saat Hana mengucapkan hal demikian. Hana mengenalnya? Siapa dia?

"Maksudku, orang yang pernah berpacaran sama Mas Haris."

"Iya, Mbak, kenal lah, masa nggak."

"Siapa?"

"Ya kan Mbak! Masa lupa sama nama sendiri?"

"Oh, iya." Aku menghela napas. Sepertinya Hana belum mengenal Arumi yang lain. Yah, jalanku satu-satunya adalah bertanya pada Mas Haris atau pada Ibu.

"Mbak? Kok ngelamun? Ada apa, sih sebenarnya?"

"Eh? Oh, nggak papa kok, Han. Ya sudah, makan siang dulu, gih. Mbak juga mau duduk di depan."

Hana mengangguk, kemudian berjalan ke depam. Rasanya aneh terlalu lama di rumah mertua. Pasalnya kami biasa ke sini hanya satu atau dua jam saja.

Saat di depan, banyak tetangga sedang beraktifitas. Duduk bersama sambil ngerujak, ada yang sedang mengambil ranting-rantinng di sebelah rumah Ibu mertua.

"Kamu istrinya Haris, ya?" Seorang perempuan mendekat, lalu duduk di sampingku.

"Iya, Mbak. Saya, Arumi."

"Walah, ini yang namanya Arumi? Dulu, haris sering banget ceritain kamu. Katanya, dulu kalian sempat pisah ya karena kamu harus melanjutkan kuliah di luar kota?"

Aku tertegun. Kuliah di luar kota? Kapan aku melakukannya? Karena memang aku hanya kuliah di sini saja, di Bogor.

"Gina, ngapain kamu?" tanya Ibu.

"Lagi ngobrol sama Arumi lah, Bu. Cantik ya orangnya, pantas dulu Haris kalau ceritain dia sambil senyum-senyum sendiri. Oh iya, aku ini sahabatnya Haris."

Aku menatap Ibu yang salah tingkah. Lalu masuk ke dalam tanpa menanggapi ucapan Gina tadi.

"Kamu, berteman sama Mas Haris sudah lama?"

"Sudah lah. Bisa dibilang dari orok. Kami sekolah bareng sampai SMA. Kentel banget sahabatan kami dulu. Tapi pas kuliah, dia pindah ke Bogor kota tempat neneknya. Pulangnya seminggu sekali. Ya kalau pulang, kegiatannya ceritain kamu terus. Kamu sudah lama hijrah? Dulu padahal Haris bilang, rambutmu sangat indah."

Aku semakin pusing mendengar celotehan Gina. Sebaiknya, aku harus segera mencari kebenaran tentang ini semua. Mas Haris harus menjelaskan padaku jika nanti ia pulang dari Kalimantan.

--

Malam hari.

Aku mendapat pesan dari Kalisa, teman kuliah sekaligus sahabatku. Ia kini tinggal di kota, mengikuti suaminya sehingga kami jarang bertemu.

[Aku lagi di cafe sama suami. Dan kami melihat lelaki seperti suamimu ada di sini.]

Di bawahnya ada sebuah foto seorang lelaki memakai kemeja berwarna biru laut. Aku terdiam. Ini kemeja milik Mas Haris, karena aku sendiri yang menyiapkannya.

Dilihat dari bentuk tubuhnya, ini memang suamiku meski aku hanya melihat dari belakang.

Bukannya Mas Haris ada di Kalimantan? Kenapa ia ada di Bogor kota? Apa dia ada di rumah neneknya? Tapi, kenapa ia berbohong?

Aku segera keluar kamar, menghampiri Ibu dan Lina yang tengah menonton televisi. Sementara Hana tengah sibuk belajar karena sebentar lagi akan ada lomba matematika, katanya.

"Bu?"

"Iya, Rum? Ayo duduk."

Aku mengangguk, kemudian duduk di sebelah mertuaku.

"Ibu, boleh Arum minta alamat neneknya Mas Haris yang di kota?"

Ibu sampai tersedak saat aku menanyakannya. Udah fix, ada yang benar-benar tak beres! Perasaanku tak mungkin salah.

--

Remot yang ditangan Ibu mendadak jatuh, sementara Lina langsung menghentikan kunyahannya. Padahal di dalam mulutnya penuh dengan makanan. Ada apa kah?

"Bu?"

"Eh, iya?"

"Kok melamun?"

"Oh, nggak. Kaget aja Ibu, tiba-tiba kamu meminta alamat nenek yang di kota. Memang kenapa?"

"Nggak papa, Bu. Lusa niatnya Bunda mau mengajak Arum ke kota, jadi biar sekalian main. Kan sekalian silaturahmi."

Ibu nampak gugup, begitupun dengan Lina. Sepertinya, gadis itu mengetahui tentang Arumi lain yang pernah singgah di hidup Mas Haris.

"Nggak papa kalau nggak boleh, Bu."

"Boleh, Kok. Ibu cuma kaget aja kamu tiba-tiba alamat nenek. Besok Ibu kasih, ya? Sekarang Ibu mau salat isya dulu. Sekalian udah ngantuk."

Ibu berdiri, aku bisa melihat matanya mengedip pada Lina dan berakhir dengan gadis itu pun pamit salat. Setelahnya, mereka berdua masuk ke dalam kamar Ibu. Apakah akan salat di sana? Padahal di dekat dapur ada mushola kecil.

Aku menganggukkan kepala sendiri, lalu mulai tersenyum kecut. Sudah fix, jika di sini Mas Haris mungkin bersekongkol dengan Ibu dan juga Lina, namun tidak dengan Hana. Apakah aku bisa mempercayai gadis yang baru masuk SMA itu? Atau lebih baik kusimpan saja semuanya sendiri?

Aku pun bangkit dan berjalan menuju belakang untuk salat isya, setelah sebelumnya menutup pintu kamar yang terbuka. Dalam sujudku, aku menangis. Aku bingung dengan semua kejadian ini. Ada apa dengan keluarga suamiku? Siapakah Arumi Putri Nadir itu? Ada hubungan apa?

"Ya Allah, beri lah hamba petunjuk. Siapa Arumi yang lain itu? Dan kenapa, setiap tempat yang kami jadikan langganan makanz nongkrong, atau pun membeli belanjaan, selalu sama dengan isi diary Mas Haris yang sudah usang itu? Tolong, Allah. Hanya kepada-Mu lah, hamba meminta. Aamiin."

Selesai salat, aku mengambil air minum, dan menatap pada pintu kamar Ibu yang sedikit terbuka. Mungkin, salah satu dari mereka mengecek aku yang masih berada di luar atau tidak?

Kutaruh gelas di atas meja, lalu mendekat pada pintu yang terbuka itu.

"Bagaimana, Bu? Kenapa Mbak Arumi tiba-tiba pengen tahu alamat rumah nenek? Bukanya dia sekarang ditempatkan di sana?" Terdengar suara cemas Lina.

Dia? Dia siapa? Jadi, ada yang menempati rumah Nenek Mas Haris?

"Cepat kamu telepon Haris, dan segera pindahkan dia ke hotel atau cari kost-kostan lain. Ibu tak mau, Arumi tahu semuanya sebelum kita mencapai tujuan."

Tubuhku menegang, apa maksudnya ini? Tujuan? Tujuan apa? Lalu, dia siapa? Kenapa harus dipindahkan karena tahu aku akan ke sana? Dan lagi, Mas Haris berarti benar-benar ada di kota. Dia tak ke Kalimantan. Apakah selama ini dia selalu membohongiku begini? Mengingat setiap sebulan sekali ia pasti akan mengunjungi cabang perusahaan yang di Kalimantan.

Tiba-tiba, dadaku nyeri, otakku beku. Apa yang selanjutnya harus kulakukan? Aku segera berjalan menuju meja makan dan meminum lebih banyak. Aku memang begini jika panik. Dalam benak muncul begitu banyak kemungkinan. Allah!

Prang!

Tanpa sadar, gelas yang berada dalam genggaman pun terjatuh. Aku terkejut, kemudian langsung mengambil plastik dan membersihkannya.

Terdengar suara pintu dibuka. Hana, Lina, dan Ibu keluar. Mereka menghampiriku dan memasang wajah panik. Jika Hana mungkin aku belum paham, tapi Ibu dan Lina, penuh kepalsuan.

"Kamu nggak papa, Rum?"

"Kak, nggak papa?"

Aku mengangguk, melihat mereka malah ingin membuatku menangis. Kutekan telapak tangan pada serpihan gelas, hingga darah keluar dan mengucur deras.

"Hiks!" Aku, menangis. Bukan karena sedih, namun bingung karena sama sekali tak tahu dengan drama apa yang keluarga suamiku ini lakukan.

Hana membalut lukaku dengan perban, meski aku mengatakan tak apa-apa. Ada ketulusan di mata gadis itu, dan itu membuatku nyaman.

"Mbak mikirin apa, sih?"

Aku menggeleng. Sebaiknya jangan pernah kukasih tahu, lebih baik kupendam sendiri saja.

Selesai membalut lukaku, mereka semua pergi dari kamar. Meski Ibu dan Lina sesekali melirik ke sana ke mari, mungkin takut jika ada barang yang tertinggal.

Kurebahkan tubuh di atas ranjang, lalu membuka kembali buku diary Mas Haris. Kubuka lembar selanjutnya, lalu jatuh lah sebuah foto. Foto keluarga ini, rupanya. Semua tersenyum manis, hingga mataku tertuju pada satu orang.

Aku berpikir sejenak, apakah Gina bisa membantuku mendapatkan alamat neneknya Mas Haris?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Farrel Bagus
mantapbagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 4

    Pagi hari. Aku bangun kesiangan karena tak ada yang membangunkan. Ini kali pertama aku menginap di sini, dan bisa tidur ketika jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Semalaman, aku menjelajahi berbagai media sosial dengan menggunakan nama Arumi Putri Nadir, hingga akhirnya aku menemukan sebuah akun yang di dalamnya ada komentar dari akun bernama AP x HM. Entah kenapa, aku berpikir bahwa itu adalah Arumi Putri x Harum Maulana. Ada yang bergetar saat membacanya. Meski belum pasti, tapi aku yakin jika akun itu adalah milik Mas Haris. Saat menelusuri akun AP x HM itu, sudut mataku berdenyut karena membaca untaian demi untaian syair nan indah. Mirip dengan tulisan-tulisan di buku diary Mas Haris. Hatiku pedih, saat setiap membaca caption di berbagai postingan itu. Karena selalu ada tulisan, 'Dariku untukmu, AP.' Aku keluar kamar, namun masih sepi. Ke mana mereka? Masa iya, gak pada salat subuh? Aku pun berjalan menuju dapur, namun kakiku terhenti di kamar Lina. Sayup-sayup aku mend

    Last Updated : 2022-07-30
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 5

    "Apa? Koma?" "Iya." "Kok Ibu tahu?" "Saya dulu kerja di rumah itu saat si Nenek masih menempati."Jadi, tentang rumor itu, sudah tak asing lagi di lingkungan ini? Bahkan mungkin semua orang di sini tahu tentang cerita orang di rumah bercat hijau itu. "Kalau boleh tahu, memang komanya sudah lama, Bu?" tanyaku lagi. Sepertinya, si Ibu tipe-tipe orang yang suka bergosip, makanya gampang sekali dikorek informasinya. Tak sia-sia aku datang ke sini. "Lumayan. Mungkin tiga tahun yang lalu? Kabarnya cucunya itu, Pak Haris, sudah menikah di kecamatan sana. Tempat tinggal kedua orang tuanya. Yah, Ibu sih ngebayangin jadi istrinya aja. Pasti sakit banget kalau tahu kenyataan itu. Suaminya malah mengurus mantan tunangannya yang koma di sini setiap sebulan selama seminggu." Tiga tahun? Itu artinya, ketika Mas Haris mengambil sebuah foto bersama perempuan muda itu. Tiba-tiba saja, hatiku merasa sakit. Ah, beginikah rasanya tahu jika bukanlah kita yang di hati suami melainkan orang lain? Jadi

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 6

    "Ya, dia lagi sama mantan tunangannya. Mana koma, ya mana sempet inget sama gue. Sepertinya, Mas Haris memang punya dendam sama gue. Tapi apa?""Masa iya, dia nikahin lu karena dendam? Sejahat itu dia?" Aku terdiam. Iya juga. Lagi pula, berkali-kali aku memikirkannya, aku tak merasa pernah bertemu dengannya sebelum dia bekerja di tempat yang sama denganku dulu. "Udah lu inget-inget?" Aku menggeleng. Sampai kepala pening pun, aku tak menemukan jawabannya. Apa ada alasan lain? "Sudah lah, kamu istirahat saja. Nanti sore, kita ke cafe yang semalam aku kunjungi. Siapa tahu Haris ada di sana." Aku mengangguk, kemudian masuk ke dalam kamar Kalisa. Sementara dia membersihkan meja. Padahal aku telah menawarkan bantuan, tapi dia malah menolaknya. Kupandangi wallpaper ponselku, Mas Haris tersenyum lebar di sana. Tak menunjukkan ada dendam atau kebencian yang ia tunjukkan padaku. Benarkah kalau aku hanya terlalu perasa?Ting! Sebuah pesan masuk, dari Mas Haris. [Rum, maaf semalam Mas lup

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 7

    "Lu yakin dengan jelas kalau itu adalah Arumi bini lu?" "Iya. Dia sama mantan pacarnya dulu. Si Arumi sih kayaknya tidur. Makanya ga tahu." "Masa iya, tidur sampe ga tahu kalau mantannya nabrak orang? Kalau gak salah, yang nyupir juga banting setir sampai nabrak pohon besar, kan?"Aku terkejut bukan main. Mantanku menabrak orang saat bersamaku? Maksudnya, Kinos? Memang benar tiga tahun lalu aku mengalami kecelakaan bersama Kinos, tapi setahuku, kami tak pernah menabrak orang. Atau, apakah Bunda merahasiakan semuanya? "Sayangnya, keluarga Rumi malah menerima kompensasi dari keluarga mantannya yang s*alan itu!""Yah, karena Rumi hanya anak angkat di keluarga itu. Sama aja mereka membuangnya, kan?" Terdengar helaan napas berat Mas Haris. Segitu cintanya kah ia pada Arumi alias Rumi? Jadi, dia mendekati lalu menikahiku hanya karena aku tengah bersama dengan Kinos waktu itu? Memang benar, waktu itu kami sedang berada di sebuah pesta, aku membantu kakaknya Kinos yang merupakan wedding

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 8

    Aku menggeleng. Lalu membisikkan rencana yang sudah ada di kepalaku pada Kalisa. "Lu yakin?" "Sangat yakin." "Ya sudah, besok gue antar. Gue pantau dari kejauhan." Aku mengangguk, lalu ingat jika belum salat isya. Kami pun salat bersama. Dalam do'a aku meminta diketukkan hati Mas Haris agar tak membalas dendamnya lagi padaku. Tapi, jika mengingat Arumi yang lain, untuk apa aku berdo'a seperti ini? Andai aku jadi Rumi, sudah pasti tunanganku akan melakukan hal yang sama, kan?--Pagi hari.Aku tengah menonton televisi sambil menikmati pisang goreng yang dibuat oleh asisten rumah tangga Kalisa. Enak, sejenak aku melupakan kejadian kemarin. "Lu perginya siang, kan?" "Iya. Kayaknya kalau siang Mas Haris nggak ada. Makanya gue mau ke sana." "Yakin, gak ada?" "Iya. Orang sendalnya aja gak keliatan di depan. Kata Ibu warung nasi juga, Mas Haris datangnya pagi sama sore. Siangnya entah ke mana?""Lu nggak curiga?" "Curiga lah, pasti. Tapi, gue mau selesaiin satu-satu dulu." "Lu haru

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 9

    "A-arumi?" Aku tersenyum miring di hadapannya. Tak kusangka, jika wajah yang sok mencintaiku ini, ternyata telah menusukku dari belakang. "Kamu, ngapain di sini?" "Mas sendiri ngapain di sini?" tanyaku. "Oh, a-aku lagi jenguk saudara, Rum." "Oh, yang sakit di dalam itu, saudaramu?" tanyaku. Mas Haris mengangguk. Kupikir, jika ketahuan begini ia akan marah atau apa? Mengingat kemarin dia mengatakan benci dan dendam padaku ke temannya sewaktu di cafe. Tapi lihat lah sekarang. Dia bahkan tak mau menatapku. Keringat sebiji jagung keluar dari dahi dan pipinya. Dan sikapnya, kenapa gugup sekali? Ayo lah, Mas! Keluarkan kebencian yang kamu beritahu kemarin. "Kok aku nggak tahu kalau ada saudaramu di sini?" tanyaku, mencoba melihat kejujuran dalam matanya. Namun, nihil. Karena ia malah mencurigaiku. "Kamu, kenapa bisa sampai di sini? Kamu, membuntutiku?" "Aku dari rumah teman kemarin. Di sekitar sini juga. Terus nggak sengaja lihat kamu ke sini. Istri mana yang tak curiga?" tanyaku

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 10

    "E-enggak, kok. Aku mengatakan jujur semuanya." "Iya, kah?" Mas Haris mengangguk. Lalu menatap Arumi yang tengah terbaring dengan mata tertutup itu. Sejujurnya, aku tak boleh membencinya meski aku kesal karena Mas Haris ternyata menjadikanku media balas dendam saja. Karena bagaimana pun, Arumi juga korban kecelakaan di mana aku ada di dalam mobil itu. Namun, aku bukan tak ingin tanggung jawab. Bukan kah semua itu kesalahan keluarga Kinos? S*aln emang dia, sudah nabrak malah seenaknya pergi tanpa kabar dan memberi sejumlah uang pada yang bukan keluarga kandung Rumi. Dia malah menempatkan aku di posisi ini. Benar-benar lelaki menyebalkan. Andai saja dia tak kabur, pasti aku tak harus berada di sini! "Kenapa dia koma begini, Mas?" tanyaku. "Dulu, dia ditabrak oleh orang. Laki-laki yang nyetir, di sebelahnya ada pacarnya. Pas malam tahun baru, aku rencana mau jemput dia, mau kuajak ke rumah Ibu untuk liburan. Tapi, aku malah mendapati kecelakaan itu di depan mataku sendiri." Aku bis

    Last Updated : 2022-08-26
  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 11

    "A-arumi." Untuk sesaat aku tertawa. Bukan seperti ini yang kuharapkan. Aku malah berharap Mas Haris bisa memarahiku agar aku bisa melampiaskan amarah ini. Tapi apa ini? Ia malah tak berkutik hingga membuatku bingung. "Aku nggak bermaksud-""Sudah, aku mau pulang. Kamu kalau mau di sini, silakan. Seperti katamu, dia butuh kamu, Mas. Sementara aku istrimu, hanya lah orang lain yang ingin kamu balaskan dendamnya. Aku, tak berhak kamu lindungi. Tak berhak kamu cintai, dan tak berhak kamu ngertiin perasaannya. Aku..." Mas Haris memelukku. Seketika air mataku mengalir deras. Allahu Rabbi ... Kenapa aku terjebak di pernikahan yang menyesakkan ini? "Lepas, Mas. Nggak usah akting lagi. Aku sudah tahu semuanya," ucapku sambil melepaskan pelukannya dan pergi keluar.Tak kuhiraukan panggilan Mas Haris. Aku terus berjalan menuju mobil Kalisa dan meminta wanita itu masuk ke mobil. Setelahnya kusuruh ia melajukan mobil menuju rumahnya. "Lu yakin mau pulang ke rumah gue dulu? Nggak mau ke cafe

    Last Updated : 2022-08-26

Latest chapter

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 99

    “Kenapa, Neng? Kok bengong gitu” tanya Mbok Nah. “Itu tadi si Arum kupanggil, tapi nggak nyaut. Mana jalannya cepat banget. Terus nggak lama, dia keluar lagi naik motor.” “Ya sudah, Neng, ayo kita susul!” ajak Mbok Nah. Aku mengangguk saja, lalu Mbok Nah membantu mendorong kursi rodaku menuju rumah Ibu yang terdengar berisik. “Ada apa ini, Bu?” tanyaku pada Ibu yang tengah menimang Renda.” “Ayahnya Arum, masuk rumah sakit lagi. Sekarang katanya gagal jantung.” Aku menutup mulut mendengar ucapan Ibu. Gagal jantung? Apakah ayahnya Arum memiliki riwayat penyakit itu? “Mas Haris ke mana, Bu?” “Dari kantornya, langsung ke rumah sakit. Kita saling mendo’akan saja, ya,” ucap Ibu. “Aamiin.” -- Setelah tengah malam, baru kami mendapat kabar kalau ayanya Arum meninggal dunia. Mendengar kabar itu, membuatku antara percaya dan tak percaya. Orang sebaik ayahnya Arum, kenapa cepat sekali meninggalnya? Keesokan hari. Kami sudah stand by di rumah Arum setelah Bapak meminta kunci rumah pad

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 98

    “Untuk apa datang ke sini, Kak?” tanyaku pada Kak Karina yang sudah berdiri di belakangku entah sejak kapan.“Kakak ingin bicara denganmu, Rum,” ucap Kak Karina.Aku melengos. Bagiku, tak ada lagi yang perlu dibicarakan diantara kami. Sudah cukup penghinaan mereka atas diriku.“Aku sibuk, Kak. Nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan juga. Aku dan Mas Kinos sudahh bercerai. Pun aku tak pernah mencoba menghubunginya lagi. Jadi, baik Kak Karina ataupun Ayu tak perlu takut dan khawatir karena aku takkan mengganggu rumah tangga orang lain. Beda dengan Ayu ataupun seseorang,” ucapku ambil mengangkat nampan kosong dan menyerahkannya pada Mbok Minah.“Kamu nyindir aku, Rum?” tanya Kak Karina.Hampir saja aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Ya dipikir saja, memangnya kalau bukan dia, lantas siapa? Siapa orang yang dengan sengaja memasukkan Ayu dalam rumah tangga yang adem, ayem, dan tentram?“Maaf, Kak, tokonya mau aku tutup,” ucapku sambil meninggalkannya ke dalam.“Aku tak menyangka jika

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 97

    NAMA PEREMPUAN LAIN DI BUKU HARIAN SUAMIKU“Apa Bapak nggak salah bicara?” tanyaku.“Nggak, Rum. Nak Rhman datang ke sini memnag untuk melamarmu.”Aku terdiam mendengar ucapan Bapak. Bukan Lina yang hendak dilamarnya, namun aku? Aku, seorang janda yang bahkan tak memiliki rahim ini, hendak dinikahi oleh juragan beras seperti Mas Rohman?“Bagaimana, Nduk?” tanya Bapak.Aku menatap Lina yang seakan kehilangan semangat, pun terlihat jelas bahwa ia kecewa dengan kenyatan yang diucapkan oleh Bapak tadi. Aku menggeleng, bukan karena Lina sebenarnya, tapi aku sendiri belum mau memulai suatu hubungan lagi. Bagiku sudah cukup hidup begini. Menekuni bidang usaha yang baru saja kurintis.“Maaf, Pak, Rumi belum bersedia. Lagipula, baru kemarin Rumi bercerai. Rasanya tak elok jika langsung menjalin hubungan dengan orang lain lagi,” ucapku.“Ya sudah. Bapak pun setuju denganmu. Tadi sebenarnya sudah Bapak tolak. Tapi, Nak Rohman malah maksa. Jadi, sudah pasti ya kamu menolaknya?”

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 96

    [Bisa kita ketemu?] Aku mengerutkan kening saat Kak Karina mengajak bertemu. Hendak apa? Apa mau membahas hal yang kemarin? Astaga! Apa tak ada hal yang lebih penting? [Maaf, Kak, aku sibuk.] [Ini yang terakhir kali.] Aku akhirnya menyetujui bertemu dengannya, dengan syarat dia tak boleh membawa Ayu maupun Mas Kinos, dan Kak Karina langsung menyetujuinya. "Mbok, nanti temani aku ketemu Kak Karina dulu, ya?" "Oke, Neng." Aku mengangguk. Beruntung punya Mbok Minah, yang siap menemaniku ke mana saja dan ngapain saja. Sehingga aku tak merasa sendiri. Arum datang membawa Renda, ia menangis sesenggukan. Aku yang bingung kenapa, langsung mendekatinya. "Kenapa, Rum?" tanyaku. "Ayah masuk rumah sakit. Kecelakaan, Rum. Gimana ini," ucapnya sambil menangis. "Ya Allah! Sini, biar aku jagain Renda. Kamu kalau mau ke rumah sakit, pergi lah. Biar nanti aku yang jaga Renda dan kasih tahu Ibu kalau sudah pulang dari antar makan siang." "Nggak papa, Rum?" tanyanya. "Ya nggak papa, lah. Mem

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 95

    “Masa iya, sepupu kelakuannya begini, Pak?” tanya Mbok Minah pada Mas Kinos. Sementara Ayu wajahnya begitu pias.“Bisa kamu jelaskan maksud dari semua ini, Yu?” tanya Mas Kinos.“Mas, kamu jangan langsung percaya sama Mbok Minah. Dia itu pasti berpihak sama Mbak Rumi, Mas.”“Kamu benar-benar keterlaluan, Yu. Mas sama sekali tak menyangka, sudah membela dan memilih orang sepertimu.”Setelahnya Mas Kinos pergi, disusul dengan Ayu yang gelagapan dan mengejarnya. Sementara Kak Karina, menatapku dengan tatapan entah, sebelum akhirnya pergi menyusul adik dan iparnya itu menuju mobil. Apakah ia juga mengira kalau aku dan Mbok Minah kerjasama demi membuat pasangan itu tercerai berai?Aku pergi masuk terlebih dahulu, setelah memastikan tamu tak diundang itu melajukan mobilnya. Kuteguk air putih satu gelas penuh. Benar-benar tak habis pikir. Kenapa Ayu selalu saja membuatku dan Mas Kinos salah paham?apakah memberi tahu fakta pada suamiku itu salah? Ah, aku lupa. Kami bahkan suda bercerai bebera

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 94

    "Apa sih, Mas? Kalau datang itu salam, bukan main nyemprot aja!" tanyaku padanya begitu kami bertatapan. "Aku benar-benar tak menyangka, kalau kamu bisa berbuat sejahat ini pada Ayu, Rum. Kupikir, kamu adik ipar yang baik. Ternyata aku salah. Sudah cacat, jahat pula!" Aku mengepalkan tangan, merasa sakit hati sekali atas penghinaan darinya. Memangnya, tangan dan kakiku menghilang sebelah, akibat perbuatan siapa kalau bukan perbuatan adiknya tersayang itu?Ternyata, bukan cuma Mas Kinos saja yang datang, Kak Karina dan Ayu juga. Herannya, maduku itu diperban pipi kanannya diperban. Aku jadi was-was, kenapa perasaanku sangat tak tenang?"Kamu tanya kenapa? Lihat! Kamu menampar Ayu dengan kencang, kan?" tanya Mas Kinos sambil menarik Ayu dan memperlihatkan perban di pipinya itu. Wajahnya pura-pura mengaduh, kesakitan.Aku mengerutkan kening, kapan aku melakukannya? Ah, jangan bilang, ini hanyalah tipu daya Ayu supaya Mas Kinos semakin membenciku dan tak membuatku melaporkannya pada Mas

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 93

    "Ayu?" "M-Mbak Rumi." Pak Hengki bolak-balik memperhatikanku dan Ayu bergantian. Sepertinya, ia tak menyangka jika aku dan pacarnya itu saling kenal. Apa Pak Hengki nggak tahu, kalau Ayu sudah menikah dan bahkan sekarang sedang hamil anak Mas Kinos? "Sayang, kamu kenal dia?" tanya Pak Hengki. "Anu, Mas..." "Mas Kinos mana, Yu? Kok kamu jalan sama Mas Hengki," ucapku, sambil memegang ponsel kuat-kuat. Susah payah kurelakan Mas Kinos untuknya, rupanya dia buaya betina. Astaga, Mas! Wanita modelan begini, kamu sampai bela segitunya? "Kinos, siapa itu?" "Oh, itu-" "Teman kampungku, Mas. Iya, teman kampungku. Ya sudah, Mbak Rumi, kami permisi dulu. Ayo, Sayang," ucap Ayu pada Pak Hengki.bHampir saja aku tertawa dibuatnya. Ayu, apakah dia benar sudah gila? Bahkan ia memanggil Pak Hengki dengan panggilan Sayang di depanku? Astaga! "Jadi, Ayu selingkuh ya, Neng?" "Sepertinya, Mbok. Benar-benar zaman sudah gila. Untuk apa dia menikah dengan Mas Kinos, kalau ujung-ujungnya masih ber

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   BAB 92

    "Mama?" Mama berdiri dan menghampiriku. Entah apa yang membawa beliau ke sini? Aku pun penasaran, karena tak kulihat adanya Papa yang ikut. "Nak, pulang ya?" pinta Mama setelah aku duduk. Aku terkejut mendengar permintaan mama angkatku ini. Atas dasar apa dia memintaku untuk pulang? Bukankah dulu, mereka malah mengusirku? "Nggak, Ma, Rumi minta maaf," ucapku seraya melepaskan genggaman tangan Mama. "Kenapa, Nak? Kasihan Papamu. Sekarang sakit dan sudah didiagnosa takkan sembuh. Mama mohon, Nak." Aku melengos. Biarkan saja laki-laki itu mati. Apa urusannya denganku? Apakah Mama lupa, kalau suaminya itu dulu bahkan mencoba untuk memperkosaku? "Maaf, Ma, tapi Rumi benar-benar tak bisa. Masih teringat kejadian waktu itu, dan Mama malah menuduh Rumi yang tidak-tidak. Beruntung ada Arum yang membela," ucapku. Ibu membelai punggungku, dan menguatkan. Berbeda sekali dengan Mama yang justru membuang muka. Jika begitu, apa yang membuatnya justru kembali ke sini dan memintaku untuk pulan

  • Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku   Bab 91

    Aku meminta Arum membalikkan kursi rodaku agar bisa menghadap ke arah dua sejoli yang tengah bertengkar itu. "Ayu, kamu nggak usah khawatir. Aku ini cacat, kenapa Mas Kinos akan memilihku? Tentu tidak. Dia akan memilihmu, Ayu. Kamu cantik, sempurna. Dan bahkan katanya, kamu lagi hamil anaknya Mas Kinos, kan? Jadi, apa yang kamu cemburuin dari wanita cacat dan tak bisa hamil seperti aku ini? Yah, meskipun itu semua juga karena perbuatannya, sehingga aku merasakan ini semua. Tapi tak apa, aku ikhlas. Berbahagia lah kalian. Kamu, Mas, jangan pernah menyesal sudah seperti ini," ucapku. "Rum, rumah tangga kita baik-baik saja. Kenapa kamu mau pergi? Tetap di sini, ya?" pinta Mas Kinos, sepertinya ia tak menghiraukan ucapan istri muda yang tengah mengandung anaknya itu. "Mas!" teriak Ayu. "Tidak, Mas. Rumah tangga kita tidak sedang baik-baik saja. Apalagi, sejak kedatangan wanita lain di tengah kebahagiaan kita. Sejak saat itu, tak pernah ada kebahagiaan di hidupku. Kalau begitu, aku perm

DMCA.com Protection Status