entah sampai kapan dia akan terus di rumah sakit, harus ditancapi berbagai selang, dan mendapatkan perawatan kebersihan luka serta ganti pakaian sebanyak 3 kali sehari. Aku tidak tahu kapan Mila akan sembuh dan kehilangan penderitaan serta kapan segala beban keuangan ini akan terangkat dari bahuku. kadang enggak terasanya untuk datang ke rumah sakit dan menyaksikan penderitaan istriku, dia merintih dan menangis mengeluh betapa sakit luka yang berada di sekujur tubuhnya, luka bakar yang mengubah segala-galanya. penampilan dan arah masa depan istriku. kendati statusnya masih pegawai negeri tapi karena dia tidak bekerja tentu saja cukup malu untuk menuntut pembayaran gaji. hidup kami saat ini hanya bergantung pada kebaikan Mas Fadli dan Fatia, Andai Dia tidak membayarkan gajiku Aku tidak tahu harus bagaimana. "apa kau akan terus berdiri di situ?" tanya ayah Mila yang ternyata ada di belakangku. sambil berdiri terpaku di antara lorong rumah sakit aku seperti tak mampu melangkahkan ka
Entah apa yang terjadi, apa yang telah kulakukan dan apa yang kulewatkan, sampai tak sadar diri ini terbangun di ranjang rumah sakit, Aku berusaha membuka mata sekuat tenaga, hal pertama yang ditangkap oleh Indra pendengaranku adalah bunyi monitor jantung, derap langkah kaki para perawat dan dokter, serta aroma khas rumah sakit yang berbaur jadi satu. Aku ingin bangkit tapi diri ini tak berdaya, kaget dancok sekali saat kau angkat tanganku, kulitnya luarnya sudah menghilang, luka itu menganga dan perih luar biasa. Aku berusaha mengingat Apa yang terjadi kemudian aku mengerti bahwa aku baru saja terbakar. perlahan kusadari rasa perih itu mulai berdenyut ke sekujur tubuh, sensasi panas sakit saat bergerak serta rasa tak nyaman membuatku ingin menangis. Aku ingin mengenakan pakaianku, tapi tak bisa, memakai baju akan membuatnya lengket dan luka ini semakin menyakitkan. aku hanya ditutupi kain tipis sementara hawa pendingin ruangan menyerang diri ini dari segala sisi. "maa... aku dingi
"percayalah padaku, Aku adalah suamimu. Jangan berpikiran macam-macam tentangku dan Fatia, sebab Fathia pun akan menikah.""berapa banyak pinjaman yang kau dapatkan?""150 juta, ditambah 50 juta dari donasi keluarga. aku bisa mengoperasi kau dalam dua hari.""Apa itu akan berakhir secepatnya?""akan ada rangkaian operasi lagi mungkin implan kulit dan membersihkan sisa luka yang ada. kau akan kembali seperti semula.""bagaimana kau akan membayar semua itu!""kita jual aset yang ada termasuk motor, aku juga akan menjual apartemen itu.""tapi di mana kita akan tinggal setelahnya?""di rumah ibumu.""apa kau bisa Mas?""masalah aku menahan sikap sini mereka yang penting kau segera sembuh. Tidak ada yang lebih prioritas selain memastikan bahwa kau sembuh secepatnya.""iya, Mas, terima kasih ya." mas kevin mengecap keningku. memberikan kehangatan dan rasa tentram meski sakit di badan ini tak terhingga rasanya. *Sebulan kemudian. hari mulai bergulir, kegiatan semua orang terus berlanjut d
belakangan kesibukannya bekerja di pabrik milik suami Fathia membuat suamiku kehilangan perhatian dan waktunya padaku. saat aku akan pulang dari rumah sakit pria itu tidak datang kemari, dia bilang jadwalnya penuh dan sibuk sekali. pengiriman ayam beku dan beberapa produk lain yang membuat pikirannya tersita, kabarnya, bosnya menekannya, selisih sedikit akan membuatnya kena masalah. besok Aku pastikan kalau Fatia tengah membalas dendam padanya, Fatia membuat kehidupan kami sulit dan sukses balas dengan puas. aku bisa bayangkan betapa ia menginjak kepala suamiku dan memerintahkannya sesuka hatinya. ku dengar kabar Kalau wanita itu tidak akan membiarkan suamiku bernafas lega."mas, Kamu sadar nggak sih, kalau kamu terlalu sibuk?" "ya, aku tahu, Sayang. Tapi semua yang kulakukan ini adalah demi kebaikan kita.""aku jadi jarang berjumpa denganmu," keluhku."aku juga rindu dan ingin terus bersama tapi aku terkait kewajiban untuk mencari nafkah kau mengerti kan?""iya Mas.""kapan kau ak
sementara Mila masih di rumah sakit dan sehari lagi akan pulang, aku terus sibuk dengan pekerjaanku di gudang, sekarang Bos kami akan membuat pabrik baru, itu semakin menambah tanggung jawab dan beban di pundakku. aku harus membereskan pekerjaan di gudang pengiriman sekaligus memeriksa progres pekerjaan di pabrik. semuanya harus sesuai target dan waktu yang sudah ditetapkan. *"mana laporan Minggu ini?" Fatia tidak datang ke kantor dan langsung menemuiku, aku yang saat itu sedang melamun memikirkan anak-anak dan cara untuk berjumpa dengan mereka tiba-tiba tersentak karena kedatangannya. berapa kali dia bicara padaku sampai akhirnya aku terkejut karena Dia mengetuk meja. "Apa kau tidak mendengarku?""maaf, Bu.""Apa kau bekerja di sini hanya untuk melamun? Apa yang kau pikirkan pagi-pagi melamun?""maaf Nyonya, Saya hanya merindukan anak-anak," balasku gugup. "tapi Apakah ini tempat yang layak untuk memikirkan dan melamunkan seseorang? Apa kau tidak fokus pada pekerjaanmu!" wanit
sejak saat itu sikap Fatia mulai berubah dan sombong, dia sangat dingin dan hanya bicara padaku tentang masalah pekerjaan dan profesional saja. setiap kali berjumpa dan menanyai masalah anak-anak wanita itu tidak pernah menjawabku, dia hanya bilang kalau aku merindukan mereka aku bisa menemui mereka di sekolahnya. aku resah dengan perubahan tersebut, aku tahu itu bukan dirinya tapi mungkin kehidupannya yang nyaman sekarang telah mengubah jati dirinya menjadi nyonya yang sangat jutek, dia menjadi wanita yang harus terlihat berkuasa dan punya wibawa. "Nyonya, ini laporannya!" aku mengantar berkas ke ruang tamu kantor, di mana klien kami suka duduk sambil menunggu proses muat barang. wanita itu menerima berkas dariku sambil melirik diri ini dan tidak mengatakan apapun, dia membolak-balikkan kertas dan memeriksanya dengan seksama. "katanya ada pengiriman kemarin sore, mana datanya!""oh iya Buk, saya lupa. sebentar, akan saya print laporan baru yang sudah direvisi.""Apa kau tidak bis
"Pak, nyonya Fatia meminta anda untuk menyelesaikan laporan ini, berikut juga dia meminta anda untuk memeriksa keadaan konstruksi dan pengerjaan bangunan gudang baru yang konon katanya harus selesai dalam seminggu." admin bagian gudang dapat menemuiku dan menyerahkan sejumlah berkas yang tingginya mungkin sejengkal, dia mau minta aku untuk merangkum semua data-data itu dan menyelesaikan laporan tahunan lalu menyerahkannya pada Fatia. sebenarnya ini sudah jam pulang kerja tapi entah kenapa Fatiah terkesan ingin menyulitkan dan membuatku jera. "kita tidak bisa memaksa pihak kontraktor untuk menyelesaikan struktur pondasi agar bisa diselesaikan dalam seminggu. pasti ada pertimbangan khusus yang membuat pengerjaannya sedikit lambat.""tapi anda tahu persis kan kalau nyonya Fatia sangat tegas, dia bilang dia bayar mahal untuk pengerjaan itu jadi dia ingin semuanya berjalan lancar dan selesai cepat.""tahu apa dia tentang pengerjaan bangunan, lagi pulsa main ini tugasnya hanya sebagai ib
mendengarku berteriak, wanita itu menatapku dengan tajam, sedikit melotot dan kesal sekali."beraninya kau berteriak pada bosmu. apa kau lupa kau siapa?""Aku tidak pernah melupakan jati diri, aku tahu siapa aku, tapi sikapmu sudah keterlaluan dan sok berkuasa!" Aku menggebrak meja dengan tinjuan tanganku. kesal dan sensasi pusing di kepala membuat emosiku meledak-ledak. Aku ingin berusaha sabar dan mengendalikan diri tapi sikap Fatia benar-benar terlalu. sepanjang malam aku fokus untuk memenuhi laporan tahunan yang ia inginkan tapi pagi-pagi dia sudah mengoceh dan dia bilang kalau itu adalah salahku. mungkin merangkum laporan dalam 12 bulan adalah tugas yang mudah bagi orang yang terbiasa, tapi, aku baru dalam bidang ini dan aku belum terbiasa, aku tahu manajemen keuangan dan bagaimana mengelola gudang tapi aku masih butuh belajar untuk menghitung diagram dan presentasi laporan. dia tak memahami itu. Tugasku di bandara selama ini sangat berbanding terbalik dengan tugas di gudang,
setelah rangkaian kesulitan hidup yang susah sekali dikembalikan untuk jadi lebih baik, perlahan aku mulai berjuang untuk Mila, mulai membuka hati dan serius mencintainya. mulai menerima kenyataan bahwa Fathia bukan jodohku dan istriku sekarang adalah Mila. Aku berhenti mengejar Fatia dan berharap dia akan bersimpati padaku, aku memutuskan untuk menerima kenyataan, berdamai dengan apa yang kumiliki dan menjalani apa yang bisa kujalani. Aku tahu aku punya banyak hutang pada Mas Fadli yang itu merupakan suami Fatia, meski ingin sekali keluar dari tempat ini tapi aku terikat kontrak dengan mereka sehingga aku harus bertahan untuk melunasi semua itu sembari bertahan hidup untuk istriku. Hutang pengobatan Mila juga masih ada padaku, berikut juga dengan PR untuk memperbaiki apartemen kami serta mengembalikan sisa uang pembeli yang tempo hari membatalkan pembeliannya. hidupku seakan di lantai oleh hutang-hutang yang tidak terhitung banyaknya. jika aku menanggapi itu dengan pikiran ke rumah
Besok hari, sebelum berangkat kerja aku mampir ke rumah ibuku, Aku ingin bicara sedikit dengan beliau dan mendiskusikan tentang istriku. ucapkan salam dan kebetulan Ibu sedang ada di meja makan, beliau sedang sarapan dan menikmati secangkir kopi bersama ayah. "selamat pagi bunda?" "pagi sayang." Ibu menerima kecupan dariku, dan ayah juga kucium tangannya. "tumben mampir kemari, biasanya kau akan langsung ke gudang dan pabrik kakakmu?""Aku rindu dengan ibu karena sudah lama tidak mampir, Aku benar-benar merindukan kalian.""ah kau ini...." Ibu menepuk bahuku sambil tertawa. "Bu aku ingin bicara sedikit denganmu.""ada apa?" Ibu mengalihkan perhatian dan menatapku. "meski sulit dan menyebalkan ... tapi aku benar-benar berharap Ibu mau memaafkan kami... Tolong maafkan aku dan berilah mila kesempatan untuk jadi menantu yang baik," pintaku dengan nada yang berhati-hati. "tumben bilang begitu?" Ayah yang heran menatap diri ini dengan lekat. "kemarin itu ucapan Bunda membuat istrik
karena diusir sedemikian rupa kami tidak punya pilihan lain selain pergi. ku bawa istriku kembali lalu bersama dengannya kami menaiki mobil perusahaan untuk kembali ke rumah. "kupikir ibumu ada benarnya Mas," desah wanita itu memecah keheningan di mobil kami. "apa maksudmu?""baginya menantunya hanya Mbak Fathia, dia menyayanginya dan wanita itu memang pantas mendapatkan kasih sayang yang besar.""tapi dia bukan lagi istriku, jadi Ibuku harus menerima kenyataan bahwa kamulah satu-satunya menantu." aku menggenggam tangannya, berusaha membuat dia tenang. terasa sekali kasarnya kulit karena bekas luka bakar, membuat hati ini terenyuh. aku tahu istriku salah terlalu banyak bersikap sombong dan arogan, tapi kekesalan jadi kecemburuannya setiap hari bertemu dengan Fathia terpatik gara-gara diriku. andai aku lebih bisa menjaga hati dan perasaannya mungkin semua musibah itu tidak akan terjadi. mungkin jika istriku akan lebih tenang tidak perlu terjadi musibah yang betul-betul membuat di
"sepertinya kau terkesan dengan kebaikan fatia barusan?"tanya istriku saat aku dan dia mencuci piring dan Fathia sudah pulang. "aku terkesan karena dia mau memaafkan kita dan mau turun tangan membersihkan tempat ini untuk membantumu," jawabku. "aku sendiri terpukau dengan kebaikan mantan istrimu itu. kupikir dia akan terus memusuhi kita tapi ternyata dia punya ketulusan yang tidak kubayangkan." istriku mencuci tangannya dan mengeringkannya disobek, aku tidak mengerti maksud tetapannya tapi sepertinya dia sedikit resah. "mungkin wajar saja jika kau masih mencintai dan berharap bisa berhubungan baik dengannya."aku segera meraih tanganmu lah begitu mendengar dia mengatakan hal tersebut. tersenyum diri ini sambil mengetuk keningnya dan kupeluk dia dengan erat. "dia memang sebaik itu tapi sekarang hanya kau satu-satunya cinta di hatiku.""tidak usah menghiburku dengan kalimat itu,"jawab Mila sambil mendorong dada ini dengan ujung jemarinya, wanita yang kulit wajahnya belum begitu rata
hampir 20 menit berkendara dengan segala kegalauan hati memikirkan apakah apartemen itu masih layak dihuni atau tidak mengingat hampir 1 tahun tidak di sana kupikir sudah ada beberapa bagian yang merembes, kamar mandi juga merembes dengan cat dinding yang sudah mengelupas, beberapa bagian dinding juga retak dan tidak layak, mereka juga lembab dan jamuran tapi aku bisa apa hanya itu satu-satunya tempat yang bisa dituju untuk sementara ini. mungkin aku bisa membayar kontrakan, tapi bagaimana aku akan mencukupi pengobatan Mila, sementara uang itu juga untuk makan dan transportasi sehari-hari. aku harus berusaha mencukupi gajiku ditambah dengan potongan perusahaan yang sempat ku pinjam untuk operasi istriku. kupandangi wajah Mila dan raut kesedihan yang terlihat di matanya, dia berkaca-kaca tapi wanita itu berusaha menyembunyikan kesedihannya. rumah ibunya terlalu nyaman selama ini kami tidak pernah berpisah dengan mereka jadi mungkin istriku harus membiasakan diri dan merasakan kerin
"mau kemana?" Tanya istriku cemas."aku mau pergi, sudah terlalu lama kita diinjak-injak, aku sudah tak sanggup lagi.""tapi...." Mila nampak ragu melihatku yang terus berkemas, dia sepertinya bimbang hendak tetap berada di sini ataukah ikut dengan suaminya yang tidak berdaya ini."aku tahu aku harus menghargai mertua, Aku tahu aku harus menjunjung mereka tapi ini benar-benar keterlaluan, Mil. aku masih punya harga diri.""sebagai orang tua mami pasti terlalu mengkhawatirkanku sehingga dia berkata seperti itu.""aku juga memposisikan diriku sebagai dia. Aku membayangkan putriku harus hidup dalam kesulitan bersama suami yang dicintainya. tapi, aku akan menahan diri dari ucapan menghina orang lain," balasku Dengan hati Yang benar-benar Sakit. ingin rasanya menangis tapi aku malu pada genderku sendiri. aku laki-laki yang harus terlihat tegar tapi ada kalanya perasaan ini rapuh dan sedih. "aku sudah berusaha sekuat tenaga Tapi saat tuhan hanya memberi terbatas, aku bisa apa!! Aku juga ma
orang ke sini isinya Mertuaku begitu dia tahu kalau aku dan istriku pergi makan malam ke rumah Fatia, wanita itu mencemooh dan terus berceloteh kalau kami adalah orang-orang yang tidak punya harga diri dan rela menghamba pada keluarga Fatia. "sudah tahu kalau wanita itu yang membuatmu menderita, kini kau pergi dan menjalin hubungan baik dengannya? ada apa denganmu?!""mi, dia kan Bos kami, Jadi kami harus tunjukkan itikad baik Kalau Kami berkomitmen untuk bekerja dengan benar dan berdamai.""apa untungnya, lihat wajah, tangan dan tubuhmu yang sudah cacat itu! dengan segala keburukanmu itu kau datang padanya dan minta maaf? ke mana harga dirimu. bukankah selalu kubilang kalau kau harus menghargai dirimu sendiri sebelum menghambakan diri ke orang lain!""kami tidak menghambakan diri mami, aku dan mereka memang harus menjalin hubungan baik karena suamiku dan suaminya Fathia adalah sepupu. mereka adalah keluarga dekat dan mau tidak mau kami akan berbaur.""Tapi kau bisa menghindarinya...
sehabis makan malam Fathia dan asisten rumah tangganya membereskan Piring dan membawanya ke dapur, Mila sendiri sedang berusaha mendekatkan dirinya pada anak-anak kami, dia mengobrol dengan mereka dan mulai berusaha membangun kepercayaan kedua anakku. Mas Fadli izin sebentar karena dia ada tamu yang sedang menunggunya di depan, jadi kakak sepupuku itu membiarkan aku dan Mila duduk di ruang keluarga bersama anak anak."bentar ya aku mau minum," ucapku pada Mila."iya Mas."kulangkahkan kakiku menuju ke dapur, di sana terlihat Fathia sedang membereskan sisa makanan dan membantu asisten rumah tangganya untuk merapikan piring-piring di wastafel. "mba, Ini sisa makanan masih banyak mungkin boleh dibagikan ke orang-orang yang nongkrong di depan atau yang membutuhkan saja.""iya Bu." jawab pembantunya yang terlihat masih muda itu. "fat."panggilanku membuat dia menghentikan kegiatannya membungkus sisa makanan. "ada apa?""aku benar-benar terkejut dengan kebaikan hatimu. kupikir kau akan
"maaf, karena aku terpaksa mengikuti aturan dan permintaan bosku," ujarku saat berhasil menyusul Mila, dia pulang lebih cepat dari yang kuduga. "kurasa kita harus cari tempat lain untukmu bekerja." "iya. tapi, tunggu hutangku lunas yaa," balasku membujuk. "mau kapan lunas hutangmu, sementara uang yang kita pinjam itu ratusan juta Mas?" "jika kau tahu itu, tolong berdamailah dengan kenyataan. kita harus berjuang dan bertahan." "jadi, tidak ada pilihan lain dalam hidup kita?" "tidak ada." wanita yang masih terlihat bekas luka bakar di tangan dan tubuhnya itu hanya bisa mendesah lemah dan meneteskan air mata. dia menangis lalu memelukku. "apa yang harus kulakukan Mas?" "kita harus bertahan dan realistis, Ayo kita minta maaf dan jalin hubungan baik karena mau bagaimanapun kita tetap bergantung pada keluarganya Fathia." "pada pilihan lain?" "tetap tidak ada. berbaikanlah dengannya, toh, Aku dan Dia tidak punya hubungan lagi. wanita itu, juga kabarnya sedang hamil. ja