"Yud! Yuda!"Rasanya baru sekejap aku tertidur. Tapi bahuku sudah terasa diguncang dan dibangunkan."Yud. Bangun dulu!"Aku pun mengucek mata. Membuka mata dan ternyata Hilma yang membangunkan. Dia sudah duduk di bibir tempat tidur. Entah kapan, dia berhasil melepaskan tanganku yang memeluknya."Kenapa?" tanyaku parau."Mana kunci kamarnya? Aku mau ke luar." Hilma menengadahkan tangannya.Netraku yang belum terbuka sempurna pun menyipit. Mencari-cari jam dinding dan ternyata baru jam tiga dini hari."Mau ke mana? Ini baru jam tiga.""Mau ke mushola. Sini aja kuncinya. Kamu kalo mau lanjut tidur, ya lanjut aja. Tapi sini dulu kuncinya."Hilma pasti akan melaksanakan kebiasaan tahajudnya. Aku memang masih mengantuk, bahkan kini aku bangkit sambil menguap. Ku paksakan netraku agar segera membuka sepenuhnya. "Mana, sini?" Hilma menengadahkan telapak tangannya kembali di depanku.Aku pun menoleh. "Kita tahajud berjamaah, ya?" ajakku setelah kesadaranku terkumpul semua.Kening Hilma bertau
Naik Ranjang🌻POV YudaPagi hari, aku menikmati sarapan pagi bersama kedua mertua, Hilma juga si kembar.Tidak ada lagi gengsi yang dulu ku junjung tinggi. Pagi ini, aku begitu menikmati makanan yang dibuat oleh Hilma ini.Begitu juga dengan orang tua Hilma, pun si kembar. Hanya Hilma yang nampak tidak berselera.Alas di piring nasinya hanya sedikit sekali. Itu pun belum juga habis. Kalah cepat olehku yang bahkan telah menambah sampai dua kali.Nasi goreng lengkap dengan krupuk, juga irisan timun. Aku makan sudah seperti tiga hari saja tidak makan. Tapi, sungguh, sarapan pagi ini memang terasa nikmat.Aku memang baru menyadari, jika Hilma pandai dalam mengolah makanan. Dulu aku kenyang dengan memakan gengsi, sekarang tidak lagi.Bapak mertua telah selesai lebih dulu. Lalu berpamitan ke luar dari ruang makan ini, untuk sekedar bersantai di teras.Lalu disusul Ibu Mertua yang beranjak dengan membawa si kembar, setelah menghabiskan sarapannya.Meninggalkanku berdua dengan Hilma saja di
🌻POV Yuda*Malam hari, aku telah berada di rumahku kembali. Bersama Hilma dan tentunya kedua putraku.Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Aku pun kesulitan mendeskripsikannya. Saking berlipatnya rasa bahagia yang memenuhi hati ini.Seperti permintaan Hilma, usai magrib tadi, acara syukuran atas pernikahanku dan Hilma dengan mengundang anak-anak yatim, telah selesai dilaksanakan.Ibuku yang mengatur semuanya. Hingga acara syukuran itu bisa berlangsung dengan lancar. Sekarang, semuanya sudah pulang. Tinggal aku beserta keluarga kecilku di rumah ini.Si kembar sudah tidur di kamar. Sehingga tinggal aku bersama Hilma yang masih terjaga. Hilma di dapur tengah membereskan sisa-sisa acara tadi dan aku menungguinya. Lebih tepatnya, menjadi mandor.Namun, pekerjaan Hilma tak kunjung selesai. Arloji di tanganku, bahkan sudah berlalu tiga puluh menit. Sejak acara usai dan rumahku benar-benar sepi kembali. Ada saja yang Hilma kerjakan sejak tadi.Tapi kurasa, itu hanya akal-akalan dia s
🌻POV HilmaBerdiri menyandar di ambang pintu sambil mengawasi si kembar. Mereka sedang bermain si kulit bundar di taman rumah.Di dalam rumah, ada Bu Aida yang baru saja datang, dan sekarang tengah menikmati masakanku, karena tadi katanya beliau belum sempat sarapan.Yuda sudah berangkat bekerja. Tinggallah aku bertiga bersama Arka dan Arsa juga Bu Aida. Mertuaku itu seperti tidak kenal lelah. Baru semalam ia pulang dari sini, lalu pagi ini sudah kembali lagi karena rindu pada si kembar.Aku tidak menyangka, jika pernikahanku dan Azmi yang batal, dan justru aku akan kembali menikah dengan Ayah si kembar. Menjadi menantu dari Bu Aida dan Pak Candra kembali. Lalu berkumpul bersama si kembar lagi.Tidak menyangka sama sekali.Aku juga tidak menyangka, Yuda sembuh dari komanya dan sehat seperti sediakala.Dan, yang paling tidak kupahami adalah, Yuda yang mulai berubah.Tidak kulihat lagi Yuda yang angkuh dengan mulut berbisanya.Sejak dia menyatakan cintanya, aku hanya melihat Yuda yang
Cepat aku turun dari tempat tidur. Keluar dari pintu kamar yang dibiarkan terbuka. Melangkah menuju ruang bermain dan melihat Arka yang sedang menangis.Lalu Arsa yang berdiri sambil mendekap erat kereta mainannya, dengan pandangan mendelik pada saudara kembarnya yang menangis.Aku menghampiri Arka. "Sayang, kenapa? Cup cup cup." Aku meraih tubuh Arka hingga berada di atas pangkuanku.Memeriksa barangkali dia terjatuh dan terluka. Namun, nyatanya tidak."Aca, Bu. Aca ... hu hu hu." Arka menangis sambil menyeka kedua netranya.Aku masih menenangkan Arka. Sampai kemudian Bu Aida tergopoh keluar dari mushola. "Kenapa, Arka? Kenapa?" tanyanya cemas juga khawatir."Kayaknya berebut mainan, Bu." Aku menebak.Bu Aida menghela napas berat. "Duh, oma kira kenapa. Arsa Sayang, sini sama Oma. Arsa jangan begitu sama abangnya, ya.""Ummh ... ni ainan Aca ma," jawab Arsa setelah berada dalam pangkuan Omanya."Aca harus berbagi sama Abang, ya. Gak boleh berebut, kasih pinjam abangnya kalau mau main
🌻POV HilmaKeluar dari dapur, aku berjalan pelan dan lambat menuju kamar utama. Aku memutuskan tidak terlalu lama di dapur, selain memang dapur tidak begitu berantakan, juga karena aku memang tidak ingin mengulur waktu. Yuda sudah memberi ultimatum, jika aku berlama-lama di dapur maka dia akan menyusulku.Di depan kamar utama, aku mondar-mandir sendiri sambil menggigiti jari tanganku. Kulihat meja penyimpanan di mana tadi aku menyimpan paper bag dan sekarang telah kosong.Klek!Pintu kamar dibuka dari dalam membuatku sontak berbalik.Yuda telah bertelanjang dada. Dia hanya memakai celana tidurnya yang berupa boxer.Lagi.Aku hanya bisa menelan ludah. Melihat dada bidangnya yang kokoh dan sedikit berotot.Buru-buru aku menunduk. Mengalihkan penglihatan dari Yuda pada ubin keramik di bawah."Kenapa malah mondar mandir? Ayok masuk." Yuda menarik tanganku hendak membawa ke dalam kamar."Aku mau kunci pintu depan dulu," sahutku menarik tanganku dari Yuda. Beranjak dari depan kamar tetapi
Bagian depan dan belakangnya tidak akan sepenuhnya menutup pahaku.Di bagian dadanya begitu rendah. Hanya akan sia-sia karena tidak akan menutupi bra yang kupakai.Lalu di bagian badan belakang, hanya tali-tali tipis yang tidak menutupi punggungku dengan sempurna.Kuhela napas panjang, yang ada aku masuk angin jika harus memakai ini.Pintu kamar mandi telah dibuka. Sontak aku pun menoleh. Yuda menggelengkan kepalanya dan berjalan cepat ke arahku."Lah, kenapa belum dipake juga?" tanyanya di hadapanku."Ini apa? Kalau kamu kasih aku baju, yang bener dikit dong, Yud. Baju belum jadi kayak gini kamu kasih ke aku, sampai dibungkus udah kayak kado. Yang bener aja, Yud!" sahutku sambil mengibarkan baju pemberiannya di tanganku ini.Terdengar helaan napas berat dari Yuda. Dia lantas mengambil baju itu dari tanganku. "Kamu enggak tahu ini apa?" tanyanya kemudian."Ya itu baju, Yud. Tapi kayaknya belum jadi. Karena kalau udah jadi, enggak mungkin terbuka buka kayak gitu."Yuda kembali menghela
Tangan Yuda kembali turun dari dadaku. Menyusuri perut dan telah meraba-raba pahaku."Hmmb!" Aku memekik tertahan. Refleks aku memukul lengan Yuda, saat jari-jari tangannya berhasil menyibak ujung kain pakaian tidurku dan menyusup ke dalamnya.Yuda mencengkram tanganku lalu dengan cepat tangannya bergerak kembali membelai pahaku.Tubuhku menegang karena sentuhan darinya. Ditambah ciumannya yang semakin menekan dan intens. Lebih seduktif dan cepat.Aku kelabakan.Sepertinya, Yuda memang akan benar-benar melaksanakannya malam ini.Duh ... bagaimana ini?Drrrt Drrrt Drrrt Drrrt!!!Ponsel berdering disertai vibrasinya. Yuda menarik dirinya dariku. Dia menegakkan tubuhnya dan melirik ke atas nakas. Meraih ponselnya itu dan melihat pada layar."Hhh ... Ibu?" gumamnya di depan layar ponsel."Ya, Bu? Kenapa?" Yuda mengangkat telepon dari Ibunya. Berbicara dengan napas yang masih naik turun.Aku lalu bangkit dengan cepat. Beringsut turun dari tempat tidur dan melangkah menuju pintu. Lalu buru-