------------------------
Bagaimana aku bisa katakan padamu? Aku mencintai yang baru. Hatiku tergerak untuk mencintainya. Tenang aku tidak melupakan mu wahai kekasihku yang selalu bermain dalam benakku. Kau memberiku nyawa dan jiwamu. Aku memberimu segalanya dan sekarang tak ada yang tersisa. Bantulah aku untuk pergi dan biarkan aku mencintainya. Kau tetap cintaku namun dia membuatku jatuh cinta lagi.
Ingat ini kekasihku, kekasihku yang terindah. Aku tidak pernah melupakanmu, justru aku sangat mencintaimu. Namun aku rasa aku menderita dengan perasaan hampa ini. Aku mencintai gadis selain dirimu, memang berat dan menyakitkan, namun kekasihku, aku melihat matamu padanya, indah sekali. Aku melihatmu dalam kedua kelopak mata indahnya.
Aku Martin Dailuna. Untuk kekasihnya di surga.
----------------------------
Dia menciumi tulisan yang berada di kertas itu dan menaruhnya di atas makam Mia. Dia hanya singgah sebentar, karena hari ini adalah hari aud
"Tuan, bukankah itu, Nyonya?" Dia menujuk ke arah pasangan yang sedang bersama, mereka terlihat duduk di resto terbuka dengan mudah untuk terlihat. Mendengarkan apa yang dikatakan Andira, Martin langsung meminggirkan mobilnya. Pemandangan itu membuat Andira merasa sedikit lupa dengan kegagalannya untuk melaju ke fase berikutnya. Kata juri, dia gagal karena musik yang dia mainkan sudah sangat klise dan tidak spesial karena sudah di cover oleh banyak orang pemusik.Martin memandang fokus ke arah yang ditunjuk oleh Andira."Lutfi?" Alisnya mengernyit dan matanya sedikit menyipit hingga kedua kelopak mata itu lalu membulat. Dia memandang masuk ke arah dua pasangan yang saling berbincang, tertawa dan makan bersama.Di dalam sana, tak ada dinding yang menutupi sehingga orang luar dengan muda melihat para pe
Mobil Martin mengikut di belakang, bersama Andira di sampingnya. "Tuan yakin ingin mengikutinya?" "Kau bilang aku harus mencari alasan lain untuk bercerai, kali ini aku bisa mendapatkannya." Dia menekankan laju mobilnya saat mobil yang diikutinya juga memelankan lajunya. Mobil itu masuk ke dalam hutan, kali ini membuat Martin semakin penasaran apa yang dilakukan istrinya di dalam sana. Bersama adik ipar Martin. Karena tak ingin ketahuan Martin mencari ide agar mobil yang diikutinya tidak curiga jika diikuti. "Kenapa berhenti?" Andira bertanya. "Kita turun di sini." "Turun?" "Kau ingin tetap di sini? Jika ingin tetap di sini tidak apa-apa. Aku akan ke sana sendiri." Andira merenung sejenak, dia berfikir ikut atau tidak? "Aku akan ikut."
Sementara itu, di dalam mobil itu. Sarah dan Lutfi kembali dan lagi bercinta. Mereka selalu mendapatkan tempat dan kenikmatan untuk birahi mereka. Kepuasan nampak pada wajah milik Sarah dan Lutfi, mulut yang terbuka dan suara yang mendesis nikmat. Siapa saja akan tahu apa yang dilakukan oleh orang yang berada di dalam mobil itu.Tangan yang terlihat di kaca mobil, dan kaki yang terangkat, Martin melihat semuanya, Andira menolak melihatnya, dia membelakangi apa yang disaksikan Martin. Dan hanya duduk bersandar di batang pohon. Kacamata Martin melihat semuanya, matanya membulat sempurna.Karena geram dan sangat marah Martin ingin sekali menghancurkan wajah Lutfi. Dia beranjak untuk mendatangi mobil itu, namun Andira menahannya dengan menarik lengan Martin."Anda mungkin marah atau merasa tersakiti. Tapi sebaiknya jangan mendatangi mereka. Tuan Martin, kita pergi saja dariTatapan Andira tulus. Sulit bagi Martin untuk menolaknya. Ma
Ibrahim dan Hatice terkejut dengan kedatangan Martin secara tiba-tiba, mereka langsung memberi jarak satu sama lain karena telah tertangkap basah. Martin sendiri terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dengan apa yang saat ini dia saksikan, membuatnya mengurungkan niatnya untuk mengatakan segalanya. Lutfi, Hatice, Ibrahim dan Sarah mereka sama saja, ternyata sama-sama main curang.Martin yang masih terkejut, dia menghela nafas lalu berbalik tak berbicara apa-apa, dia ingin pergi saja dari sana. Namun Hatice mengejar dari belakang dan menahan tangan Martin."Kau melakukan hal yang sama. Tolong jangan katakan apapun pada Lutfi."Martin berbalik, dia menatap ke arah Hatice namun tidak mengatakan apa-apa."Kak. Tolong jangan katakan hal ini pada siapapun.""Bagaimana caraku mengatakan rahasia adikku sendiri. Kau tahu aku selalu di pihak mu walau kau sendiri, tak selalu berpihak padaku," ucapnya dan
Dia keluar dari area rumah sakit, dan untungnya dia melihat gadis kesayangannya itu sedang berada di pinggir jalan yang berada dekat dengan rumah sakit. Saat itu Andira sedang berdiri di samping penjual eskrim keliling, rupanya dia sedang membeli eskrim. Martin tersenyum tipis melihatnya dan berjalan pelan ke arah penjual eskrim itu."Aku juga ingin satu," katanya saat tiba di samping gerobak penjual eskrim. Andira mendapatkan miliknya sementara Martin harus menunggu miliknya juga."Aku sudah capek-capek antri, Tuan Martin datang langsung dapat," ucapnya dengan kesal sambil menjilat eskrim miliknya.Martin hanya tersenyum dan meraih eskrim yang diberikan penjual untuknya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan mereka berjalan berdampingan sembari memakan eskrim yang ada di tangan mereka."Apa yang Tuan lakukan di sini?" Andira bertanya, dia masih asik menjilat ujung eskrim."Memberitahu Hati semuanya."
Mata Andira membulat dan bibirnya terbuka, tetesan krim jatuh ke bajunya karena terpapar cahaya."Kau harus segera mengabiskan eskrim mu, atau akan seperti hatiku.""Ha?""Meleleh."Mendengarnya, rasa kaget Andira diganti dengan kekehan tawa ya g renyah. Sekali lagi Martin dapat membuat Andira tertawa."Sudahlah, ayo kita pulang. Lagi pula kau harus menyiapkan makanan bukan? Anak-anak akan pulang. Sarah akan pulang dan Raisi akan pulang." Dia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Andira selepas mereka menghabiskan eksrim yang mereka nikmati sejak tadi.Andira tersenyum, dan meraih uluran tangan Martin, dia berdiri dan mereka melepas tangan, namun tetap berjalan beriringan. Selalu menyenangkan berjalan beriringan dengan orang yang kau cintai. Martin menikmati momen itu, hanya berjalan beriringan saja membuatnya menyukai setiap langkahnya.Mereka masuk ke dalam mobil dan menuju rumah besar Dail
Di ruangan kerja itu, Martin dengan tatapan mengintimidasi dia menatap Ibrahim yang duduk di sebrang meja. Dia menatap pria itu dengan penuh rasa heran dan bingung i gun memulainya dari mana. Dua memejamkan matanya beberapa detik, menghela nafas dan mulai membuka mulut."Sejak kapan kau berhubungan dengan adikku?" Tatapannya serius namun tak begitu tajam."Apa itu bagian dari pekerjaan?" Ibrahim bertanya balik dengan suara berani, dan tatapan yang juga berani menatap sang atasan. Mendengar jawaban dan tatapan berani itu membuat Martin mengernyit dan sedikit menganga tipis. Dia yang tadinya mencondongkan tubuhnya kini perlahan menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi."Ini masalah pribadi adikku dan aku.""Kalau begitu tolong jangan sangkut pautka
"Bagaimana dengan pekerjaan ku Kak?" Raynaldi yang tiba-tiba, datang ke kantor sang kakak. Sarah duduk di kursinya dengan gaya elegannya."Aku akan bicara dengan Martin, jika dia tidak izinkan kau akan kusuruh bekerja saja di sini.""Bekerja di sini?""Kenapa kau selalu menolak?""Aku tidak tahu, aku hanya ingin menolak. Aku tidak ingin bekerja di sini! Tidak ingin Kak! Carikan aku pekerjaan yang lebih baik!"Mendengar sikap kepala Ray, membuat Sarah hampir meledakkan kepalanya. Dia sudah dipusingkan dengan urusan kantor, sekarang adiknya datang dan menambah masalah saja. Karena tak mendapatkan jawaban dari sang kakak. Ray pergi saja dari sana dan tak lupa membanting pintu ruangan Sarah."Hei! Anak sialan itu!"Sarah mengumpat terus, dia memijat-mijat keningnya, dan terlihat begitu sangat
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k