Kondisi Nadira semakin parah, dia bahkan hanya memakan beberapa suap saja di dalam kurungan dan Hatice semakin merasa terpuruk dengan kondisi demikian. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk menyelamatkan Nadira. Dia lebih memikirkan kondisi keponakannya itu dibandingkan dengan kondisinya sendiri. Nadira saat ini tidur di atas pangkuan Hatice, matanya bengkak dan tubuhnya terasa ringan. Hatice memandang ke depan, ke arah dinding polos yang ingin sekali ia hancurkan. Dia bahkan tak dapat mengamuk dalam kesedihan dan kemarahannya. Dia hanya mengatakan, "Ayahmu akan menemukan kita," katanya, terus dia katakan pada Nadira yang masih saja meneteskan air mata dalam tidurnya. Isak tangis Nadira yang selalu besar, kini tak dapat terdengar lagi dia bahkan tak tahu apakah dia masih bisa selamat atau akan terjebak dan tiada di tempat mengerikan itu. Dia tidak memiliki harapan bahwa ayahnya akan datang padanya setelah mengetahui bahwa Andira sangat membuat ayahnya buta dan hanya berada d
"Apa yang kau akan lakukan, padanya?" tanya Andira, dia menatap Ibrahim dengan tatapan tajam yang curiga, dalam benaknya akan terjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah ia bayangkan. kini ia berada dalam masalah besar yang tak pernah ia sangka akan lalui. Banyak masalah yang telah ia lalui tapi masalah yang satu ini, masalah inilah yang paling brutal baginya. Karena masalah ini, dia hidup dalam mimpi buruk, juga dia menyadari akan rasa sukanya yang dia balas untuk Martin Dailuna. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam kisah ini, dan Ibrahim telah menyembunyikan banyak hal padanya. "Pada siapa?" tanya Ibrahim balik pada Andira. Dia kini berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Andira berada, sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar dengan tempat tidur kecil di dalamnya. "Tuan Martin, Raisi, dan yang lainnya, apa yang akan kau lakukan pada mereka?" tanyanya lagi, dia bertanya berulang kali. Ibrahim kini duduk di samping Andira, raut wajahnya seolah akan memberi tahu sesuatu pada
Andira berdiri dari duduknya setelah mendengar berita yang tak diduganya. Dia bertanya tanya apa yang mungkin terjadi pada Hatice dan Nadira. "Kau harus ke sana, cepat lah, karena jika tidak mungkin kau akan terlambat, Ibrahim," katanya. Andira terlihat begitu cemas dan wajahnya begitu muram. "Kau tidak perlu memberi tahu aku akan apa yang harus aku lakukan, aku tahu apa yang harus aku lakukan," kata Ibrahim yang kemudian keluar dari ruangan kamar Andira. Kini Andira duduk di kembali di atas ranjangnya, tepatnya di pinggir ranjang. Dia menelan ludah berkali kali dan merasa bahwa ada yang terjadi pada salah satu diantara mereka. Gadis ini merasa bersalah sangat bersalah. Dia sebenarnya tidak memiliki dendam apa apa pada Martin Dailuna, tapi Ibrahim yang mendorong dia untuk melakukan hal keji. Tangannya lemas, jemari jemarinya terasa bergetar hebat, apa yang dia lakukan saat ini adalah hanya merasa takut dan duduk dengan menyesali apa yang dia telah lakukan selama ini, apa yang dia la
Kepala Martin Dailuna seakan ingin meledak karena apa yang dia pikirkan saat ini. Pecahan puzzle demi pecahan dia berusaha untuk satukan. Tapi kini dia sendiri, tak ada yang lagi yang bersamanya, selama penyelidikan dia memilih untuk diam saat dia mengetahui segalanya, saat dia mengetahui bahwa Ibrahim adalah Abraham, pria yang menipunya selama ini, dia baru mengetahui apa yang terjadi setelah sekian lama. Orang yang ingin dia celaka adalah adik dari wanita yang sangat dicintainya. Wanita yang telah hilang dalam hidup Martin, dan Wanita yang tidak pernah hilang dalam hati Martin. Wajah Martin Dailuna terlihat begitu lusuh, dan dia hanya berdiri dengan segelas susu putih di tangannya. Dia berdiri menghadap keluar dari jendelanya. Membiarkan tim penyidik yang mengurus semuanya. Temannya Rami juga tidak dia temui, mantan istrinya juga tidak dia temui, semua orang yang mengenalnya tidak ditemui olehnya. Dia sendiri di singgasana miliknya. Hatinya terlampau lemah dan tidak ada sesuatu ya
Pria dengan tato macho ini menatap gadis yang terluka di lengan dan bagian tubuh lainnya, dia sudah sering kali menyiksa gadisnya sekian lama karena hasrat dan kemarahan yang dimilikinya. Nigel Dailuna, pria yang memiliki kisah sendiri yang dipenuhi akan luka yang mendalam, tapi kisahnya di sini terlalu singkat, dia hanya anak yang tak diharapkan oleh ayahnya, Ryan Dailuna. Yang ketika muda menjadi budak dari Mark Dailuna. Dia selalu memiliki harapan besar bahwa dialah yang lahir di rahim ibu Martin dan selalu berharap bahwa dialah putra sulung dari Mark Dailuna. Bukan Martin Dailuna. Kini dia berjalan ke arah gadis yang ditatapnya, gadis yang terlelap di atas ranjang yang dipenuhi bunga mawar yang kini berwarna merah gelap karena sudah kehilangan kesegarannya. Layu dan telah mati. Dia kini duduk di pinggir ranjang dan menatap gadisnya terlelap. Tangannya menyentuh lembut wajah gadis bernama Lizzia itu, dan menatapnya dengan harapan gadis itu akan memaafkan atas apa yang telah dia l
Tangan Andira sedikit lagi mengiris nadi yang berdetak di pergelangan tangannya. Namun syukurlah Ibrahim tidak akan pernah membiarkan Andira untuk melakukan hal semacam itu. "Baiklah jika kau tidak mau melakukannya, kau tidak ingin aku memerintah kamu, tapi lakukan hal ini sekali lagi. Tetaplah di sini dan jangan lakukan hal gila yang bisa membuatmu menyesal!" Ibrahim menatap Andira dengan tatapan kesal sementara Andira menatap Ibrahim dengan tatapan benci. Kini Ibrahim keluar dari ruangan itu dan mengunci Andira di dalam sana. Andira yang kemudian melepas pecahan beling yang bisa saja melukai tangannya. Gadis ini kini hanya terduduk di kursinya dan berusaha untuk membuat dirinya sendiri tenang dan tidak memikirkan hal yang buruk. Ibrahim berjalan ke ruangan dimana Hatice dan Nadira terkunci, dia mendapat kabar bahwa terjadi sesuatu di ruangan itu. "Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Ibrahim dengan langkah cepat menuju ruangan yang kini terdengar suara jeritan di sana. "Entah
Martin yang berdiam diri di rumahnya sendirian, dengan wajah yang tak terurus dan tak dipedulikan, yang hanya mempercayai para polisi dan detektif untuk mencari keluarganya kini mendengar suara ponsel yang sudah lama dia tak genggam kini berdering. Dia menoleh ke arah ponsel itu, dan hanya menatapnya sejenak, lalu dia menoleh kembalu ke arah lain dan tak memperdulikan suara deringan yang terus berdering tanpa henti. Karena kesal dengan suara deringan itu, Martin berdiri dari duduknya dan meraih ponselnya, lalu melemparnya hingga hancur. Kepingan bagian dari ponsel itu menyebar dan akhirnya, ponsel itu berhenti berdering. "Aku butuh hidup yang tenang, dan aku tidak membutuhkan suara nyaring itu!" katanya dengan tegas. Selama beberapa hari dia terus mengalami halusinasi yang tak dapat dia kendalikan, dan suara-suara menyebalkan membuatnya terus mengoceh sendiri lalu menghancurkan sesuatu yang bersuara itu. Dia bahkan tidak peduli dengan isi perutnya, dia hanya memakan roti isi dengan
"Bertahanlah, bertahanlah sayangku, bertahanlah Nadira, bertahanlah." Hatice, matanya tertutup kain merah sementara Nadira terbaring di pangkuannya. Ibrahim sengaja menutup mata Hatice karena jika Hatice pergi dengan mata yang terbuka maka dia akan menghafal dan dengan mudah mengingat tempat penyekapan yang dilakukan Ibrahim pada mereka berdua. Raut wajah Hatice betul-betul terlihat sangat-sangat cemas dan kedua tangannya terikat dan juga kakinya. Kedua tangan Hatice bergetar dan lama kemudian akhirnya dia sampai tepat di rumah sakit kota. Penutup matanya kini terbuka dan dia bersama dengan Nadira langsung dilempar keluar dari mobil yang ditumpanginya, dan setelah itu mobil hitam mengkilat tanpa plat nomor ini langsung melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Dalam hitungan detik orang-orang di sana langsung mendatangi mereka dan memberi bantuan, kamera ada di mana-mana dan Hatice juga Nadira langsung ditangani. Penutup mata Hatice kini dilepas dan dia di bawa masuk lalu diobati di
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k