"Aku menemukan Lizzia mu," ucap Ibrahim, dia berjalan ke arah Nigel yang berdiri menatap Raisi yang babak belur dan terikat di atas kursi. Raisi yang mendengarnya segera mengangkat kepalanya dan menatap Ibrahim. Mata Raisi membelalak menatap Ibrahim, selama ini dia percaya sekali dengan Ibrahim dan kini, dia menatap orang dari dalang semua hal ini. "Ibrahim?" gumam Raisi, darah mengalir di wajahnya. "Bagaimana kabar mu anak muda? kenapa? kau terkejut?" tanya Ibrahim yang kemudian mengabaikan Raisi. "Kau sialan itu! Kau yang melakukan semuanya? Dasar bajingan!" Raisi memberontak marah, matanya terlihat nanar sehingga memberi gangguan antara Nigel dan juga Ibrahim. Kini keduanya keluar dari ruangan itu dan melangkah jauh. "Dimana kau menemukannya?" tanya Nigel, dia terlihat lelah karena memukul anak sulung Dailuna. "Di istana Dailuna, dia bersembunyi di sana," jawab Ibrahim. "Hmm, sudah kuduga, dan bodohnya aku tidak mencarinya di sana. Ah lupakan, setidaknya kau sudah menemukan
Kondisi Nadira semakin parah, dia bahkan hanya memakan beberapa suap saja di dalam kurungan dan Hatice semakin merasa terpuruk dengan kondisi demikian. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk menyelamatkan Nadira. Dia lebih memikirkan kondisi keponakannya itu dibandingkan dengan kondisinya sendiri. Nadira saat ini tidur di atas pangkuan Hatice, matanya bengkak dan tubuhnya terasa ringan. Hatice memandang ke depan, ke arah dinding polos yang ingin sekali ia hancurkan. Dia bahkan tak dapat mengamuk dalam kesedihan dan kemarahannya. Dia hanya mengatakan, "Ayahmu akan menemukan kita," katanya, terus dia katakan pada Nadira yang masih saja meneteskan air mata dalam tidurnya. Isak tangis Nadira yang selalu besar, kini tak dapat terdengar lagi dia bahkan tak tahu apakah dia masih bisa selamat atau akan terjebak dan tiada di tempat mengerikan itu. Dia tidak memiliki harapan bahwa ayahnya akan datang padanya setelah mengetahui bahwa Andira sangat membuat ayahnya buta dan hanya berada d
"Apa yang kau akan lakukan, padanya?" tanya Andira, dia menatap Ibrahim dengan tatapan tajam yang curiga, dalam benaknya akan terjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah ia bayangkan. kini ia berada dalam masalah besar yang tak pernah ia sangka akan lalui. Banyak masalah yang telah ia lalui tapi masalah yang satu ini, masalah inilah yang paling brutal baginya. Karena masalah ini, dia hidup dalam mimpi buruk, juga dia menyadari akan rasa sukanya yang dia balas untuk Martin Dailuna. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam kisah ini, dan Ibrahim telah menyembunyikan banyak hal padanya. "Pada siapa?" tanya Ibrahim balik pada Andira. Dia kini berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Andira berada, sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar dengan tempat tidur kecil di dalamnya. "Tuan Martin, Raisi, dan yang lainnya, apa yang akan kau lakukan pada mereka?" tanyanya lagi, dia bertanya berulang kali. Ibrahim kini duduk di samping Andira, raut wajahnya seolah akan memberi tahu sesuatu pada
Andira berdiri dari duduknya setelah mendengar berita yang tak diduganya. Dia bertanya tanya apa yang mungkin terjadi pada Hatice dan Nadira. "Kau harus ke sana, cepat lah, karena jika tidak mungkin kau akan terlambat, Ibrahim," katanya. Andira terlihat begitu cemas dan wajahnya begitu muram. "Kau tidak perlu memberi tahu aku akan apa yang harus aku lakukan, aku tahu apa yang harus aku lakukan," kata Ibrahim yang kemudian keluar dari ruangan kamar Andira. Kini Andira duduk di kembali di atas ranjangnya, tepatnya di pinggir ranjang. Dia menelan ludah berkali kali dan merasa bahwa ada yang terjadi pada salah satu diantara mereka. Gadis ini merasa bersalah sangat bersalah. Dia sebenarnya tidak memiliki dendam apa apa pada Martin Dailuna, tapi Ibrahim yang mendorong dia untuk melakukan hal keji. Tangannya lemas, jemari jemarinya terasa bergetar hebat, apa yang dia lakukan saat ini adalah hanya merasa takut dan duduk dengan menyesali apa yang dia telah lakukan selama ini, apa yang dia la
Kepala Martin Dailuna seakan ingin meledak karena apa yang dia pikirkan saat ini. Pecahan puzzle demi pecahan dia berusaha untuk satukan. Tapi kini dia sendiri, tak ada yang lagi yang bersamanya, selama penyelidikan dia memilih untuk diam saat dia mengetahui segalanya, saat dia mengetahui bahwa Ibrahim adalah Abraham, pria yang menipunya selama ini, dia baru mengetahui apa yang terjadi setelah sekian lama. Orang yang ingin dia celaka adalah adik dari wanita yang sangat dicintainya. Wanita yang telah hilang dalam hidup Martin, dan Wanita yang tidak pernah hilang dalam hati Martin. Wajah Martin Dailuna terlihat begitu lusuh, dan dia hanya berdiri dengan segelas susu putih di tangannya. Dia berdiri menghadap keluar dari jendelanya. Membiarkan tim penyidik yang mengurus semuanya. Temannya Rami juga tidak dia temui, mantan istrinya juga tidak dia temui, semua orang yang mengenalnya tidak ditemui olehnya. Dia sendiri di singgasana miliknya. Hatinya terlampau lemah dan tidak ada sesuatu ya
Pria dengan tato macho ini menatap gadis yang terluka di lengan dan bagian tubuh lainnya, dia sudah sering kali menyiksa gadisnya sekian lama karena hasrat dan kemarahan yang dimilikinya. Nigel Dailuna, pria yang memiliki kisah sendiri yang dipenuhi akan luka yang mendalam, tapi kisahnya di sini terlalu singkat, dia hanya anak yang tak diharapkan oleh ayahnya, Ryan Dailuna. Yang ketika muda menjadi budak dari Mark Dailuna. Dia selalu memiliki harapan besar bahwa dialah yang lahir di rahim ibu Martin dan selalu berharap bahwa dialah putra sulung dari Mark Dailuna. Bukan Martin Dailuna. Kini dia berjalan ke arah gadis yang ditatapnya, gadis yang terlelap di atas ranjang yang dipenuhi bunga mawar yang kini berwarna merah gelap karena sudah kehilangan kesegarannya. Layu dan telah mati. Dia kini duduk di pinggir ranjang dan menatap gadisnya terlelap. Tangannya menyentuh lembut wajah gadis bernama Lizzia itu, dan menatapnya dengan harapan gadis itu akan memaafkan atas apa yang telah dia l
Tangan Andira sedikit lagi mengiris nadi yang berdetak di pergelangan tangannya. Namun syukurlah Ibrahim tidak akan pernah membiarkan Andira untuk melakukan hal semacam itu. "Baiklah jika kau tidak mau melakukannya, kau tidak ingin aku memerintah kamu, tapi lakukan hal ini sekali lagi. Tetaplah di sini dan jangan lakukan hal gila yang bisa membuatmu menyesal!" Ibrahim menatap Andira dengan tatapan kesal sementara Andira menatap Ibrahim dengan tatapan benci. Kini Ibrahim keluar dari ruangan itu dan mengunci Andira di dalam sana. Andira yang kemudian melepas pecahan beling yang bisa saja melukai tangannya. Gadis ini kini hanya terduduk di kursinya dan berusaha untuk membuat dirinya sendiri tenang dan tidak memikirkan hal yang buruk. Ibrahim berjalan ke ruangan dimana Hatice dan Nadira terkunci, dia mendapat kabar bahwa terjadi sesuatu di ruangan itu. "Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Ibrahim dengan langkah cepat menuju ruangan yang kini terdengar suara jeritan di sana. "Entah
Martin yang berdiam diri di rumahnya sendirian, dengan wajah yang tak terurus dan tak dipedulikan, yang hanya mempercayai para polisi dan detektif untuk mencari keluarganya kini mendengar suara ponsel yang sudah lama dia tak genggam kini berdering. Dia menoleh ke arah ponsel itu, dan hanya menatapnya sejenak, lalu dia menoleh kembalu ke arah lain dan tak memperdulikan suara deringan yang terus berdering tanpa henti. Karena kesal dengan suara deringan itu, Martin berdiri dari duduknya dan meraih ponselnya, lalu melemparnya hingga hancur. Kepingan bagian dari ponsel itu menyebar dan akhirnya, ponsel itu berhenti berdering. "Aku butuh hidup yang tenang, dan aku tidak membutuhkan suara nyaring itu!" katanya dengan tegas. Selama beberapa hari dia terus mengalami halusinasi yang tak dapat dia kendalikan, dan suara-suara menyebalkan membuatnya terus mengoceh sendiri lalu menghancurkan sesuatu yang bersuara itu. Dia bahkan tidak peduli dengan isi perutnya, dia hanya memakan roti isi dengan
Ya dia tahu siapa yang membawa Andira, dan anehnya sesuatu menjadi lebih muda baginya, tak ada pengawal sementara Martin memegangi senjata api di tangannya walau dia terlihat terluka di kepala, dan beberapa darah yang mengalir di tangannya, ya sebelum Ibrahim berhasil dijatuhkan oleh Martin, Ibrahim berhasil menyerang Martin dengan irisan balok yang membuatnya terluka. Di sisi yang lain, Martin membuka satu-persatu pintu ruangan yang ada di labirin, sampai akhirnya dia tidak menemukan pintu apa pun, hanya dinding kasar di sekelilingnya, dan yang membuatnya merasa bingung adalah di mana semua orang? Martin tak menemukan siapa pun, tapi dia bisa melihat tanda ayang dia tahu bahwa yang melakukannya pasti Nigel, untuk menjebak Martin, walau Martin paham akan jebakan itu, dia tetap mengikuti pola petunjuk yang dia tidak tahu akan membawa dia ke mana, hanya saja tak ada pilihan lain. "Martin." Langkah kaki Martin terhenti, dia mendengar sesuatu, di belakang, di depan, di samping, lalu s
Rasa lemas menjalar di sekujur tubuh Martin, dia tidak menyangka bahwa Nigel akan sejauh ini, gadis yang selalu bersamanya yang Martin pikir Litzia telah menjadi gadis yang penting bagi Nigel ternyata saat mencoba membalas dendam dan ambisi gadis itu tidak lain hanyalah sekedar hiburan bagi Nigel. Mata Martin redup, dia kebingungan bagaimana harus merespon apalagi rasa panas dikarenakan cahaya lampu yang langsung mengarah kepadanya membuatnya merasa terganggu. Dia meremukkan rambut-rambut nya yang kusut, dan saat mencoba untuk fokus, dia menemukan sesuatu berada di tangan Litzia, gadis itu menggenggam sesuatu, Martin yang merasa apa yang digenggam Litzia penting langsung meraih tangan gadis itu dan membuka telapaknya, di sana terletak kertas yang mungkin berisikan informasi. Tulisan yang Martin tahu bukanlah milik Litzia melainkan milik Nigel, ya jelas kertas dengan tinta yang ditulis Martin dan berisikan, "Putramu dan Andira selanjutnya, oh ya astaga kau tidak akan menemukan putra
Bibir Martin terbuka, dia merasa heran siapa yang mungkin yang telah membukakan pintu untuknya, dan kenapa pintu ini bisa terbuka sendiri. Sia menelan saliva berkali-kali tapi dia tidak bisa diam, ya dia tidak seharusnya seperti ini, dia mengepalkan tangan dengan kemarahan yang luar biasa, pada Nigel, Ibrahim dan sedikit rasa kecewa dan kebencian terhadap Andira, atau dia sedang berusaha untuk membenci gadis itu. Tapi sebelum semua itu harus diselesaikan olehnya, dia berusaha untuk menemukan putranya terlebih dahulu, di mana Raisi, dan kenapa semuanya terlihat kacau, kenapa Tidka ada penjaga dan pintu ruangannya sendiri, sel yang dia miliki sendiri yang seharusnya menjadi tempat dia tertahan kini terbuka. Tapi semua itu tidak penting, Martin dia mencoba untuk melangkah pergi, tetapi dia tidak dengan tangan kosong, di dalam saku-saku celananya dia menyimpan pecahan beling yang dia hancurkan sebelumnya dan akan menjadikannya sebagai pertahanan atau cara untuk melawan. Sayangnya dia
Litzia mencoba menyelematkan siapa pun yang bisa dia selamatkan setelah dia berhasil membantu Raisi, yang entah apakah Raisi berhasil keluar dari labirin rumit yang telah dibangun oleh Nigel selama ini atau usaha mereka hanya akan menjadi boomerang. Dia memastikan bahwa Ibrahim mengetahui rencana Nigel untuk menghabisi mereka semua di tempat itu, sehingga mungkin dalam sesaat dia ingin menyelamatkan semuanya, termasuk Andira, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan bahwa Martin tiada di tangannya. Di sisi yang lain Litzia, dia membuka pintu demi pintu, labirin yang begitu membingungkan, dia tidak bisa menemukan di mana kamar Martin, atau di mana sel Martin disembunyikan, langkah demi langkah dia berusaha untuk dapatkan hingga akhirnya dia menemukan satu ruangan yang tak terjaga, cukup jauh dan firasatnya berkata, mungkin itu adalah Martin. Langkahnya menuju sel itu cepat, dan menemukan seseorang yang bersandar tanpa semangat hidup duduk di lantai. Litzia hanya dapat melihat pria i
Beberapa Saat Sebelumnya "Pergilah, kau tidak punya waktu, kau harus meninggalkan tempat ini atau Nigel akan menghabisi mu di hadapan ayahmu. Dia akan mempermainkan Malian berdua sebelum akhirnya mengakhiri semuanya." Dia mencoba membuka gelangan borgol di tangan Raisi sementara Raisi yang terlihat dengan wajah berantakan, darah di sisi wajahnya, dan rambut yang terlihat tak terawat itu memandang bingung. "Bagaimana kau mendapatkan kunci itu ... Astaga kau membahayakan dirimu sendiri Litzia." Raisi menghentakkan tangannya seolah menolak bantuan Litzia tapi gadis ini mencoba untuk tetap membantu Raisi. "Kau tidak tahu bahwa Nigel adalah monster dan dia akan menghabisi kalian, kau, Martin, Andira, semuanya, bahkan Ibrahim tangan kanannya sendiri akan mati di sini jika tidak pergi." "Andira?" Raisi menelan saliva, dia gemetar. "Ya." "Tidak." Raisi yang kedua tangannya sudah terbebas dari borgol itu menggelengkan kepala, "Aku tidak mau meninggalkan Andira. Bawa aku padanya dan akan
Semua tampak jelas, Martin melihat segalanya dalam kesunyian yang tak terhentikan, dia merasa bahwa hidupnya akan selalu seperti ini, menderita. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Andira, tapi dengan biaya sebesar apa? Dan kini, di mana gadis itu? Di mana putranya? Dan demi keinginan yang ia hasratkan semuanya berakhir kacau, dia terjebak di dalam neraka yang abadi. Nigel menghentakkan kepala Martin dan membiarkan dia tergelatak di dalam sana, kini adalah rencana selanjutnya tapi kapan dia akan melakukan rencana selanjutnya? Oh ya dia akan mempermainkan Martin lebih lama, lebih parah, San jauh lebih menyakitkan sebelum pada akhirnya mengakhiri hidup Martin Dailuna. Di sisi yang lain, Ibrahim tak sanggup menahan amarah dendam yang ingin segera mengakhiri hidup Martin, menghancurkan dinasti Dailuna selamanya. Tetapi semua itu berada di tangan Nigel yang memiliki lebih banyak anak buah. "Apa lagi yang kau tunggu?" Ibrahim bertanya, dia tak sanggup menahan diri untuk segera mengakh
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap