Saat bibir Martin jatuh pada bibir Andira, dan dengan menikmati bibir itu, Martin berusaha untuk melupakan kebohongan Andira. Dan Andira sendiri, dia membalas lumatan bibir Martin dan juga berusaha untuk tetap berpura-pura dan ikut menikmati lumatan bibir Martin. Kedua tangan Andira mengalung pada leher Martin dan kaki kirinya terangkat hingga terikat pada tubuh Martin. Martin sedikit mendorong tubuh Andira untuk bersandar di dinding, lalu mengangkat kedua kaki indah Andira untuk mengikatkannya pada punggung Martin. Mereka melepas hubungan bibir mereka, mengambil nafas cukup dan saling memandang. "Apa di sini juga ada kamera?" Andira mengangguk, tak berkata apa-apa dia kembali agresif dan melumat bibir Martin. Sesuatu mengeras di balik celana panjang Martin. Saat mereka kembali melepas hubungan bibir itu, Martin menurunkan kaki Andira, dia menatap Andira dalam diam, membiarkan batang yang mengeras itu tetap mengeras, dia hanya menatap kelopak mata Andira yang dimana mereka saling m
Berita tentang kematian Pak Andi sudah tersebar di mana-mana. Mata Sabina yang melihat itu langsung membulat, dia melihatnya di dalam tv nasional yang sudah tersebar di saluran tv nasional. Dia menelan ludah dan langsung membangunkan Ibrahim dari tidurnya. Dia mengetuk pintu kamar Ibrahim yang sama sekali tak terkunci. Karena tak mendapatkan jawaban Sabina langsung masuk ke dalam kamar Ibrahim dimana di sana, dia masih tertidur dan berbalut selimut. "Paman Ibrahim! Paman!" Sabina sambil menggerak-gerakkan tubuh Ibrahim yang terlelap. Terlihat kecemasan pada wajah polos Sabina. "Paman!" Dia kemudian membesarkan suaranya dan memukul wajah Ibrahim yang akhirnya terbangun. Dengan mata yang masih sayup-sayup Ibrahim terbangun. Mata yang masih menyipit itu menatap Sabina. "Ada apa?" Dengan suara lemah Ibrahim menjawab. "Kakek, kakek Andi...." Sabina tak kuasa, dia mengeluarkan air matanya dan menangis di hadapan Ibrahim. Mendengarnya Ibrahim kemudian terbangun dan sedikit terkejut atau p
Andira terlihat bangun dari tidurnya dan segera memandikan tubuhnya yang terasa gerah dan lelah. Raut wajah dia datar dan hanya menikmati guyuran air yang jatuh dari lubang-lubang shower. Dan setelah membersihkan tubuhnya dia mengenakan pakaian dengan model yang sering dipakainya, baju sayak yang menutupi hingga di atas lutut dengan motif bunga-bunga kecil yang dimana belahan dada sedikit terlihat. Saat menatap tubuhnya di dalam cermin besar di samping lemari dan tempat tidur, terdengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Andira membalikkan tubuhnya dan melangkah ke arah pintu dan dengan pelan dia membukanya, melihat Lizzia berdiri di hadapan pintu. "Iya?""Aku dengar bahwa beberapa sudut di rumah ini terdapat cctv, benar?" tanyanya, matanya terlihat tatapan cemas. "Iya." Andira menjawab pelan dan lemah. "Apa aku bisa tahu dimana saja?""Di kamarku, di kamar Martin, di dapur, ruang kerja Martin, hanya itu, kenapa?" "Berarti di sini...""Kau tidak akan terlihat, hanya bagian
Mata Martin membulat melihat dokumen yang menunjukkan foto dan tentang kasus kematian Pak Andi. Martin geleng-geleng kepala dengan kata suara kecil yang berkata, "Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi," katanya, berulang-ulang meluhat dokumennya. Andira sendiri diperintahkan oleh Martin untuk kembali ke meja makan dan bertemu dengan Lizzia. "Ada apa?" tanya Lizzia saat melihat Andira tiba di meja makan. "Sesuatu terjadi, ini menyangkut tentang hilangnya anak-anak Martin," jawab Andira dan langsung duduk di kursinya, dia menunduk dan merenung, memikirkan sesuatu di benaknya. Sementara Martin sendiri masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, doa orang petugas kepolisian berada di depannya, duduk di atas sofa rumahnya, memberi kabar tentang kematian seseorang yang baik padanya. "Kenapa Anda tidak mengatakan bahwa anak Anda, Randy Dailuna telah ditemukan?" tanya Syarif kepada Martin yang dimana Martin langsung menatap Syarif. "Untuk menjauhi media," jawab Martin. "Kami sempat
Sementara Andira di sini, dia masih berdiri dan berpikir untuk menghubungi Ibrahim. Dia masuk ke dalam kamarnya, dan mengunci pintu kamarnya dari dalam. Dia mengubungi Ibrahim dengan sangat tergesa-gesa. "Halo." "Ada apa Andira?" tanya Ibrahim dalam panggilannya. "Apa yang kau lakukan pad pria tua itu? Aku yakin kau yang melakukannya bukan?" Suara Andira berbisik-bisik, takut nanti Lizzia menguping. Walau tidak masuk akal jika Lizzia mendengarnya, toh Lizzia sedang mencuci piring di dapur dan mulai sedikit merasa aman di rumah bak istana tanpa pelayan itu. Kembali pada Andira tang masih merasa cemas dan tergesa-gesa."Apa pedulimu pada pria tua yang tak berguna itu. Dan ya kenapa kau mematikan sambungan kamera tersembunyi di dalam dapur rumah Dailuna, juga... Kau tidak memberitahuku bahwa Randy sudah pulang ke rumahnya! Kenapa denganmu Andira!" Suara Ibrahim membentak. "Apalagi yang kau inginkan dariku Ibrahim! Aku sudah melakukan semuanya untukmu!""Itu tidak cukup untuk menghan
"Aku ingin berkas-berkas semua kolega yang memutuskan kerja samanya dengan perusahaan kita." Martin yang langsung memintanya pada salah seorang stafnya. "Akan saya bawakan Pak langsung ke ruangan Anda," jawab pegawainya itu. Martin mengangguk dan mengajak Rami ke ruangan pribadinya di ruang kerjanya. "Kau yakin bahwa salah satu dari mereka yang melakukannya?" tanya Rami, berjalan di samping Martin dan masuk ke dalam lift. "Bisa jadi bukan? Aku tidak begitu yakin, namun mereka juga sempat begitu sangat membenciku," jawab Martin. Ting...Suara pintu lift terbuka dan keluarlah mereka berdua. Martin dan Rami berjalan ke arah ruangan Martin. Kebetulan Fainah juga keluar dari ruangan pribadinya yang cukup berdekatan dengan ruangan kerja Martin. Dia sempat terkejut karena dia tak menyangka bahwa Martin akan datang ke kantor padahal Martin sedang mengambil cuti selama sebulan lamanya untuk fokus pada kasus anaknya yang menghilang. "Pak Martin." Fainah yang memberi salam dan senyum. Martin
Andira terlihat duduk di atas ranjang dan mencari tahu siapa yang mungkin mencurigakan, Martin juga menanyai Andira tentang suara yang mungkin dikenalinya, beberapa orang terkenal di televisi dia perlihatkan, siapa tahu jika Andira yang matanya tertutup dikala itu bisa mendengar suara dari pria yang menculiknya. "Tidak ada satupun yang sama, Mart," jawab Andira. "Tapi aku tidak menyukai Thomas Arfinjaya, dia sepertinya pria yang sama denganmu," ucap Andira pada Martin. "Sama denganku?""Ya... Pria tua yang menyebalkan," ucap Andira menampilkan senyum tipis pada Martin yang mengernyit. "Jadi kau pikir aku pria tua yang menyebalkan?""Ya... Kalian sama saja," ucap Andira dengan terkekeh. Martin hanya menggeleng dan kembali mencari di layar laptopnya tentang nama yang dicurinya. Ada dua puluh nama yang dicurigai Martin, Rami dan Andira, dan yang paling atas adalah Thomas Arfinjaya yang menghilang entah kemana. "Martin.""Iya?""Apa kau tidak memiliki nama selain nama ini? Maksudku, n
Nigel yang saat itu berada di rumahnya, dan tengah asik memakan sendiri sarapannya, tanpa ada keluarga yang lainnya, hanya dia dan banyaknya pelayan yang ada di sisi dirinya. Pelayan yang menyiapkan makanan untuk dirinya. Dia masih dipusingkan dengan menghilangnya Lizzia. Dimana gadis ini? Kepalanya terasa penat karena tidak tahu harus mencari dimana lagi? Setelah sarapan dengan raut wajah marah dan tubuh yang sudah bersih, dan dengan kaos juga celana pendek selutut biasa, menampilkan bahwa dia adalah pria garang yang berpenampilan biasa. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mencari ponsel miliknya, dia kembali mencari dimana Lizzia. Dia mencarinya dengan menghubungi nomor ponsel yang tidak dapat dihubungi sejak hilangnya Lizzia. Setelah sibuk menghubungi banyak orang yang dikenal oleh Lizzia, dia kembali turun dari kamarnya dan memilih untuk pergi. Dalam beberapa menit, mobil Nigel sudah melaju di jalan berkelok. "Idiot!" Dia terus memukul-mukul setir mobilnya. Sementara di belakang san
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k