"Aku rasa aku akan melakukan ini sendiri, Tom," kata Martin yang terlihat sedikit ragu dengan apa yang dia ucapkan. Tom menatap dengan tatapan tak yakin pada Martin lalu dia bertanya, "Apa kau yakin, Martin?" Pertanyaan itu membuat Martin kembali bertanya apds dirinya sendiri, apakah dia bisa melakukan dan menyelesaikan tugas ini sendiri. "Ya, aku yakin dengan keputusanku." Martin sambil mengangguk. "Terakhir kali kau mengikut rasa yakin dalam dirimu, Martin. Kau kehilangan putrimu," kata Tom yang masih ragu. Martin menggeleng, dan berkata lagi, "Aku yakin dengan yang ini. Aku rasa aku harus menyelamtkan mereka berdua, Andira dan putraku Raisi. Aku juga harus menyelamatkan Lizzia." "Lizzia?" "Anak tiri Nigel, tapi aku rasa dia bukan hanya anak tiri Nigel. Dia lebih dari itu. Sangat menjijikkan." Martin menampakkan wajah jijik. "Dasar pria tua ini, dia bahkan tidak sadar seberapa menjijikkan dirinya," gumam Tom yang menyindir Martin. Martin mengernyit, "Apa kau bilang?" "Kau m
"Aku tahu ke mana akan pergi, mungkin saja ya, kematian." Martin mengemudikan mobil yang diberikan Tom pada him. Martin juga bertanya-tanya apa yang mungkin akan dikatakan Tom padanya, tetapi Martin sama sekali tak ingin memusingkan hal itu. Dia hanya melajukan mobil itu saja, hingga he betul-betul sampai pada sebuah tempat di mana he seharusnya berada sejak lam. "Ah, jangan hutan lagi," gumam Martin yang lelah dengan persembunyian di dalam hutan. Apakah Martin akan menemukan Andira atau Raisi, Nigel atau mungkin Ibrahim. Entahlah, dia hanya peduli bagaimana he bisa menemukan mereka berdua. "Aku akan menemukanmu, aku akan menemukan kalian, aku akan menemukan apa yang aku cari." Martin meraih senjata api yang dia telah simpan, lalu mengisi senjata api itu dengan peluru, secara full dan menyelipkan ke dalam mulut celananya. Lalu kemudian Martin keluar dari mobil, menyembunyikan mobil itu di sebuah dedaunan dan ranting agar tak ada yang curiga, tak ada pula yang menemukan dan bisa m
Syarif, dia tentu langsung bersembunyi setelah menyadari bahwa Nigel telah mengetahui seseorang berada di belakang, memantau Nigel yang ternyata Syarif. Dalam persembunyian Syarif dia melihat wajah Nigel yang menonjol ke dari jendela. Syarif menunggu waktu yang tepat kapan dia akan keluar dari persembunyiannya. Karena Nigel merasa terancam, dia berteriak pada beberapa pengawalnya di mana dia berkata, "Ada seseorang yang membuntuti aku, cepat kalian cari dia!" Nigel yang suaranya didengar oleh Syarif. Karena Syarif merasa terancam, dia hanya membungkuk pelan-pelan, menghindar dari sana. Untungnya dia membawa senjata api untuk dia gunakan sebagai alat bertahan. Pemuda ini bahkan berusaha kerasa agar tak mengeluarkan suara apa pun, bahkan berusaha untuk rak terlihat sama sekali, tetapi nyatanya itu semua gagal, ya persembunyian Syarif gagal total dan beberapa pengawal Nigel menyadari akan kehadiran Syarif. "Penyusup!" Suara itu mengagetkan Syarif, yang membuat Syarif berlari sekencang
"Syarif, kau kah itu?" Martin saat dia berbalik dan melihat Syarif yang ternyata menodongkan senjata padanya, tentu senyum mekar di bibir Martin yang sekarang tak lagi merasa terancam. Syarif juga sudah menurunkan senapannya. "Tuan Martin, astaga. Ah aku tidak percaya bahwa aku akan menemukan Anda di sini." Syarif menurunkan senjatanya dan sedikit maju, lalu tak lama kemudian Syarif mendapatkan pelukan hangat dari Martin yang sudah lama tak bertemu dengan orang yang cukup menghormatinya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Martin saat dia melepaskan pelukan yang dia berikan kepada Syarif. "Aku mencari Anda, Tuan." Jawaban Syarif membuat Martin kehilangan senyum dan Syarif cukup terhentak melihat senyum Martin yang hilang. "Ada apa Tuan? Apa Anda tidak senang aku di sini? Atau ....""Tidak, tidak begitu Syarif aku hanya ...." Martin menunduk dan kembali mengangkat his tatapan sembari mendengar Syarif berkata, "Tapi apa Tuan?" "Melawan Nigel adalah sesuatu yang bercahaya, apala
Ibrahim mendapatkan berita tentang kedatangan yang bisa saja menjadi mata-mata Martin, tetapi sekarang Ibrahim yakin bahwa Martin sekarang berada di kota yang sama di mana Ibrahim berada. He tidak yakin bahwa Martin sekarang berada di wilayah Nigel. Padahal mata-mata Ibrahim mengatakan bahwa Martin berada di kota yang sama. Tetapi ternyata misi Nigel dan juga Ibrahim tidaklah berjalan lancar. Alonso memberikan petunjuk kepada Martin untuk menuju wilayah milik Nigel walaupun tempat Ibrahim sekarang adalah memang milik Nigel tetapi Alonso memberikan tempat yang berbeda. Di mana tempat itu adalah di mana sekarang Nigel berada, bersama dengan Tuan Muda Dailuna yang sekarang sudah mulai sekarat. Tuan Muda Dailuna, ya Raisi Dailuna kehilangan banyak darah dan wajahnya akan sangat sulit untuk diselematkan sementara itu, Nigel merasa geram. Dia memilih mendatangi Raisi dan akan memberikan pemuda itu sebuah ceramah. "Ayahmu datang kemari." Nigel saat tiba di hadapan Raisi yang masih terdu
"Tunggu, aku rasa ada sesuatu yang aneh di sini!" Suara pria yang masih berdiri di depan semak-semak. "Tinggalkan, tak ada apa-apa di sana." Suara dari kejauhan yang sudah tak berada di dekat semak. Sementara pria ini tak ingin kemana-mana, dan lebih memilih untuk memeriksa semak. Saat itu, ketika pria ini akan memeriksa semak, Martin dan Syarif yang berada di dalam sana lalu membuat rencana. Mereka saling lirik dan menunjukkan sebuah instruksi tanda bahwa dalam hitungan ketiga mereka akan menarik tangan pria ini dan masuk ke dalam semak. Mengambil senjatanya atau mungkin memberikan pelajaran. Mereka tak berniat untuk melenyapkan jadi rencana mereka mungkin hanya akan mengikat saja. Jadi dalam hitungan ke tiga saat pria ini hendak memasukkan tangannya ke dalam semak, suara yang lainnya muncul. "Hey idiot!" Suara itu menghentikan aksi Martin dan Syarif. "Tinggalkan saja kata Tuan. Cepatlah kemari, aku harus jauh-jauh kemari hanya untuk memanggilmu. Jika kau tidak datang maka kau
"Aku rasa ini hanya akan sia-sia, permainan ini memakan banyak waktu, astaga." Ibrahim yang sekarang mengeluh, semuanya terasa tidak masuk akal dan menyebalkan. Rasanya semua aba-aba yang diberikan oleh Nigel adalah aba-aba yang sia-sia saja. Ibrahim tampak mondar-mandir di tempat dia berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Bahkan Andira belum makan bahkan hanya sesuap dan apa yang akan terjadi setelah ini. Martin harus diberikan peringatan, tak ada yang bisa menyelesaikan ini jika tak ada yang bergerak. Kenapa Nigel harus bermain petak umpet segala, mereka bahkan berjauhan dan Nigel sekarang memerintahkan kepada Ibrahim agar segera datang ke wilayah mereka karena Martin akan segera diberikan pelajaran. Raisi harus ditukar dengan Andira, dan Ibrahim harus tetap bersama dengan Nigel. Mereka akan memberikan pelajaran untuk Martin. Setidaknya semua yang berlalu adalah kesalahan Martin, itulah yang mereka pikirkan sehingga Martin yang harus menanggung ini semua. Bahkan Marti
Mobil melaju kencang di jalanan berbukit, membawa Andira semakin jauh dari tempatnya disekap. Ibrahim duduk di kursi pengemudi dengan wajah tegang, sesekali melirik ke kaca spion untuk memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Di kursi belakang, Andira meringkuk, berusaha menahan rasa mual yang semakin menjadi. Perutnya bergolak dan kepalanya berdenyut hebat."Berhenti!" teriak Andira, tak tahan lagi dengan rasa mualnya.Ibrahim mengerutkan kening. "Diam!" bentaknya."Kumohon, aku mau muntah," rengek Andira.Ibrahim menggerutu pelan, kemudian menepikan mobil di bahu jalan. Andira membuka pintu mobil dengan tergesa-gesa dan berlari keluar. Dia muntah-muntah di pinggir jalan, merasakan isi perutnya seakan-akan akan keluar semua.Ibrahim turun dari mobil dan berjalan ke arah Andira. "Cepatlah!" ketusnya.Andira menyeka mulutnya dengan tangan yang gemetar. Dia masih merasa pusing dan lemas, tapi dia tahu dia tidak bisa berlama-lama di sini. Dia harus kabur. Saat Ibrahim kembali ke kurs
Ya dia tahu siapa yang membawa Andira, dan anehnya sesuatu menjadi lebih muda baginya, tak ada pengawal sementara Martin memegangi senjata api di tangannya walau dia terlihat terluka di kepala, dan beberapa darah yang mengalir di tangannya, ya sebelum Ibrahim berhasil dijatuhkan oleh Martin, Ibrahim berhasil menyerang Martin dengan irisan balok yang membuatnya terluka. Di sisi yang lain, Martin membuka satu-persatu pintu ruangan yang ada di labirin, sampai akhirnya dia tidak menemukan pintu apa pun, hanya dinding kasar di sekelilingnya, dan yang membuatnya merasa bingung adalah di mana semua orang? Martin tak menemukan siapa pun, tapi dia bisa melihat tanda ayang dia tahu bahwa yang melakukannya pasti Nigel, untuk menjebak Martin, walau Martin paham akan jebakan itu, dia tetap mengikuti pola petunjuk yang dia tidak tahu akan membawa dia ke mana, hanya saja tak ada pilihan lain. "Martin." Langkah kaki Martin terhenti, dia mendengar sesuatu, di belakang, di depan, di samping, lalu s
Rasa lemas menjalar di sekujur tubuh Martin, dia tidak menyangka bahwa Nigel akan sejauh ini, gadis yang selalu bersamanya yang Martin pikir Litzia telah menjadi gadis yang penting bagi Nigel ternyata saat mencoba membalas dendam dan ambisi gadis itu tidak lain hanyalah sekedar hiburan bagi Nigel. Mata Martin redup, dia kebingungan bagaimana harus merespon apalagi rasa panas dikarenakan cahaya lampu yang langsung mengarah kepadanya membuatnya merasa terganggu. Dia meremukkan rambut-rambut nya yang kusut, dan saat mencoba untuk fokus, dia menemukan sesuatu berada di tangan Litzia, gadis itu menggenggam sesuatu, Martin yang merasa apa yang digenggam Litzia penting langsung meraih tangan gadis itu dan membuka telapaknya, di sana terletak kertas yang mungkin berisikan informasi. Tulisan yang Martin tahu bukanlah milik Litzia melainkan milik Nigel, ya jelas kertas dengan tinta yang ditulis Martin dan berisikan, "Putramu dan Andira selanjutnya, oh ya astaga kau tidak akan menemukan putra
Bibir Martin terbuka, dia merasa heran siapa yang mungkin yang telah membukakan pintu untuknya, dan kenapa pintu ini bisa terbuka sendiri. Sia menelan saliva berkali-kali tapi dia tidak bisa diam, ya dia tidak seharusnya seperti ini, dia mengepalkan tangan dengan kemarahan yang luar biasa, pada Nigel, Ibrahim dan sedikit rasa kecewa dan kebencian terhadap Andira, atau dia sedang berusaha untuk membenci gadis itu. Tapi sebelum semua itu harus diselesaikan olehnya, dia berusaha untuk menemukan putranya terlebih dahulu, di mana Raisi, dan kenapa semuanya terlihat kacau, kenapa Tidka ada penjaga dan pintu ruangannya sendiri, sel yang dia miliki sendiri yang seharusnya menjadi tempat dia tertahan kini terbuka. Tapi semua itu tidak penting, Martin dia mencoba untuk melangkah pergi, tetapi dia tidak dengan tangan kosong, di dalam saku-saku celananya dia menyimpan pecahan beling yang dia hancurkan sebelumnya dan akan menjadikannya sebagai pertahanan atau cara untuk melawan. Sayangnya dia
Litzia mencoba menyelematkan siapa pun yang bisa dia selamatkan setelah dia berhasil membantu Raisi, yang entah apakah Raisi berhasil keluar dari labirin rumit yang telah dibangun oleh Nigel selama ini atau usaha mereka hanya akan menjadi boomerang. Dia memastikan bahwa Ibrahim mengetahui rencana Nigel untuk menghabisi mereka semua di tempat itu, sehingga mungkin dalam sesaat dia ingin menyelamatkan semuanya, termasuk Andira, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan bahwa Martin tiada di tangannya. Di sisi yang lain Litzia, dia membuka pintu demi pintu, labirin yang begitu membingungkan, dia tidak bisa menemukan di mana kamar Martin, atau di mana sel Martin disembunyikan, langkah demi langkah dia berusaha untuk dapatkan hingga akhirnya dia menemukan satu ruangan yang tak terjaga, cukup jauh dan firasatnya berkata, mungkin itu adalah Martin. Langkahnya menuju sel itu cepat, dan menemukan seseorang yang bersandar tanpa semangat hidup duduk di lantai. Litzia hanya dapat melihat pria i
Beberapa Saat Sebelumnya "Pergilah, kau tidak punya waktu, kau harus meninggalkan tempat ini atau Nigel akan menghabisi mu di hadapan ayahmu. Dia akan mempermainkan Malian berdua sebelum akhirnya mengakhiri semuanya." Dia mencoba membuka gelangan borgol di tangan Raisi sementara Raisi yang terlihat dengan wajah berantakan, darah di sisi wajahnya, dan rambut yang terlihat tak terawat itu memandang bingung. "Bagaimana kau mendapatkan kunci itu ... Astaga kau membahayakan dirimu sendiri Litzia." Raisi menghentakkan tangannya seolah menolak bantuan Litzia tapi gadis ini mencoba untuk tetap membantu Raisi. "Kau tidak tahu bahwa Nigel adalah monster dan dia akan menghabisi kalian, kau, Martin, Andira, semuanya, bahkan Ibrahim tangan kanannya sendiri akan mati di sini jika tidak pergi." "Andira?" Raisi menelan saliva, dia gemetar. "Ya." "Tidak." Raisi yang kedua tangannya sudah terbebas dari borgol itu menggelengkan kepala, "Aku tidak mau meninggalkan Andira. Bawa aku padanya dan akan
Semua tampak jelas, Martin melihat segalanya dalam kesunyian yang tak terhentikan, dia merasa bahwa hidupnya akan selalu seperti ini, menderita. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Andira, tapi dengan biaya sebesar apa? Dan kini, di mana gadis itu? Di mana putranya? Dan demi keinginan yang ia hasratkan semuanya berakhir kacau, dia terjebak di dalam neraka yang abadi. Nigel menghentakkan kepala Martin dan membiarkan dia tergelatak di dalam sana, kini adalah rencana selanjutnya tapi kapan dia akan melakukan rencana selanjutnya? Oh ya dia akan mempermainkan Martin lebih lama, lebih parah, San jauh lebih menyakitkan sebelum pada akhirnya mengakhiri hidup Martin Dailuna. Di sisi yang lain, Ibrahim tak sanggup menahan amarah dendam yang ingin segera mengakhiri hidup Martin, menghancurkan dinasti Dailuna selamanya. Tetapi semua itu berada di tangan Nigel yang memiliki lebih banyak anak buah. "Apa lagi yang kau tunggu?" Ibrahim bertanya, dia tak sanggup menahan diri untuk segera mengakh
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap