Syarif terlihat bingung, dia mondar-mandir di pelabuhan setelah kepergian kapal yang membawa Martin dan Tom pergi. Sebenarnya Syarif berniat untuk pergi, namun Martin melarangnya dan menyuruhnya agar tetap tinggal untuk menjaga Randy dan Sarah, juga Hatice yang baru kembali dari trauma yang luar biasa. Tentu Syarif mengangguk tidak keberatan saat Martin mengatakan itu. Namun pria yang akan segera setengah baya ini merasakan sesuatu yang lebih baik jika dia ikut dengan Martin namun kapal itu sudah membayar jauh dan dia lupa bertanya kemana kapal itu akan membawa Martin pergi. Dia betul-betul berhutang budi pada Martin selama ini. Berkat Martin dia bisa mendapatkan posisi yang baik di kepolisian, dan juga Martin sendiri adalah sosok yang baik walau saat ini media telah mempermainkan namanya dengan sosok yang biadab. Seorang ayah yang membuat putrinya sendiri terbunuh karena seorang gadis simpanan sahaja. Itu yang berada di dalam sosial media saat ini. Semuanya beredar begitu saja. Bah
"Kita sudah mondar-mandir di sini, berputar-putar setengah hari, bahkan aku sudah lelah dengan pencarian ini. Kau yakin, bahwa mereka bersembunyi di sini?" Martin sekali lagi bertanya pada Tom yang diam saja. Di sana mereka berada di belantara hutang yang cukup besar. Namun bukan hanya mereka yang sedang mencari, rupanya Tom memiliki orang-orangnya sendiri. "Sepertinya kita harus berganti kota, aku cemas kalau-kalau kita berada di markas orang yang salah," katanya, membuat Martin mengernyit. Lalu kemudian muncul seorang pemuda yang juga mencari-cari, dia datang dan berkata pada Tom, "Aku mendapatkan saluran pembuangan di ujung hutan," katanya."Apa hutan ini memiliki ujung?" Martin yang kembali mengernyit. Tom tidak menghiraukan apa yang dikatakan Martin, dia menatap lurus ke depan dan terdengar suara, "Dor!" Dengan sangat terkejut, Martin dan juga Tom menatap ke arah langit. "Ada seseorang, apa itu mereka?" Martin menatap ke arah suara. "Entah siapa mereka, tapi sebaiknya kita
"Jangan lakukan hal bodoh lagi. Misi ini akan menjadi yang terakhir, tenang saja. Kau akan menemukan fakta tentang orang tuamu, sayangku." Ibrahim menatap dengan tatapan penuh pengharapan pada Andira yang baru saja terbangun. Luka perban di tangannya bisa dilihat dengan jelas, dan itu terdapat rasa perih yang luar biasa. "Apa peduliku tentang fakta yang tidak pernah ada. Aku sudah tidak tertarik lagi," balas Andira, dia bahkan tidak tertarik dengan apa yang dikatakan Ibrahim, sudah lama dia bosan dengan janji yang sama dan misi balas dendam yang memuakkan. Matanya juga tak lagi menatap ke arah Ibrahim. "Andira, jika Nigel tahu soal ini, maka dia akan marah besar, dia akan membuat kita berdua berada di dalam masalah." "Itu salahmu, bukan salahku. Siapa yang suruh ingin bekerja sama dengan manusia seperti dia, menyakitkan dan tidak berbelas kasih." Andira membalas dengan judes perkataan Ibrahim. Ibrahim hanya bisa menghela nafas kesal, dia tak lagi tahu apakah keputusan balas dendamn
"Dia tidak ada di sini, lalu ke mana kita akan cari?" tanya Martin, dia sudah ngos-ngosan karena berlari cukup kencang. Tapi sayangnya mereka tidak begitu jauh dari hutan besar. "Bukannya mendapatkan untung kita malah ketemu musuh baru." Tom membalasnya. "Lalu? Astaga, kau hanya membawaku saja dalam masalah. Kalau begitu aku akan pulang saja dan menyerah. Biarlah aku mati, asal anakku dan Andira bisa selamat," ujar Martin. Rasa-rasanya sudah sangat lama dia melakukan misi menemukan Nigel namun tak kunjung ia temukan. Dia merasa letih dan lelah. Kedua pria yang hampir menginjak kepala lima ini berdiri bersebrangan dan tidak tahu akan ke mana lagi. "Jadi semuanya hanya begini? Lalu kenapa kau memanggilku, idiot!" Tom merasa kesal. "Aku tidak ingin berdebat, ini melelahkan, sungguh. Aku hanya ingin kembali dan lebih baik langsung menghubungi Ibrahim atau Nigel." Martin berjalan menjauh, dia berjalan cukup lancar sementara Tom, dia harus menggunakan tongkatnya dan cukup kesulitan dal
Dua Pasang mata tajam saling memandang dengan kemarahan masing-masing. Mereka mungkin akan memutuskan sesuatu. "Kenapa kau memanggilku?" Ibrahim bertanya dengan dingin dan tatapan kesal. "Kau tahu aku memanggilmu," jawab Nigel. "Aku tidak tahu." Nigel menaikkan satu alisnya dan menghela nafas kesal. Dia sudah memikirkan sesuatu hal yang akan membuatnya jauh lebih rumit atau mungkin jauh lebih mudah, namun untuk sekarang, dia hanya ingin menghindari detektif dan kepolisian. "Pertama, kau harus menjaga keponakan kamu itu, jangan sampai dia berbuat tak senonoh lagi. Ingin bunuh diri, ha?" Nigel menatap tajam. "Katakan apa yang kau ingin aku lakukan? Aku yakin bukan karena Andira kau memanggilku," kata Ibrahim. Suasananya menjadi dingin dan Ibrahim semakin kes, dia rasanya hanya ingin langsung menangkap Martin dan membunuhnya tepat sekarang juga. Dia tidak ingin main-main lagi. "Martin ada di kota lain, mata-mataku sudah menemukan tempatnya," katanya. "Lalu?" "Datanglah ke sana,
Martin berbalik ke arah suara dsn melihat sosok tua bertopi bundar dengan senapan yang ada di tangannya, senapan untuk berburu. "Aslan?" "Kalian telah masuk di wilayahku, tempat aku senang berburu," kata pria itu, Aslan Merlion Morte. "Kami tidak melakukan hal buruk di sini. Lagi pula kau tidak suka mengklaim wilayah kan?" Tom menyahut dan mendekati pria tua itu. "Hmm, Martin Dailuna, dan Thomas Arfinjaya, katakan padaku. Apa yang kalian lakukan di sini?" tanyanya lagi. Mereka berdiri dan saling menatap untuk sejenak. Martin hanya diam, sedangkan Tom berusaha untuk menjelaskan semuanya. Aslan Merlion Morte adalah pria tua yang berpengalaman di dunia militer. Dia adalah pria yang sangat anti akan gangster dan mafia, dia memiliki satu putra yang terjebak di dunia seperti itu. "Jika aku mendapatkan ciri-ciri Nigel Dailuna, maka aku bahkan tidam akan membiarkannya berkedip untuk aku langsung menghabisinya," kata Aslan. Tim terkekeh mendengarnya, dia berusaha untuk tetap ramah. "Oh
"Lizzia, kau tidak ingin bertemu dengan pangeranmu?" Nigel bertanya pada Lizzia yang duduk di kursi rias. Dia menyisir rambutnya dan menatap wajahnya di dalam cermin. "Kenapa aku harus bertemu dengan pangeran, kalau aku punya raja di sini?" "Hahahhaha." Nigel terkekeh. Dia mendekati Lizzia yang sedang duduk, lalu dia meraih sisir yang ada di tangan Lizzia lalu dia sendiri yang menyisir rambut panjang itu. "Aku pikir kau sudah menyelesaikan misi balas dendammu." Lizzia memulai pembicaraan. "Masih banyak yang harus dilakukan Manis. Martin belum juga ditemukan. Aku juga belum menemukan berkas yang aku cari." Nigel terus menyisir lembut rambut Lizzia. "Apa berkas yang kau cari begitu penting?" "Terdapat wilayah yang bisa aku kuasai jika aku memiliki berkas itu. Mark Dailuna sendiri yang memilikinya namun dia tidak terlalu mempergunakan berkas itu, jadi aku pikir jika berkas itu menjadi milikku maka pastilah, aku akan menguasai banyak wilayah." Nigel menjelaskan sambil menyisir ra
"Kita akan ke mana Ibrahim?" Andira bertanya, dia merasa tidak nyaman setelah dia dibawa pergi oleh Ibrahim dari sekian lamanya sekarang mereka pindah markas begitu? "Kamu diam saja Andira, tidak yang perlu kamu cemaskan dan ya, satu lagi jangan banyak tanya," jawab Ibrahim yang sedang mengendarai mobil. Tidak lama mereka tiba di sebuah bandara dan mata Andira seketika menyipit tidak memahami apa yang terjadi. "Apa ini?" Andira bertanya. "Kita akan berburu si Dailuna tua tidak tahu diri!" Andira yang berwajah pucat saat itu hanya bisa mengikut dan berharap tidak terjadi sesuatu namun itu hanyalah sekedar harapan saja. Tangannya bergetar dan tidak tahu sampai kapan permainan ini akan berakhir. "Kita hanya akan keluar kota, tidak keluar Negera. Kamu juga akan bertemu dengan pacar tua mu itu. Entah bagaimana kamu bisa jatuh cinta padanya. Sudah lah tua tak enak dipandang lagi," ujar Ibrahim dengan suara yang mengejek. "Tua? Dia bahkan lebih tampan saat ini daripada kau saat masih
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k