"Kita akan ke mana Ibrahim?" Andira bertanya, dia merasa tidak nyaman setelah dia dibawa pergi oleh Ibrahim dari sekian lamanya sekarang mereka pindah markas begitu? "Kamu diam saja Andira, tidak yang perlu kamu cemaskan dan ya, satu lagi jangan banyak tanya," jawab Ibrahim yang sedang mengendarai mobil. Tidak lama mereka tiba di sebuah bandara dan mata Andira seketika menyipit tidak memahami apa yang terjadi. "Apa ini?" Andira bertanya. "Kita akan berburu si Dailuna tua tidak tahu diri!" Andira yang berwajah pucat saat itu hanya bisa mengikut dan berharap tidak terjadi sesuatu namun itu hanyalah sekedar harapan saja. Tangannya bergetar dan tidak tahu sampai kapan permainan ini akan berakhir. "Kita hanya akan keluar kota, tidak keluar Negera. Kamu juga akan bertemu dengan pacar tua mu itu. Entah bagaimana kamu bisa jatuh cinta padanya. Sudah lah tua tak enak dipandang lagi," ujar Ibrahim dengan suara yang mengejek. "Tua? Dia bahkan lebih tampan saat ini daripada kau saat masih
Sebuah pantai di hari senja yang hangatnya luar biasa. Kakinya bertelanjang dan gaun tipis membalut tubuh indahnya. Angin sepoi-sepoi membuat rambut indahnya terbang-terbang.Pemuda yang berambut panjang dengan potongan miring itu terbaring di atas pasir pantai dan menikmati pemandangan sang gadis yang menyejukkan mata. Dia menikmati suasana senja yang indah dan sekarang dia mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu menghadap ke arah gadisnya. Di berlari dengan kaki telanjang ke arah gadis yang juga bertelanjang kaki. "Mari berlayar," katanya, "akan saya belikan kapal pesiar," lanjutnya. Dia memeluk gadis itu dari belakang dan mengangkat tubuhnya. "Aaaaa, bagaimana mungkin kau bisa membeli kapal pesiar jika kekayaan mu hanya milik ayahmu saja?" balas gadis itu, membuat si pemuda menurunkan tubuh si gadis. "Oh, jadi sekarang kamu mengukur kekayaan dari materi?" "Tidak, jika uang kita sudah banyak, hahahahah." Gadis itu berlari dan dikejar oleh si pemuda yang haus akan kebahagiaan.
"Aku hidup untuk memelukmu, dan hanya kamu saja." Martin membaca sebuah papan pajangan yang tertempel di dinding ruangan pribadi Alonso. "Astaga, saya pikir kamu sudah dibunuh oleh Nigel," katanya. Pria dengan topi bundar dan kaca mata bulat itu menatap ke arah Martin. "Lihat siapa dirimu saat ini, Alonso. Padahal dulu kamu hanya ...." "Jaga ucapan kamu, Tom! Saya juga mengira kau sudah tidak ada.""Saya hanya liburan di Venesia." "Ha, dengan simpananmu?" Tom dan Martin mengernyit dan kini berwajah datar, sangat-sangat datar. Alonso Merlion sendiri adalah putra sulung dari Aslan Merlion namun hubungan mereka sangatlah buruk. "Kenapa kalian kemari?" tanya Alonso lagi. "Kami mencari markas dari Nigel Dailuna." "Wah wah kenapa mencari markas dari sepupumu sendiri? Saya serius Mart, saya pikir kamu sudah terbunuh sehingga saya bisa menguasai perindustrian sekarang, tapi ternyata kau ...." "Sebaiknya kita pergi dari sini, Tom." "Kenapa buru-buru, saya punya tawaran untuk kamu."
Mata gadis itu membelalak sempurna, apa yang terjadi saat ini? Apa dia kembali pada tempat sebelumnya atau hanya tempat yang berbeda tetapi dengan ruang yang ditata dalam riasan yang sama. Entahlah, tapi gadis ini sangat merasa cemas. "Ibrahim! Ibrahim di mana kamu?" tanya Andira, gadis yang sedikit berawajah pucat karena telah letih dengan semua yang terjadi. Sementara di luar sana, Ibrahim menatap masuk ke dalam layar yang menunjukkan Andira yang saat itu sedang tidak baik-baik saja karena memaksa dirinya untuk bebas dari borgol. "Dia akan menyakiti dirinya sendiri jika dia terus melakukan itu," kata seorang pengawal pribadi Ibrahim. Dia berdiri di samping Ibrahim dan matanya tampak seperti tidak tidur sela berhari-hari. "Biarkan saja, lagi pula dia tidak akan di butuhkan dal beberapa hari lagi," kata Ibrahim yang seakan tidak peduli dengan Andira. "Well, kau benar, tapi itu jika kita menemukan Martin Dailuna terlebih dahulu," balas pengawalnya itu yang membuat Ibrahim sedikit
Alonso sendiri adalah salah satu pemimpin geng mafia terbesar dan ditakuti, dia pernah bekerja sama dengan Nigel dan mengetahui beberapa hal tentang Nigel. Alonso juga menikah dengan seorang wanita jaya yang berstatus janda dengan empat orang anak gadis. Tetapi tak satu pun dari anak gadis itu adalah milik Alonso. Tentu mendengar apa yang dikatakan Alonso untuk menjodohkan Raisi dengan salah seorang putri Alonso membuat Martin cukup terkejut. Apa maksud dari Alonso ini? "Aku memiliki Putri yang tidak akan kau tolak, tapi sekarang aku masih belum menemukan dia. Aku akan memberitahumu jika aku menemukannya," kata Alonso yang semakin membuat Martin bersama Tom kebingungan. "Jangan pikirkan itu dulu, putraku sekarang belum aku temukan, putriku kehilangan nyawanya dan kau memikirkan tentang perjodohan?" "Kenapa tidak?" Tom menyahut, dia berjalan melangkah ke arah kedua pria yang berseteru ini, dia menjadi penengah diantara Martin dan Alonso yang membahas tentang penawaran satu dengan
"Aku akan sampaikan pada kalian jika aku sudah bisa pastikan bahwa aku menemukan Martin Dailuna," ucap Syarif di balik telepon. Dia yang ternyata telah menghubungi para polisi, lalu sekarang dia masih mencari di mana Martin berada. Syarif adalah pelacak yang baik, dan dia mencari di mana Nigel atau bahkan Ibrahim bersembunyi. Mungkin dia akan menemukan pria bajingan itu dan membantu Martin. Dia melacak dengan membaca beberapa file tentang keluarga Dailuna apalagi tentang Mark, yang digadang memiliki markas tersembunyi di mana-mana. Hingga dia betul-betul menemukan sebuah tempat rahasia yang mengantarkan Syarif ke sebuah tempat yang mungkin adalah sebuah markas. Sebuah hutan yang lebat, dia bergumam, "Tidak mungkin mereka berada di sini." Dia berjalan masuk dengan peta yang ada di tangannya. Syarif hanya sendiri, tak ada bantuan siapa pun tapi dia bisa merasakan kehadiran sesuatu di dalam hutan yang lebat itu. Dan benar saja, saat Syarif berada di dalam sana, dia menemukan sebuah
Por Una Cabeza dinyanyikan Andrea Bocelli di ruangan Ibrahim yang sedang menari-nari sendiria dan menunggu kapan Martin akan datang padanya. Dia betul-betul tidak sabar memberikan pelajaran yang lebih parah dari sebelumnya. Suara Ibrahim terus melantunkan lagu ini. Sedangkan Andira, dia berada di dalam kamar dan terus melukai tangannya yang terborgol. Entah apa yang dipikirkan gadis itu, dia merasa kesakitan tapi aksinya terus saja dia lakukan. "Kita harus memberitahu Tuan akan hal ini, kata Tuan Nigel, Andira tidak bisa melukai dirinya." Salah seorang pengawal menyahut dan berbicara dengan yang lainnya. "Kau diam saja atau kau akan berada dalam masalah. Jangan ganggu Tuan Ibrahim saat dia sedang menyalakan musik.""Ah sialan dengan dia!" Ada perbedaan pendapat. Sedangkan Andira, dia akan memutus urat nadinya jika dia tidak berhenti, karena itulah seseorang dengan berani menghubungi Nigel. "Baik Tuan, akan aku berikan pada Ibrahim." Seseorang yang berani-beraninya menghubungi Ni
"Aku rasa aku akan melakukan ini sendiri, Tom," kata Martin yang terlihat sedikit ragu dengan apa yang dia ucapkan. Tom menatap dengan tatapan tak yakin pada Martin lalu dia bertanya, "Apa kau yakin, Martin?" Pertanyaan itu membuat Martin kembali bertanya apds dirinya sendiri, apakah dia bisa melakukan dan menyelesaikan tugas ini sendiri. "Ya, aku yakin dengan keputusanku." Martin sambil mengangguk. "Terakhir kali kau mengikut rasa yakin dalam dirimu, Martin. Kau kehilangan putrimu," kata Tom yang masih ragu. Martin menggeleng, dan berkata lagi, "Aku yakin dengan yang ini. Aku rasa aku harus menyelamtkan mereka berdua, Andira dan putraku Raisi. Aku juga harus menyelamatkan Lizzia." "Lizzia?" "Anak tiri Nigel, tapi aku rasa dia bukan hanya anak tiri Nigel. Dia lebih dari itu. Sangat menjijikkan." Martin menampakkan wajah jijik. "Dasar pria tua ini, dia bahkan tidak sadar seberapa menjijikkan dirinya," gumam Tom yang menyindir Martin. Martin mengernyit, "Apa kau bilang?" "Kau m
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k