Nadia tiba di kantor Hendra dengan tumpukan kotak kue di tangannya. Ia baru saja mengantar pesanan rutin yang diminta oleh mereka. Pelipisnya sedikit berkeringat karena Surabaya panas hari ini.
Biasanya kue akan diantar pagi-pagi. Namun kemarin Bianca mengabari kalau pesanan hari ini diantar siang. Untungnya Nadia memiliki mobil dari hasil usahanya. Sehingga tak perlu berpanas-pansan di jalan.
Sebuah mobil second tapi kondisinya layak pakai. Mobilnyang dibelinya dengan bersusah payah.
“Hey, Nad. Udah anter?” sapa Bianca, asisten pribadi Hendra, yang sering menjadi perantara dalam setiap pesanan.
“Hai, Bi. Ini barusan dari pantry."
Bianca melirik tangan kiri Nadia dan langsung memperhatikan cincin cantik yang tersemat di jari manisnya.
Mata Nadia berbinar-binar. Senyum lebar terukir di wajahnya.
“Tunggu
"Kita mau ke mana, Papa?" tanya Hana kritis.Jalan yang mereka lalui hari ini tak seperti biasa. Sehingga Hana kebingungan."Maunbeli brownies yang rasanya enak," jawab Hendra bersemangat.."Aku mau!" ucap Hana senang."Tapi janji gak boleh rewel.""Tapi bawa ke taman," pinta Hana.Hendra tergelak. Selama tinggal di sini, dia begitu sibuk bekerja sehingga mengabaikan anak-anak. Hanya suster dan mamanya yang menemani Hana dan Raya bermain."Oke. Kita beli kue dulu yang banyak. Habis itu bawa ke taman. Jadi sambil main Kita makan.""Horeee!"Sore itu, Hendra membawa kedua anaknya ke toko kue milik Nadia. Sejak kematian Cintia, lelaki itu sering merasa kesepian.Meski Hendra berusaha menjadi ayah yang kuat untuk anak-anak, ada saat-saat di mana dia merasa rapuh.
"Surprise!"“Surya!” seru Nadia dengan mata berbinar.Surya yang seharusnya berada di Jakarta untuk mengelola kafe, kini berdiri di hadapan Nadia dengan senyum lebar. Lelaki itu memeluk sang kekasih dengan hangat."Aku kangen."Nadia tersenyum, tetapi masih sedikit terkejut. “Kenapa kamu nggak bilang kalau mau datang? Aku kan bisa siapin sesuatu.”Surya tertawa kecil. “Kalau aku kasih tahu, nggak bakal jadi surprise namanya.”Mereka berdua duduk di salah satu kursi di toko, berbincang-bincang dengan santai. Hubungan jarak jauh memang bukan hal yang mudah. Surya masih mengelola kafenya di Jakarta, sementara Nadia sibuk dengan toko kue di Surabaya.“Aku punya rencana untuk kita,” kata Surya tiba-tiba. Matanya berbinar penuh antusias.“Rencana apa?” tanya Nadia
Sore itu, Surya dan Nadia bersiap-siap menikmati hari pertama mereka di Bali dengan mencoba berbagai water sport di Pantai Kuta. Ombak yang tenang dan angin laut yang segar membuat suasana semakin menyenangkan.“Jadi, kita mau coba yang mana dulu?” tanya Surya dengan semangat, sambil melihat daftar aktivitas yang ditawarkan di tepi pantai.Nadia tertawa kecil. “Kayaknya kita mulai dari yang ringan dulu deh. Gimana kalau banana boat?”Surya mengangguk setuju. “Oke, banana boat. Setelah itu baru kita coba parasailing.”Surya segera mendaftar dan mengenakan jaket pelampung. Saat banana boat siap, mereka duduk di atasnya dengan beberapa wisatawan lain. Begitu perahu penarik mulai melaju, banana boat bergerak cepat membelah ombak.“Pegangan, Nad!” seru Surya sambil tertawa. Wajahnya tampak sangat bersemangat.Nadia m
Angin pantai Jimbaran berhembus lembut, membawa aroma laut dan menyelimuti suasana romantis di tepi pantai. Surya dan Nadia duduk di meja yang terletak tak jauh dari bibir pantai. Dengan lilin-lilin kecil yang menerangi meja makan mereka.Di hadapan mereka sebuah pemandangan luar biasa terbentang. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, memberikan gradasi warna oranye dan ungu di langit yang seakan menyatu dengan lautan.“Ini indah banget, ya. Aku nggak nyangka kalau makan malam di tepi pantai bisa seromantis ini."Nadia menatap laut yang seakan tak berujung.Surya mengangguk setuju. Tangannya kini tak sungkan membelai rambut Nadia yang melambai karena tertiup angin.Sedangkan Nadia menggenggam jemari Surya dengan erat seakan tak ingin berpisah. Dia telah menaruh banyak harapan pada pundak lelaki itu."Jimbaran memang terkenal sama seafood dan suasananya.”Seorang pelayan datang membawa piring besar be
Siang itu, Hendra kembali ke toko kue bersama Hana dan Raya. Sejak terakhir kali mereka bertemu, lelaki itu merasa ada yang mengganjal di hati setiap kali memikirkan Nadia.Terutama setelah mengetahui bahwa Nadia telah bertunangan dengan Surya. Ia tidak tahu mengapa, tetapi rasa cemburu itu semakin hari semakin sulit ia abaikan."Papa, kita ke tempat Tante Nadia lagi, ya?" tanya Hana sambil menggandeng tangan Hendra.Hendra tersenyum tipis. "Iya, Nak. Kita mau ke sana lagi."Setibanya di toko, bel pintu berdenting lembut saat mereka masuk. Nadia yang sedang menghitung pendapatan segera menoleh dan tersenyum melihat kedatangan mereka.Setelah empat hari tutup, akhirnya Nadia memutuskan untuk membuka toko hari ini. Walaupun tubuhnya masih terasa lelah."Hai, selamat datang. Wah, kalian sering ke sini sekarang," sapa Nadia ramah.
"Cucu sendiri?"Rahma mengangguk mantap.“Apalagi Hana, dia suka cerita kalau dia senang sama Tante Nadia. Anak-anak itu benar-benar menganggap kamu istimewa.”Nadia terdiam. Hatinya seketika penuh dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Sedih, bingung, dan juga sedikit bersalah.“Tapi aku kan nggak mungkin balik lagi sama Hendra. Aku sama Surya sekarang,” gumamnya lirih.Rahma tersenyum bijak.“Ibu nggak bilang kamu harus balik lagi sama Hendra. Ibu cuma ngasih tau kalau ada yang peduli sama kamu. Bukan cuma Surya, tapi Hendra juga."Nadia menggigit bibir, mencoba mencerna kata-kata ibunya.“Tapi... kenapa ibu biarkan dia datang? Gimana kalau Surya tahu?”“Surya nggak perlu tahu. Lagian, Hendra nggak pernah tanya soal Surya. Dia datang bukan untuk ngomongin kalian," jelas Rahma.Nadia mengucap syikur dalam hati. Dia tak mau Surya salah p
Suasana di ruang keluarga rumah Hendra terasa tegang malam itu. Lelaki itu mondar-mandir tak tenang. Matanya terus melirik ke arah kamar Raya. Putri bungsunya yang tengah terbaring dengan tubuh panas dan wajah memerah.Di sudut lain, Sukma berusaha menenangkan Hana, anak pertama Hendra, yang tampak gelisah melihat adiknya sakit.Dokter sudah datang, memberikan obat dan saran agar Raya diopname jika demamnya tak turun dalam beberapa jam ke depan. Namun, Hendra tak tega jika anak sekecil itu dirawat di rumah sakit.Sebisa mungkin, Hendra ingin anaknya dirawat di rumah. Keputusasaan memenuhi hati lelaki itu saat Raya terus-menerus menangis tanpa bisa ditenangkan.Akhirnya, Hendra mengambil ponsel dan mengetikkan pesan untuk seseorang yang ia harap bisa membantu.Nadia.Meski kini hanya sebatas teman, wanita itu punya ikatan emosional kuat denga
Hari itu terasa panjang bagi Nadia. Sejak pagi, semua berjalan lancar di tokonya. Namun, pesan singkat dari Hendra yang tiba-tiba masuk ke ponselnya membuat dunia Nadia seolah berhenti seketika."Nadia, maaf ganggu. Raya dirawat di rumah sakit. Dokter bilang dia kena demam berdarah. Tolong doakan dia, ya."Nadia merasa dadanya sesak saat membaca pesan itu. Jari-jarinya gemetar dan ponsel hampir terlepas dari genggaman.Raya yang manis, begitu lincah dan ceria, kini terbaring lemah di rumah sakit? Nadia langsung merasakan kekhawatiran yang luar biasa.Dengan cepat, Nadia memberi tahu karyawan untuk menutup toko lebih awal. Beberapa pelanggan yang baru saja datang memandangnya dengan heran.Nadia hanya tersenyum minta maaf dan memberikan penjelasan singkat bahwa ada keadaan darurat keluarga. Begitu selesai, wanita itu segera menjemput ibunya yang sedang berada di rumah.
Rasa sakit yang tak tertahankan mulai menyelimuti tubuh Nadia. Napasnya tersengal dengan keringat dingin yang membanjiri pelipis.Nadia menggenggam erat lengan Surya yang duduk di samping ranjang rumah sakit. Wanita itu mencoba menarik napas dalam-dalam. Namun setiap tarikan terasa seperti menggores paru-parunya.Kontraksi datang semakin sering dan wajah Nadia memucat.“Sayang, kamu kuat, ya? Sebentar lagi ketemu bayi kita."Surya mencoba menenangkan Nadia. Meski raut cemas tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Lelaki itu berusaha menyeka keringat yang terus membasahi wajah istrinya.“Aku mau lahiran normal, please."Nadia berkata dengan suara lemah. Wanita itu terisak menahan rasa sakit yang berdenyut-denyut di perutnya."Tapi kamu gak kuat, Sayang. Jangan dipaksakan," bujuk Surya."Baiknya jangan
Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba kembali di Indonesia. Program bayi tabung di luar negeri yang selama ini mereka jalani membawa hasil yang tak ternilai harganya. Ketika pesawat mendarat, Surya meraih tangan Nadia dan menggenggamnya erat.“Sudah sampai, sayang,” bisiknya lembut. “Akhirnya kita pulang.”Nadia tersenyum samar. Namun di balik senyum itu jelas tampak kelelahan yang mendalam. Sejak kehamilannya memasuki minggu keenam, kondisinya semakin melemah.Rasa mual yang datang sepanjang hari, bukan hanya di pagi hari seperti yang sering ia baca di buku-buku kehamilan. Setiap kali mencoba makan, perutnya langsung menolak. Surya terus mengamati wajah istrinya yang tampak semakin pucat.“Apa kamu mau istirahat begitu sampai rumah?” tanya Surya, menatap wajah Nadia dengan cemas.“Ya… mungkin. Aku cuma ma
Nadia dan Surya duduk bersebelahan di ruang tunggu bandara Changi. Mereka menanti penerbangan ke Singapura untuk menjalani program bayi tabung yang telah lama di diskusikan.Suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara pengumuman penerbangan dan derap langkah orang-orang yang terdengar di sekitar.Nadia menatap ke depan, matanya menerawang jauh. Surya merasakan kegelisahan istrinya dan menggenggam tangannya lembut.“Kamu tegang?” Surya membuka percakapan dengan nada lembut.Nadia tersenyum samar. “Nggak juga, cuma... ya, mungkin agak cemas. Kita beneran mau program, ya?”Nadia menoleh menatap suaminya, mencoba mencari kepastian.“Iya, Sayang. Tapi kita lakukan ini karena sama-sama mau, bukan karena tekanan atau paksaan,” Surya menenangkan.“Kita sudah sepakat, apa pun hasilnya nanti, kita tetap akan bersama.”Nadia terdiam, lalu mengangguk.&ldquo
Setelah resepsi pernikahan yang berlangsung sederhana dan penuh kehangatan, Surya dan Nadia memasuki suite hotel mereka."Ini kamar kita," ucap Surya di depan pintu."Aku udah gak sabar lihat isi dalamnya," bisik Nadia."Mau aku gendong?" goda Surya."Gak usahlah. Memangnya di film-film."Gelak tawa keduanya menghema di lorong hotel. Surya mengambil kunci yang diberikan oleh resepsionis di saku celananya.Keduanya sudah berganti pakaian. Surya bahkan memakai kaus longgar dan celana jeans. Nadia bahkan sudah menghapus make up. Wanita itu memakai gaun selutut dengan penghiasan lengkap di leher dan jarinya.Mereka berjalan berdampingan, diiringi tatapan penuh cinta dan sedikit rasa canggung."Silakan masuk, Tuan Putri."Ketika pintu suite mereka tertutup dengan lembut di belak
Langit cerah membentang di atas taman yang dipenuhi dengan hamparan bunga-bunga cantik. Pohon-pohon besar menaungi tempat itu dengan teduh. Suara aliran air dari kolam kecil di sudut taman menambah suasana tenang yang romantis.Pernikahan Surya dan Nadia diadakan dengan sederhana tetapi penuh kehangatan. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang hadir, membuat suasana lebih intim dan bermakna.Nadia dan Surya duduk di kursi yang dihias bunga mawar putih dan eucalyptus. Wanita itu mengenakan gaun putih sederhana tanpa banyak aksen tetapi tetap elegan.Rambut Nadia disanggul rapi. Senyum hangatnya memancarkan kebahagiaan yang nyata. Surya terlihat gagah dengan setelan jas hitam yang pas di tubuh. Wajah lelaki itu cerah. Matanya berbinar-binar menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya."Ananda Muhammad Surya Perdana, saya nikahkan engaku dengan Nadia Nur Azizah binti almarhum
Nadia menghembuskan napas panjang sebelum menekan tombol hijau di layar ponsel. Nama Surya tertera jelas.Kali ini Nadia merasa perlu membicarakan sesuatu yang sudah lama mengganjal di pikirannya. Setelah beberapa kali nada sambung, suara hangat Surya terdengar dari seberang.“Halo, Sayang?” Surya menyapa dengan ceria seperti biasanya. Lelaki itu sedang berada di ruangannya di kafe. Namun, dia mengerjakan proyek render gambar sebuah bangunan.“Halo, Sur,” balas Nadia dengan nada lembut. Ada sedikit kegugupan yang terselip di suaranya.“Kenapa? Suara kamu kayaknya aneh," tanya Surya lembut."Nggak apa-apa," lirih Nadia serak."Kamu habis nangis?" tanya Surya lagi."Enggak. Aku cuma lagi kangen aja.""Ada yang mau kamu bicarain?” tanya Surya seperti bisa merasakan ada yang berbe
Sepuluh hari Raya dirawat dan selama itulah Nadia setiap hari datang menjenguk. Sehingga dia dan sukma menjadi akrab.Nadia tak canggung bersenda gurau bersama mereka layaknya keluarga. Namun, sikapnya menjadi canggung jika ada Hendra.Tatapan dan perhatian Hendra yang berbeda memabuat Nadia risih. Wanita itu merasa semua orang telah bersekongkol untuk mendekatkan mereka, termasuk ibunya sendiri."Kamu mau ikut ke rumah?" tanya Hendra ketika mereka bersiap-siap hendak pulang.Raya sudah sehat dan pulih seperti sedia kala. Sehingga hari ini anak itu sudah boleh pulang."Tapi sebentar aja ya, Mas. Aku kan harus jaga toko.""Toko terus yang ada dipikiran kamu. Anak-anak juga, Nad.""Anak-anak kamu, Mas.""Yaaa kan anakmu juga, Nad."Nadia membuang pandangan mendengar itu. Sementara Hendra
Hari kedua Nadia datang ke rumah sakit terasa lebih tenang. Pagi itu, setelah memastikan tokonya berjalan dengan baik, wanita itu memutuskan untuk mampir melihat kondisi Raya.Nadia mengenakan blus sederhana dan celana panjang yang nyaman. Dia menenteng paper bag berisi camilan kesukaan Hana dan boneka kelinci mungil untuk Raya.Saat memasuki ruang rawat, Nadia melihat Sukma, mantan mertuanya, sedang duduk di sisi tempat tidur Raya yang masih terbaring.Wajah Sukma berubah cerah begitu melihat kehadiran Nadia di pintu. Tanpa ragu, Sukma berdiri dan menyambut Nadia dengan senyum lebar."Assalamualaikum, Ma," sapa Nadia lembut."Waalaikumsalam."Sukma menyambut Nadia yang mencium tangannya. Walaupun pernah menyakiti, dia tetap berlaku santun.Tidak ada dendam di hati Nadia karena dia sudah berdamai dengan masa lalu. Apalagi saat
Hari itu terasa panjang bagi Nadia. Sejak pagi, semua berjalan lancar di tokonya. Namun, pesan singkat dari Hendra yang tiba-tiba masuk ke ponselnya membuat dunia Nadia seolah berhenti seketika."Nadia, maaf ganggu. Raya dirawat di rumah sakit. Dokter bilang dia kena demam berdarah. Tolong doakan dia, ya."Nadia merasa dadanya sesak saat membaca pesan itu. Jari-jarinya gemetar dan ponsel hampir terlepas dari genggaman.Raya yang manis, begitu lincah dan ceria, kini terbaring lemah di rumah sakit? Nadia langsung merasakan kekhawatiran yang luar biasa.Dengan cepat, Nadia memberi tahu karyawan untuk menutup toko lebih awal. Beberapa pelanggan yang baru saja datang memandangnya dengan heran.Nadia hanya tersenyum minta maaf dan memberikan penjelasan singkat bahwa ada keadaan darurat keluarga. Begitu selesai, wanita itu segera menjemput ibunya yang sedang berada di rumah.