"Kalau Akang masih tidak mau mengaku, biarkan aku pergi." Aku terus berjalan lebih cepat dan sedikit berlari.
Mengabaikannya yang sedang berusaha menarik tanganku, adalah cara terbaik menghindar dari semua emosi yang mulai membara. Aku segera masuk kedalam taksi online yang sudah dipesan satu jam yang lalu.
"Jalan Mang!" Kuluruskan pandangan kearah sopir, tanpa menghiraukan Kang Yana yang menggedor-gedor jendela mobil.
"Oke Teh."
Kusandarkan tubuhku pada jok mobil. Rahasia Kang Yana sudah terkuak, tapi pertanyaan tentang siapa wanita-wanita itu masih terngiang dikepalaku.
Dua puluh menit sampai di rumah Shena sahabatku.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Shena yang sudah menunggu didepan rumah.
Aku menjawabnya dengan senyum. Meski kutahu Shena pasti faham apa yang kurasakan saat ini. Shenalah sahabat yang selalu mendukungku dalam keadaan apapun. Jadi aku memilih untuk menginap dirumahnya untuk sementara waktu.
"Masuk yuk!" Shena menggandengku.
"Duduk dulu, tenangkan dirimu!" Shena memberiku segelas teh hangat.
"Kamu yakin suamimu punya wanita lain Sor?"
Ku mengangguk penuh keyakinan, sambil menyeruput teh bikinannya.
"Kamu melihatnya?" Tanyanya lagi, menatapku seperti khawatir.
Aku menggeleng. "Tapi aku punya bukti yang kuat. Ini bukti yang kutemukan di dalam Mobil Kang Yana." Ku jemberengkan niqab merah yang masih sedikit tercium wangi parfum wanita. Lalu, kusodorkan foto wanita bercadar itu pada Shena. Shena ikut mengamati.
"Dan...ini hasil rekaman dari alat penyadap yang kusimpan dikamar rahasia itu Shen."
Segera kubuka ponsel dan memutar suara desahan-desahan itu. Agak risih memutarnya didepan Shena, karena Shena belum menikah. segera kumatikan rekaman itu sebelum Shena mendengarnya lebih lama.
"Sekarang apa yang akan kamu lakukan dengan bukti-bukti ini?" Tanyanya lagi.
Kutarik nafas perlahan, ku hembuskan dengan kasar. "Mungkin...aku akan menggugat cerai Kang Yana."
" Kamu yakin?" Shena memegang kedua tanganku. Ada rasa iba yang terlihat dari sorot matanya. Mungkin dia juga merasa kasihan padaku. Melihat nasibku yang begitu menyedihkan.
"Aku yakin. Tak masalah jika aku harus jomblo seumur hidup, daripada aku tersiksa batin harus membagi rasa cinta...Ah, maksdku berbagi suami."
"Kamu mulai mencintainya?"
Aku pun menyandarkan kepalaku pada bahunya. Sekali lagi, wanita mana yang tak mencintai suaminya sendiri apalagi lelaki itu adalah lelaki tampan, mapan dan impian semua wanita. Hanya saja, Ah, aku harus cepat-cepat melupakan rasa yang mulai tumbuh ini.
"Tidak Shena, aku tidak mencintainya. Aku cuman nghak mau mengecewakan ibu dan bapak shen."
" Justru kalau kamu menggugat cerai, pasti ibu dan bapak sakit hati Sora!"
Perkataan Shena ada benarnya. Tapi bukannya orang tua lebih sakit hati, jika melihat anaknya menderita tersakiti oleh orang lain?
"Yaudah kamu istirahat dulu. Biar besok kita pikirkan jalan keluarnnya bagaimana. Dua hari ini kebelakang, sepertinya kamu selalu begadang, aku kira kamu begadang melayani suamimu.."
Hahahh..Shena malah menertawaiku.
" Gak lucu.!" Ku manyunkan mulutku pada Shaila.
"Lagian nikah ko buru-buru, udah sih lah bairin. Memang cowok cuman dia aja yang tampan?"
"Tapi akunya yang udahh terlalu tua oneng.." Kulemparkan bantal kecil pada Shena. Rasanya sedikit terhibur berada deidekat Shena.
***
Sudah pukul delapan pagi, aku berusaha memejamkan mata, dari setelah salat subuh. Tapi tetap saja suara-suara desahan itu menggelitik telingaku. Membuat pikiranku selalu travelling jauh.Tiba-tiba ponsel yang masih kugenggam bergetar agak lama.
Kukerutkan kening. Nomor yang tak dikenal. Ini kali kedua ada nomor asing menerorku.
"Ah, siap sih?" Kusentuh gambar telepon berwarna hijau mencoba menerima panggilan itu.
"Assalamualaikum, punten ieu leres sareng istrina Ustadz Yana?" Suara seorang laki-laki dengan nafas tersenggal-senggal.
"Iya betul." Aku menjawab singkat.
"Apa?" Aku terkaget mendengar penuturan dari telepon, bahwa Kang Yana mengalami kecelakaan di jalan Eor dan masuk jurang.
Tuhan, ujian apalagi yang kau trehkan dalam skenario kehidupanku? Meski aku benci sama Kang Yana tapi bagaimanapun dia telah menjadi suamiku, aku harus pergi melihat keadaan Kang Yana.
Aku tak ingin merepotkan Shena lagi. Dia masih tertidur pulas. Aku tak mungkin membangunkannya.
Kuputuskan untuk pergi sendiri. Secepat kilat ku pesan taksi Budiman yang sudah menjadi langganan.
Setelah Sepuluh menit menunggu, taksi pun datang. segera aku masuk dan duduk di jok penumpang. Dengan kecepatan tinggi taksi neluncur membawaku menuju Rumah Sakit tempat Kang Yana dilarikan.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampai. Rumah Sakit Dewi Husada, terpampang jelas didepan bangunan.
"Kang Yana" Gumamku. Entah rasa sedih atau kasihan yang saat ini bergemuruh dalam dada. Kubuang nafas kasar, lalu turun dari mobil. Bergegas aku masuk dan mengahampiri meja Front Office.
Langkahku mengayun setengah berlari, setelah mendapatkan nomor kamar Kang Yana. Kakiku bergetar ketika melihat dua orang polisi sedang berada didepan kamar.
"Mohon maaf bu, apa ibu keluarganya? Tanya polisi itu.
"I-iyapak saya istrinya." Nafasku tersenggal-senggal.
"Ini barang-barang yang dapat kami selamatkan. Kami akan segera menyelidiki penyebab kecelakaan tunggal yang menimpa Pak Yana. Sementara kewajiban kami menyampaikan pada keluarga sudah selesai."
"Jika penyelidikkan sudah selesai, tolong hubungi saya secepatnya ya pak. ."
"Baik bu, itu sudah merupakan kewajiban kami." Kedua polisi itu berlalu dari rumah sakit.
Sungguh tak percaya apa yang terjadi. Kang yana terkulai lemah diruang rawat inap. Apa aku terlalu jahat mencurigainya memiliki wanita selain aku. Ah, entahlah bukan saatnya memikirkan hal itu.
Kuhampiri Kang Yana. Kutatap wajahnya yang masih terlihat tampan, tapi kepalanya sudah dibaluti perban. Ingin sekali kupegang tangannya dan mengecup keningnya. Tapi, semua itu hanyalah keinginan hati yang mencinta. Ada rasa benci yang lebih besar dari itu. Hingga hatiku merasa puas melihat Kang Yana terkulai lemah.
"Hmmh...Kemana istri-istri rahasiamu Kang?"
"Ini balasan setimpal untuk orang yang berani membohongiku." Puas, aku puas tertawa dalam hati. Allah, apa aku termasuk orang jahat menertawakan suami sendiri?..
Kudengar suara pintu terbuka. Seorang dokter didampingi dua orang suster menghampiriku.
"Pasien sudah melalui kritisnya. Namun, ada benturan dikepala sehingga mengakibatkan pembekuan darah sebelah kiri sehingga harus dilakukan tindakan operasi." Tutur dokter itu dengan jelas.
"Lakukan yang terbaik dok!"
"Baik kalau begitu, nanti saya buatkan surat persetujuan operasinya. Ibu bisa langsung keruangan saya." Setelah selesai menjelaskan, dokter itu meninggalkan kamar. Namun salah satu suster masih berdiam dan menghampiriku.
"Oia bu, untuk satu pasien lagi, apakah ibu juga penanggng jawabnya?" Tanya suster itu.
"Satu pasien?"Tanya hatiku.
" Emm berapa orang sus korban kecelakaannya tadi?"
"Setahu saya dua bu tadi yang dilarikan kesini."
"Oke, antar saya melihat pasiennya sus"
"Baik bu mari!"
Siapa pasien satunya lagi?
Perasaan tak enak tiba-tiba menjalar dalam tubuhku. Benar saja pasien itu adalah seorang wanita dengan pakaian lebar dengan warna merah yang sama seperti niqab itu.
Aku berjalan di belakang suster. Kupejamkan mata tak ingin melihat siapa pasien itu.
"Bu,"
"Oh,, emm, iya." Kuusap wajahku yang tak berkeringat. Aku harus menerima kenyataan kalau Kang Yana sedang bersama wanita ini ketika mengalami kecelakaan.
Kidekati pasien wanita yang terbaring itu. Saat ku mendekat dan mengamati pasien itu. Sepertinya wajah itu tak asing dimataku.
"Suci?" Gumamku.
Kudekati pasien wanita yang terbaring itu. Kuamati wajahnya, seperti tak asing dimata."Suci?" Gumamku. Aku semakin mendekat tak percaya."Suci?" Sekali lagi aku meyakinkan.Kutarik nafas, dan menghembuskannya kasar. Kuusap wajahku yang tak berkeringat.Ya allah"Bu,""I... Iya sus. Gimana, gimana kondisinya?""Tidak ada luka yang terlalu parah bu. Tapi, sepertinya pasien sedang hamil. Bersyukur janinnya masih bisa diselamatkan. Untuk memastikan umur janinnya nanti akan ada dokter kandungan visit kesini ya bu, Sementara sudah kusuntikan antibiotik kedalam infusan. Mohon tanda tangan disini untuk persetujuan pemberian obatnya." Penjelasan suster membuatku syok. Tanganku gemetar memegang pulpen yang diberikannya.Suci hamil? Dan aku harus menandatangani persetujuan pemeriksaan wanita dan anaknya Kang Yana?Sebenarnya, hati ini menolak untuk p
Mulutmu Suci!!! begitu lihai menghina dan meremehkan orang lain. Kudiamkan dia berceloreh tak henti. Kuputuskan untuk tak meladeni wanita seperti dia.Baru saja aku beranjak ingin menghindar darinya. Tiba-tiba dia memanggilku dengan nada tinggi."Soraya!" Seketika hening.Lalu wanita gila itu melanjutkan pembicaraannya. Ya, aku memanggilnya wanita gila. Karena tak ada wanita waras yang menyuruh suaminya menikah lagi dan...aahgrhhh..."Hmmh, mana wanita cerdas itu? Katanya cerdas, tapi begitu mudah kau dibohongi Sora, andai saja Kang Yana tidak menikahimu kau akan abadi menjadi perawan tua. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku."Mendengarnya berbicara sambil berteriak, membuatku ingin menjotos wajahnya. Kukepalkan tangan. Kugertakkan
Pov Suci Rahma DhanyDi Rumah Sakit Dewi HusadaKutatap wajah lelakiku yang terkulai lemah. Aku tertawa menyaksikannya yang terbaring. Sedih? Tidak. Tidak ada kesedihan sama sekali dalam hatiku. Justru sebaliknya kebencian sudah mengerak menahun dalam dada.Bertahun-tahun seluruh perhatian kucurahkan padamu Adhyana! Tapi kau selalu menampilkan sikap cuekmu padaku. Dan...kau malah memilih meminang Soraya. Jelas, hatiku marah besar.Sungguh tampan memang wajah lelaki ini. Kuelus pipinya yang sedikit berjenggot. Kucubit hidungnya meski dia tak merespon. Wajah ini selalu mengingatkanku pada kekasih sejatiku yang telah pergi tujuh tahun yang lalu."Kali ini, aku takkan membiarkanmu jatuh pada lubang yang sama Yana." Kubisikkan pada lelakiku.
Pov Suci Rahma Dhany "Yanu?" Aku terkejut, saat kulihat lelaki dengan pakaian batik berwarna navy turun dari mobil. Ku kerjapkan mata tak percaya kalau itu Yanu. Segera kudekati jendela mengintip dibalik tirai, benar ternyata itu Yanu. Brengsek!!! Jadi kau Yanu, yang mau melamar Soraya? Jadi Soraya yang kau cintai selama ini? tidak, itu tidak mungkin. Jangan sampai ini terjadi, tidak. Aku tidak rela. Perasaan gelisah dan marah berkecamuk dalam dada. Bagaimana bisa dia menyukai Soraya? Bahkan aku tak pernah memperkenalkan mereka. Kapan mereka bertemu? Degup jantungku semakin tak teratur. Saking terlalu kencang, rasanya seperti tiba-tiba ingin berhenti saja. Dengan semua s
Pov Soraya AlmahyraTujuh tahun yang lalu, seseorang mengkhitbahku. Cincinpun melingkar dijari manis kiriku. Kebahagiaan mulai menyelimuti keluargaku. Ketika karir sudah kugapai umur dua enam merupakan waktu yang tepat untuk membina rumah tangga.Adhyanuarta Nama lelaki yang selalu memujiku disetiap kita bertemu.ah, bukan setiap bertemu. Karena kami hanya beberapa kali bertemu sampai memantapkan untuk ke jenjang serius.Setelah dua hari acara khitbah, dia meminta izin padaku untuk pulang sementara ke Bandung mengurus seluruh perusahaan peninggalan ayahnya, serta menjemput sang adik yang tinggal di luar negeri.Hingga satu minggu kepergiannya tak memberi kabar padaku. Namun aku selalu yakin akan janjinya yang akan me
Pov Soraya Almahyra"Ingat jangan mencariku lagi! Aku tak sudi melihat kamu Kang. Dan kamu! Kamu juga Suci, sudah ku berikan Kang Yana padamu. Jadi jangan ganggu kehidupanku lagi."Hmmh...terkadang aku tertawa sendiri, mengingat kata-kata yang kuluncurkan untuk dua makhluk tak berakhlak itu.Memang, mulutku bisa berkata seperti itu, tapi hatiku tidak. Justru Hatiku hancur saat mengatakannya pada mereka. Sebenarnya mereka penting bagiku, tapi rasa kecewaku terhadap mereka sudah terlanjur menggunung. Kesalahan mereka tak bisa dimaafkan.Suci si wanita pengambil Adhyanuarta dariku. Tapi ibu selalu saja mengingatkanku mungkin dia bukan jodohku, mungkin takdirku lebih baik. Mungkin dan mungkin.Lantas, apa kali ini juga takdirku? Umur pernikah
Pov Adhyana"Oke aku akan mengabulkan permintaanmu, Soraya Almahyra." Kubisikkan perkataan itu tepat di telinga Soraya istriku. Kuberikan surat perceraian sesuai permintaannya.Namun, sebenarnya aku tidak membubuhkan tanda tangan persetujuan pada surat itu. Karena sampai kapanpun aku akan menjadi suaminya. Hingga ajal menjemput aku akan tetap menghormatinya sebagai istriku.***Flashback"Cep, itu siapa ya yang sedang tilawah?" Tanyaku pada lelaki yang menyambutku, saat datang memenuhi undangan pengajian di Gedung Ukhuwah."Itu namanya Soraya Almahyra Kang." Jawab lelaki itu sembari membungkukkan badannya."Oh,,," Aku ha
Fitnah kejam itu mulai merusak kehidupanku."Adhyana!! "Teriakan wanita itu menyadarkanku. Apa aku harus menendangnya dengan kakiku sendiri?"Apa ini yang kamu lakukan pada kakak iparmu?" Teriaknya sambil menangis histeris didepan para tamu.Mendengar perkataannya, sungguh aku menyesal membantunya. Kuusap dada berusaha menangkan hati sendiri."Dia yang menggoda dan merayuku!" Aku berusaha membela diri dengan tenang."Bohong! Ini buktinya."Astagfirullahapa niat wanita itu? Dia memperlihatkan baju yang sobek dibagian dada.Segera kututup mata. Yang benar saja, tak pernah kusangka istri dari seorang Adhyanuarta yang paling kuhormati dan
"Sora, Soraya, Tolong!"Samar, seperti suara seorang wanita berteriak dari luar. Mataku mendelik, keningku mengerut. Kutajamkan runguku agar bisa mendengar dengan jelas. Namun, sedetik kemudian, hening, teriakan itu tak lagi terdengar.Ah, mungkin ini hanya halusinasiku. Mana ada, sepagi ini ada orang berteriak meminta tolong di depan ruamah. Sedangkan, gerbang depan saja masih jauh dari pintu rumah. Ditambah lagi, masih digembok. Mana mungkin ada orang menerobos masuk.Aku menggeleng, berusaha menepis prasangka yang sekelabat menghantui pikiran. Tentang masa lalu yang membuat rumah tanggaku diambang kehancuran. Tentang wanita misterius yang selalu datang tiba-tiba dan membuat hidupku dihantui rasa khawatir, curiga dan merasa sangat terancam.Tidak, tidak mungkin. Lagi pula wanita itu sudah jelas adanya, dan mengaku semua kesalahan yang dia perbuat. Wanita itu sudah bertaubat di depan umum. Dia sudah mengakui segala per
Tibalah malam, malam yang selalu dinanti setiap pasangan pengantin. Ah, pengantin kadaluwarsa. Ya, aku dengan Kang Yana sudah lama menikah, tapi ini adalah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini.Saat ini, ku tidak bisa menyembunyikan perasaanku yang berdebar hebat, sama seperti pertama kali Kang Yana mendekatiku. Sentuhan lembut tangannya membuat hati ini berdesir hebat, hingga menembus jantungku yang terasa semakin berdegup kencang. Napasku sungguh tak terkontrol."Sudah siap, Neng?" Kang Yana mendekatiku, lalu wajahnya hampir menempel dengan wajahku. Hidungnya yang bangir nyaris menyentuh hidungku. Tak ada sekat diantara kami. Kedua tangannya melingkar di pinggangku. Dia mendorongku pelan dan menempelkan bibirnya pada bibirku. Kami mengukir cinta yang abadi, di kamar indah yang penuh keromantisan. Memadu kasih dalam balutan kenikmatan surgawi. M
Malam pertama"Bidadari Aa, mau konsep bagaimana?"Kang Yana tiba-tiba memelukku dari belakang. Spontan, tanganku berhenti mengaduk bubur yang sedang kumasak untuknya. Dadaku berdesir. Nafasku kembang kempis. Bagaimana tidak? setelah dua bulan Kang Yana harusbed rest, inilah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini. Hembusan nafasnya menembus jilbab menusuk telinga kananku hingga romaku berdiri.Jeda beberapa detik terdiam, jujur tak pernah terpikir olehku konsep seperti apa yang kuinginkan untuk acara resepsi pernikahan. Bagiku, kembali bersama Kang Yana sudah merasa sangat bahagia."Neng mah ikut Aa aja, kalau menurut Aa konsepnya bagus, Neng juga pasti suka."Aku Kembali mengaduk bubur
"Neng, ana uhibbuki fillah." Kang Yana menggenggam tanganku.Malu untuk menjawabnya, aku pun tersenyum membalasnya."Neng juga sayang Aa."______________________________________Brak!!!suara pintu terbuka menghentikan tanganku yang hendak menyuapi Kang Yana lagi.Sontak, kepalaku menoleh kearah pintu. Dan,,, spontan kakiku berdiri saat melihat sesosok perempuan diseret oleh Bradley masuk kedalam ruangan Kang Yana."Suci?" Akupun terkaget.Bradley mencengkram tangannya.Entah apa yang terjadi pada mereka, sampai-sampai Bradley memegang tangan Suci sebegitu eratnya."Ada apa Bradley? Kenapa kamu memegang tangannya seperti itu?"
Suci Rahma DhanySuci Rahma Dhani, ya itu memang namaku. Entah kenapa orang tuaku memberi nama itu untukku. Tapi nama itu telah mengutukku dalam guratan nasib kehidupan. Kehidupanku yang tidak seperti dongeng cinderella atau putri salju yang indah dikemudian hari.Sungguh tragis, semua yang kualami selalu berujung air mata. Dulu Adhyanuarta tidak pernah menyisakan hatinya setitikpun untukku. Dia malah membiarkanku terperosok dalam kesengsaraan batin.Ditambah lagi Kang Yana, hmmh Kang Yana? Geli rasanya mendengar panggilan itu dari mulut Soraya. Yah, Adhyana Afradhy. Memang dia adalah orang yang membuatku tergila-gila karena cinta.Memang, sebelumnya hatiku terkunci oleh Adhyanuarta alias kakaknya. Kakakmya yamg telah pergi membekaskan dendam dalam diri ini. Ya, awalnya aku hanya i
Seperti yang sudah-sudah, Bradley selalu menawarkan bantuan untukku. Meski dia pernah mengatakan perkataan yang konyol, tapi kuakui, pemuda itu termasuk salah satu tipe lelaki yang bertanggung jawab. Buktinya dari awal berangkat, hingga sampai akhirnya terdampar di klinik, dia masih terjaga disni. Mungkin dia juga merasa bersalah atas tertabraknya Suci."Sorry!! Aku tidak tahu, ternyata kamu sangat terpukul dengan kondisi wanita yang kutabrak tadi. Aku jadi merasa bersalah."Sesalnya sambil menundukkan kepala, seperti anak kecil yang meminta maaf pada ibunya ketika melakukan kesalahan."Tidak Bradley, kamu tidak perlu merasa bersalah! Semua sudah jadi jalan takdirNya. By the way, makasih udah jagain Suci tadi." Akupun tersenyum simpatik. Ternyata dia tak seburuk yang kukira. Dan aku berhar
Allah,Semua yang terjadi malam ini diluar dugaanku. Memang, aku mulai menikmati kebersamaan dengan Kang Yana. Tapi, masih saja Kang Yana menyembunyikan masalah sebesar ini?"Neng,"Suara itu mengagetkanku. Tiba-tiba Kang Yana sudah berada didepan pintu kamar mandi. Spontan aku menyimpan ponselnya kembali diatas kasur."Ayo Neng Aa antar lagi ke klinik! Bukannya Neng Khawatir sama Suci?"Suara Kang Yana sedikit tersenggal. Aku hanya mampu menatapnya mencari jawaban atas pesan yang dikirim dari dokter tadi, bahwa Kang Yana harus operasi. Namun tak ada tanda-tanda apapun. Kang Yana terlihat sehat-sehat saja didepanku."Neng, ayo!""Oh, iya ayo Kang!" Mungkin Kang Yana menyadari
Soraya AlmahyraMenjauh ketika rasa cinta mulai memudar?memang sangatlah mudah. Seperti saat aku mendengarkan rekaman suara desahan seorang wanita dimalam pertama, sungguh menguras emosi yang meluap-luap, ditambah lagi Suci yang selalu datang tiba-tiba menghantui kami.Tapi ternyata, suara desahan itu hanyalah rekaman dari ponsel Kang Yana.Ah, apa Kang Yana tidak menipuku? Apa memang alasannya karena penyakit yang dideritanya? hingga dia harus menonton video tak sewajarnya seperti itu. Penyakit apa sebenarnya? Atau aku yang terlalu bodoh? Tapi kenapa Kang Yana tidak terus terang dari awal pernikahan, kalau memang dia mempunyai penyakit?Pertanyaan-pertanyaan itu be
Pov Adhyana Afradhya ( Kang Yana)Tanpa direncanakan, pertemuan terjadi begitu saja. Kemanapun Soraya pergi, aku selalu menemukannya. Memang ini adalah salah satu harapan terbesar setelah dia pergi dari rumah, bersyukur bisa tetap menatap dan memperhatikannya walau dari jauh.Allah selalu mengabulkan doa hambaNya yang merintih. Meski dosa menggunung tinggi, selagi bertaubat, ampunan selalu Dia berikan. Begitupun denganku, niat memperbaiki diri dengan menjelaskan kesalah fahaman saat itu. Telah membukakan setiap jalan. Meski hambatan tak henti menghadang, kala mulut sudah mulai berkata.Ketika aku tengah menelepon dan meminta solusi pada sahabatku yang masih tinggal di Arab. tiba-tiba suara seorang wanita seperti tak asing datang dari belakang membuatku terkaget. Aku langsung terperanjat. Tak