Bab 134. Daffin Pria Tampan Tapi Misterius “Oh, ada. Entar Andre kirim ke nomor Mama, ya! Em, Andre udah bilang, kan, ke Mama kalau Pak Anwar udah mulai bisa bicara sepatah dua patah kata? Mama langsung bicara aja sama dia, gak usah melalui Suster Ayu!” usul Andre dengan wajah serius. Sang anak sangat pengertian akan perasaan ibundanya. Apalagi saat ini hubungannya telah berakhir dengan Amelia, maka kenapa tanggung-tanggung, kebahagiaan Mama harus dia perjuangkan. Masih ada setitik harapan, semoga dengan menjadi kakak tiri Amelia, dia tak akan kehilangan gadis itu seuutuhnya. “Ndre, Mama cuma mau ngabari bahwa tempat kerja baru mama ini, begitu dekat dengan lokasi tempat Pak Anwar berobat. Kira-kira setengah jam perjalanan udah sampai. Dari pada dari sini hampir tiga jam perjalanan, iya, kan?” dalih Regina menyembunyikan rasa malunya. “Iya, Ma. Bener banget. Jadi, setiap hari Mama bisa menjenguk ke sana. Amelia pasti senang kalau Mama sering-sering nengokin papanya.” Regina men
Bab 135. Amelia Terperangkap “Stop, Mbak! Apa yang mau Anda lakukan?” Salah seorang bodyguard menghentikan langkahnya. Namun, Amelia tak memperdulikan. Kini, dia sudah berdiri tegak tepat di hadapan sang Direktur Utama. “Maaf, bisakah saya meminta waktu Anda untuk berbincang sejenak?” tanya gadis itu dengan intonasi penuh tekanan. Tak ada sahutan. Pria yang dia ajak berbicara sama sekali tak menghiraukan. Tangannya justru semakin sibuk menggerak-gerakan kursor di layar dengan menggunakan mouse laptop. Para body guard berusaha menarik tangan gadis itu untuk keluar. Lagi-lagi Amelia menepis dengan kasar. “Maaf, Mbak! Kita bicara di luar saja! Tolong jangan ganggu Pak Daffin!” Para bodyguard hampir kehilangan kasabaran. “Oh, jadi pria ini bernama Daffin? Tuan Daffin, saya mau bicara sebentar, boleh?” sindir Amelia tersenyum tipis. Pria itu sama sekali tak menghiraukan. Jangankan untuk menjawab, menoleh saja pun tidak. “Hey, Tuan Daffin! Saya mau bicara! Tolong dengarkan saya! B
Bab 136. Siapa Lidya “Apa maksudmu mengirim perempuan ini, hah!” Pria itu mendorong tubuh Amelia dengan kencang, hampir saja menubruk wanita yang dipanggil ‘Mama’. “Au ….!” pekik Amelia seraya bangkit dengan tergesa, agar tubuhnya tak sempat menimpa tubuh lemah yang terbaring di sana. Mata teduh gadis itu membulat sempurna. Kenapa pria angkuh ini berbicara begitu kasar pada ibunya? Bahkan sejak dari kantor tadi, tiada henti mengutuk dan memaki. Ada apa sebenarnya? Amelia memindai keadaan wanita itu dengan netranya. Wajah yang terlihat agak pucat itu mengernyit kencang di keningnya. Sepertinya dia tengah menderita suatu penayakit yang entah apa. Jejak kecantikan masih terlihat jelas di wajah itu. Perlahan mata yang terpejam mulai terbuka. “Ibu sedang terapi, Pak Daffin, tolong jangan diganggu dulu!” Kembali sang perawat pribadi memohon. Para Asisten mengiring di belakangnya. Sepertinya mereka semua sangat mengkhawatirkan keadaan sang Nyonya. “Jangan ikut campur! Pinggir
Bab 137. Rahasia Keluarga Daffin Amelia semakin gundah. Wanita di hadapannya ini berhasil menyentuh hati lembutnya. Wajah mendung itu terlihat begitu menghiba. “Saya berharap, dengan penjelasan kamu nanti, Daffin akan mulai membuka rasa percayanya sedikit saja pada saya. Mungkin Allah memiliki tujuan sehingga mengirimmu ke dalam kehidupan kami, lalu terlibat di dalamnya. Saya selalu berdoa, suatu saat keajaiban akan datang. Mudah-mudahan ini adalah jawaban dari doa saya.” “Maaf, Tante, sebenarnya saya bukan siapa-siapa. Bukan pula keajaiban kiriman Allah buat keluarga ini. Tolong jangan berlebihan! Ini semua hanya kebetulan.” “Iya. Mungkin, tapi saya tak akan pernah berhenti berharap.” Amelia menghela napas berat. Kepalanya terasa mulai berdenyut. Mau tidak mau dia harus terlibat pula di dalam masalah keluarga ini. Sebenarnya sangat mudah baginya untuk meloloskan diri. Serahkan saja semua kepada pengacara kepercayaan papanya. Tetapi, melihat wajah memelas wanita di hadapannya,
Bab 138. Kelicikan Vera Dibongkar Regina “Tunggu tunggu! Kamu bilang Vera yang merayu pamannya?” “Ya, Pak Haga itu adalah pamannya Vera, Ma. Mama sempat tadi dipecat sama Pak Haga, kan? Nah, Vera yang meminta pada pamannya itu agar Mama gak jadi dipecat. Vera bahkan merayu pamannya itu agar mengangkat Mama menjadi kepala cabang. Untung ada Vera, kalau tidak … Andre gak bisa bayangin bagaimana terpukulnya Mama, iyakan?” “Apa? Mama dipecat Pak Haga? Dan Vera yang merayu pamannya itu untuk membatalkan pemecatan, bahkan Vera merayu pak Haga agar mengangkat mama menjadi kepala cabang, begitu?” “Iya, Ma. Kenapa Mama kelihatan bingung begitu? Kaget kalau Vera udah nyelamatin karier Mama? Gak usah kaget, cukup say thank you sama dia. Mumpung dia masih di sini, Ma!” “Mama paham sekarang. Dan Amelia ….” Kalimat Regina terjeda. Dia mencoba menganalisis semua kalimat putranya, lalu mengaitkan dengan sikap Amelia saat mereka berpapasan di tikungan jalan tadi. Gadis itu melajukan mobilnya de
Bab 139. Penyesalan Andre “Apa, Pak? Wanita panggilan?” pekik Regina kaget. Mata tajamnya menghujam tepat di manik mata Vera. Begitupun dengan Andre. Dengan mata membulat sempurna, dia menatap Vera. Perempuan itu memucat, segera berpaling menahan perasaan yang tak karuan. “Ya, Bu regina. Namun, saya sangat tidak tertarik dengan wanita murahan! Masih banyak wanita lain yang lebih terhormat, bukan? Apakah dia yang Bu Regina maksud?” Rasa malu membuat emosi Vera meledak. Wajahnya merah padam, bibirnya bergetar hendak berteriak kencang. Gadis itu lalu menyambar ponsel Regina. Tetapi Regina langsung menyudahi percakapan dan mengembalikan benda pipih itu ke dalam tas sandangnya. “Siniin hapenya, Tante! Aku mau bicara dengan pria bajingan itu!” teriaknya histeris. “Keluar kau dari proyek anak saya! Perempuan penipu! Gak tau malu! Jangan pernah datang lagi ke sini! Ternyata kau tidak hanya perempuan licik, tetapi juga perempuan murahan! “Jangan pernah datang lagi ke sini! Ternya
Bab 140. Amelia Tak Mengenal Andre Andre mencoba memberontak saat matanya ditutup dengan sehelai sapu tangan, begitu lif tiba di lantai tiga. “Ikut saja!” Andre diseret menuju ruangan khusus. Bukan ruang sang Direktur utama. Melainkan ruang rahasia yang tidak sembarang orang bisa memasukinya, kecuali orang-orang pilihan sang Big Bos. “Masuk!” perintah salah satu pria sangar itu seraya membuka penutup mata Andre. “Tempat apa ini?” tanya Andre meneliti sekeliling dengan netranya. Tempat itu lebih mirip sebuah lorong. Gang sempit yang berukuran kira-kira dua kali delapan meter itu bermuara di sebuah ruangan khusus di ujung lorong. Entah ruangan apa yang ada diujung lorong itu. Andrepun tak dapat menduga-duga. Sebuah sofa panjang tersedia di sudut ruangan, seseorang telah menunggunya di sana. “Itu Pak Daffin! Dia tak punya banyak waktu, cepat temuai dia!” perintah sang bodyguard lagi mendorong kasar tubuh Andre. Andre berjalan ke arah sofa, sementara dua orang bodyguard b
Bab 141. Rahasia Tentang Daffin “Hey! Tolong jangan ikut campur dengan urusan pribadi saya, ya! Anda siapa, hah!” teriak Daffin kaget. “Saya Amelia. Saya tidak suka bila ada seorang anak yang bersikap kasar pada ibu kandungnya! Jelas?” sahut Amelia tak gentar. “Kau! Ahhhhh … Sudahlah! Tak perlu dibahas. Dengar, sekarang juga anggota saya yang berjaga di depan itu akan mengantarkan Anda kembali ke kantor saya. Pacar Anda yang bernama Andre sudah datang menjelaskan semuanya. Dia menyelamatkan Anda! Saya minta maaf karena telah salah menuduh! Mengenai kerusakan mobil, itu urusan belakang. Yang penting sekarang Anda sudah saya bebaskan dan pacar Anda sudah menunggu Anda di sini, ok, itu saja selamat siang!” “Tunggu!” bentak Amelia mengangetkan tak hanya Daffin, tapi juga Andre. “Dengar Pak Daffin, saya tidak kenal dengan pria yang bernama Andre! Saya juga tidak pernah punya pacar bernama Andre! Urusan kita belum selesai! Saya tidak akan keluar dari rumah Anda ini sebelum urusan k
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya