Bab 140. Amelia Tak Mengenal Andre Andre mencoba memberontak saat matanya ditutup dengan sehelai sapu tangan, begitu lif tiba di lantai tiga. “Ikut saja!” Andre diseret menuju ruangan khusus. Bukan ruang sang Direktur utama. Melainkan ruang rahasia yang tidak sembarang orang bisa memasukinya, kecuali orang-orang pilihan sang Big Bos. “Masuk!” perintah salah satu pria sangar itu seraya membuka penutup mata Andre. “Tempat apa ini?” tanya Andre meneliti sekeliling dengan netranya. Tempat itu lebih mirip sebuah lorong. Gang sempit yang berukuran kira-kira dua kali delapan meter itu bermuara di sebuah ruangan khusus di ujung lorong. Entah ruangan apa yang ada diujung lorong itu. Andrepun tak dapat menduga-duga. Sebuah sofa panjang tersedia di sudut ruangan, seseorang telah menunggunya di sana. “Itu Pak Daffin! Dia tak punya banyak waktu, cepat temuai dia!” perintah sang bodyguard lagi mendorong kasar tubuh Andre. Andre berjalan ke arah sofa, sementara dua orang bodyguard b
Bab 141. Rahasia Tentang Daffin “Hey! Tolong jangan ikut campur dengan urusan pribadi saya, ya! Anda siapa, hah!” teriak Daffin kaget. “Saya Amelia. Saya tidak suka bila ada seorang anak yang bersikap kasar pada ibu kandungnya! Jelas?” sahut Amelia tak gentar. “Kau! Ahhhhh … Sudahlah! Tak perlu dibahas. Dengar, sekarang juga anggota saya yang berjaga di depan itu akan mengantarkan Anda kembali ke kantor saya. Pacar Anda yang bernama Andre sudah datang menjelaskan semuanya. Dia menyelamatkan Anda! Saya minta maaf karena telah salah menuduh! Mengenai kerusakan mobil, itu urusan belakang. Yang penting sekarang Anda sudah saya bebaskan dan pacar Anda sudah menunggu Anda di sini, ok, itu saja selamat siang!” “Tunggu!” bentak Amelia mengangetkan tak hanya Daffin, tapi juga Andre. “Dengar Pak Daffin, saya tidak kenal dengan pria yang bernama Andre! Saya juga tidak pernah punya pacar bernama Andre! Urusan kita belum selesai! Saya tidak akan keluar dari rumah Anda ini sebelum urusan k
Bab 142. Kami Tidak Selingkuh, Mel! “Kalau saya boleh saran, ya, Tante. Kenapa Tante tidak berusaha untuk mengambil hati Pak Daffin juga seperti yang dilakukan oleh perempuan itu?” “Sudah, segala cara juga sudah tante lakukan untuk itu. Tetapi hati Daffin sudah terlanjur beku. Racun yang disuntikkan oleh Mas Hendra dan Lidya di otaknya sudah menyebar sampai ke tulang sumsum. Daffin sangat membenci tante. Dulu dia hanya didoktrin membenci tante dengan kalimat tante adalah seorang pelac+ur, tetapi setelah Mas Hendra meninggal, Lidya mensugesti pikirannya bahwa yang membuat mas Hendra meninggal adalah Tante.” “Apa yang telah Tante lakuin, sehingga Pak Daffin begitu percaya?” “Papa kandung Daffin.” “Maksud Tante? Siapa?” “Mas Andi, pria pilihan tante.” “Dia yang membunuh Pak Hendra?” “Bukan, Mel. Dia tidak seburuk itu. Mas Andi pria yang baik. Jangankan membunuh manusia, memukul nyamuk saja dia mikir, kalau tidak benar-benar menggigit duluan, dia tak akan mau menyakiti siapapun.
Bab 143. Debar Halus di Dada Daffin “Mel!” Amelia tersentak. Rahayu telah berdiri di sampingnya. Tangan wanita itu menyentuh pelan bahu Amelia. “Kekasihmu sangat mencintai kamu, boleh tahu kenapa kalian bisa berpisah?” “Mantan, Tante. Bukan kekasih lagi. Kami tidak cocok. Itu saja.” “Ya, sepertinya dia pria yang baik. Bagaimana pula dengan Daffin? Jika pria sebaik mantan kekasih kamu itu saja sulit mendapatkan cinta gadis seperti kamu, konon pula Daffin yang memiliki karakter begitu buruk.” Amelia terkesiap, entah apa maksud ucapan wanita ini. “Tante, Pak Daffin sudah pulang. Tapi ini sudah terlalu sore. Saya izin pulang juga, ya, Tan. Di rumah ada dua orang anak kecil yang harus saya urus juga. Besok, saya janji akan singgah ke sini menemui Tante,” dalihnya kemudian. “Dua orang anak kecil?” Rahayu mengernyitkan kening. “Ya, orang tuanya sedang ada masalah berat. Saya tidak tega mengantarkan mereka ke yayasan yatim piatu atau ke dinas sosial.” “Mulia sekali hati kamu, Mel.
Bab 144. Kejutan Dari Lidya Amelia menoleh. Kaki yang sempat turun sebelah kembali dia angkat ke dalam. Pria ini sudah memulai mengajaknya berbicara, sekalipun kalimat yang dia ucap adalah kalimat sindrian yang sama sekali tak enak didengar. Tetapi, setidaknya dia sudah memulai komunikasi. Maka Amelia harus menggunakan kesempatan ini untuk membantu Rahayu, sosok ibu yang begitu menyentuh hatinya. “Kenapa tidak jadi turun?” tanya Daffin menatapnya sekilas. “Kebetulan Anda sudah mengajak saya berbicara. Saya juga ingin membicarakan sesuatu dengan Anda, tentu saja kalau Anda tidak keberatan,” ucap Amelia menatap Daffin lekat. “Maaf, saya bukan type pria yang suka bergosip. Saya tidak punya waktu untuk itu!” tolak pria itu tegas. “Hemh, sepertinya Anda takut kalau saya membicarakan hal pribadi Anda?” “Anggap saja begitu!” “Masalahnya saya merasa terpanggil untuk membicarakannya dengan Anda.” “Oh, ya? Apakah Anda seorang konsultan jasa penyampai omongan dusta seorang ibu mantan p
Bab 145. Cinta Terlarang Mama Tiri “Baik, aku maklum, sih? Cewek mana juga yang tidak akan tertarik pada Daffin. Tampan, mapan, tak kurang apapun. Semua perempuan pasti tergila-gila padanya. tak terkecuali perempuan udik dan ya, bisa dibilang jauh dari kata cantik seperti dirimu! Kau juga berhak menyukai pria tampan, iya, kan. Tapi aku sarankan, kalau ngayal jangan ketinggian. Karena enggak mungkin juga kan, Daffin suka sama perempuan level enam puluh seperti kamu! Levelnya Daffin itu 99, 99. Kamu sadar diri, dong!” sindir Lidya. “Sayang sekali, selain jelek, ternyata saya perempuan bandel. Semakin dilarang, saya malah makin penasaran! Saya akan tetap mendekati Pak Daffin. Anda tak berhak melarang saya!” “Kau …! Kamu mau berhadapan dengan saya?” “Lah, Anda siapa kok, berani-beraninya ngelarang saya?” “Kau mau tahu siapa saya?” “Dari tadi juga saya tanya Anda siapa? Oooh, bentar! Saya curiga, nih. Sepertinya Anda ini ibunya, ya? Anda pasti Lidya, kan? Ibu tiri pak Daffin
Bab 146. Apakah Daffin Sakit Jiwa? “Daffin, kau salah dengar, Nak!” Lidya berusaha meyakinkan Daffin. “Ok, aku … aku bingung! kepalaku sakit! Ini terlalu mengejutkan!” “Daffin, Sayang! Tenang, ya! Kau memang tidak bisa berfikir keras, Nak! Kamu sakit, kan? Sekarang kita pergi dari sini, kita pulang ke rumah Mama saja, ya! Obat sakit kepala kamu ada di rumah mama, kan, Sayang!” “Tidak! Stop di situ! Mulai detik ini, jangan pernah kau urusi aku! Aku akan mencari tahu semuanya! Amelia! Tolong bawa aku ke dalam rumahmu! Tolong, jangan izinkan wanita ini membawaku ….Kepalaku … kepalaku … sak .…” “Pak Daffin!” Replex Amelia dan Dadang menagkap tubuh Daffin yang terjatuh lemas. “Daffin ….! Awas, aku akan membawanya pulang!” “Jangan! Pak Daffin memintaku agar melarang Tante membawanya pulang!” “Daffin sakit, Amelia! Obatnya ada di rumahku! Hanya aku yang bisa mengobatinya!” “Tidak, Tante! Ayo, Wak! Kita bawa masuk!” cegah Amelia. Amelia dan Dadang berupaya memapah tubuh Daffin yang
Bab 147. Daffin Tak Mau Pulang “Oh, ya. Sepertinya Anda kurang suka dengan tindakan saya, ya? Saya sudah tanyakan kepada Bos Anda! Katanya dia tak punya dokter pribadi khusus. Jika dia sakit dan butuh dokter, maka Tante Lidya yang mengurus semuanya. Saat ini, Pak Daffin sedang berseteru dengan ibu tirinya itu. Apakah Anda bisa menjamin kalau Dokter kepercayaan Tante Lidya juga yang kita panggil ke sini? Anda bisa menjamin Tante Lidya tidak akan melakukan sesuatu terhadap Bos Anda!?” Amelia mencoba memberi pria itu pengertian. “Apakah Dokter yang Anda panggil itu bisa kita percaya?” “Saya yang bertanggung jawab!” “Baik kalau begitu, kami akan izinkan dia masuk,” cetus pria itu langsung berbalik arah. Amelia menunggu dengan sabar. Dr. Ferouk pasti bisa memastikan dan menyembuhkan sakit di kepala pria ini. Ketukan halus di daun pintu membuat Amelia lega. “Masuk aja, Om! Tidak dikunci, kok!” “Selamat malam, Amelia!” Pintu kamar tamu itu terbuka. Seorang Dokter muda melangkah mas
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya