Home / Romansa / (NOT) PERFECT BOYFRIEND / Boneka bukan pacar?

Share

Boneka bukan pacar?

Author: holipehh
last update Last Updated: 2021-05-01 17:41:59

Ardzan mengumpulkan seluruh karyawannya di lobby kantor, karena ada hal yang ingin dia sampaikan kepada seluruh karyawannya.

Setelah seluruh karyawannya berkumpul, termasuk Dinda, Ardzan langsung memulai pembicaraan.

"Oke, saya mengumpulkan kalian disini karena ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Ardzan dengan wajah yang terlihat serius.

Memang kalau Ardzan berbucara dengan orang lain Ardzan bisa cool seperti ini, bahkan pasti tidak ada yang mengira kalau Ardzan itu pemarah kalau lagi sama Dinda.

Seluruh karyawan mengangguk.

Ardzan kembali melanjutkan pembicaraannya, "Untuk bulan depan, karena papa saya masih tugas di luar negeri  dan saya serta Dinda akan liburan ke bali. Jadi, seluruh wewenang perusahaan saya alihkan kepada sekretaris saya, Vionita."

Alisya menatap Dinda dengan sinis, padahal baru saja kemaren Dinda bilang kalau mereka ke Bali buat kerjaan, tetapi kenapa Ardzan bilang untuk liburan.

Setelah Ardzan selesai berbicara, ia menyuruh karyawannya untuk kembali melanjutkan kerjaanya masing-masing, sedangkan Ardzan malah keluar kantor.

"Kamu mau kemana?" Tanya Dinda, saat Ardzan akan keluar ruangannya.

"Gue ada meeting diluar, kayaknya gue bakalan lama, lo nanti pulang sendiri bisa kan?" Tanya balik Ardzan.

Dinda mengangguk, "Yaudah, hati-hati ya." Dinda tersenyum.

Namun, Ardzan tidak membalas senyuman Dinda ia malah langsung pergi dari hadapan Dinda. Alisya yang melihat kejadian itu langsung menggelengkan kepalanya, lalu menghampiri Dinda yang masih diam mematung menatap kepergian Ardzan.

"Lo liburan atau ada kerja sebenernya di bali?" Cetus Alisya yang saat ini sudah ada disamping Dinda.

"Maafin gue Lis, bukannya maksud gue bohongin lo. Tapi-" ucapan Dinda terpotong.

"Gue gapapa orang lain gak hadir diacara pertunangan gue, tapi engga dengan lo Din! Lo sahabat gue! Kenapa lo lebih mentingin liburan, ketimbang hadir dipertunangan gue?" Tanya Alisya, air matanya menetes setelah berkata seperti itu.

Dinda memegang pergelangan tangan Alisya, "Maafin gue, ini bukan mau gue."

"Kenapa sih lo selalu nurut sama pacar lo yang brengsek itu? Dia kasar sama lo, dia gak pernah ngerhargain lo!" Kata Alisya kesal dengan sikap Dinda selama ini.

"Tapi, gue sayang sama Ardzan Lis, gue gak bisa kalau harus mengakhiri hubungan gue gitu aja sama dia." 

Alisya terkekeh pelan, ia menghapus air matanya, "Lo sadar gak sih? Lo kayak bonekanya Ardzan!"

Dinda diam.

"Lo kayak yang diperbudak sama Ardzan!" Ujar Alisya.

Dinda Diam.

"Status lo emang pacarnya Ardzan, tapi lo kayak yang gak dianggap pacar sama Ardzan!

Dinda masih diam.

"Lo sadar gak sih? Lo harus buka mata lo Din, Ardzan gak pernah sayang sama lo! Ardzan bisanya cuma ngelukai lo! Dia bisanya nyakitin perasaan lo!"

Air mata Dinda perlahan keluar dari kelopak matanya, menetes pelan dan mengalir di kedua pipinya dengan sangat deras.

Dinda berlari meninggalkan Alisya, tak peduli seluruh karyawan Ardzan melihatnya dengan aneh, bahkan ia tak mendengar Alisya beberapa kali menyebut namanya.

Dinda masuk kedalam ruangannya, menjatuhkan badannya dibelakang pintu, melipat kedua kakinya dan menundukan kepalanya.

Tidak ada yang salah dengan perkataan Alisya, mungkin Alisya benar akan sikap dan perlakuan Ardzan kepadanya, tetapi apakah salah kalau Dinda bertahan? Dinda percaya Ardzan punya alasan kenapa Ardzan memperlakukannya dengan tidak baik. Lagi pula Ardzan seperti itu kepadanya karena Dinda yang salah, Ardzab tidak akan melukainya kalau Dinda tidak membuat masalah.

Bagi Dinda, mencintai itu harus punya rasa sabar. Bukannya dulu ketika Ardzan mengejar-ngejar Dinda selama hampir sepuluh tahun Ardzan bisa sabar, tapi kenapa Dinda tidak bisa mencoba untuk sabar? Kalau Ardzan bisa sabar, Dinda juga yakin kalau ia bisa sesabar Ardzan yang dulu.

Dinda menghapus air matanya, ia harus yakin kalau Ardzan mencintainya, mungkin caranya saja yang beda atau yang berubah tidak sama seperti waktu pertama kali mereka menjalin hubungan.

****

Setelah jam kantor telah usai, seluruh karyawan keluar dari kantor untuk pulang ke rumahnya masing-masing, begitupun dengan Dinda.

Dinda pulang sendiri, ia berjalan kaki untuk menuju halte bus, karena sedari tadi tidak ada taxi yang lewat, akhirnya Dinda memutuskan untuk pulang memakai angkutan umum.

Sebuah mobil tua berhenti didepan Dinda, betapa terkejutnya Dinda siapa yang keluar dari mobil tua itu, Dalvin.

Dalvin menghampiri Dinda, ia tersenyum menatap Dinda, "Aku anterin pulang ya?"

"Gak usah Vin," tolak Dinda.

Dalvin menarik pergelangan tangan Dinda, "Please, aku gamau liat kamu desak-desakan naik angkutan umum."

Dinda berfikir sejenak, betul juga kata Dalvin, apalagi Dinda punya riwayat penyakit jantung.

Dinda tersenyum, lalu mengikuti langkah kaki Dalvin.

Dalvin membukakan pintu mobilnya, kemudian menutup kembali pintu mobilnya ketika Dinda sudah masuk kedalam mobil tua miliknya itu.

Dalvin masih sama seperti dulu, selalu baik kepadanya, Dinda ingat dulu ia sempat menyukai sosok Dalvin, namun ia harus bersabar karena saat itu Dalvin menjalin hubungan dengan Meilin, tetapi saat Dinda mau memberanikan diri menyatakan perasaanya kepada Dalvin, malah ia terhalang oleh Alisya yang katanya menyukai Dalvin. 

Akhirnya Dinda mengalah, ia membiarkan Alisya menyatakan perasaanya kepada Dalvin saat Dalvin putus dengan Meilin, hingga mereka menjalin hubungan sampai saat ini.

Alisya beruntung mendapatkan sosok Dalvin, baik hati, penyayang, sabar, ramah dan pintar. Begitupun dengan Dalvin yang beruntung mendapatkan Alisya, bahkan selama hampir tiga tahun mereka menjalin hubungan Dinda belum pernah mendengar mereka bertengkar.

Dalvin tersenyum menatap Dinda, "Kenapa melamun?" Tanya Dalvin.

"Engga hehe, kapan balik ke indo?" Tanya Dinda balik.

"Kemaren sore," jawab Dalvin, "Tapi, besok pagi harus balik ke bali."

"Cepet banget, Alisya sendirian dong ngurusin persiapan acara pertunangan kalian?"

Dalvin terkekeh, "Semuanya udah beres kok, semalam aku langsung beresin semua yang belum ke pegang Alisya."

Dinda tersenyum, Dalvin memang bertanggung jawab, ia tidak membiarkan Alisya susah sendirian.

"Oh iya, gimana hubunga kamu sama Ardzan?"

Dinda diam, ia bingung harus jujur atau tidak kepada Dalvin, tentang perlakuan Ardzan yang tidak baik selama ini kepadanya, tetapi mau bagaimanapun Dinda harus bisa menutupi kekurangan Ardzan.

"Baik kok, Ardzan baik banget," Jawab Dinda.

"Syukur deh kalau gitu, aku ikut seneng," Ujar Dalvin.

"Terus gimana sama bokap? Masih dirawat?" Tanya Dalvin.

Dinda mengangguk, "Iya Dal, belum boleh pulang sama dokter."

"Terus kamu sendirian dong di rumah?" Tanya Dalvin lagi.

Dinda mengangguk.

Memang Dinda hanya tinggal dengan papanya, karena ibu dan adiknya meninggal akibat kecelakaan pesawat saat Dinda masih duduk di bangku SMA. Tetapi sekaramg terpaksa Dinda harus tinggal sendirian di rumah, karena papanya sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

Dalvin memegan tangan Dinda, "Sabar ya, Om Saga pasti sembuh," Dalvin tersenyum.

"Aamiin, makasih ya Vin."

"Sama-sama, terus papa disana sama siapa? Ada yang jagain?" Tanya Dalvin lagi.

"Sama perawat, terus perawatnya suka ngabarin kon kalau ada apa-apa sama papa, kalau libur atau ada waktu senggang baru aku nemenin papa," jelas Dinda.

"Masih nyimpan nomor handphone aku kan?" Dalvin bertanya lagi.

Dinda mengagguk, "Iya Vin."

"Kabarin kalau ada apa-apa, atau kamu membutuhkan bantuan aku."

Dinda tersenyum, Dalvin memang orang baik, walaupun Dalvin berstatus sudah punya pacar, tetapi Dalvin tidak pernah berubah, ia masih peduli terhadap sekitarnya.

"Oh iya, rumah kamu masih yang dulu kan?" Tanya Dalvin, ketika sudah sampai di komplek perumahan Dinda.

"Iya, Dalvin."

Setelah sudah sampai tepat di depan rumah  Dinda, keduanya turun dari mobil.

"Mau mampir dulu?" Tanya Dinda.

"Engga, tapi nanti pasti aku mampir."

"Oh yaudah, hati-hati yaa Vin," Kata Dinda.

Dalvin tersenyum, "Iya, kamu juga hati-hati dirumah sendirian."

"Iya, Vin."

"Yaudah aku pulang ya,"

Dinda tersenyum, menatap Dalvin yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Setelah Dalvin sudah tidak ada dihadapannya, Dinda langsung memasuki rumahnya.

"KETEMU DALVIN DIMANA LO!" Bentak Ardzan.

Entah kenapa Ardzan bisa tiba-tiba berada di rumah Dinda, padahal di depan tidak terparkir mobil mewah milik Ardzan.

"Aku-aku," kata Dinda dengan terbata-bata.

Tanpa menunggu alasan Dinda, Ardzan menampar Dinda begitu saja.

"Awss, sakit Zan..." rintih Dinda kesakitan, karena kali ini tamparan Ardzan sangatlah keras.

"Sakitan mana sama gue?! Ngelihat pacar gue pulang sama cowo lain? KAYAK PELACUR LO TAU GAK?!"

Deg.

Baru kali ini Perkataan Ardzan menusuk lubuk hatinya, kenapa Ardzan bisa beranggapan seperti itu, padahal ia sama sekali tidak seperti itu.

"Aku gak sengaka ketemu dijalan Sama Dalvin," ujar Dinda sambil meringis kesakitan.

"KENAPA LO GAK BISA NOLAK?! TAXI BANYAK, ANGKOT NUMPUK, OJEK BERJEJERAN DI JALAN, KENAPA LO HARUS PULANG SAMA DALVIN!" Teriak Ardzan tepat di telinga Dinda.

Plak!

Ardzan kembali menampar Dinda.

Dengan tersedu-sedu menahan sakit, Dinda menangis. Sungguh ia tidak menyangka kalau Ardzan akan semarah ini kepadanya.

Plak!

Ardzan menampar lagi, kali ini ia memegang rambut Dinda, menjambaknya dengan kasar, menariknya hingga Dinda meringis kesakitan.

"Sakit zan, sakit.." lirih Dinda.

"GUE LEBIH SAKIT!" Bentak Ardzan.

Plak!

Ardzan manampar Dinda lagi, nafasnya terengah-engah, saat ini yang ada difikirannya adalah melampiaskan kekeselannya terhadap Dinda.

Ardzan mengambil sabuk yang terlilit dicelananya, lalu mencambuk Dinda beberapa kali dengan sabuknya, tak perduli Dinda yang meringis kesakitan, tak perduli Dinda yang menangis, tak perduli akan Dinda apapun itu.

Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Ardzan meninggalkan Dinda yang terbaring lemah di lantai, Ardzan menggebrak pintu rumah Dinda dengan sangat keras.

Pandangan Dinda kabur, semuanya terlihat hampir gelap, tubuhnya kesakitan, semuanya terasa sakit, tetapi tidak hatinya entah mengapa ia masih saja beranggapan kalau apa yang dilakukan oleh Ardzan itu wajar, karena menurutnya ini semua ulah Dinda, padahal Ardzan sudah berlebihan!

Ardzan seperti tidak punya akal sehat, dengan bodohnya Ardzan memukul Dinda tanpa ada rasa kasihan sedikitpun, menyiksanya dengan sangat sadis seperti tidak punya logika serta memukulnya dengan membabi buta dan buas seperti hewan yang sedang menerkam mangsanya. Jadi, apa ini masih bisa disebut hal yang wajar? Dinda hanya bisa meringis kesakitan, sambil menangis membiarka hujan turun dengan deras dari kelopak matanya.

Bersambung...

Related chapters

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Dalvian Prasetyo

    Sudah hampir seminggu Dinda tidak masuk kerja, karena tubuhnya masih memar akibat ulah Ardzan yang memukulinya tanpa jeda. Dinta tidak berobat, ia takut nantinya akan menjadi masalah karena luka nya tidak biasa. Dinda hanya tidak ingin memperpanjang masalah, apalagi nantinya pasti ia lagi yang akan kena imbasnya oleh Ardzan.Dinda sendirian di rumah, karena papa nya masih dirawat dirumah sakit. Dinda juga tidak menengok papa nya karena keadaan Dinda yang tidak baik.Saat Dinda mau memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar, dengan langkah pelan karena menahan sakit disekujur tubuhnya, Dinda membuka pintu rumahnya.Ternyata Ardzan yang datang, Ardzan tidak sendiri tetapi bersama dengan Vionita, sekretarisnya di kantor.Dinda tersenyum, walaupun baru kali ini Ardzan menengoknya, mungkin Ardzan sedang banyak kerjaan, sehingga baru menyempatkan menengok dirinya.Ardzan dan Vionita duduk bersebelahan, sedangkan Dinda duduk berhadapan dengan mereka ber

    Last Updated : 2021-05-02
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Metromini

    Setelah seminggu Dinda tidak masuk kerja, hari ini Dinda memutuskan untuk bekerja. Karena Dinda tidak ingin mengecewakan atasannya yang sekaligus kekasihnya itu, padahal kalau boleh jujur tubuh Dinda masih merasakan sakit, tetapi Dinda mencoba melupakan rasa sakitnya itu dan mencoba untuk terlihat baik-baik saja di depan banyak orang.Dinda memasuki kantornya ditemani oleh Alisya, karena Dinda ditawarin ngantor bareng oleh Alisya, awalnya Dinda kira Alisya masih marah karena persoalan kemaren, ternyata Alisya tidak marah hanya saja Alisya kecewa, karena Dinda tidak jujur kepadanya.“Din, istirahat bareng gue ya?” tanya Alisya.Dinda mengangguk, “Oke, nanti gue ke ruangan lo, Lis.”Alisya pergi ke ruangannya, sedangkan Dinda masuk ke dalam ruangannya.“Ardzan?” Dinda sedikit terkejut melihat Ardzan yang duduk di kursi kerjanya dengan tangan yang Ardzan lipat di dada.Ardzan menghampiri Dinda, “Lo bila

    Last Updated : 2021-05-04
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Masa lalu vs Masa depan

    Setelah seluruh pekerjaan selesai, Dinda diminta Ardzan untuk mengirim laporan hasil presentasi minggu lalu ke anak perusahaan Toro Group, karena akan ada meeting ulang besok pagi. Dinda pergi sendiriian, karena Ardzan masih ada jadwal meeting berdua dengan Vionita katanya, Dinda hanya bisa mengangguk mengikuti perintah Ardzan, mau bagaimanapun Ardzan adalah bosnya, Dinda harus mengikuti perintah Ardzan.Dinda berjalan menyusuri kantor anak perusahaan Toro Group, perusahaan ini tidak sebesar Toro Group, tetapi lebih dari kata mewah untuk ukuran anak perusahaan. Karyawan disini semuanya telah mengenal Dinda yang berstatus sebagai kekasih Ardzan, mereka kagum terhadap Dinda, karena bisa menaklukan Ardzan, anak pemilik Toro Group. Mereka mengira kehidupan Dinda sangatlah Bahagia, menyenangkan, karena adannya Ardzan, Ah! Mereka mungkin akan menarik kata-kata itu jika mengetahui sifat asli Ardzan yang menakutkan.“DINDAA!” Panggil seorang Laki-laki dibelakang Di

    Last Updated : 2021-05-17
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Sahabat yang baik

    Dengan Langkah terburu-buru Dinda memasuki kantornya, beberapa karyawan terlihat memperhatikan Dinda, menatapnya dengan tatapan keheranan, mungkin mereka kebingungan melihat Dinda yang seperti lagi dikejar seseorang, padahal kenyataannya Dinda yang mengejar seseorang. Iya, Dinda mengejar kedatangan Ardzan, karena ia takut jika Ardzan datang lebih dulu pastinya Dinda kena omel lagi.Dinda membuka laptopnya, melihat beberapa file yang masuk ke emailnya, terlihat sekali begitu numpuk! Dengan terpaksa Dinda membuka satu persatu file tersebut, untung saja Dinda mengerti isi filenya karena Dinda pernah berada diposisi Vionita dulu. Lagian kenapa begitu mudahnya Vionita mengeoper alihkan pekerjaannya, memangnya segitu sibuknya apa meeting mereka berdua, tidak! Dinda hanya bisa bergumam dalam hatinya, dan terus mengerjakan tugas yang Ardzan berikan kepadanya.Suara telpon Dinda berdering.Dengan cepat Dinda mengambil ponselnya di saku celananya, tertera nama Da

    Last Updated : 2021-05-17
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   MEETING PEMBAWA PETAKA

    “BANGUN!” teriak Ardzan tepat ditelinga Dinda.Dengan wajah yang masih terlihat terkejut Dinda menatap Ardzan dengan tatapan bingung, kenapa ia bisa tidur di kantor? Astaga! Dinda ingat, ia menunggu Ardzan semaleman tetapi Ardzan tidak kunjung datang. Dinda merapihkan rambutnya, lalu berdiri mensejajarkan dengan tubuh tingginya Ardzan.“KALAU MAU TIDUR GAK USAH NGANTOR!” Bentak Ardzan.“Aku ketiduran semalem, aku gak sempat pulang. Aku kira kamu bakalan dateng, Taunya kan engga.”Ardzan mencengkram rahang Dinda, “Lo nyalahin gue?” Ardzan tersenyum sinis sekilas, “LAGIAN GUE GAK PERNAH NYURUH LO BUAT NUNGGUIN GUE!”Dinda diam.Benar, kemaren Ardzan tidak meminta Dinda untuk menunggunya Ardzan hanya menyuruh Dinda untuk Kembali ke kantor.“MANGKANNYA DENGERIN KALAU PAKE TELINGA LO! APA JANGAN-JANGAN TELINGA LO DIGADEIN?!”Dinda menarik nafas panjangnya, &ldqu

    Last Updated : 2021-05-19
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   lunch with a little friend

    Dalvin masih berada di kantor Ardzan, ia menenangkan terlebih dahulu, ini memang bukan sepenuhnya kemauan Ardzan, tetapi Dalvin percaya apa yang ia pilih ini yang terbaik untuk kedepannya. Lagi pula Dalvin harus professional, pertunangannya dengan Alisya sangatlah penting bagi dirinya, tetapi bagi Dalvin kepercaan itu jauh lebih penting. Dalvin hanya tidak ingin mengecewakan klien dan karyawan perusahaan ini.Dalvin memeluk Alisya, dengan lembut ia mengelus rambut Alisya, “Sabar ya, kalau kita emang jodoh, mau ada halangan apapun kita pasti tetap akan menyatu Bersama selamanya.”Alisya menatap lekat mata Dalvin yang selalu membuat hatinya teduh, degan erat Alisya Kembali memeluk Dalvin, Alisya menangis di Pundak Dalvin, “Aku takut kamu ninggalin aku…”“Lis, aku pergi hanya satu bulan. Dulu waktu aku kuliah dan kerja di luar negeri kamu baik-baik aja, kamu kenapa? jangan nangis, aku gak akan pernah ninggalin kamu, kec

    Last Updated : 2021-05-19
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Modus?

    selesai makan siang, Dalvin dan Dinda Kembali ke kantor. Tetapi Dinda tidak Bersama Dalvin, ia lebih memilah menjaga kesalah pahaman, lagi pula Dalvin meminta ijin untuk membelikan makan Alisya terlebih dahulu, itu sebabnya Dinda ke kantor sendirian.Baru saja Dinda masuk ke dalam ruangannya, telapak tangan Dinda ditarik paksa oleh Ardzan, hingga Dinda terjatuh tepat di atas tubuh Ardzan. Ya, mereka terlihat bertumpuk, mereka sama-sama diam, menikmati deru nafas mereka masing-masih, keduanya saling menatap tanpa berkedip, Dinda tersenyum.“BERAT, MINGGIR GAK?!” Bentak Ardzan, menyuruh Dinda menjauh dari tubuhnya.Detak jantung Ardzan terasa sekali berdetak lebih cepat dari biasanya, Dinda tidak salah dengar. Itu tandanya Ardzan memang masih mencintai Dinda, dengan rasa percayanya Dinda yakin Ardzan memang mencintainya.Dinda merapihkan pakaiannya, yang terlihat berantakan akibat tubuhnya bertabrakan dengan tubuh Ardzan.Ardzan men

    Last Updated : 2021-05-20
  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Khawatir?

    Setelah tugas kantor selesai Dinda memutuskan untuk langsung beranjak keluar dari kantor, ia hanya ingin menenangkan hatinya, menenangkan pikirannya, itu sebabnya ia pergi ke rumah sakit tempat dimana papahnya di rawat.Dinda menghampiri papanya yang terbaring lemah dirumah sakit, Dinda memegang pergelangan papanya dengan pelan.“Pa.. papa kapan bangun?” tanya Dinda pada papanya, ia tahu papanya tidak bisa menjawabnnya, tetapi Dinda yakin papanya pasti mendengar ucapannya.“Pa.. Dinda kangen papa… pa, aku Ardzan berubah, Ardzan gak sama seperti Ardan yang waktu pertama kali Dinda kenal.. Ardzan berubah semenjak jadi pacar Dinda.. Ardzan sering marahin Dinda pa, Ardzan suka mukulin Dinda..”Dinda diam, ia memeluk papanya.“Pa.. Ardzan kasar sama Dinda sekarang.. tapi…”Tanpa sadar air mata Dinda sudah mengalir membasahi wajah Dinda.“Tapi.. Dinda gak bisa mengakhiri hubungan Dinda

    Last Updated : 2021-05-20

Latest chapter

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Angin dan Ombak di Laut

    Dinda dan Dalvin mengelilingi beberapa tempat yang menjual koleksi barang-barang untuk oleh-oleh dari bali, Dalvin paham Dinda pasti mengajaknya hanya ingin meminta saran barang apa saja yang cocok untuk Ardzan.“Vin, kayaknya Ardan suka kemeja pantai deh. Katanya kemaren dia gak bawa sama sekali, mau beli juga belum sempat. Ada sih satu di kasih pihak hotel, tap ikan sudah pernah dia pakai. Kamu tahu sendiri kan Ardzan orangnya bagaimana? Barang sekali pakai buang,” ujar Dinda sambil memegang kemeja pantai berwarna biru muda.“Kayaknya Ardzan lebih suka warna formal deh, hitam atau putih,” usul Dalvin.“Kamu tahu dari mana?” tanya Dinda bingung.“Ngapain kamu ajak aku kesini?” tanya balik Dalvin.“Buat minta saran.”“Nah, itu kamu tahu.” Dalvin terkekeh, “Aku emang gak terlalu dekat sama Ardzan bahkan gak deket, tapi pertama kali aku lihat dia, aku udah nebak kala

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   First Peluk

    Dinda terlelap dalam tidurnya, tetapi tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya, Dinda membuka matanya. Ia tersenyum mendapati Ardzan yang tertidur pulas disampingnya. Mungkin, Ardzan seharian cape, jadi membuatnya belum bangun tidur pagi ini.Dinda menatap lekat kedua mata Ardzan, dengan pelan Dinda mengelus wajah Ardzan.“Zan, bahkan perasaan aku masih sama… aku tidak bisa membincimu, sekalipun perlakuan kamu terhadapku menyakiti aku…” ucap Dinda dengan pelan.Dinda melingkarkan tangannya kepada Ardzan, lalu Kembali menutup matanya. Membiarkan perasaanya tenggelam, terlelap dalam tidurnya.Namun, baru saja Dinda menjelajahi alam mimpinya, Ardzan membangunkannya dengan kasar. Ardzan melempar tubuh Dinda ke lantai, hingga membuat Dinda terbangun.“BANGUN JUGA LO YA?!” Bentak Ardzan.“Sakit zan,” Dinda bangun dan menyamakan tingginya dengan Ardzan.Ardzan menatap Dinda dengan tat

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Jadi, Nyamuk?

    Ardzan tak pernah melepas rangkulanya terhadap Dinda, bahkan sampai masuk ke dalam restoran. Sedangkan Dalvin yang menatap mereka berdua hanya menelan salivanya. Shit! Ini bukan rencana Dalvin, kenapa Ardzan harus ikut?“Itu Lovely sama Angkasa,” ujar Dinda Ketika melihat Lovely dan Angkasa.Lovely, Ardzan dan Dalvin langsung menghampiri mereka berdua.“Apa kabar bro?” tanya Angkasa kepada Ardzan.“Saya baik,” ucap Ardzan dengan wajah datarnya.“Cuma lo ya yang dari dulu nyaingi wajah datar gue,” ujar Angkasa sambil terkekeh.Pasalnya Angkasa dan Ardzan waktu jaman sekolah disebutnya batu es, bedanya Angkasa lebih liar, ia punya geng yang terkenal seantero penjuru sekolah. Sedangkan Ardzan, diem yang emang benar-benar diam, atau kata anak jaman sekarang itu kurang gaul.Ardzan tersenyum tipis, “Anda lebih menang dari saya Kas.”“Lo juga masih kaku dan baku,&rdquo

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Mabuk?

    Ardzan masuk ke dalam kamar hotelnya, ia tidak sendiri. Tetapi Bersama dengan Vionita, sekretarisnya di kantor. Dengan masih menggunakan piyamanya Dinda menghampiri Ardzan, Dinda terkejut melihat Ardzan merangkul Vionita dalam keadaan mabuk. Tidak, Vionita sama sekali tidak mabuk, tetapi Ardzanlah yang sepertinya dalam keadaan mabuk berat.“Ardzan kenapa, Vi?” tanya Dinda yang panik melihat kondisi Ardzan.“Dia terlalu banyak minum tadi di Bar,” ujar Vionita.Dinda mengambil tangan Ardzan, tetapi Ardzan malah menepisnya. Bahkan Ardzan mendorong tubuh Dinda hingga Dinda terpental ke lantai. Kekuatan Ardzan sepertinya tidak akan hilang walaupun ia dalam kondisi setengah sadar seperti ini, buktinya ya seperti ini.“Bia aku aja,” kata Vionita.Vionita membawa Ardzan ke kamarnya, sedangkan Dinda mengikutinya dibelakang. Dinda mulai membuka satu persatu pakaian Ardzan, mengganti pakaiannya Ardzan, Dinda mencoba untuk t

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Jadi, siapa yang bawel?

    Dinda membuka laptopnya, melihat beberapa koleksi foto kebersamaannya dengan Ardzan waktu awal-awal mereka menjalin hubungan, dulu Ardzan tak pernah sekalipun menyentuhnya, tetapi Dinda juga bingung sampai saat ini, kenapa Ardzan bisa semudah itu berubah? Tapi, baik Ardzan yng dulu ataupun Ardzan yang sekarang, Ardzan tetap kekasihnya. Suara bel terdengar dari arah luar pintu, Dinda langsung membukakan pintu, siapa tau Ardzan Kembali dan meminta maaf atas perlakuannya, ternyata yang datang bukan Ardzan, melainkan Dalvin. “Wajah kamu kenapa memar? kamu abis di tampar sama siapa?” tanya Dalvin bertubi-tibi, membuat Dinda bingung harus menjawab apa. Dinda berfikir sejenak, “Aku tadi jatoh, muka aku kena deh biru.” “Yakin jatoh?” tanya Dalvin, ia seperti kurang percaya akan jawaban Dinda. Dinda mengangguk, “Iya, Dalvin.” “Mangkanya hati-hati, ambilin Kompresan air anget, kalau gak dikompres lebam di wajah kamu gak akan ilang.” Dalvin langs

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Dasar Pacar Murahan!

    Dinda duduk di pinggir pantai yang berada tidak jauh dari hotelnya, Dinda menikmati dinginnya pantai, bersamaan dengan hembusan angin pagi yang membuat sekujur tubuhnya merasa kedinginan sedikit. Dalvin yang sedari tadi memperhatikan Dinda dari jauh, ia mendekati Dinda, melepas jaketnya dan menaruhnya di Pundak Dinda, lalu Dalvin duduk disebelah Dinda. “Katanya mau meeting?” tanya Dinda, dengan wajah yang melihat lurus ke depan. “Gak sepagi ini juga Dinda,” jawab Dalvin. Dinda terkekeh, “Siapa tahu gitu, kamu kan orangnya kerajinan.” “Tergantung, kalau kamu ikut aku pasti dateng paling awal.” “Loh, kok aku?” tanya Dinda bingung. Dalvin tertawa, “Kalau aku sama kamu kan kenal udah lama jadi gak boring aja gitu, kalau sama Ardzan kan lihat aja kaku banget dia.” “Ardzan gak kaku, mungkin belum akrab kali,” Dinda tersenyum. “Tapi, bukannya dari SMA dia gak banyak omong ya?” tanya Dalvin memastikan. Dinda men

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Keberatan tidur sama gue?

    Ardzan dan Dinda tiba di hotel bintang tujuh, hotel paling terkenal di Bali dengan segala fasilitasnya yang sangat mewah. Iya, mereka saat ini sudah berada di pulau Bali, dan itu artinya liburan keduanya telah dimulai.“Kamar gue yang ini, 102.” Ardzan menunjuk pintu kamarnya, “Dan kamar lo, yang itu.”Dinda mengangguk, “Iya, Zan.”“Lo gak boleh masuk ke kamar gue, tapi gue boleh masuk semau gue ke kamar lo,” jelas Ardzan.Tentu saja Dinda membulatkan matanya, karena itu tidak adil baginya.“Gak bisa gitu dong Zan,” kata Dinda membela dirinya sendiri.“Kalau lo bisa bayar sendiri, silahkan! Tapi, selagi masih gue yang bayarin, gue berhak ngelakuin apa aja yang gue suka!” ujar Ardzan, sambil tersenyum sinis, lalu masuk ke dalam kamarnya.Sedangkan Dinda hanya diam mematung, Dinda bingung kalau begini caranya Ardzan tandanya memanfaatkan keadaan, tetapi ia yakin Ard

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Gue ambil paksa keperawanan lo!

    Dinda mencintai Ardzan tanpa syarat, Dinda rela menunggu sangat lama, karena ia yakin suatu saat nanti es batu yang ada pada diri Ardzan akan mencair, sikap dingin dan kasarnya akan berubah sejalan dengan waktu, Walaupun Dinda harus bersabar tanpa batas, itu gak masalah bagi Dinda.Dinda tersenyum melihat ke arah Ardzan yang sibuk menyetir, karena hari ini mereka akan ke bandara, untuk pergi ke Bali. Iya, sekarang waktunya liburan untuk mereka berdua, Dinda berharap dengan mereka liburan berdua, akan membuat keadaan menjadi lebih baik.“Kenapa lo liatin gue terus?” tanya Ardzan yang sebenarnya dari tadi paham akan Dinda yang terus memperhatikannya.Dinda menggelengkan kepalanya, “Engga, aku Cuma lihat pemandangannya aja.”Ardzan menaikan satu alisnya, “Pemandangan apaan? Gue tahu gue ganteng!”Dinda tertawa pelan.“Kenapa ngetawain?” tanya Ardzan dengan wajah yang terlihat serius.&ldquo

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   First Kiss

    Dinda terbangun dari tidurnya, Dinda tersenyum menatap wajah papanya, ia selalu Damai saat bersama papanya, “Pa, Dinda pamit dulu.. Dinda janji, Dinda akan sering temui papa.. maaf ya kalau kemaren Dinda jarang kesini, Dinda terlalu sibuk sama kerjaan Dinda sampai Dinda gak ada waktu buat jengukin papa, maaf pa..”Dinda menyelimuti tubuh papanya, merapihkan tempat tidur papanya, Dinda melebarkan senyumnya, matanya tak lepas memandang papanya, “Cepet sembuh ya pa..”Dinda melangkahkan kakiya, menutup pintu kamar rawat inap papanya, dan berjalan meninggalkan rumah sakit itu. Dinda menyalakan ponselnya, karena dari semalam ia sengaja mematikan ponselnya, lagi pula tiak ada yang menunggunya untuk memberi kabar.Namun, baru saja Dinda membuka ponselnya, terlihat dari layar 1000+ pesan masuk dan 1000+ panggilan tak terjawab menghiasi layar ponsel milik Dinda itu.Dinda membuka isi pesannya, sudah ia tebak Ardzan pasti akan memakinya kare

DMCA.com Protection Status