Dua minggu ini Samudra menghindarinya.Boram sadar betul akan hal itu tapi dia juga tahu apa alasannya. Ratu benar-benar menganggapnya seperti saingan. Meskipun dia masih bersikap hormat karena Boram masih tercatat sebagai gurunya tapi selebihnya tatapan gadis itu membuatnya harus berusaha menahan sabar. Boram juga tahu kalau Ratu selalu ada di mana pun Sam berada.Boram tidak mau terlalu memikirkannya jadi dia mengalihkan pikirannya dengan mempersiapkan pra-ujian juga mengoreksi nilai-nilai siswanya selama dua minggu ini. Nilai Sam tidak terlalu memuaskan karena hanya berbeda beberapa angka dari syarat nilai kelulusan tapi Boram cukup puas dengan hasilnya. Cowok itu pasti belajar dengan giat.Kira-kira Sam akan minta hadiah apa ya?"Bu."Boram menghentikan langkah kakinya saat seseorang memanggilnya dan dilihatnya Kevin, salah satu siswanya yang berkelakuan baik dan pintar mendekat seraya tersenyum."Kenapa Kevin?""Maaf Bu tadi kertas soal bahasa indonesia saya terikut di kertas mate
Boram berdiri di depan sekolah sejak setengah jam yang lalu sampai tidak menyadari kalau keadaan sekolah sudah sepi. Boram tahu dia harus menepati janjinya jadi di sinilah dia berada, menunggu Samudra.Boram sedang memikirkan untuk mengunjungi makan Kang Mas Kelana di tempat asalnya dulu besok berhubung hari sabtu dan sekolah libur. Jarak dari ibu kota ke daerah kabupaten Paryaman tempatnya tinggal dulu hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar lima jam perjalanan."Boram."Panggilan itu menyentak Boram dari lamunannya dan melihat mobil milik Arbian ternyata berhenti tepat di depannya."Loh Mas Arbian ngapain di sini?"Arbian menutup pintu mobilnya lalu mendekat. "Neng asik banget melamunnya sampai nggak sadar sekeliling." Boram hanya tersenyum. "Tadinya hanya numpang lewat karena jam pulangan sudah dari tadi tapi ternyata Neng berdiri sendirian di sini. Nungguin akang ya?" candanya.Boram tertawa. "Kita nggak ada janji ketemu kan hari ini?"Arbian mendesah dan mengangguk. Berdiri menyan
Boram terbatuk saat mendengar tawaran Sam yang mau meminjamkan bajunya. Seketika teringat dengan Almarhum Mas Kelana yang kaosnya sering Boram pinjam dan pakai jika di rumah. Bukan karena dia tidak punya baju tapi lebih senang mencium aroma maskulin almarhum suaminya itu."Pelan-pelan aja makannya. Kita tidak sedang buru-buru kok." Sam menggelengkan kepala saat menyerahkan es teh manis milik Boram beserta sedotannya yang langsung diminumnya."Pakai kaosmu?" Boram berdecak saat batuknya mereda. "Yang benar saja!!"Sam menggaruk belakang kepalanya. "Aku sengaja bawa kaos banyak siapa tahu Mbak mau pakai." Sam nyengir. "Ukurannya besar kok."Boram mengunyah pentolan baksonya dan menaikkan kedua bahunya. "Bolehlah kalau kepepet."Sam tertawa gemas. Boram menundukkan wajahnya dan lahap memakan baksonya tidak berani menatap Sam."Aku akan sangat bahagia sekali jika bisa memilikimu di masa depan, Boram," bisiknya hingga membuat Boram tertegun memandangi Baksonya. Tidak menjawab tapi dalam ha
Om Baskoro tersenyum, "Maaf ya datang terlambat."Jerry berdiri dan menjabat tangan Baskoro, "Tentu saja tidak." Jerry menatap cowok yang berdiri di samping Baskoro dan menunjuknya. "Ini Alka kan?" tanyanya. "Anak bungsumu?"Baskoro tertawa dan mengangguk. "Entah ada angin apa tiba-tiba dia mau ikut tapi karena dia memaksa ya sudah aku ajak saja." Om Baskoro melihat ke arah Ratu yang hanya diam saja. "Wah kebetulan ada Ratu jadi Alka punya teman ngobrol."Alka mengulurkan tangannya ke Jerry, "Apa kabar Om?""Baik Alka. Ayo duduk."Alka langsung mengambil tempat di samping Ratu yang mendengus dan melipat lengannya di dada dengan wajah kesal. Sementara Baskoro duduk di samping Jerry."Hai, cantik," Alka menyapa ratu seraya mengedip. "Sudah pesan makanan? Kamu suka udang kan? Di sini enak banget loh udang bakarnya. Aku pesankan ya." Alka langsung melambaikan tangannya ke arah pelayan yang berjaga."Nggak usah sok-sok kenal!" desis Ratu yang memilih sibuk dengan ponselnya.Alka terkekeh.
"Bagaimana?" Jenna duduk di samping Arbian di ruang keluarga sesaat setelah laki-laki itu memakan apple pienya. "Enak kan?" Tanyanya dengan tatapan berbinar."Masih sama seperti dulu," jawab Arbian jujur disela kunyahannya membuat Jenna tersenyum lebar."Baguslah. Kalau begitu seleramu masih sama sejak dulu."Arbian hanya diam. Kalimat itu jelas lebih dalam dari pada yang seharusnya. Dulu, saat mereka masih bersahabat, apple pie buatan Jenna yang terbaik. Bahkan mantan istrinya selalu gagal membuatnya. Pada percobaan ketiga dan Arbian tidak sanggup menghabiskan apple pie buatan Mevina meski dalam potongan kecil, wanita itu menyerah begitu saja."Rasanya hampir mirip dengan yang dibuat koki Cruise Bakery yang biasa aku beli."Arbian memilih fokus memotong apple pienya mengabaikan Jenna yang langsung terdiam di sebelahnya. Lebih dari tahu kalau kalimatnya tadi pasti membuat senyuman lebarnya menghilang. Jenna harus tahu, sejak dia lebih memilih menikah dengan lelaki lain dan mematahka
Boram memperhatikan gurat wajah Sam yang terbias lampu kamar. "Kenapa kamu begitu berbeda Sam?" Sam menaikkan alisnya, "Maksudnya?""Seharusnya cowok sepertimu itu hanya memikirkan tentang bersenang-senang, gonta-ganti pacar, mencari jati diri, dan pengalaman-pengalaman lainnya yang seharusnya dilakukan anak sekolahan.""Kita sudah pernah membahasnya Mbak," desah Sam."Aku masih tidak mengerti dengan cara berpikirmu. Seharusnya yang kamu pentingkan sekarang itu menghabiskan masa-masa sekolahmu bersama dengan teman-temanmu yang lain bukannya bersikap sok dewasa seperti ini dan memikirkan bagaimana caranya supaya kita bisa bersama. Bukankah itu terlalu cepat? Memutuskan bersama dengan seseorang bahkan tanpa mencari dibanyaknya pilihan yang lain di luar sana." Boram menghela napasnya perlahan. "Kamu tidak seperti anak sekolahan.""Aku tidak masalah jika kamu menganggapnya aneh.""Tidak seperti itu—""Jadi dewasa sebelum waktunya?" kekeh Sam."Yah, seperti itulah."Sam memainkan jemari
"Sayang."Ratu menolehkan kepalanya ke samping saat mendengar seruan itu di sela kegiatannya membaca novel dan mendengarkan musik dalam volume kecil di ayunan kayu nyaman yang ada di belakang rumahnya di area outdoor menghadap ke arah kolam renang dan juga taman bunga mawar aneka warna yang memang sengaja di tanam Jerry supaya rumahnya terlihat manis dan tidak suram meskipun tidak ada sentuhan wanita di sana. "Ih apaan sih Pa!!" Jawabnya dengan nada jengkel. Ratu membuang muka dengan wajah cemberut seraya memeluk lebih erat bonekanya dan melanjutkan membaca novel. Masih marah karena kemarin dia harus pulang dengan Alka karena Papanya lebih memilih pekerjaannya dan mempercayakan keselamatannya pada cowok resek bin menyebalkan yang sudah seenaknya mengambil ciuman pertamanya.Mood Ratu kembali jelek hanya karena mengingat kejadian itu. Padahal tadi pagi saat bangun tidur, dia sudah berusaha mengabaikan bayangan wajah Alka dan ciuman di kenimgnya sambil menyusun beberapa kegiatan yang
"Ada apa? Kenapa mukamu kusut?"Selepas makan siang, Rei yang baru saja bertemu Aron heran saat mendapati Arbian duduk di salah satu sofa yang ada di sudut terjauh dari pintu masuk sedang menikmati secangkir kopi dan rokoknya."Kamu tahu kemana Sam membawa Boram?" Tanyanya to the point.Rei menaikkan alisnya dan duduk di depan Arbian yang terlihat lelah meski penampilan santainya membuat beberapa pengunjung wanita berbisik-bisik dan menatapnya tanpa kedip. "Jadi akhirnya si berondong membawa lari pujaan hatinya jauh dari si duda yang suka mengganggu?" kekeh Rei tidak terlalu menanggapi serius pertanyaan Arbian meski wajah lelaki itu tidak nampak bercanda.Arbian mendengus, "Bocah ingusan begitu bisa bawa lari Boram sejauh apa sih?!" lalu menyesap rokoknya yang tersisa setengah di sela tangannya dan menghembuskannya ke samping lalu melipat lengannya di atas meja. "Lagian juga ya tuh bocah nekat banget. Sudah tahu kalau nasibnya bakal menikah sama yang lain masih aja ngejar-ngejar Bora