Satu tahun setelah Tragedi Firth of Clyde. Sebuah pesta megah nan mewah terselenggara di Grantley Hall, Yorkshire Utara, pesta yang diadakan dalam rangka merayakan 35 tahun berdirinya Thorn Enterprises. Ratusan tamu pesta yang didominasi orang - orang kalangan atas turut memeriahkan balai riung dengan terbalut busana anggun dan berkelas. Prasmanan dipenuhi hidangan buatan juru masak restoran bintang lima serta menara sampanye berdiri rapi diatas prasmanan, menambah ciri khas kemewahan pesta itu. Alunan musik klasik yang dimainkan orkestra menjadi melodi pendamping para tamu yang asik berbincang sembari menyantap hidangan - hidangan berkelas. Namun ditengah hiruk-pikuk pesta megah itu, meski sudah memilih setelan jas serba putih dengan dasi hitam sebagai pakaian untuk menghadiri pesta, sang pemilik perusahaan lebih memilih untuk menyendiri di balkon hotel, menyantap sepiring daging kalkun dan segelas sampanye diatas meja yang dikhususkan hanya untuknya yang asik menikmati pemandangan m
Setelah berhasil kabur dari kejadian mengancam nyawa di rumah Bernard, Elly yang baru saja menerima tembakan di perut kanannya kini terlelap diatas kasur rumah sakit, dilengkapi selang infus yang tersambung dilengan kanannya. Cassie yang tidak berhenti khawatir terus menemani Elly disamping kasurnya, duduk menunggu Elly kembali sadar hingga ia terlelap sembari menggenggam tangannya.Will yang sama khawatirnya juga hanya bisa menunggu Elly sadar di bangku koridor rumah sakit. Ia hanya bisa duduk bertumpu tangan termenung dengan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran akan nasib Elly, Albert dan ayahnya yang hingga saat ini belum diperingati akan penyusupan di kediaman Arathorn.Ingin rasanya Will memejamkan mata sejenak untuk melepas penat akan kejadian tak terbayangkan yang dialaminya bersama Elly. Namun kenyataanya, hampir dua jam ia tidak kuasa bahkan hanya sekedar duduk bersandar di bangkunya."DIMANA ELLY! APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA!"Seakan tidak diberikan ruang untuk bernafas, lamu
Pukul 00.00. Awal pergantian hari. Waktu dimana semua hiruk-pikuk sirna sementara. Jalanan lintas kota begitu lengang di malam gulita tengah berselimut hening. Deru mesin mobil yang melintas seakan buram oleh gulita tengah malam. Namun, disaat semua kendaraan menjaga batas kecepatan, sebuah mobil dengan jendela retak penuh bekas tembakan melaju dengan cepatnya. Menerabas hening, memenuhi seisi jalanan dengan deru mesin yang nyaring. Mobil yang tengah dikendarai oleh Will. Tatapan Will yang terarah ke jalan meraut amarah begitu mendalam. Kedua tanganya dengan erat mencengkram roda kemudi. Suasana tengah malam membuatnya tak perlu memikirkan peraturan keselamatan berkendara. Kemelut pikiran yang membuncah membuat Will terus menaikkan kecepatan mobilnya. Mobil Will melaju begitu cepat, sesekali menyentak mobil-mobil lain yang melintas. Sedikit saja Will salah berbelok, mungkin akan terjadi kecelakaan parah. Tetap saja, itu tak membuat Will sadar akan betapa bahaya cara berkendaranya. Y
Silvie kesal karena gagal menghentikan kaburnya Will dan Elly, namun tujuan utamanya ke rumah Bernard adalah mengambil semua temuan dibawah rubanah. Saat ini Silvie tengah mengelus-elus nyeri rahang lebamnya, tengah menduduki tanah dan bersandar di samping mobil Van-nya, sembari menghisap sebatang rokok, menunggu anak buahnya yang lain datang dan menjemput semua temuan di rubanah setelah sempat menghubungi mereka.Setelah menghabiskan setengah bungkus rokok selama tiga jam menunggu anak buahnya datang, dua mobil Van hitam lain datang dan berhenti dibelakang mobil tempat Silvie bersandar. Sebanyak empat orang turun dari mobil dan dengan cepat mendatangi Silvie."Madame Silvie! Kau tidak apa?" tanyanya khawatir."Menunggu kalian sembari mengotori bokongku dengan tanah, di depan rumah yang berisi lima mayat. Apa menurutmu itu hal bagus?" sindir Silvie."Ti-tidak, Madame," balasnya gugup."Berarti aku tidak baik - baik saja, Otak Udang!" hina Silvie yang kemudian bangkit dari duduknya.Se
Pencarian Northern Union Loot sudah mendekati puncaknya, harta jarahan yang menjadi incaran serta akar dari setiap peristiwa tragis yang menerpa. Albert, Hana dan Elly tengah berdiri di bibir dermaga, mengarahkan pandang kelautan lepas yang menyingsing fajar, menunggu kedatangan bala bantuan MI6 yang akan mengantarkan mereka ke Pulau Man. "Fwuuhh! Sudah lama sekali sejak misi terakhirku. Meski begitu tetap saja ini membuatku berdebar-debar," ujar Albert sembari melepas penyangga tangannya. "Kita memang bertujuan mengakhiri pencarian Northern Union Loot. Tapi bukan perang yang kita cari. Demi Tuan Bernard, Sir Edric dan ayahku, jangan kotori kematian mereka dengan kematian lainnya," balas Elly sembari mengernyit memegang perutnya. Hana yang melihat Elly terus mengusap perut kanannya langsung ikut memegang lembut perut Elly, khawatir akan keselamatannya mengingat luka Elly belum sembuh sepenuhnya. "Elly, kau yakin? Kau tahu begitu kita berangkat tidak ada jalan kembali 'kan?" tanya Ha
Rombongan Kapal Perang sudah mendekati tujuannya, sebuah pulau pasang surut kecil di pantai barat Pulau Man, dimana terlihat reruntuhan Kastil dan Katedral tua sudah mulai terlihat di pinggir pantai. "Tujuan kita memasuki jarak delapan kilometer! Waktu sampai diperkirakan tiga puluh menit sebelum mendekati pulau!" papar salah seorang Nahkoda kapal dalam ruang navigasi, menginformasikan status terkini kepada seluruh Nahkoda dan awak kapal lainnya lewat mikrofon Headphone yang dikenakannya. Albert yang tengah berdiri bersama Elly dan Hana di geladak luar turut mendengarkan informasi yang disampaikan oleh Nahkoda lewat Headphone serupa yang dikenakannya. "Aku kira kita akan masuk ke tengah pulau, bisa kau jelaskan kenapa kau meyakini Northern Union Loot tersembunyi di pulau kecil di pantai barat Pulau Man, Elly?" tanya Albert. Elly menelan ludah, menyadari bahwa segala asumsi segera barubah jadi nyata. "Jika Ayah menetapkan Firth of Clyde sebagai pemberhentian awal bangsa Gaelik, maka
Kastil Peel. Sebuah bangunan tua yang menjadi saksi sejarah damainya bangsa Gael dan Pict, serta silih bergantinya para missionaris dalam menyebarkan ajarannya. Kemegahan bangunan itu sudah pudar tergerus zaman, kini tersisa hamparan tanah hijau dengan beberapa bangunan tak beratap diatasnya, seperti dinding penyusun kastil, Peel Cathedral dan dinding batu yang mengelilingi kastil beserta isinya. Bangunan yang awalnya menjadi pusat peradaban Pulau Man kini berubah menjadi objek wisata bersejarah. Rombongan perwira Angkatan Laut terus berlari mengikuti Hana dan Elly, yang berlari paling depan sambil saling bergandengan White cane menuju Kastil Peel yang dikelilingi dinding batu, sebelum Yacht berisi Silvie dan para komplotannya mencapai pulau dan menyusul mereka. Albert berlari dengan kondisi paha yang belum sembuh sepenuhnya, ia tak menghentikan derapannya meski setiap derapan terasa semakin menyakitkan, bahkan sampai meneteskan darah karena lukanya terbuka sedikit. Setelah lama berl
Sementara itu, Silvie dengan puluhan anggota komplotan yang membawa berbagai jenis artileri senjata akhirnya sampai didepan dinding Kastil. Salah seorang hendak memasuki celah dinding dengan gegabah, namun dihalangi oleh Silvie."Mereka mengepung diri, melindungi apa yang sudah mereka temukan," jelas Silvie dengan tatapan nanar memandang dinding Kastil."Dinding itu memang tebal, tapi bagian atasnya terbuka. Kita masih bisa memberikan serangan sebelum memasuki dinding. Bagaimana menurutmu, Madame?" ujar salah seorang bawahan Silvie yang berinisiatif memberikan saran."Uuuuww! Aku lihat otakmu berfungsi dengan baik, Borges. Yasudah tunggu apa lagi, hujani mereka!" perintah Silvie.Mendengar arahan Silvie, empat orang anggota komplotan yang membawa Peluncur Granat membidik langit, mengarahkan bidikan agar amunisi besar mereka dapat memasuki area Kastil, menggempur rombongan Albert di dalamnya."TEMBAK!!!"Granat berdaya ledak tinggi melayang melewati tingginya dinding Kastil. Begitu gra