Beranda / Romansa / NODA / 21. Siapa yang menolong Anyelir?

Share

21. Siapa yang menolong Anyelir?

Penulis: Novita Sadewa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-22 10:48:46

Perlahan aku membuka mata, ruangan serba putih terlihat begitu aku tersadar. Samar-samar aku juga melihat seorang pria berbaju putih pula sedang memeriksa infus. Setelah mataku terbuka sempurna, ternyata yang aku lihat adalah Dokter Megan dan dia sedang berdiri di sampingku memegang pengatur tetesan infus sambil sesekali melihat pada jam tangan yang ia kenakan.

"Saya kenapa?" tanyaku lirih, kepalaku berat begitu aku tersadar bahwa infus yang diperiksa itu ada pada tanganku.

"Sudah bangun? Jangan banyak gerak dulu, Mbak Anye tadi pingsan di belakang sana. Untung ada yang lewat, jadi bawa ke sini," jelas Dokter Megan padaku. Rupanya aku sudah tumbang hanya karena melihat Luna datang bukan hanya sebagai wanita yang dicintai suamiku saja melainkan sebagai istri sah suamiku.

"Tadinya saya mau ngasih tau keluarga Mbak Anye, tapi belum sempet," sambungnya. Mendengarnya, seketika aku tersadar dan teringat akan Ibu.

"Dokter tidak menghubungi ibu saya, kan?" tanyaku khawatir.

"Belum."

"Belum?"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • NODA   22. Siapa yang menolong Anyelir?

    [Iya, Nye. Jangan lupa jaga kesehatan.] Balas Ibu."Mbak, Mbak saudaranya Dokter Megan, ya?" tanya suster yang menemaniku itu, sontak membuatku meninggalkan layar ponsel dan beralih menatap suster tersebut."Saudara? Saya pasiennya.""Oh, kirain saudaranya, habis Dokter Megan terlihat perhatian sekali. Pasang infus sendiri nggak minta bantuan kami. Padahal itu tugas kami. Pilih kamar ini untuk Mbak juga beliau sendiri. Terus sampai datang ke dapur rumah sakit, minta dimasakkan menu khusus tanpa a,b,c secara pribadi," terangnya panjang lebar."Maksudnya?""Iya tadi suruh cleaning service beli ikan di depan sana. Terus bawa ikan ke dapur minta tolong secara pribadi dimasakkan sesuai permintaan dokter. Baru kali ini dapur rumah sakit disambangi dokter yang terkenal tampan namun belum pernah mereka lihat itu. Heboh lah tadi di sana.""Lah, ini bukan jatah dari sini?""Yah, Mbak. Mana ada jatah makan rumah sakit ikan salmon. Ini bukan hotel atau rumah sakit sultan yang menyediakan jatah i

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • NODA   23. Pelangi setelah hujan

    "Maaf, Mas," batinku saat kulihat Luna membawa Mas Bian dan mereka sempat berdebat di sini tadi. Pihak rumah sakit pun mendengar dan akhirnya mereka mengusir Mas Bian dan Luna demi untuk menjaga ketenangan pasien yang lain. Ya, aku terpaksa harus menghubungi Luna karena hanya dia lah yang bisa membawa Mas Bian pergi dari sini. Kubaringkan tubuhku saat kulihat jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kembali, pikiran ini datang, pikiran terhadap Mas Bian yang sempat mengusikku, yaitu tentang apa yang diinginkan Mas Bian. Meski yang kuharap pikiran negatifku terhadapnya itu jangan sampai terjadi, nyatanya semua benar adanya. Dengan lugas Mas Bian mengatakan tidak ingin melepasku.Melihat kebencian Luna padaku dan pada hubunganku dengan Mas Bian, rasanya mustahil saja jika kami dipersatukan, apa lagi harus berbagi suami. Lagi pula mana ada wanita yang mau berbagi suami, kalaupun ada pasti di dalam sana sejatinya terluka dan tersiksa. Setiap orang mempunyai hati, jika ada yang bilang hatiny

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • NODA   24. Pelangi setelah hujan 2

    "Maaf, apa saya ganggu, Sus, Mbak Anye?" Tanpa kami sadari Dokter Megan sudah berdiri di ambang pintu bersama asisten yang terlihat tergopoh-gopoh mengikutinya di belakang, syukurlah, dari pengamatanku mereka baru sampai, berarti tidak mendengar masalah yang aku bahas dengan Mbak Mayang."Dok, sudah mau maghrib, ni," ucap asistennya pada dokter Megan yang terlihat sudah sangat buru-buru. Dari perkiraanku, dokter Megan sudah semena-mena dan memaksa asistennya untuk over time. Pasti. "Batu jam 5, Sus. Masih satu jam.""Rumah saya jauh.""Nanti saya antar.""Haaah ... benarkah, naik mobil sport?" "Hem."Mendengar perdebatan antara dokter dan asistennya itu maka aku dan Mbak Mayang menyempatkan kesempatan itu, dengan cepat kami menghapus air mata kami kemudian Mbak Mayang segera beranjak."Masih mau lanjut? Kalau lanjut saya akan kembali nanti.""Menurut Mbak, dia sedang bertanya atau menyindir? Atau menertawakan?" bisikku pada Mbak Mayang."Haih, Anye ngaco. Diem. Eh, Dok, silahkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • NODA   25. Pertemuan pertama Megantara dan Biantara

    Tepat adzan Maghrib infus pun sudah bisa di lepas. Mbak Mayang memanggil petugas yang bertugas untuk membantu.Setelah infus dilepas, kami menyempatkan diri sebentar untuk melakukan ibadah maghrib lalu kami segera menuju ke bagian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran.Namun, lagi-lagi langkah ini harus terhenti saat kulihat dokter Megan yang sudah tidak lagi mengenakan baju dinasnya, sedang bersenda gurau dan duduk dengan beberapa rekannya di seberang meja administrasi. Aku pun mendesah malas, rasanya masih kesal dengan apa yang dia katakan di dalam tadi. "Kenapa masih saja di sini? Bukan kah harusnya dia sudah pulang mengantar asistennya itu?" tanyaku dalam hati pada diri sendiri."Kenapa berhenti, Nye?" tanya Mbak Mayang begitu kaki ini berhenti."Nggak papa, Mbak." Aku pun bergegas menuju administrasi dan pura-pura tidak melihatnya."Malam, Mbak," sapa mbak Mayang pada petugas administrasi."Eh, Suster Mayang, ada apa?" tanyanya balik."Mau urus administrasi adik saya," jawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • NODA   26. Pertemuan Megantara dan Biantara 2

    POV Megantara"Nye, Anye. Masih saja ceroboh seperti itu," gumamku saat kulihat dari kaca spion Anyelir sedang berlari mengejar mobilku. Sengaja aku tak menggubris, aku tahu apa yang akan dia bahas, pasti masalah biaya rumah sakit. Karena aku sempat melihat mereka di bagian administrasi sebelum aku pergi dari sana tadi. Aku sengaja menunggu, untuk memastikan Anyelir sudah bisa pulang dengan selamat.Anyelir, hari ini aku dibuat sibuk dan senam jantung olehnya. Melihat demonstrasi mahasiswa yang ada di depan gedung rumah sakit membuatku harus memutar balik mobil memasuki gang dan masuk lewat gerbang belakang, karena aku sudah sangat terlambat. Ya, aku harus mengantar mama ke bandara terlebih dahulu sebelum aku berangkat kerja pagi ini.Setelah kuparkir mobil di belakang rumah sakit, aku bergegas menuju gedung. Namun, ada yang menyita perhatianku saat aku berjalan cepat menuju gedung melewati halaman belakang yang cukup luas dan penuh rumput itu, yang kulihat adalah seseorang sedang t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • NODA   27. Maafkan Anyelir, Bu

    Di dalam taksi aku terus mencoba untuk menghubungi dokter Megan, namun sampai aku turun dari taksi dan masuk ke dalam kamar pun ia tak menjawab. Sedang sibuk atau memang sengaja tak mau mengangkat? Entahlah.Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim pesan. Sudah tak sabar rasanya menunggu dokter Megan menerima teleponku.Tok, tok, tok. Pintu diketuk saat aku hendak mengetik pesan untuk dokter Megan. Aku tahu, itu pasti Ibu karena sejak aku tiba ia tak terlihat. Biasanya memang di jam segini, ibu pergi ke mushola komplek dan setelah isya baru kembali.Kuurungkan niat untuk berkirim pesan dan menoleh ke arah Ibu yang terlihat sudah membuka pintu."Bu," sapaku, kuulurkan tangan menyambut orang tercintaku itu agar segera duduk di sebelahku, tepatnya di bibir ranjang tempatku sekarang tengah duduk.Ibu pun tersenyum menatapku kemudian menghela napas dan duduk di sebelahku. "Kenapa nggak bilang sama ibu kalau kamu di infus?" tanyanya begitu duduk.Degh! Kenapa ibu bisa tahu? Apa Mbak Mayang yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • NODA   28. Maafkan Anyelir, Bu 2

    "Kapan Ibu bertemu dokter Megan?""Tadi ... pagi-pagi sekali dia datang mengambil pesanan kue, Nye. Bahkan dia masuk ke sini.""Hah? Kemana?" tanyaku memperjelas."Kamar kamu ini.""Loh, loh, loh. Ngapain?" tanyaku kaget bukan kepalang."Tadi ada sedikit drama. Jadi, pelanggan kue ibu hamil besar eh mau lahiran. Ya kali, Nye periksa kayak gitu di toko. Malu. Ibu bawa aja ke kamar kamu. Kan yang paling deket dari luar memang kamarmu," terang Ibu, seketika aku teringat akan sesuatu lalu kuedarkan pandangan, di ranjang selimut masih berantakan, baju dan beberapa jilbab yang aku letakkan asal karena terburu-buru berangkat ke rumah sakit semalam pun masih terlihat berceceran di kursi meja rias. Bahkan, aku belum memasukkan pakaian dalam kotorku ke keranjang. Sontak wajahku rasanya memanas dan dadaku berdebar hebat."Kenapa, Nye?""Bu, harusnya jangan dikasih masuk ke orang kalau kondisi kamar saja seperti itu," kataku menunjuk pada sisi sebelah kanan yaitu meja rias. Aku pun membuang napas

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • NODA   29. Gagal Nikah

    "Bu, Anye mau keluar sebentar. Ada perlu," ucapku pada Ibu yang sedang menakar bahan untuk kue setelah aku sudah rapi dan siap untuk menemui dokter Megan di tempat yang sudah aku kirim semalam."Mau ke mana pagi-pagi sekali?" Tanya Ibu mendekati."Ketemu dokter Megan, Bu. Mau mengembalikan biaya perawatan. Anye nggak mau jika harus berhutang pada orang lain," terangku."Oh, kalau gitu Ibu titip untuk Dokter Megan ya, Nye." Ibu bergegas mengambil kotak kue dan dimasukkannya berbagai macam kue di sana."Apa dia pesan kue, Bu?" tanyaku."Nye ... Nye. Apa harus Ibu ajari cara berterimakasih yang baik itu seperti apa?" sindirnya."Ah, Ibu.""Bilang terimakasih tak terhingga dari ibu, karena sudah menolong putri ibu yang sangat berharga," ucap Ibu menyerahkan kotak itu padaku. Seorang Ibu akan tetap menganggap anaknya sebagai ratu yang berharga, meskipun dia tau sejatinya tak ada lagi harga dari seorang Anyelir. "Nye, kamu dengar ibu, kan?" tanyanya lagi padaku yang masih termenung seraya

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-25

Bab terbaru

  • NODA   197. Ending

    Besoknya mereka benar-benar kembali ke Bali tentu saja rumah kembali sepi. Sebelum pergi, mereka mempersiapkan seorang asisten rumah tangga baru dari agensi resmi untuk membantu Anyelir mengurus rumah dan Nizam. Malam harinya, aku memenuhi janji. Datang ke tempat yang sudah Anyelir beritahu sore tadi. Sepulang dari rumah sakit, aku meluncur ke sana karena Anyelir sudah menunggu katanya. Aku senang, sedikit demi sedikit dia mulai kembali mengenal dunia luar. Tidak lagi acuh dan enggan. Bahkan malam ini begitu mengejutkan. Dia sendiri yang menginginkan untuk makan di luar. Sungguh mencengangkan dan juga di luar dugaan.Setelah mobil terparkir di halaman restoran. Aku bergegas masuk, kucari keberadaan Anyelir dan kutemukan dia di meja paling ujung dekat jendela. Kulangkahkan kaki mendekatinya. Dia menoleh ke arahku dan berdebar lah jantungku saat melihat wajah dengan polesan yang membuatnya tampak begitu berbeda, sangat cantik. Penampilannya semakin sempurna dengan balutan gamis indah

  • NODA   196. 1 Bab menuju Ending

    POV Megantara[Bang, aku baik-baik saja. Aku akan mengantar Renata ke Bali. Thanks atas kesempatan dan aku tahu semua adalah siasatmu.]Kusunggingkan senyum setelah membaca pesan dari Denis yang entah sudah berapa hari menghilang dan sempat membuat kami sekeluarga kelimpungan. Sengaja, aku tidak ikut menemuinya, memberi waktu untuknya agar bisa bersama Renata yang entah kenapa tidak pernah bisa melihat cinta yang begitu besar dari Denis untuknya sejak dulu sampai sekarang, sedangkan Denis yang malang justru memilih diam dan tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan.Aku tahu, meski telah bersama Tita, Denis belum sepenuhnya melupakan Renata. Keputusannya yang tiba-tiba, degan mudah menerima Tita tanpa pikir panjang pun aku yakin hanya karena pada saat itu dia sedang putus asa. Awalanya aku mengira dia juga sudah mati rasa. Tapi, ketika kami kembali dipertemukan di tempat yang sama, aku menangkap tatapannya pada Renata tidak berubah, tetap sama, penuh cinta. Namun, aku juga tah

  • NODA   195. Mengagumi atau mencintai 2

    Tepuk tangan menyambut begitu kami turun. "Hebat, Mas, keren," ucap mereka yang ada di lokasi pada Denis."Sip," kata Denis menunjukkan jari jempol.Keren? Apa yang keren? Menurutku justru sangat menyedihkan, tak ada teriak kebahagiaan yang harusnya aku lakukan di atas sana apa lagi perasaan bebas seperti elang, melainkan beban berat menghimpit dadaku karena sikap Denis yang terkesan acuh dan berubah, tenggelam memikirkan Tita.Aku bergegas meninggalkan mereka yang masih terlihat sibuk dengan parasut dan sabuk pengaman. Hari sudah mulai petang, sudah saatnya untuk pulang. Hari ini sudah cukup untuk menjadi kenangan."Ren, mau ke mana?" Denis berlari mengikuti langkahku."Pulang, kamu bilang kan setelah terbang cepetan pulang. Lagi pula tiket penerbanganku ke New York tinggal beberapa hari lagi, aku harus ke Bali dulu, ketemu mama sama papa. Setidaknya aku sudah memastikan kalau kamu baik-baik saja, masih sehat," jawabku melanjutkan langkah. Namun, langkahku harus terhenti karena tan

  • NODA   194. Mengagumi atau mencintai?

    POV RenataSudah hampir satu minggu aku mencarinya dan baru bisa menemukannya di sini, tempat yang sam sekali tidak ada dalam pemikiran kami sebelumnya. Sebuah tempat yang lumayan jauh dari keramaian. Entah, sudah berapa tempat di Jakarta hingga Bandung yang aku, Megantara, dan Om Hakam datangi hanya untuk menemukan pria yang saat ini sedang berada di atas sana, menikmati alam merayakan kebebasan atau mungkin juga sedang menghibur diri. Kami menemukan keberadaannya dari unggahan Instagram yang dia unggah, yang memperlihatkan pemandangan perbukitan dengan caption-nya 'Bebas'. Kemudian kami mencari tahu detail dari gambar tersebut. Di sinilah aku, di gunung Banyak kota Batu Malang. Megantara tidak ikut hari ini karena istrinya sedang kurang enak badan. Tapi dia tetap mau aku menemui Denis. Ya, kami bertiga memang sangat dekat, dia sangat khawatir dengan adiknya mungkin. Sehingga memaksaku untuk datang ke tempat yang menurutku lumayan jauh.Aku tahu ini tidak mudah. Kehilangan dua h

  • NODA   193. Menikmati karma

    POV BiantaraDengan berakhirnya sidang berarti kewajibanku pun telah berakhir. Aku bisa lebih tenang sekarang, karena Megantara selamat dari ancaman atas tuduhan pencemaran nama baik termasuk aku, karena pada kenyataanya aku juga lah yang melaporkan atas tindakan penculikan Anyelir, sebab, pada saat itu Megantara tidak ada di tempat, jadi jikalau Megantara masuk penjara aku pun sama.Hari ini akta ceraiku dengan Luna sudah dikirim melalui kuasa hukum yang aku tunjuk. Semua sudah berakhir, tak ada lagi yang tersisa. Kami benar-benar sudah berakhir dan ini aku nikmati sebagai bentuk dari segala karma atas perbuatan dan status yang sempat aku sematkan pada wanita yang tanpa aku sadari mampu membuat hatiku berdenyut sakit setiap melihatnya bersama laki-laki lain. Wanita yang membuat hatiku teriris setiap melihatnya menangis. Aku telah menjanda kan Anyelir dan sekarang aku didudakan oleh Luna. Apa lagi kalau bukan karma yang dibayar tunai?Kuketuk pintu bercat putih setelah penjaga memberi

  • NODA   192. Permintaan Maaf

    Pintu kamar ditutup dengan kasar menimbulkan debar di dalam dada karena keterkejutan. Aku memutar badan sambil mengusap dada pelan, setelah sebelumnya melangkah masuk kamar terlebih dahulu. Kemudian memutar bola mata mencari jawaban apa yang terjadi pada wanita yang saat ini menatap nyalang ke arahku. Kuangkat dagu seraya menyipitkan mata bertanya. "Kenapa?""Kenapa? Tadi kamu bilang apa? Mas Bian kucing? Kalau Mas Bian kucing terus kamu apa? Buaya?" tanyanya sambil marah-marah."Buaya? Buaya apa, sih?!" Aku balik bertanya karena merasa kurang begitu paham. Bukan kurang tapi memang tidak paham."Kalau bukan buaya apa namanya lelaki yang suka deketin wanita lain begitu ada kesempatan? Nggak mau rugi," ucapnya penuh penekanan."Apa sih, Anye? Kamu kalau Biantara ngomong langsung aja masuk otak kiri nggak keluar-keluar, klop banget.""Mau balik melempar kesalahan, ni, romannya," sindirnya."Enggak, orang aku ngga deketin ngapain? Jangan cemburu gitu, ah," candaku."Bukan cemburu, tapi m

  • NODA   191. Senyuman

    Sekarang yang menjadi pertanyaanku adalah bagaimana mungkin hasil tes DNA itu tidak cocok? Siapa yang mereka bayar untuk mengotak-atik hasil tes itu?Ruang sidang kembali riuh. Jeritan, tangisan terdengar begitu menyedihkan. Tangis orang tua Ervan, istri yang kemudian memilih meninggalkan ruangan, dan juga tangis Renata yang pecah begitu hakim meninggalkan ruang sidang disusul Ervan yang dibawa keluar dari ruang sidang menuju tahanan. Denis dan Nando berusaha menenangkan Renata yang terlihat begitu terpukul atau bahkan menyesal atas keputusannya menjadi saksi. Entah.Tapi, aku tahu, bagaimana perasaan ketiganya. Wanita paruh baya itu melangkah maju ke arah kami dengan derai air mata setelah sang suami digelandang petugas untuk dimintai keterangan. Biantara bangkit kemudian menghadang. Langkah wanita itu pun terhenti, menatap ke arah Biantara dengan tatapan sendu kemudian tatapan itu berubah menjadi permohonan dalam bisu."Kita pulang," Papa datang setelah melepas seragam hitam khas

  • NODA   190. Fakta baru 2

    "Ambil anak itu diam-diam, jangan sampai ketahuan. Kirim ke luar negeri, bawa kembali kalau dia sudah dewasa dengan identitas baru."Terdengar isakan dari bangku keluarga terdakwa. Selain Anyelir, wanita lain yang sudah pasti sangat terluka pada bagian ini adalah istri Ervan, Alana. Bagaimana tidak? Seorang wanita yang sudah menemani bahkan memberikan buah hati seakan tidak ada nilainya hanya karena anak yang dilahirkan perempuan. Di mana nurani mereka sebagai suami dan kakek? Bukankah bisa mencobanya lagi untuk kembali mendapatkan anak laki-laki, mereka masih muda. Lagi pula bukankah wanita atau laki-laki itu sama saja? Banyak di luar sana wanita-wanita hebat yang sukses melebihi kesuksesan laki-laki dan bukankah laki-laki juga terlahir diri rahim seorang wanita? Lalu kenapa mereka menganggap remeh wanita?Suara gemerisik kembali terdengar, kali ini rekaman diganti dengan rekaman yang dipasang oleh Renata di kantor Om Winata. Awalnya hanya terdengar suara sepatu dan gesekan kerta

  • NODA   189. Fakta baru

    Di kursi saksi, Renata mulai berbicara, sesekali ia menghela napas. Mengurangi ketegangan, mungkin. Aku sangat mengerti apa yang dia rasakan. Biar bagaimana pun mereka adalah keluarga, memilih antara keluarga dan keadilan tentu sangat sulit sekaligus membuatnya dilema."Beberapa bulan lalu setelah acara pernikahannya di Bali. Megantara menemui saya. Menceritakan tentang istrinya. Awalnya saya sangat tersentuh dan iba. Hingga pada akhirnya, dia mengatakan bahwa dia mencurigai saudara saya, Ervan. Meminta bantuan saya untuk menyelidiki Ervan diam-diam. Saya sempat marah. Biar bagaimana pun juga, Ervan adalah sepupu saya, tentu saya tidak terima. Akhirnya saya mengiyakan, tapi dengan niat agar Megantara tau bahwa saudara saya tidak demikian. Pada saat itu saya benar-benar yakin bahwa Ervan orang baik. Dengan percaya diri saya menyelidiki Ervan dengan berbagai cara." ucap Renata sambil sesekali menghapus sudut matanya. Sedangkan Ervan menunduk dalam. Mungkin dia tidak menyangka Renata

DMCA.com Protection Status