‘’Kamu habis darimana, Kang?’’Pertanyaan Rissa itu membuat Kang Alvin bungkam, pasalnya dia baru saja menemui Delon yang mengatakan akan membongkar rahasia yang selama ini disembunyikannya. Akan tetapi, dia tidak tahu apa yang sebenernya diketahui sepupunya itu. Pria yang mengenakan kemeja berwarna maroon, kedua tangannya dilipat sampai siku hingga terlihat lebih berwibawa kala siapa pun orang yang melihat ke arahnya. Tangan kekarnya terlihat bisa dikatakan nyaman untuk tempat bersandar. ‘’Habis meeting sama klien, Sayang. Kenapa?’’ tanyanya sangat lembut. ‘’Aku nunggu kepulangan kamu,’’ jawab Rissa. Entah kenapa semenjak hamil Rissa menjadi manja, penginnya sang suami berada di sampingnya dan terus mengusap perutnya yang beberapa bulan lagi akan terlihat membesar. Mungkin semua itu disebabkan bawaan bayi yang seringkali dikatakan kebanyakan orang. Namanya juga wanita hamil memang harus selalu dituruti keinginannya, begitu juga dengan wanita yang kini menatap suaminya lekat selal
"Pernikahan saya dengan Nissa sebaiknya disegerakan saja,” ungkap Delon menatap beberapa pasang mata. Terlebih Nissa yang terperangah mendengarnya, dia tidak mau pernikahan itu terjadi karena ada banyak suatu hal yang membuatnya mengganjal dalam pikiran. Akan tetapi, bagaimana dia menghentikannya jika semua orang pun berpihak pada pihak pria. Nissa tidak memiliki kekuatan apapun untuk menyelesaikannya, mungkin dia harus pasrah dengan kenyataan yang menyuruhnya untuk tunduk atas perintah yang telah ditetapkan ibunya. “Ibu setuju.’’ Tentu saja, Nina mengatakan seperti itu karena dia tidak mau putrinya digunjing orang lain karena melahirkan tanpa suami, sangat menyedihkan sekali jika dibayangkan. Obrolan itu telah berakhir dalam beberapa hari yang lalu, dan hari ini tepatnya agenda pernikahan yang hendak dilangsungkan. Nissa terus saja menangis meski wajahnya sudah dipoles dengan makeup, tetap saja wanita itu tidak menghentikan tangisannya. Rissa mendekapnya ke dalam pelukannya barang
“Apa maksud kamu? Saya tidak merahasiakan apapun!” sergah Kang Alvin, dia berusaha untuk membela diri karena setahunya rahasia besar yang disembunyikan dari Rissa sudah terbongkar yaitu mengenai Keyla dan Lea. Lalu, apalagi yang hendak disampaikannya? “Ada. Zidan itu anak Alvin yang merupakan hasil dari hubungan gelapnya dengan Rissa.”Bagai petir yang menyambar Rissa sampai kedua kakinya terasa lemas karena saking terkejutnya mendengar pernyataan seperti itu. Kang Alvin kembali mematahkan hatinya, dia menyembunyikan hal sebesar itu darinya. Bagaimana mungkin dia merahasiakannya sampai tiada orang yang tahu mengenai hal itu.“Apa yang kamu katakan, Delon?” tanya Kang Alvin dengan nada suara tinggi. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria itu padanya. Bagaimana mungkin Zidan adalah putranya, karena jelas-jelas ayahnya sudah meninggal. “Memang itu kenyataannya. Alvin memang pandai dalam merahasiakan segala hal.” Delon mengatakannya dengan penuh penekanan, hal itu membuat Kan
Mengingat perkataan Delon yang akan membongkar rahasia Kang Alvin jika saja Ratih menggagalkan pernikahannya pasti sudah dia lakukan begitu mengetahui Nissa tidak ada di dalam kamarnya. Seharusnya dia tidak membawa wanita yang mengenakan kebaya putih itu keluar dari rumahnya, karena dampaknya pasti pada hubungan rumah tangga Rissa dan Alvin. Ratih terdiam karena dia baru menyadari jika perlakuannya telah salah fatal, pasti hari ini tentang Zidan pun telah diketahui oleh banyak orang jika dia adalah darah dagingnya Kang Alvin. Padahal dia ingin menutupi rahasia itu sampai kapan pun karena wanita itu takut jika bosnya akan mengambil alih hak asuh putra semata wayangnya. Dia tidak menginginkan apa pun, karena hidupnya hanya ada dalam diri putranya. Tanpa sosok Zidan mungkin wanita itu tidak akan bisa bertahan, karena dia merasa jika nyawanya kini bersatu dalam jiwa Zidan. “Bi Ratih ...,” panggil Nissa lirih. Bi Ratih sedari tadi diam saja pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk menya
“Nissa ke mana saja kamu?” tanya Nina terisak. Dia mendekap putrinya dengan erat saking rindunya pada Nissa yang beberapa minggu ini menghilang tanpa jejak. Akan tetapi, kedatangannya hanya seorang diri tanpa sosok Bi Ratih juga Zidan seperti apa yang diharapkan Kang Alvin. Dia ingin menemui Ratih dan memeluk putranya dengan hangat dan membisikkan tepat pada telinganya jika dia adalah Ayah kandungnya. Zidan memang masih terlalu dini untuk mengetahui semua permasalahan yang terjadi, tapi bagaimana pun juga dia harus tahu mengenai hal itu. Rissa tidak saja kembali karena dia masih ingin sendiri, wanita itu belum bisa menerima kenyataan jika Kang Alvin mempunyai masa lalu yang kelam bahkan dia begitu tega menelantarkan putra kandungnya sendiri. Padahal bukan hanya alasan pria itu mengatakannya jika Zidan seorang anak yatim, karena dia saja tidak tahu mengani hal ini. “Kak Rissa ke mana, Ma?” tanya Nissa, dia mengalihkan obrolan ke arah yang lain. Kedua matanya menyisir sekitar barangk
Rasanya sangat sulit bagi Rissa untuk memberikan kesempatan pada Kang Alvin, karena sudah berkali-kali pria itu menyembunyikan segala hal padanya membuat dia takut untuk kembali memulai bahtera rumah tangganya. Rissa pula tidak ingin terlalu lama mempermasalahkan hal tersebut, hanya saja dia ingin menunggu kedatangan Bi Ratih dan Zidan yang pergi entah ke mana. “Kalau kamu sudah menemukan Bi Ratih dan Zidan mungkin aku akan mempertimbangkan kesempatan itu, Kang.” Perkataan itu dari Rissa yang membuat Kang Alvin mengingatnya. Tangannya terkepal dengan sangat kuat. Dia memang harus segera menari keberadaan mereka tuk meluruskan segala permasalahan yang terjadi. Kang Alvin pula tidak akan mungkin lari dari tanggung jawab, dia sudah memikirkannya sedari dulu jika wanita yang bermalam dengannya pada dua tahun yang lalu mempunyai darah daging dirinya mungkin salah satu jalannya adalah menikahi Ibunya untuk putranya. “Kamu di mana, Ratih?” tanyanya, Kang Alvin mengusap wajahnya dengan kas
Nissa dilarikan ke rumah sakit karena dia merasakan kontraksi yang sangat luar biasa terasa, Nina menggiringnya ke arah ruangan. Betapa sedihnya sang Ibu melihat putrinya berjuang sendiri saat melahirkan tanpa didampingi seorang suami yang berada di sampingnya. Rissa juga ikut serta melihat perjuangan sang adik yang begitu luar biasa, tapi di mengikutinya dari jauh karena langkah Nina terlalu lebar hingga dia telah sampai di depan pintu ruangan. Brankar yang didorong oleh dua suster yang bertugas hari ini menutup pintu ruangan meminta Nina untuk menghentikan langkahnya karena dokter kandungan yang akan membantunya bersalin. Akan tetapi, ibunya tidak akan tega membiarkan putrinya berjuang sendirian dan pada akhirnya dia pun diperbolehkan masuk untuk menggenggam tangan Nissa. “Semoga saja Nissa dan bayinya baik-baik saja.” Hanya doa yang bisa dilangitkan oleh Rissa teruntuk sang adik. Dia selalu mendoakan Nissa agar adiknya selalu diberikan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan
“Perjanjian apa itu, Sayang?” tanya Kang Alvin memastikan apa yang mengganjal dalam pikirannya.“Jangan pernah menyembunyikan apa pun lagi dariku,” ujar Rissa. Tentu saja Kang Alvin mengangguk pelan, dia menyetujui perjanjian yang diutarakan istrinya. Dia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menyembunyikan rahasia apa pun darinya meski suatu hal yang tidak begitu penting. Dia takut jika Rissa pergi dalam hidupnya hanya karena perlakuan dirinya yang tidak terbuka pada sang istri, maka dari itu dia hanya bisa mengiyakan dengan pasti bahwa Kang Alvin tidak akan mengulangi hal seperti sebelumnya. “Jangan pergi dari hidupku, Rissa.” Kang Alvin mengusap punggung tangan sang istri dengan penuh kasih sayang, dia tidak ingin jika Rissa benar-benar pergi dalam hidupnya. Dia tidak akan membuat hal itu sampai terjadi. Kedua mata Rissa memanas seperti ada sesuatu yang mengganjal begitu sulit baginya jika harus mengatakannya. Wanita itu memilih untuk berdiam saja mengikuti alur
Keberadaan Clarissa memang berada di tangan Fatma, alasannya membawa bayi mungil itu karena dia ingin memiliki Alvin sepenuhnya. Dirinya sudah sangat terobsesi dengan sosok pri atersebut yang tidak bisa pergi dalam pikirannya. Makanya, dia memutuskan untuk membawa bayi tersebut diam-diam pada malam hari saat kedua matanya terlelap.Bayi mungil yang kini tengah berada di pangkuannya tampak gelisah, sepertinya dia ingin sesuatu, tapi hanya bisa merengek membuat Fatma kesal sendiri.“Aduh, jangan nangis terus dong, pusing deh dengernya.” Begitu yang disampaikannya, dia benar-benar tidak bisa habis pikir pada Clarissa yang tidak bisa diam.“Kamu mau apa sih? Mimi?” tanya Fatma. Dia mencoba menanyakannya pada bayi mungil nan menggemaskan itu .Akan tetapi, justru tidak ada jawaban yang didapatkannya. Hal itu membuatnya mendengus kasar karena dirinya tidak tahu harus bagaimana lagi.“Tapi aku bukan ibu kamu.” Dia mengatakannya dengan tegas, Fatma pikir jika bayi dalam pangkuannya itu akan s
Kehilangan Clarissa yang entah berada di mana, membuat Alvin benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tak tahu harus mencarinya ke mana, tapi meski begitu, lelaki itu akan terus mencarinya.Rissa sedari tadi menangis tiada henti, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, terlebih lagi sebelumnya Clarissa itu Bersama dengannya. Tentunya hal itu membuatnya sangat terpukul sekali.“Aku enggak tahu harus cari Clarissa ke mana lagi.” Rissa menundukkan pandangannya, dia benar-benar terpukul sekali atas kehilangan putrinya yang sampai saat ini entah berada di mana.“Kamu malah nyerah gitu aja?” tanya Alvin, dia menggeleng pelan seolah kebingungan sendiri dengan apa yang dikatakan istrinya.“Aku bukannya nyerah, Kang. Tapi, aku cuman berada di fase yang enggak tahu lagi harus kayak gimana ngadepin ini semua.” Perempuan itu menangis tiada henti. Mana ada seorang Ibu yang tidak menangis sama sekali saat anaknya hilang begitu saja.“Ini juga gara-gara kamu!” sergah Alvin, dia mengatakannya dengan
Gambar yang memperlihatkan sosok Alvin, membuat Rissa bertanya-tanya, siapa pengirimnya? Akan tetapi, dia juga mempunyai firasat jika orang yang mengirimkannya adalah Fatma. Pemikirannya itu ditanggapi dengan cepat olehnya sendiri. Namun, untuk apa dirinya mengirimkan terhadapnya? Atau mungkin hal itu seolah menunjukkan bahwa dia tengah berada di tempat yang sama seperti suaminya.“Padahal enggak usah kirim-kirim foto segala, lagipula aku udah tahu kalau dia itu satu tempat kerja sama suamiku.” Rissa menggeleng pelan, karena dirinya tidak habis pikir pada si pengirim. Hal itu membuatnya merasa cemas sendiri karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada suaminya.Maka dari itu, Rissa mencoba untuk menghubungi suaminya memintanya agar segera pulang. Namun, justru sambungan telepon darinya tidak saja diterima Alvin. Setelah banyaknya kejadian yang membuat Rissa semakin tidak tenang dalam menjalani kehidupannya, bahkan dia juga jadi lebih banyak memberikan Batasan terhadap suami
Alvin pergi ke tempatnya bekerja, dia berharap jika Fatma tidak lagi mengejarnya, karena wanita itu juga sudah tahu jika dirinya mempunyai keluarga. Mana mungkin dia terus berlaku seperti itu saja. Kesannya seperti tidak mengenakkan.“Selamat pagi, Pak.” Salah satu karyawan menghampiri Alvin, dia menyapanya dengan sangat ramah. Tentu saja, lelaki itu pula membalasnya dengan senyuman pula yang merekah.“Iya.” Alvin menyunggingkan senyumannya.Tidak lama kemudian, Fatma berjalan ke arahnya, senyumannya terlihat merekah. Wanita itu bahagia sekali saat kedua matanya beradu pandang dengan lelaki satu anak itu.Alvin berusaha untuk menghindarinya, dia segera melangkahkan kakinya ke arah ruangannya, tapi justru Fatma mengikutinya begitu saja seolah enggan ditinggalkan. Bahkan, saat lelaki itu hendak memasuki ruang kerjanya pun wanita itu mencekal pergelangan tangannya seolah menghentikannya begitu saja.Sikap Fatma membuat Alvin semakin tidak nyaman, bagaimana tidak seperti itu? Bahkan kala
Kali ini Rissa jauh lebih posesif pada Alvin, karena bagaimana pun juga suaminya itu pernah melakukan hal yang tidak seharusnya, membohonginya begitu saja. Tentu saja, hal itu justru membuatnya tidak suka atas perlakuannya. Seperti saat ini keduanya tengah berhadapan di meja makan, Rissa seolah tidak nafsu makan, karena segala hal yang terjadi begitu sangat melelahkan baginya. Wanita itu merasa jika Alvin sudah memberinya terlalu banyak luka, tapi justru dirinya semakin cinta terhadapnya. Dia juga bahkan tidak tahu harus bagaimana lagi menyikapi persoalan tersebut. Rissa memang selalu melakukan yang terbaik untuk rumah tangganya, tapi namanya juga hubungan percintaan yang sudah dijalin dengan kesucian memang selalu saja tidak bisa terlepas dari masalah. Munkin hal itu juga disebabkan dari traumanya di masa lalu yang membuatnya tidak bisa melepaskan Alvin begitu saja. Persembunyian mengenai Bi Ratih juga membuat Rissa seolah tidak bisa mempercayai sang suami sepenuhnya, meskipun Alv
Fatma masih saja terus mengusik Alvin, bahkan dia kali ini seringkali memberikan makanan buatannya. Namun, hal itu tidak membuat Kang Alvin luluh untuk memakannya. Fatma memberikannya untuknya, lalu dia akan menyerahkannya pada pekerjanya yang memang sedang bertugas ke ruangannya, entah itu cleaning service atau yang lainnya. Kang Alvin enggan menerimanya karena merasa takut akan terjadi seperti kejadian sebelumnya, bagaimana jika istrinya tahu kalau di kantor ada perempuan genit yang sedang berusaha menggodanya. Mungkin saja dia akan menggamparnya atau bisa lebih parah lagi enggan untuk memaafkannya. Meski sebelumnya pun Kang Alvin tidak berselingkuh, tapi dia merasa banyak bersalah bahkan seolah mengkhianati istrinya begitu saja, dia enggan melakukan hal seperti itu lagi. Sudah cukup baginya membohongi sampai dirinya nyaris kehilangan istrinya. "Ini untuk Bapak." Fatma tidak akan pernah menyerah memberikan makanan buatannya pada Alvin. Seperti biasanya, Alvin akan menolaknya se
"Pak Alvin, ini berkasnya." Wanita berambut panjang itu menyodorkan beberapa lembar dalam sebuah map pada pria di hadapannya yang sebelumnya tengah memainkan laptop miliknya. "Terima kasih." Alvin segera menerimanya, tapi wanita itu tidak segera mengindahkan langkahnya. Dia tetap berdiri mematung di tempatnya. Menyadari hal itu, Alvin melirik ke arahnya. Tampaknya dia memandangi beberapa saat, pria itu memahami jika wanita di hadapannya seolah belum paham jika dirinya belum memintanya pergi. "Kamu boleh kembali ke ruangan lagi." Alvin pun berkutat pada laptopnya, karena dia rasa kalimat tersebut sudah bisa mewakili bahwa dirinya tidak lagi membutuhkannya. Namun, wanita itu masih saja berdiri di sana seolah belum mengerti dengan kalimat yang disampaikan direkturnya. "Pak. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari karyawannya membuat Alvin tersenyum samar, lalu dia pun menggeleng dengan pasti. "Tidak ada. Kamu kerjakan saja tugasmu yang l
Alvin membondong istri dan anaknya ke tempat baru, dia hanya ingin membangun rumah tangganya dengan tentram, seperti halnya saat pertama kali mereka bertemu. Pria itu hanya ingin melupakan semua masalah yang pernah ada dalam kehidupannya. Mungkin, dengan cara seperti ini semuanya menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan keluarga kecil tersebut. Bayi mungil perempuan yang pada akhirnya diberi nama Clarissa, diberi janji oleh kedua orang tuanya bahwa mereka akan memberikannya kasih sayang secara penuh, tidak peduli apa yang terjadi di masa mendatang pada keduanya. Nissa sempat merasa bersedih atas kepergian kakaknya ke kota berbeda. Meski begitu, dia juga tahu bahwa semuanya sudah menjadi rencana pasangan suami-istri tersebut, mereka hanya ingin tenang dan menjalankan perannya masing-masing.Suasana di tempat kali ini lebih menyenangkan, dan jauh bersih. Alvin tersenyum begitu menilik istrinya yang tengah menggendong putrinya sembari berdiri memandangi pemandangan asri di hadapan
"Cantik ya seperti kamu, Sayang." Kang Alvin memberikan rayuan pada istrinya, hal itu tentu saja membuat wanita di sampingnya tampak tersipu malu. Rissa mengulum senyumnya, tambah cantik saja. Benar kata suaminya jika sang istri selalu menambah pesonanya dengan seulas senyuman. Dari dulu Kang Alvin memang seringkali merayunya, apa pun yang dilihatnya dari sang istri. Dia akan selalu memberikannya ucapan manis yang tidak pernah terlepas dari mulutnya. Hanya saja, kali ini istrinya tidak tersipu malu seperti sebelumnya. Dia lebih banyak diam setelah mengingat apa yang terjadi. Alvin terlalu banyak menyimpan misteri yang membuatnya sulit saat mencari tahu. Meski begitu, Rissa berusaha untuk memaafkan. "Kang." Rissa mencoba untuk mengatakannya pada sang suami. "Iya, Sayang?" tanya Kang Alvin mencoba untuk memastikannya. Kedua matanya memandangi istrinya dengan sangat lekat. Hal itu membuat Rissa ikut tersenyum pula, dia seperti merasa senang sekali saat dipandangi seperti itu oleh s