Beranda / Romansa / NINE / 7. Kesalahan

Share

7. Kesalahan

Penulis: Mathima Zois
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-30 21:00:00

Seminggu sudah sejak kepergian Anthony. Meski awan duka masih membumbung di mata teman-temannya, mereka mencoba beraktivitas seperti biasa. Memendam kesedihan tak akan membuat ia yang kau tangisi bahagia, malahan itu membuatnya sedih. Semua kembali normal, terutama teman satu kelompok tugas biologi. 

Hey! Bukankah seharusnya mereka sudah berpisah? Tugas Biologi sudah usai, bukan? 

Sejak kepergian Anthony, persahabatan Rey, Nina dan Deary semakin dekat. Bermula dari tugas kelompok, sampai ikatan tak tertulis yang ada di hati. Tak dapat dipungkiri, merekalah yang menjadi saksi utama kepergian pemuda jangkung itu. 

Riri? Gadis mungil itu tetaplah menjadi teman dekat. Namun jika untuk predikat sahabat,  sepertinya belum cukup dekat. Ia sudah memiliki sahabat sendiri, toh di kelompok, hanya Deary yang sangat dekat padanya.

Pagi ini kegiatan belajar berjalan lancar, Pak guru ganas yang dijadwalkan masuk di jam terakhir menerima tugas dadakan dari kepala sekolah, jadilah Bu Angel -yang terkenal baik hati- menggantikannya. 

Seisi kelas bersorak saat wanita tinggi dengan rambut merah panjang tergerai melangkah masuk, pertanda mereka akan terbebas dari omelan panjang nan panas. Waktu pun berjalan cepat menuju bel tanda selesainya sekolah. Kebahagiaan memang selalu berjalan begitu singkat.

Rey mencari-cari Nina saat pulang, tadi beberapa murid mendatanginya, membuat anak itu tak dapat segera keluar dari kelas. Hal yang paling menyusahkan dengan menjadi populer.

"Nina!" Panggilnya pada gadis yang sedang berdiri di bawah gerbang sekolah. 

Nina menoleh, lalu melempar senyum. Angin bertiup lembut, menerbangkan beberapa helai rambut yang sengaja digeraikan. Momentum yang membuat jantung pemuda itu seakan berhenti berdetak, mengikuti bekunya waktu demi menatap pesona di depan mata,

Cantiknya. 

"Na, kamu ada acara siang ini? Bagaimana kalau jalan bersama?" Semenjak ungkapan gadis itu tempo hari, hubungan mereka membaik, bahkan mereka sempat jalan berdua hanya untuk berbincang-bincang. 

Tak seperti dulu saat mereka baru bertemu, kini Nina lebih terbuka pada teman sekelompoknya, terutama pada anak detektif itu. Ia tak lagi terlalu pendiam, senyum dan tawa kini lebih mudah muncul di bibirnya ketimbang dulu. 

"Maaf ya, Rey, aku harus siap-siap siang ini, mungkin lain kali." senyum dengan lesung pipit tersungging indah, tampak menawan dengan segala pesonanya. 

"Siap-siap? Ke mana?" 

"Kalau tidak ada halangan, malam ini aku dan paman ingin pergi ke luar kota, aku sudah izin pada Bu Cindy untuk absen 2 hari ke depan. Maaf ya." jelasnya tersenyum tipis.

"Oh , baiklah. Tak apa, jangan lupa untuk mengirim kabar pada kami di sini, ya.." 

"Iya." 

Keduanya kemudian berbincang-bincang sembari menunggu paman Nina, tak biasanya ia pulang dengan jemputan, lebih sering jalan bersama. Hari ini Deary absen, ayahnya kecelakaan dan membuat gadis baik hati itu tak mau beranjak dari sisi ranjang tempat beliau dirawat. 

Riri bergabung sesaat kemudian, keduanya berbincang simpang-siur mengenai kehidupan masing-masing. Seorang gadis hanya mendengarkan dalam diam, dan sesekali menyahut, tak berminat mengikuti arus percakapan terlalu jauh.

“Rey, ajari hal-hal tentang hal-hal detektif, psikologis, atau behavior, dong!” sahut gadis berambut pendek mencari topik, kebetulan sahabatnya tidak masuk hari ini. Anak detektif pasti memiliki banyak pengetahuan dalam hal semacam itu.

“Hmm, apa?”

“Apa saja boleh. Tapi lebih baik yang dasar dan sering terjadi.”

Sering terjadi … ya?

“Oke. Ri, jika kau bukan pengguna tangan kiri, saat menarik seseorang dari belakang, pundak mana yang mau sentuh?” pemuda itu bertanya santai, hal lumrah terjadi namun jarang disadari.

“Hmmm, yang kanan. Jelas-jelas aku pengguna tangan kanan.” Riri menjawab sebisa mungkin, mengutarakan hal paling logis.

Rey tersenyum, semua orang selalu mengaitkan kanan dengan kanan. Bahkan dalam hal apa pun. Tidakkah mereka sadar jika ada banyak hal yang lebih mudah dan malah sering terjadi secara bersilang? Contohnya ya satu ini.

“Kau yakin? Padahal mayoritas orang akan menggunakan tangan kanan untuk meraih pundak kiri. Coba saja, akan lebih mudah jika membalikkan badan temanmu dengan arah bersilang seperti itu. Dan memang jika spontan dilakukan, pasti kau akan meraih pundak kiri.”

“Benarkah?” tak percaya begitu saja, gadis itu mempraktikkannya pada Nina. “Wah benar juga! Meraih pundak kanan ternyata agak sedikit lebih sulit. Bagaimana kau tahu, Rey?”

“Survei. Dari sekian banyak yang kulihat dan kucoba pada beberapa orang, itulah yang terjadi. Kecuali dalam keadaan khusus seperti kebiasaan, maka hal yang pasti terjadi adalah menyilang. Kanan untuk kiri, dan kiri untuk kanan. Mengapa? Karena saat ingin bersanding di sisi kiri seseorang, maka manusia akan meraih pundak kiri dengan tangan kanan. Begitu pula sebaliknya.”

Tak lama kemudian sebuah mobil hitam berhenti di hadapan mereka, membawa Nina pulang. Ini pertama kalinya sejak kematian Anthony, Rey tidak dapat jalan bersama sang pujaan hati. 

-=9=-

"Rey! Bisa minta tolong sebentar!" suara wanita memanggil dari dapur, mengalihkan perhatiannya dari foto perempuan saat terakhir mereka jalan. 

Nanti lagi ya, Nina. Benaknya. 

"Iya Bu, ada apa?" sesampainya di dapur, wanita yang tak lain adalah ibu terlihat sedang memasak untuk makan malam. 

"Ayahmu akan pulang, larut malam ini ia sampai, tolong ambil uang di bank dan belikan Ibu bahan makanan, ini daftarnya." sang ibu menyerahkan secarik kertas berisi catatan dan sebuah buku tabungan. 

"Wah, ayah pulang! Kita pasti makan enak." 

"Memang kalau ayah tidak pulang masakan Ibu tak enak, begitu?" mereka tertawa bersama, sungguh keluarga yang harmonis dan penuh senda gurau. 

Rey meraih jaket abu-abu untuk mengarungi malam dengan berjalan kaki ke bank. Ada rasa bahagia lain yang muncul, kebahagiaan atas terkumpulnya keluarga kecil mereka. Sejenak hati kembali mengangkasa menemui wajah gadis yang akhir-akhir ini memberi gemintang di langit jiwa lelaki itu. 

'Akan kukenalkan kau pada ayah dan ibuku saat kau pulang nanti, semoga kau senang.' 

Sesampainya di Bank, belasan orang sedang mengantre. Melihat keramaian yang ada, ia memutuskan untuk menunggu. Awalnya Rey ingin pergi ke ‘Rest area’ supermarket sebelah sembari menikmati malam. Tapi setelah berpikir, sepertinya di Bank lebih baik. 

'Hey, siapa orang ini, mengapa ada pistol di pinggangnya, asli pula.' benak anak itu melihat seorang pria berdiri di hadapannya dengan Colt 38 di pinggang. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, ia memilih tak peduli. Banyak alasan terjadinya suatu hal, dan tak semua berhak diikut campuri tanpa alasan pasti.

Sebentar lagi Rey akan tahu kalau ia salah memilih tempat.

-=9=-

Bab terkait

  • NINE   8. Kau Kah Itu, Nina?

    Jam menunjukkan pukul 07:00 p.m.Seorang pria dengan setelan hitam sedang memasukkan beberapa barang ke dalam tas, terlihat begitu konsentrasi dan penuh perhitungan."Hey, kau sudah siap?" Ia bertanya tanpa menoleh."Siap 100%. Paman tahu? Kau begitu lama mempersiapkan hal semacam ini." gadis di samping si pria duduk santai sementara dua buah pisau asyik berputar-putar di jemarinya."Terserah kau saja, paman lebih memilih persiapan lengkap ketimbang harus gagal di pertandingan."Tawa satir membahana sebagai tanggapan."Baiklah, omong-omong, bagaimana targetnya?" Pisau berhenti berputar ditangannya, lalu melesat menusuk papan Dart di tembok. Double bull!"Aku sudah dapat alamat rumahnya. Tempatnya terpencil, tidak begitu jauh dari rumah Louis Anthony, target pertama bulan ini. Kemungkinan besar jika pergi, mak

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • NINE   9. Ada yang tidak beres!

    Awal bulan, awal yang baru.Pagi ini, pagi kedua di bulan baru. Kabut menyelimuti, lengkap sudah dengan dingin yang menusuk tulang, suatu hal yang cukup jarang terjadi di kota kecil itu. Suasana beku memang selalu ada, namun tak pasti dengan kabut tebal yang mendampingi. Mungkin akibat hujan deras semalam.Seorang lelaki menatap kejauhan meski tetap tertumpu beberapa kaki oleh kabut. Seulas senyum mengembang saat mengingat masa-masa indah bersama gadis yang ia sukai, atau lebih tepatnya ia cintai. Sekarang tak diragukan lagi bahwa rasa itu memang cinta.Matahari belum sempurna meninggi, masih malu-malu mengintip kehidupan yang merangkak menjumpa pagi. Cahayanya deras menimpa alam, namun terhalang gumpalan kabut. Tak terlihat memang, tapi bagi seorang anak detektif, pengetahuan tentang detail seperti itu pun penting dan harus diimbangi ketepatan waktu."42 detik yang menawan .... tak terasa, hari kelu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-01
  • NINE   10. Akhir Karir 'EIGHT'

    Angin senja menderu kencang, awan kelam menyelimuti angkasa, siap menumpahkan isinya kapan pun suratan setuju. Seorang gadis duduk malas di kamarnya, berpikir lama. Akhir-akhir ini request tak lagi bermunculan, nama-nama baru di situs 'The Number' seakan tersendat, hal yang sungguh mengundang penat.“Jika seperti ini terus, aku bisa mati bosan!”Kematian tetap untuk 9 orang tiap bulan, namun yang menghasilkan uang hanya sedikit. Hari pertama bulan ini, list target di situs mereka sama sekali kosong. Mereka tidak ingin melalui 30 hari seperti sebelumnya, sedikit target yang berarti sedikit uang.Ia dan pamannya juga manusia, hidup dari hasil membunuh. Maka bisa dibilang finansial mereka sedang dalam bahaya. Bangkrut? Tidak juga, manusia tak akan pernah lepas dari dendam dan kebencian, juga populasi mereka seakan abadi. Tiada kata punah. Sayang akhir-akhir ini sedikit sekali klien.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • NINE   11. NINE

    Gadis itu terbangun, mendapati dirinya berbaring di rerumputan hijau, menjulang di puncak bukit rendah. Ia tersenyum, rembulan tampak begitu indah mengangkasa, ditemani gemintang tanpa terbiaskan cahaya lampu perkotaan. Suasana yang sungguh berbeda dengan kediamannya di kota besar.Tiba-tiba sesuatu menggenang di lengan yang menumpu badan, kental dan pekat. Saat menoleh, telapak telah penuh dengan darah. Sementara di bawahnya, cairan merah mendanau entah seluas apa."-" mulutnya terbuka, namun tanpa suara.Berkali coba berteriak, namun tetap tak ada getaran yang terasa di tenggorokan. Sesaat kemudian barulah sadar bahwa lehernya telah tersayat, tepat merobek tenggorokan. Ia kehilangan suara."Tidak!!!"Hampir sebulan penuh gadis itu tinggal sendiri, tak ada lagi lelaki tinggi dengan rambut rapi yang selalu membangunkan di kala pagi. Tidak akan pernah

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • NINE   12. Rencana Pembuktian

    "Pria itu mati di sana!" Entah siapa ‘pria’ itu, yang jelas adalah anggota ‘The Number’, Bahkan mungkin 'EIGHT' yang sedang bersama anggota baru, 'NINE'. 'Apakah itu alasan Nina mengatakan pamannya dibunuh 'The Number'? Untuk mengalihkan kecurigaan, padahal merekalah organisasi itu?' Rey bertanya dalam hati. "Kalian! Serius sekali pembicaraannya, ini kopi, minumlah dulu." seorang wanita muncul dari dapur membawa dua gelas kopi. "Terima kasih, Sayang." ujar suaminya mengambil segelas. "Rey, akhir-akhir ini kamu tidak pernah bercerita tentangnya. Siapa? Nina?" Anak itu tersedak saat ibunya membahas hal yang tak ia bicarakan seminggu terakhir. Begitu pula sang ayah. "Nina? Siapa itu, Nak?" "Eumm … teman, Yah. Sungguh, dia bukan siapa-siapa." detektif itu melarangnya pacaran, ia berkata perasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • NINE   13. Tragedi Saat Pesta

    16:28Rey duduk di balik kemudi, mobil yang dikendarainya sudah 10 menit berhenti di depan rumah besar bertingkat. Untuk suatu alasan, lebih baik menunggu di mobil ketimbang masuk.Jika kupaksakan masuk, ada kemungkinan kalau Nina memang pembunuh, persiapannya akan ketahuan. Daripada ia curiga dan merasa terancam, lebih baik aku membiarkan semua berjalan sesuai rencananya.Meski berpikir demikian, hati anak cerdas itu tetap tidak menaruh curiga berlebih, mungkin ia hanya sedang berdandan. Dan aktivitas tersebut pasti memakan waktu bagi wanita, bahkan untuk gadis pendiam seperti Nina."Nina! Sudah belum?!""Sebentar, Rey! Sebentar lagi kok!" teriakan dari lantai dua terdengar.Anak laki-laki di bawah tersenyum, tidak yakin akan 'sebentar' yang dimaksud.Tadi sebelum menjemput Nina, ia menyempatkan diri mampir

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • NINE   14. Bertahanlah, Nina!

    "Tidak." Mata Rey terbelalak, tersadar akan situasi yang tiba-tiba berubah. Berapa pun bisa mati jika menyangkut pembunuh satu ini. "Diam! Semuanya diam!" Teriaknya nyalak di antara jeritan para tamu, menyambut orang-orang yang mulai beranjak pergi karena panik. "Jangan ada yang keluar, semua tetap di tempat masing-masing! Tenang, hotel ini dikelilingi oleh polisi!" Anak itu mengeluarkan lencana detektif milik sang ayah, benda yang sengaja ia bawa kemana pun, tahu bahwa sewaktu-waktu ia akan membutuhkannya. "Carla, bilang pada polisi untuk menjaga pintu keluar, jangan biarkan siapa pun pergi dari hotel!" Perintahnya pada gadis yang terdiam bingung sembari berlari ke arah toilet yang hanya berjarak 30 meter dari meja tempat ia duduk. Di sana hanya ada satu pintu masuk untuk akses ke ar

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • NINE   15. 9 Bukan Angka Sempurna

    'Nine', penerus 'The Number' generasi ke-9. 9 memang angka spesial, bilangan yang jika dikalikan sebuah nominal lalu kau jumlahkan tiap satuannya, maka akan kembali ke angka awal. Sebagai contoh; 9×123=1.107 (1+1+0+7=9). Berapa kali pun kalian mencoba, hasil akan tetap sama. Karena tak dapat dipungkiri, begitulah nyatanya. Namun … 9 bukanlah angka yang sempurna. -=9=- Kalian tahu cermin? Material alam yang dapat memantulkan bayangan konstan tanpa perbedaan kecuali arah. Apa pun jika kau letakkan di hadapannya, akan muncul di seberang, seakan ia adalah portal akses ke dunia artifisial terbalik. Kehidupan Rey beberapa hari terakhir mungkin tak jauh berbeda dengan istilah cermin, tampak seperti pantulan dirinya di minggu sebelum kejadian. &nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07

Bab terbaru

  • NINE   24. Epilog

    Pernahkah kalian mendengar hukum Singkronitas? Sebuah kebetulan yang terjadi dalam garis serupa, begitu rapi sehingga tampak lebih seperti sandiwara hidup yang direncana. Bahkan para ideologi masih meragukan eksistensi teori tersebut di dunia. Benarkah adanya? Para detektif menolak percaya, mereka yakin di dunia tidak ada suatu hal yang terjadi secara kebetulan. Pasti ada sesuatu kaitan, hal yang saling memicu suatu kejadian. Mereka menolak percaya. Tapi … bagaimana dengan kalian?-=9=- 31 Desember Pukul 11:49 Seorang lelaki tengah duduk bersama ayahnya di sebuah sofa panjang, berbataskan asbak

  • NINE   23. Self Injury

    Tubuh itu melangkah gontai, meninggalkan pekarangan rumah sakit dengan luka-luka yang telah mengering. Beberapa pasang mata menatap di kejauhan, seorang pria keluar rumah sakit dengan badan penuh luka? Awan pekat telah tersingkap, langit malam kembali menguar pesona, menampakkan bulan pucat yang gompal setengah. Waktu menunjukkan pukul 22:16, hanya setengah jam dari kejadian di jembatan tadi. Rey seharusnya menerima tawaran suster untuk diobati dulu, namun ia tidak bisa berpikir jernih. Tatapannya kosong dengan air mata yang sesekali berlinang. Pria itu hanya ingin sampai di rumah, merebahkan diri di kasur secepat mungkin, berharap segera bangun dari mimpi terburuk ini.'If you can't wake up from a nightmare, maybe you're not asleep' dengan cepat ia menggelengkan kepala, menepis kalimat mengerikan itu.  

  • NINE   22. Nine's End

    Mana yang kalian percayai lebih mendominasi lika-liku hidup; kemampuan diri, kesempatan, keberuntungan atau … takdir? Banyak yang beranggapan bahwa segala hal yang terjadi di kehidupan seseorang bergantung erat pada kemampuan yang dimiliki, entah itu tentang kesuksesan atau sebaliknya. Apa pun, semua risiko ada menurut kemampuan. Namun sebagian lain mengatakan kesempatanlah yang mengatur tragedi di sepanjang jalan yang kau lalui sejak lahir hingga menjelang ajal. Maka dengan kepercayaan ini, pengetahuan dan kepekaan atas datangnya sebuah momentum akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan puzzle kehidupan. Pun ada kelompok yang bilang keselamatan langkah kaki manusia ada pada keberuntungan, entah bagaimana itu terjadi. Bilamana seseorang hidup dengan kesialan, mereka Akan menyebutnya kutukan. Dan mayori

  • NINE   21. First Kiss

    Kehidupan kerap digambarkan dalam berbagai macam bentuk, teori. Ada pihak mengatakan hidup layaknya sebuah telur dan ayam, yang lain bilang hidup berjalan lurus dari satu titik awal menuju akhir. Hidup memang rumit, karena tidak ada satu pun yang dapat tahu pasti bagaimana lingkungan kita ini berlangsung. Teori tercipta, namun penuh pertentangan. Tidak ada yang menjalar lurus. Setiap orang dengan pengetahuan dan ego menentukan opini masing-masing. Saling menyekat dan mengikat. Mengapa tak bersatu dan saling membahu? Ada sebuah teori yang datang dari penduduk bersorban, inti kehidupan yang menurut kepercayaan mereka adalah jawaban terdekat dengan semua teori. 'Hidup memiliki awal, dan setiap hal yang memiliki permulaan, maka memiliki akhir. Entah dalam bentuk seperti apa hal itu tercipta." &n

  • NINE   20. Kejutan

    Suatu siang yang hangat, dua anak manusia tengah bersenandung ria di sebuah kafe, diselingi senda gurau. Seorang gadis berambut sebahu dan lelaki tampan nan rapi. Mereka tampak menikmati alunan musik dari pemain piano di sudut ruangan, sambil sesekali melahap pesanan masing-masing. "Terima kasih, Rey. Kau sudah mau menemaniku jalan, biasanya aku sendirian di rumah jika libur. Jadi aku sangat senang." senyum mengembang, tampak senang ditemani berkeliling. "Santai saja, kita sahabat. Wajar kalau aku menemanimu." "Hmmm ... semisal aku minta lebih dari sahabat? Boleh?” goda sang gadis masih dengan senyum berbinar. Rey tertawa kecil, menggeleng perlahan sembari mengangkat telapak tangan, seperti juru parkir yang menyuruh pengemudi untuk berhenti.  

  • NINE   19. Special Target

    Satu detik berlalu .... Dua, tiga ... waktu berjalan begitu lamban. Tak ada yang terjadi, padahal Rey sudah terbayang-bayang akan seperti apa kematian. Apa rasanya saat jantung, organ yang memberimu kehidupan, ditusuk mati sampai berhenti memberi detak. Tapi nihil, sampai detik merangkak ke angka belasan, bahkan hingga rangkaiannya menggunung menit, tidak ada yang terjadi. Hanya kesunyian yang mendekap, ia masih menutup mata. 'Apakah aku sudah mati? Seperti inikah kematian? Hampa, tanpa rasa sedikit pun?' Bahu gadis di pelukannya berguncang, membuat lelaki itu sadar bahwa diri masih menapaki hidup. Perlahan, dengan segenap keberanian ia membuka mata, melirik kedua tangan Nina yang menggenggam erat tepi baju. Tidak ada pisau disana. Apakah berhasil? Samar isak tangis terdengar, sungguh pilu meski tak beriring air mata.

  • NINE   18. Bertaruh Dengan Kematian

    Sebuah keluarga tampak tenteram berkumpul di ruang tengah malam itu, sepasang kekasih dengan satu anak laki-laki cerdas yang sedang jatuh cinta. Ayahnya pulang ketika sore, tepat sebelum Rey pergi menemani Deary mengunjungi makam sang ibunda. Setelah mengantarkan gadis itu pulang, ia harus melaporkan banyak hal tentang Nina. Terutama kepada sang Ayah. "Ayo, Nak. Ceritakanlah pada ayahmu ini." Itu bukan permintaan, tapi perintah. "Ya jadi ... begini, Yah ...." saat kemudian, kisah itu meluncur tanpa hambatan, namun tetap dengan versi tanpa kecurigaan atau petunjuk-petunjuk yang ia dapatkan. Sementara ini hanya diri sendiri yang boleh tahu semua itu. "Oh, jadi begitu. Kau sudah bilang ‘kan padanya? Tapi belum dijawab." Pria gempal di hadapannya

  • NINE   17. Tekad Sahabat

    Suasana kelas cukup riuh, beberapa murid asyik bermain handphone mereka masing-masing, sebagian lain sibuk mengerjakan PR yang belum tuntas. Mengingat guru galak yang akan masuk pada jam pelajaran pertama, sontak tugas langsung jadi prioritas utama. Rey sedari pagi sudah duduk, anak pertama yang datang ke sekolah, bahkan sebelum cahaya matahari menyamarkan rembulan. Meski tugas sudah selesai tepat setelah diberikan, ia tetap rajin, khususnya akhir-akhir ini. Tepatnya setelah deklarasi kematian dari organisasi penuh teror itu. Sudah tiga minggu sejak kabar dari 'The Number' membanjiri lautan media massa, entah internet, koran, atau stasiun televisi. Hampir semua Channel memperbincangkan teror demi teror yang semakin tanpa jeda. Enggan memberi napas. Bulan ini bahkan sudah 12 orang yang mati, korbannya acak, dari berbagai daerah. Warga sipil hanya bisa berharap bukan yang jadi sasar

  • NINE   16. Deary De La Rosa

    Semburat keemasan memeluk pagi, tampak hangat, begitu tenteram. Diiringi alunan melodi alam nan indah, jejak embun masih setia terjaga pada ujung dedaun tumbuhan yang menghiasi tiap jendela kamar pasien. Segar di mata, nyaman di hati. Seorang anak laki-laki tengah membereskan kamar, merapikan kamera dan alat perekam. Sesekali dengan senyum mengembang menatap gadis yang terbaring menjelajah mimpi. Setelah memastikan semua beres, dengan hati-hati ia duduk di sisi pembaringan, membangunkan sang permaisuri dengan lembut. Penuh kasih. Mereka bak replika kisah putri salju di dunia nyata. Hanya saja tidak ada pangeran atau tidur selamanya. "Nina, bangun yuk." Gadis manis itu menguap saat merasakan pipinya ditepuk lembut, lalu mata terbuka perlahan dengan segala kantuk yang menggelayut manja

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status