Setelah berkumpulnya keluarga hingga pembahasan mengenai Kahfi dan Bulan selesai, mereka pun bubar untuk langsung beristirahat.Karena pelaksanaan resepsi tersebut di sebuah aula hotel bintang lima di Jakarta, jadilah pihak keluarga tidak pulang melainkan kembali menuju kamar hotel masing-masing.Wisnu bersama Laras, Fahri bersama istri dan anak-anaknya, sementara Kalila dan Ranti masing-masing tidur sendiri di kamar yang berbeda.Ranti bahkan tak memesankan kamar untuk Bulan saat itu, karena dia yang tak sama sekali mengharapkan kehadiran Bulan di acara resepsi pernikahan Sitta."Kakak, nggak menginap aja dulu di sini?" Tanya Sitta saat dirinya pergi mengantar Bulan ke arah parkiran mobil.Kahfi juga ikut bersama mereka, hanya saja, lelaki itu memilih untuk menunggu di lobi hotel ketimbang ikut mengantar ke luar."Kakak pulang aja, Ta. Kan Kakak sudah menyewa hotel lain, nggak jauh juga dari sini hotelnya," jawab Bulan dengan senyuman manisnya.Sitta yang masih mengenakan kebaya peng
Malam ini, cahaya bulan penuh menerangi langit bumi. Memancarkan rona keemasan di tengah kelamnya angkasa.Kahfi tampak terpaku dalam posisi berdiri menghadap dinding kamar hotel yang berlapis kaca. Menatap ke arah langit cerah di atas sana.Pikiran lelaki itu penuh oleh sosok Bulan.Bukan Bulan yang kini sedang dia lihat di angkasa, melainkan Bulan, wanita yang menjadi cinta pertamanya.Perasaan bersalah dan khawatir itu bercampur menjadi satu dalam benak Kahfi saat ini, terhadap Bulan.Seandainya saja semua memungkinkan baginya, Kahfi ingin sekali menemani Bulan malam ini, karena Kahfi yakin bahwa Bulan membutuhkan seseorang di sisinya setelah apa yang terjadi di basement gedung resepsi tadi.Kahfi benar-benar tak habis pikir dengan Reygan, kenapa lelaki itu tak ada habisnya mengganggu Bulan?Memang sejak dulu, Reygan itu sudah brengsek. Tak berbeda jauh dengan dirinya. Itulah sebabnya, kenapa dulu Kahfi dan Reygan bisa bersahabat, karena mereka memang banyak memiliki kesamaan dalam
"Loh, baju gue mana? Kenapa nggak dipake?" tanya Kahfi saat melihat Sitta keluar dari kamar mandi mengenakan kebaya pengantinnya yang bahkan belum dia pasang resletingnya.Itulah sebabnya, Sitta terus berdiri menghadap Kahfi karena tak mau Kahfi melihat punggungnya yang terbuka.Mau meminta tolong untuk memasangkan resleting kebayanya pada Kahfi, rasanya tidak mungkin, karena itu sama saja dia menceburkan diri ke dalam jurang."Males banget pake kemeja bekas lo, bau keringet gitu! Idih!" Seru Sitta dengan wajah judesnya."Enak aja keringet gue bau, keringet gue wangi tau!" Balas Kahfi tak terima.Setelah mondar-mandir mencari keberadaan tas ransel miliknya yang ternyata memang tak ada di kamar itu, Sitta jadi kesal sendiri."Lo ngapain sih? Aneh banget, biasa aja jalannya, pake nutupin punggung begitu? Emang punggung lo kenapa? Korengan?"Sitta tak menyahut.Ada baiknya dia mengambil posisi aman di tempat tidur dan merebahkan diri di sana mengingat pakaiannya yang tak normal saat ini.
"Heh, bangun! Bangun, Sitta!" Kahfi mengguncang bahu Sitta agar gadis itu terbangun dari tidur.Hari sudah pagi dan Kahfi sudah rapi dengan setelan casual nya. Bahkan, Kahfi sudah sarapan duluan karena perutnya yang memang sangat lapar ketika terbangun dari tidur tadi.Menggeliat di tempat tidur, Sitta berusaha mengumpulkan nyawa seraya mengucek kedua matanya yang begitu berat untuk terbuka.Sampai akhirnya, ketika otak Sitta mulai sinkron kembali dengan keadaan, nyawa berkumpul penuh dengan raga, kedua bola mata gadis berusia delapan belas tahun itu pun melotot cepat hingga tatapannya kini tertuju pada sosok Kahfi yang masih berdiri di sisinya."Ngapain lo? Jangan macem-macem ya?" Jerit Sitta yang dengan cepat kembali menutupi tubuhnya dengan selimut tebal yang dia kenakan tadi malam. Dan yang membuat Sitta terkejut adalah, saat dia mendapati selimutnya dalam keadaan sudah setengah tersingkap."Heh, lo ngigo? Gue cuma mau bangunin lo tau! Cepetan bangun, siap-siap. Kita pergi. Ini pa
"Sitta?" Panggil Rain, seraya melangkah cepat keluar pintu lobi."Rain?" Pekik Sitta disertai dengan senyuman lebarnya yang manis. Sitta sendiri tak menyangka bisa bertemu dengan Rain di sini.Dia adalah teman Sitta balapan motor, namun Rain tidak pernah bergabung dengan genk motor alias berdiri sendiri. Rain adalah orang yang independen. Dia suka kebebasan dan tak mau hidupnya terkekang oleh apa pun."Aduh, aura-aura pengantin baru, cerah banget kayaknya?" ujar Rain dengan wajah tampannya yang menggoda. "Ngapain di sini pagi-pagi? Suami lo mana?" tanya Rain kemudian."Hm, dia lagi ada kerjaan sama klien di atas, gue bosen makanya keluar, cari angin, hehehe," jawab Sitta beralasan. "Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Sitta balik.Rain tersenyum lebar. Dia mengajak Sitta menjauh dari para penjaga di depan lobi hotel. "You know lah, kerjaan gue," Rain mengerling, membuat kedua alis hitamnya terangkat bersamaan.Sitta meninju bahu Rain. "Ih, dasar! Jadi bener, lo kerja jadi gigolo?" Peki
"Lo laper nggak? Gue traktir makan deh," ucap Rain saat kini dirinya dan Sitta sudah keluar dari area hotel, menyusuri trotoar pejalan kaki."Iya gue emang niat mau cari makan keluar, soalnya duit gue nggak cukup kalau dipake makan di dalem," jawab Sitta keceplosan."Lah, lo nggak punya duit? Kan suami lo tajir?" Pekik Rain yang jadi kaget."Eh, bu-bukan gitu maksudnya, duit gue ada di ATM, cuma duit cash aja yang tinggal selembar. Mau ngambil tapi nggak ada ATM deket sini," untungnya Sitta punya ide untuk mencari alasan. Kalau sampai tau dirinya benar-benar tak punya uang saat ini, yang ada Sitta bisa kehilangan muka di hadapan Rain."Yaudah, gue traktir aja, gimana?"Sitta menatap ragu wajah Rain, lalu dia menggeleng. "Nggak usah deh, gue pake duit gue aja. Cukup kok ini cuma buat makan bubur apa ketoprak.""Yaudah, kalau nggak mau gue juga nggak maksa," balas Rain yang memang cuek.Keduanya pun kembali berjalan dan berhenti di salah satu warung makan pinggir jalan.Sitta memesan bu
"Kahfi? Sedang apa kamu di sini?" ucap Ranti saat pintu kamar hotel yang ditempati customer baru nya itu terbuka. Memunculkan sosok sang menantu di baliknya, membuat Ranti jelas terkejut.Tak bedanya dengan Ranti, Kahfi sendiri terlihat jauh lebih terkejut dari apa pun juga.Melihat keberadaan sang ibu mertua di hadapannya, Kahfi seperti melihat hantu di siang bolong.Saking syok, lelaki itu bahkan tak mampu berkata-kata, hingga suara seorang wanita dari arah dalam terdengar memanggil namanya."Kahfi, siapa yang datang?"Mendengar suara yang jelas-jelas begitu dia kenal, sontak kedua bola mata Ranti melotot dan langsung bergerak cepat menerobos masuk ke dalam kamar hotel itu. Tubuh Kahfi pun terdorong seiring Ranti yang merangsek masuk ke dalam.Tak ada hal yang bisa Kahfi lakukan saat itu sebagai pembelaan diri karena dia tahu semua sudah tamat baginya.Ranti pasti akan salah paham dan berpikir yang bukan-bukan."Kamu?" Gumam Ranti dengan napasnya yang mulai naik turun tak beraturan,
BRAK!Sitta terkejut saat Kahfi baru saja membanting pintu kamar apartemen miliknya, ketika keduanya baru saja sampai di sana.Usai kepergian Bulan, di mana Kahfi di parkiran tadi terlihat terus memohon agar Bulan tak pergi, mood Kahfi jelas sangat buruk. Itulah sebabnya, sejak di perjalanan menuju apartemen tadi sampai kini mereka tiba di sana, Kahfi terus bungkam, sementara Sitta pun bingung harus memulai aksi protesnya dari mana.Entah kenapa, nyali Sitta tiba-tiba saja ciut melihat betapa terpukulnya Kahfi atas sikap Bulan di parkiran hotel tadi.Sitta yang terlalu bingung harus melakukan apa, hanya bisa terpaku menatap Kahfi dan Bulan yang terlibat adu mulut di parkiran mobil.Kahfi yang menjelaskan pada Bulan tentang seluruh perasaannya selama ini, sementara Bulan yang meminta Kahfi untuk tidak lagi mengganggunya.*"Aku dan Sitta hanya menikah di atas kontrak, Bulan, kamu tau itu, kan? Aku sama sekali tidak mencintai Sitta, karena satu-satunya wanita yang aku cintai selama ini
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak