Dennis membersihkan tenggorokannya. Ia akhirnya menuruti, saran bundanya untuk bertemu Alena. Wanita yang akan ia jadikan masa depan.
Hari ini, Dennis hanya memakai pakaian santai, kemeja kotak-kotak kecil garis merah dengan warna dasar dongker dan celana jeans belel. Dennis juga memakai topi, sebelum berangkat ke restoran yang dijanjikan, ia pergi dulu ke rumah bundanya, dan banyak mendapat wejangan.
"Bunda jadi ingat papah kamu saat masih muda. Sama persis." Dennis hanya berdiri kaku di sana, melihat mata bundanya yang sudah berkaca-kaca. Wanita yang sudah berumur tersebut, hanya memakai daster rumahan, dengan warna biru les merah. Dennis melihat ke arah ayahnya yang duduk tenang, tak banyak bicara sama seperti dirinya.
"Pokoknya bang, kali ini harus jadi. Jangan kaku-kaku amat jadi orang. Kalau bingung mau ngomong apa, chat bunda, biar bunda ajarkan kata-katanya." Darren terkekeh, pada tingkah istrinya. Ada saja, kelakuan ajaibnya, yang membuat hidupnya tak pernah sepi.
"Hm."
"Abang, kalau bunda dapat laporan dari Alena yang nggak-nggak, bunda merajuk dan bawa Danish hidup sama bunda sekalian Bella juga." Dennis mengerutkan dahinya. Ancaman bundanya, selalu membuatnya tak bisa mengelak apapun.
"Anak orang bunda."
"Biarin! Siapa suruh, nggak mau cari pasangan. Biar abang tahu, kalau hidup abang itu kesepian."
Dennis melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Lelaki itu memandang ayahnya dan bundanya bergantian. Ia tak banyak berharap pada pertemuan kali ini, yang pasti semua Dennis lakukan demi bundanya. Perintah sang raja hutan adalah mutlak.
"Yaudah, pergi dulu." Dennis mencium pipi bundanya.
"Semangat bang, bunda nggak mau kamu kesepian. Umur abang udah lebih dari cukup buat punya pasangan bang." Dennis mengangguk. Cepat luluh, jika bundanya yang berbicara.
"Bentar." Dennis berdiri, melihat ke arah bundanya yang berlari ke belakang. Ia menatap ayahnya, yang hanya diam.
"Papa nggak bisa bilang apa-apa. Kamu tahu yang terbaik buat hidup kamu. Cuman, coba ikutin saran bunda. Bunda sayang anak bunda semuanya, bunda lakuin semua buat kalian bahagia. Papah sangat tahu bundamu, dia manusia paling baik, dia mau nolong siapa aja walau tak kenal. Apalagi buat kebahagiaan anak sendiri." hati Dennis menghangat. Ia bersyukur mempunyai keluarga yang luar biasa. Walau kelakukan keluarganya bar-bar dan suka berisik, tapi Dennis menyanyangi semuanya.
"Ya." Darren hanya bisa tersenyum. Tak tahu kenapa putra sulungnya begitu tertutup dan sangat kaku.
"Kalau punya masa lalu yang buat abang kayak gini, cobalah berdamai. Abang nggak bisa terus-terusan menyiksa diri." Dennis memandang lekat ayahnya. Mungkin ayahnya bisa merasakan, apa yang ia rasakan.
"Ya."
"Nah ini, udah susah bangat bunda nyarinya. Nih lihat bang. Bunda sampai bongkar semua barang, topi papah. Coba pakai, mana tahu bisa gaet cewek cepat." Ilona mengibas-mengibas topi yang ia berhasil ia bongkar di dalam koper. Topi milik Darren saat masih muda.
"Udah bersih. Nah, coba pakai." Ilona tersenyum dan memberi topi tersebut pada Dennis. Dennis memperhatikan topi yang rupanya senada dengan kemeja yang ia pakai.
"Makasih."
"Jangan lupa, lapor perkembangannya kesini. Udah tak sabar, bunda gendong cucu." Ilona mengedipkan matanya, pada putra sulungnya. Dennis hanya mengembuskan napas lelah.
"Kan bunda sudah punya Danish."
"Bunda mau rumah ramai. Jadi, abang harus buat banyak anak. Kalau boleh kembar, kayak adik kamu." Dennis melirik lagi ke ayahnya yang hanya mampu tersenyum, karena tingkah ajaib istrinya.
"Yaudah abang pergi dulu."
"Semangat bang! Alena itu cantik bangat, bunda tuh tahu, mana wanita cantik sama biasa aja. Selera bunda tuh tinggi." Dennis hanya berjalan keluar.
"Bang, ditunggu kabar baik!" Ilona berteriak lagi. Dennis hanya menggeleng. Ilona berbalik dan melihat ke arah suaminya yang duduk di bangku kebesarannya.
"Papah, apa kita perlu nambah adik buat Ai?" goda Ilona sensual, berjalan ke arah Darren, dengan tatapan liar, Ilona langsung naik ke pangkuan suaminya. Ilona memengangi wajah suaminya, ia tak pernah bosan memandangi wajah suaminya, dan Darren hanya bisa menelan ludahnya.
"Ayo pah. Bunda, mau nambah adik buat Ai aja. Anak bunda, nggak bisa produktif kayak kita." Ilona menarik suaminya ke dalam kamar. Yang hanya diikuti Darren dengan senang hati.
_____________________________Dennis masih menunggu Alena datang. Tadi ia sempat diganggu Darris—adiknya yang seperti dajjal. Cowok itu menggoda Dennis dan mengatakan ingin ke rumah Dennis ingin mengapeli Azyan yang berada di rumah bersama Baby Danish.
Laki-laki itu membuka ponselnya. Dan apa yang membuat Dennis terpana, foto Azyan yang sedang mengendong Baby Danish sambil tersenyum tulus ke bayi merah tersebut. Danish merupakan nyawa tersendiri bagi Dennis.
Beep!
Ada sebuah pesan masuk. Adik laknatnya—Darris mengirim video Azyan yang sedang berberes rumah.
"Kita live ya guys... buat cewek-cewek di luar sana yang udah ngejar dan kode ke aku, maaf bangat bukan nggak mau. Kalian tak tahu, aku udah punya istri.." terlihat Darris yang mejeda kalimatnya dan seperti orang yang pura-pura berpikir keras. Dennis mengepalkan tangannya. Adiknya memang dajjal, berwujud manusia.
"Nah, istri aku. Selama ini, kami diam-diam aja. Kan masih muda, lagian Bella juga nggak mau semua orang tahu. Dan lihatlah keajaiban terakhir, ini anak aku dan Bella."
Slap!
Dennis langsung meletakan ponselnya dengan kasar. Ada saja tingkah jahil adiknya yang membuat ia kesal. Saat mereka masih kecil, ia sering diisengi oleh Ilana, saat beranjak dewasa, Ilana tak lagi jahil, malah sifat jeleknya menurun ke adiknya Darris.
Bungsu di keluarga raja hutan tersebut sangat jahil, mungkin karena ia anak bungsu, jadi semua perhatian tertuju padanya.
Dennis melihat ke arah ponselnya yang bergetar. Dan masih saja Darris menganggunya, karena kesal akhirnya Dennis memblokir saudara kandung yang sama jenis kelamin.
Dennis melihat keadaan sekeliling, dan melihat ke arah wanita cantik yang sudah berdiri di sana. Wanita dengan rambut tebal, terawat, lipstik merah khas menggoda. Cantik. Sangat terawat. Benar, bundanya tak salah memilih wanita cantik.
"Aku lihatin dari tadi loh. Kayaknya serius bangat lihatin HP-nya." Dennis hanya mengangguk, pada sapaan ramah dari Alena.
Keduanya bersalaman. Alena duduk di depan Dennis dan memanggil waitress. Dennis memperhatikan kuku terawat milik Alena yang dicat berwarna merah terang.
"Jadi gimana kerjaan?"
"Lancar." Alena tersenyum. Ia sudah banyak kali mendapat laporan Bunda Dennis maupun dari Ilana—sahabatnya, bahwa abangnya manusia yang sangat kaku. Dan Alena tidak mempermasalahkan itu. Sudah lama, diam-diam ia memperhatikan Dennis, walau laki-laki itu tak pernah menyadari kehadirannya.
"Kamu?" Alena tersenyum, walau kaku, Dennis bisa membuka obrolan ternyata.
"Untuk sekarang masih jadi freelance model." Dennis diam, dan memperhatikan wanita cantik di depannya. Apa ini wanita masa depan yang bisa menjamin dan merawat Danish?
"Saya sudah punya anak." ujar Dennis langsung to the point.
"Aku tahu. Itu bukan anakmu, Nana udah cerita semuanya. Namanya Danish umur 6 minggu, punya pengasuh namanya Bella." Dennis seperti tak suka Alena menyebut Azyan dengan kata pengasuh. Ia merasa seperti 'rendah' padahal Azyan masih bisa mendapat masa depan yang lebih cerah lagi. Justru, gadis itu yang menyelamatakannya. Menjadi Nanny itu pekerjaan yang sangat mulia, setara dengan seorang ibu. Bagaimana mereka anak orang dengan sepenuh hati, walau bukan anak kandung sendiri.
"Aku mengerti, kalau emang nggak mau buru-buru. Aku juga masih nikmatin masa muda aku, kerjaan juga belum tetap." satu kata Dennis untuk Alena : songong.
"Ya."
"Sesekali, nanti ajak dong Danish. Aku suka anak kecil, ya walau belum bisa ngurus." Dennis memperhatikan Alena saat, gadis itu menyedot minumannya. Tiba-tiba gadis itu menarik sedotan dan meletakan di atas meja. Alena menatap Dennis yang memperhatikannya.
"Nggak boleh minum pakai sedotan, nanti cepat keriput." Dennis bisa menilai, Alena sangat menjaga penampilannya. Mungkin hal ini bisa dimaklumi dan sangat wajar, tubuh dan penampilan adalah aset utama menjadi seorang model.
Dennis menyesap capucino miliknya. Alena memandangnya lagi, cowok itu memandang lawannya datar. Tak ada getaran sama sekali, walau makhluk di depannya begitu cantik. Apa Dennis tak punya hati? Entahlah, ia sendiri tak bisa menjawabnya.
"Mungkin kapan-kapan, kita bisa berlibur bersama."
"Boleh."
"Aku tuh kenal bangat sama bunda kamu, papahmu juga, sama adik-adikmu juga, sudah akrab semuanya."
"Oh iya." Alena memutar-mutar gelas panjang bekas orange juice yang masih berisi setengah. Demi apa, otaknya mendadak tak berfungsi, karena jawaban Dennis yang begitu apa adanya. Ia harusnya mengulik kebiasaan dan apa kesukaan Dennis. Ilana bilang abangnya suka berenang, suka menggambar dan suka mengoleksi ikan. Dan kata Ilana lagi, hobby baru Dennis adalah merawat bayi. Alena jelas buta pasal bayi, bahkan sebelum kesini ia belum belajar materi, dan ilmu parenting agar bisa nyambung ngobrol bersama Dennis. Alena menyesal akan ini. Ia mengira, kebiasaannya tampil di depan publik, tak lagi masalah jika ia hanya berhadapan dengan Dennis sebiji, nyatanya ia salah besar.
"Jadi bayinya?"
"Oh, dia bayi yang sangat mengemaskan. Begitu cerdas, walau belum terlihat. Tapi setiap menatapnya suka tak tahan, mau dicium." Alena hanya menganga. Hampir 15 menit ia duduk bersama Dennis Nortman dan baru kali ini, ia melihat lelaki itu begitu ekspresif, gaya bicaranya yang santai, lugas dan terpancar jelas raut bangga. Dennis bangga, memiliki bayi Danish yang mengemaskan.
"Aku turut senang mendengarnya."
Dengan semangat Dennis mengangguk. "Tentu saja. Setiap orang tua pasti berbangga, memiliki bayi yang sangat mengemaskan."
"I bet, he's so adorable."
"He is." dengan cepat Dennis mengambil ponselnya dan menunjukan tangkapan layar Danish yang isinya ratusan. Dennis was a proud daddy.
"How cute he is." puji Alena tulus. Ia yang melihat Baby Danish lewat gambar saja, langsung jatuh cinta, bagaimana dengan Dennis yang bersamanya dan bisa memegang bayi mengemaskan itu.
"Gemesin." rasa bangga memenuhi rongga dada Dennis, ia tersenyum sumringah. Ia bangga, ia bangga menjadi orang tua dari seorang bayi yang sangat mengemaskan. Ia bersyukur masih diberi kesempatan bisa merawat dan merasakan langsung bagaimana mengurus Baby Danish.
"Kapan-kapan, ajak aku. Atau bisa bawa pas pertemuan kedua kita." Dennis hanya mampu tersenyum.
_____________________________Niat hati mau leha-leha, karena Baby Danish sedang istirahat. Azyan juga manusia biasa, ia ingin merasakan bagaimana menjadi remaja normal lainnya. Menonton drama picisan, yang membuat ia merasai umurnya yang sebenarnya. Saat Azyan hendak marathon nonton drama Korea, Darris sudah berdiri di depan pintu. Cowok tampan itu, hanya memamerkan giginya.
"Nonton seorang-seorang, ajak abang." Azyan merasa tak nyaman, tapi Darris tetal masuk ke dalam, dan duduk di samping Azyan. Keduanya duduk lesehan di lantai, dan meletakan laptop berwarna abu-abu tersebut menyala. Azyan semakin merasa tak nyman, ketika ia mencium parfum Darris.
Drama diputar, dari adegan seorang wanita cantik yang baru saja turun dari mobil mewah. Wanita itu membuka kaca mata hitamnya, dan masuk ke dalam gedung mewah tersebut, dengan membungkukan badannya, pada orang yang ditemui.
"Bell." Darris mencolek-colek tubuh Azyan, membuat gadis itu makin tak nyaman. Azyan sedikit menjauh, ia melihat ke bawah. Mereka menduduki karpet empuk berwarna coklat.
Tiba-tiba Azyan teringat saat ia pingsan tempo hari. Ia terkena anemia. Tapi Azyan tak bilang pada Dennis, ia cepat merasa kelelahan. Saat Azyan tak bisa menguasai dirinya, Dennis hanya menepuk-nepuk pipinya. Azyan mendengar, tapi ia tak kuasa untuk bangun, akhirnya Azyan hanya menggenggam tangan Dennis yang hangat, perlahan membuat aliran darah yang mengumpul di otak, kembali normal, mengalir kel seluruh tubuh.
Ketika Azyan sadar, ia semakin menggenggam tangan Dennis kuat tak ingin melepaskan lelaki itu. Azyan ingin menjadikan Dennis tempatnya berlindung.
Air mata Azyan hanya mengalir saat Dennis bertanya, Azyan hanya memalu menggeleng. Ia tak ingin Dennis khawatir. Memangnya dia siapa, Dennis harus mengkhawatirkannya?
Azyan melirik pada Darris yang sudah larut dalam drama yang ada di laptop. Cowok itu menonton adegan, sepasang kekasih yang berbicara intim di bawah runtuhan bunga sakura. Darris menelan ludahnya, kapan ia bisa pergi berlibur mewah seperti itu bersama Azyan. Butuh berapa tahun ia menabung?
"Bella ambil makan." walau Kesal, Azyan akhirnya mengangkat bokongnya dan membawa beberapa makanan ringan di hadapan mereka, beserta minuman.
Azyan langsung berlari ketika mendengar suara Baby Danish. Gadis itu dengan sigap memasuki kamar. Semuanya refleks. Azyan sudah tahu, jika menangis seperti ini, Baby Danish buang air atau minta makan, walau matanya terus saja tertutup.
Azyan memeriksa terlebih dahulu, popok bayi itu. Benar saja, segumpal cairan kuning sudah terkumpul di sana. Azyan membersihkan kotoran tersebut. Ia sempat menciumi Baby Danish dan mengganti baju bayi tersebut. Azyan selalu menjaga agar Baby Danish selalu wangi selama 24 jam, jangan ada bau masam. Ia sangat menjaga kebersihan.
Setelah mengganti, Azyan membawa pakaian kotor dan melihat Baby Danish tertidur lagi. Saat melewati rak sepatu yang berantakan, Azyan mengemas semuanya. Ketika gadis itu mendengar ocehan Darris.
"Nah, istri aku. Selama ini, kami diam-diam aja. Kan masih muda, lagian Bella juga nggak mau semua orang tahu. Dan lihatlah keajaiban terakhir, ini anak aku dan Bella." Irish hanya bisa menggeleng, pada ulah iseng Darris. Kali ini, siapa korban cowok itu. Karena berteman akrab dengan Ilene, membuat Azyan sangat hafal, bagaimana isengnya kembaran sahabatnya itu.
"Bella." Azyan medekat ke arah Darris. Laki-laki itu menyuruh Azyan melambai ke kamera di depan, tapi Irish menggeleng. Azyan memilih masuk ke dalam kamar, dan ingin menganggu Baby Danish.
Akhirnya, Azyan mengendong Baby Danish membawa keluar dan menyusukan bayi merah tersebut.
Tentu saja, Azyan menutup aset milikya dengan kain. Tak mungkin, ia membiarkan Darris melihat miliknya.Darris yang seperti anak polos, dan menjadi anak kesayangan di keluarga raja hutan, membuat Ia menatap Azyan dengan menelan salivanya.
"Bella, rasa air susu itu kayak apa?" Azyan diam. Walau ia sedang menyusukan, tapi ia tak pernah merasakan air susunya sendiri. Jadi orang gila tentu saja, jika mencicipi air susu sendiri. Apa rasanya tidak aneh?
Darris yang masih duduk di karpet bawah, menapat Azyan yang begitu lihai mengurus anak.
"Bella, aku boleh rasa air susu Bella nggak?" pinta Darris sungguh-sungguh.
_____________________________Emak susah bangat, buat karakter polos. Kalau nulis pasal mesum cepat bangat😣😣😣😔😔😔. Otak emak udah tak sehat.Tandain typo ya. Biar emak edit nanti, sering terbalik, nama Azyan ke Irish. Soalnya karakter mereka sama-sama polos tak berdosa. Walau Irish gak lagi 😂😂🤔. Kejap lagi, kepolosan Azyan dinodai Darris 😂😂😂.
Lebih suka Dennis-Azyan
Atau Azyan-Darris.Emak suka yg mesum biar seru. Nggak sepi hidupnya 😂😂.
Komen dan bintang ya😘😘😘😘😍😍😍.
"Anjirrr lah." umpat Darris. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang keras mendarat tepat di kepalanya. Sakit tentu saja. Lelaki itu melihat benda apa yang melayang ke kepalanya, dan itu kunci mobil. Ia melirik ke sana, dan melihat tatapan abangnya yang ingin membunuhnya."Papa pulang. Anak lagi tidur, tuh mama lagi nyusuin." canda Darris sambil meringis, karena rasa kepalanya seperti mau copot. Sakit sekali.Dennis masuk dan duduk di sofa ujung. Ia mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon, dan menloudspeaker, ponsel tersebut."Gimana bang berhasil? Ah... bunda senang bangat nih, ada pencerahan." Darris menoleh pada abangnya, itu suara bundanya."Jangan kasih uang ke Darris selama seminggu. Dia bicara tak senonoh, bahkan mau buat mesum!""Ada apa ini?" suara Ilona di ujung terdengar panik. Darris hanya menganga. Gila! Abangnya nekat, dan jika ancamannya uang, ia tak bisa buat apa-apa. Karena ia tak puny
Familier.Dennis semakin menelan salivanya. Lelaki itu merasa dalam hidupnya, tak pernah berciuman dengan siapapun. Tapi, ia merasa seperti sudah pernah berciuman sebelumnya. Dengan siapakah? Mustahil, jika ia pernah berciuman dengan Azyan, padahal mereka baru kenal satu bulan terakhir.Dennis memiringkan wajahnya, meraup apa yang ada dalam mulut Azyan yang bisa ia sedot. Laki-laki itu meremas rambut tebal Azyan. Ia suka rambut Azyan."Em..." tanpa sadar Azyan mendesah. Ciuman ini membuatnya mabuk. Gadis polos dan pemalu dan tak melekat pada dirinya, Azyan menyambut ciuman dengan rakus. Gadis itu menutup matanya, membiarkan perasaannya makin mengakar. Walau tak ada yang tahu bagaimana perasaan Azyan pada Dennis.Keduanya tak ingin ada hari esok."Sorry." Azyan masih menunduk, ia tak berani menatap Dennis. Demi apa, ia terbawa perasaan membalas ciuman Dennis. Walau Dennis yang memulai, harusnya
Kedekatan Dennis dan Azyan sangat intens. Bahkan, tak ada rasa canggung di antara keduanya. Keduanya saling bertukar peran mengurus Baby Danish. Bayi berumur empat bulan, yang sedang belajar duduk. Semakin hari, Azyan dan Dennis semakin gemas dengan pertumbuhan bayi gendut tersebut.Seperti sekarang. Azyan sedang berjongkok, dengan Dennis yang berusaha menundukan Baby Danish walau bayi itu terjatuh lagi. Keduanya terus tertawa, ketika bayi merah itu hanya bisa mengikuti permintaan aneh-aneh orang dewasa yang sangat menyayanginya.Sekarang, Baby Danish sedang Dennis dudukan di sofa empuk dengan banyak bantal lembut yang mengelilinginya."Ahahaha nggak kuat, gendut bangat sih soalnya." Azyan menertawakan bayi merah yang membuat hari-harinya tak pernah sepi."Iya gendut." wajah Azyan memerah. Semakin hari, ia melihat Dennis semakin tampan. Terbesit rasa untuk memiliki lelaki itu begitu kuat. Tapi Azyan sadar, dir
"Selamat pagi bini." entah dari mana, Darris sudah berlari dan memintir leher Azyan. Bodohnya, Darris baru sadar kalau Azyan bukan kembarannya dan melihat abangnya yang melihatnya dengan melotot, siap melahap adiknya."Kebiasaan tuh tangan. Saya bilang bunda, jadi setahun nggak dapat duit!" ancam Dennis."Sorry, gue anak bontot, anak kesayangan mana bisa dihukum lama. Bunda mana tega." ujar Darris songong."Aduh..." cowok itu mengadu kesakitan, ketika kembarannya, sudah menendang masa depannya. Ilene menendang senjata Darris. Membuat cowok itu memegang miliknya. Azyan hanya ingin tertawa atau menangis melihat Darris yang kesakitan. Azyan melirik Dennis, laki-laki yang memakai topi warna hitam tersebut hanya diam dan memandang adiknya datar, tak ada ekspresi. Dan Darris berjalan terseok-seok menuju fakultasnya.Azyan mendekat ke arah Baby Danish yang membuka matanya. Bocah itu tak perlu digendong, ia punya baby
Cara Membuat Pria Bertekuk Lutut Tanpa Mengandalkan Fisik.1. Cerdas2. Independen3. Terorganisir4. AnggunAzyan merasa, sudah mengantongi 3 syarat di atas. Ia hanya perlu jadi yang terakhir, agar misinya berhasil, membuat Dennis bertekuk lutut. Karena baginya, ia bukan wanita anggun. Demi rencananya, Azyan harus menemui Alena. Ya, modus untuk melihat, seperti apa wanita anggun itu.Jadi, hari ini Azyan akan mengikuti Dennis berkencan. Menjadi seorang nanny, demi misinya, karena ia akan menjadi mommy seutuhnya untuk Danish, bukan lagi nanny. Walau orang lain mengenalnya sebagai nanny, bagi Azyan Danish anaknya, putra kandungnya. Karena ia yang memberi ASI, dan mengurus dengan tangannya sendiri, jadi Danish miliknya, bukan wanita lain. Kegoisannya sebagai ibu terusik, ketika anak semata wayangnya akan diambil orang. Dan ketika Danish besar akan mengenal Alena sebagai ibunya, bukan Azyan, padahal gadis itu yang meraw
Tak! Tak! Taaaakkkkkkkk....."Aduh..." ringis Azyan, baru tiga langkah ia sudah jatuh duluan, bahkan tali sepatu hampir putus."Nasib baik saya yang gendong Danish." omel Dennis mengulurkan tangannya, menarik Azyan yang terjatuh. Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya. Padahal, Azyan melakukan semua itu demi Dennis. Karena melihat bagaimana Alena dan Ilana memakai heels tinggi yang mengema, Azyan melebarkan sayapnya. Gadis itu diam-diam membeli heels, sebagai pemula Azyan membeli yang 8 cm, gadis itu belum berani menyentuh yang 12 cm. Tapi, baru tiga langkah, ia sudah jatuh.Hari ini Azyan memakai dress kembang-kembang motif bunga, agar ia terlihat seperti wanita sungguhan. Rambutnya ia gerai, dan memakai sedikit jepit rambut sebagai pemanis di rambut hitamnya.Walau sudah berdiri, Azyan oleng lagi. Beruntung, Dennis masih memegang tangannya."Buang aja sepatunya." Azyan diam-diam mengerutu, ta
Makhluk mengemaskan. Jika bagi orang lain, makhluk paling mengemaskan itu kucing, bagi Azyan tetap anak semata wayangnya. Apalagi Danish yang perlahan bisa menyeimbangkan tubuhnya, sehingga bisa duduk. Bahkan, yang membuat Azyan makin geram, bayi itu sudah tumbuh gigi, yang membuatnya makin mengemaskan di mata semua orang. Bahkan kalau tak ingat Danish bernyawa, Azyan akan mencium bayi itu sampai lemas.Azyan membiarkan Danish menggigit apa yang ada di sekitarnya, karena gigi bayi itu sedang gatal karena proses tumbuh. Azyan sedang membereskan kamarnya, melihat bayinya semangatnya terus berkobar untuk belajar, bekerja. Semua karena Danish. Azyan bersyukur bayi ini masuk dalam kehidupannya.Azyan hanya mendudukan bayinya, dengan banyak bantal di sekelilingnya. Agar, Danish aman jika terjatuh.Azyan sedang melipat pakaiannya, dan merapikannya, menata kembali kamarnya, walau bagi orang lain, kamarnya rapi. Azyan tak suka meli
"Eum..." Azyan hanya bisa melenguh, ketika tanpa ampun Dennis melumat bibirnya. Padahal, posisi gadis itu sedang mengendong Danish. Azyan sedang di dapur ingin membuatkan susu untuk dirinya sendiri, ketika ia sedang sibuk. Dennis malah memberinya gendongan Danish, Azyan hanya menurut, tanpa tahu kalau Dennis tiba-tiba menciumnya tanpa ampun. Padahal, ada Danish di antara mereka. Mata bayi tak berdosa itu terbuka lebar.Dennis menyedot habis bibir Azyan. Ia seperti lapar dan haus akan bibir mungil tersebut. Bibir yang kalau dikerucutkan, akan berbentuk hati."Eumm..." Dennis juga masih mengeluh. Tak peduli, jika kehabisan napas sekarang. Mereka tak sadar, jika Danish terjepit di antara mereka. Dengan bayi itu mulai merasa sesak, dan bergerak gelisah, walau Azyan maupun Dennis tak sadar.Dennis semakin memiringkan wajahnya, dan memainkan rambut tebal hitam Azyan dan menciumnya dari berbagai posisi. Dennis mengabsen semua gigi kelinci Azyan. Gadis manis yang takkan bosan dipandang."Ahhhh
"Manusia bisa punya rencana, tapi Tuhan yang menentukan."Kata-kata bullshit yang bikin Azyan muak. Semua orang akan sok bijak pada waktunya, dan ia tak ingin mendengar kata-kata laknat itu. Dua tahun, ia dan Dennis jungkir-balik program kehamilan dan sampai saat belum ada kabar bahagia tersebut.Setiap bulan, Azyan harus bolak-balik kamar mandi memegang testpack dan hasilnya tetap garis satu. Kadang gadis itu menangis diam-diam, tapi tak pernah tunjukan di depan suami, karena tak ingin menunjukan di depan suami kelemahannya yang membuat Dennis semakin banyak pikiran san beban. Iya tahu, Dennis juga stress dengan semua ini. Bagaimana semua cara mereka lakukan agar menambah anggota keluarga tapi tetap Tuhan belum mengizinkan atau memang Tuhan cukupkan.Danish sudah memasuki Pra Sekolah. Saat mengurus Danish, membuat perhatian Azyan sedikit teralihkan dengan anaknya. Terkadang ia berpikir, mungkin Tuhan menginginkan agar ia
"Ini serius?" Azyan berbalik pada Dennis dan mencoba bertanya meyakinkan penglihatannya. Matanya masih jernih, ia belum rabun, Azyan belum butuh kacamata, rambutnya belum putih hingga ia belum pikun dan juga, ia sedang tidak bermimpi.Siang ini, Dennis mengajaknya ke sebuah rumah makan di pinggir laut. Azyan mengira, mereka hanya makan seafood seperti orang pergi, ke rumah makan dan memesan sesukanya. Tapi Dennis mempunyai kejutan lain. Laki-laki itu, memberinya banyak kerang di hadapannya. Azyan juga mengira mereka akan berburu kerang hari ini. Tapi, Azyan selalu salah dari dugaannya. Laki-laki itu sengaja memberinya, banyak kerang yang di dalamnya terdapat banyak mutiara berbagai warna. Makanya, Azyan tak percaya dengan penglihatannya.Azyan awalnya meringis, ini disebut romantis atau menjijikan?"Saya sengaja memberi kamu ini, biar kamu tahu bahwa kamu berharga seperti mutiara. Langka tapi sangat berharga dan begitu can
Kebahagiaan demi kebahagiaan menghampiri Azyan. Saat ini, usia Danish sudah berumur 2 tahun. Tentu, makin pintar dan tetap mengemaskan seperti biasa. Dennis hanya bisa geleng-geleng, jika anak semata wayangnya sangat cerewet seperti neneknya si raja hutan.Ngomong-ngomong raja hutan, Azyan masih tak percaya jika ia mempunya mertua yang cantik, enerjik dan tak pernah terlihat tua. Garis kecantikannya masih bersinar, walau sudah kepala lima.Azyan menoleh pada anaknya yang sedang bermain. Gigi Danish yang dulunya hanya dua biji, sekarang sudah banyak gigi. Bahkan, Danish rajin menyikat gigi, karena ajaran dari ibunya. Membuat Dennis tak berhenti bersyukur dan kagum, dengan didikan Azyan. Dia benar ibu yang hebat, Dennis tak salah memilih orang. Berawal dari musibah, mereka menjadi keluarga kecil yang sempurna, di dalam rumah mereka hanya ada kebahagiaan di dalamnya. Membuat semua orang betah bertamu ke rumah Dennis.Darris s
Terdiam untuk waktu yang lama. Semua orang sedang senyap, mengheningkan cipta. Hanya Danish yang mulai risih berada dalam gendongan ibunya."Mam.." Danish mengulurkan tangannya, meminta biskuit yang ibunya beri karena bayi ini tak bisa diam dalam gendongan. Tak puas, karena terus terkurung dalam gendongan, Danish ingin turun. Bayi itu terus menunjuk ke bawah, minta diturunkan. Ayolah, dia sudah bisa jalan kenapa harus digendong terus?Dennis menoleh mengode pada istrinya agar menurut saja, karena bayi itu risih dan belum mengerti apa yang terjadi.Azyan akhirnya pergi dari sana.Hari ini adalah peringatan hari kematian Jasmine. Tanggal 24 Agustus. Dan Dennis hadir untuk memperingati kepergian Jasmine untuk selamanya, dan datanglah semua keluarga Jasmine.Saat Azyan pergi, Danish menangis tangannya ia ulur padanya. Danish ingin bersama Yaya."Yaya." Azyan menggeleng. Tapi D
Azyan tengah bersiap-siap, untuk pergi memenuhi undangan Dennis. Surprise. Walau ia sudah menduga surprise seperti apa. Tapi, Azyan akan pura-pura tak tahu, bahagia demi menyenangkan hati pasangannya.Anak mereka—sebut saja anak mereka, karena buatnya berdua. Danish sedang bermain, Azyan senang bayi itu sudah pandai bermain. Ia akan jengkel dan menangis ketika mainan yang ia mau tak bisa dikunyah.Azyan sudah memandikan Danish memakaikan baju yang rapi, bedak, minyak wangi. Azyan tak tahu, jika sudah besar wajah Danish terlihat lebih mirip seperti Dennis sekarang, padahal dulu saat bayi ia senang wajah Danish mirip dirinya.Azyan sedang menyisir rambutnya dan mungkin sedikit bedak yang tipis di pipinya. Ia merasa hari-harinya berubah. Saat Dennis sudah tahu segalanya, ia tak perlu berpura-pura di hadapan suaminya. Azyan mendekati anaknya yang sedang enteng bermain. Dennis benar membelikan banyak mainan untuk Danish. Membuat bayi itu langsung banya
"Bunda ..." Dennis berbalik pada bundanya. Dennis tahu, pasti bundanya juga menyimpan sesuatu yang tak beres disini."Kejarlah. Dia pasti punya alasan."Dennis langsung berlari, turun dari panggung. Ia mencari di mana ponselnya, dan segera menyusul Azyan.Ketika menjumpai ponselnya, Dennis melihat Azyan memberinya pesan.ABella : Jumpa di cafe Tebing.Sekarang masih siang, tapi cuaca selalu mendung seperti suasana hati Dennis tak sudah karuan seperti sekarang. Laki-laki itu memasukan ponsel dalam sakunya dan bergegas pergi. Ia harus mengejar Azyan, dan meminta penjelasan dari semua ini. Mengapa tiba-tiba Azyan menolaknya? Apa gadis itu sudah menemukan sesorang pengganti dirinya? Kenapa Azyan bisa begitu tega menolaknya? Padahal Dennis tahu, gadis itu juga mencintainya. Siapa yang tiba-tiba mencuci otak gadis itu?Dengan gerimis yang mengundang rindu, Dennis menyusul Azyan
Minggu yang sibuk.Dennis ingin memastikan semuanya berjalan seperti yang ia mau. Sempurna—untuk orang yang sempurna."Saya ingin dekornya warna hijau, jadi nanti panggungnya dibuat bulat gitu." Dennis menjelaskan bagaimana dekornya nanti. Ia yang turun tangan sendiri, memastikan semuanya seperti yang ia inginkan. Biasanya, hal-hal seperti ini bundanya yang akan turun tangan, tapi sekarang Dennis ingin membuatnya sendiri, ingin membuat Azyan terkesima dan meyakinkan gadis itu, ia tak pernah salah memilih.Pekerjaan telah dimulai, besok hari H. Dan saat itu, Dennis akan berdidih dengan gagah dan berani, sambil meminta anak gadis orang untuk menghabiskan masa tua mereka bersama."Zyan, maukah kamu menemani saya sampai hari tua?""Zyan, saya tahu. Saya dulu brengsek dan juga bodoh, telah menyia-nyiakan kamu, sekarang saya ingin kita menghabiskan masa kita bersama, menua bersama bersama
"Maaf, saya hanya laki-laki brengsek dan juga pengecut mungkin. Membawa kamu terbang tinggi dan tiba-tiba harus memutuskan ini tiba-tiba." ujar Dennis sungguh-sungguh. Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang dan ya, Azyan rumah terakhirnya. Tempatnya berlabuh. Azyan dan Danish harta yang paling berharga yang tak bisa ia sia-siakan.Dennis juga sedikit banyak, sudah tahu bagaimana sifat Azyan yang sebenarnya. Gadis pemalu, kalem dan juga, ia akan bersifat manja sewaktu-waktu. Keluarga bahagia impiannya sebentar lagi tercapai."Jadi maaf sekali lagi.""Hahaha. Santai aja, sebenarnya aku cuman bantu kamu dulu buat kamu ingat kembali ke masa lalu, maksudnya ingat keluarga kecilmu, ingat anakmu. Tapi sepertinya nggak ya?" tanya Alena seperti merasa tak enak pada amnesia yang dialami Dennis."Ya saya tak ingat sama sekali, yang saya tahu Zyan hanya pengasuh buat Danish. Bayi yang diadopsi dari panti asuhan. B
Dennis semacam membenci teknologi, karena selalu membawa berita buruk dalam hidupnya. Atau memang Dennis benci dirinya sendiri, karena saat-saat seperti ini, ia tidak bisa berbuat apa-apa.Laki-laki itu butuh suatu pelampiasan untuk meledakan semua amarah yang ia simpan sendiri. Begini tak enaknya jadi lelaki, harus menahan segala emosi, membuat kasus bunuh diri lebih banyak dilakukan kamu adam. Jika wanita dianggap lemah, mak laki-laki harus serba kuat, bahkan laki-laki tak boleh menangis. Dan Dennis benci pada keadaan sekarang, ia tak bisa meluapkan semua perasannya yang terasa menyesakkan di dada. Dennis ingin berteriak di mana Azyan dan Danish sekarang? Bahkan, pesan Alena ia abaikan, seperti suara cicak di dinding yang berlalu begitu saja.Dennis pulang, pulang dengan tangan kosong, dada yang terasa berat dan kepala yang penuh prasangka yang buruk. Jika tidak bisa meminjam sempak Superman, Dennis ingin meminjam palu milik Thor. Atau t