Tak! Tak! Taaaakkkkkkkk.....
"Aduh..." ringis Azyan, baru tiga langkah ia sudah jatuh duluan, bahkan tali sepatu hampir putus.
"Nasib baik saya yang gendong Danish." omel Dennis mengulurkan tangannya, menarik Azyan yang terjatuh. Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya. Padahal, Azyan melakukan semua itu demi Dennis. Karena melihat bagaimana Alena dan Ilana memakai heels tinggi yang mengema, Azyan melebarkan sayapnya. Gadis itu diam-diam membeli heels, sebagai pemula Azyan membeli yang 8 cm, gadis itu belum berani menyentuh yang 12 cm. Tapi, baru tiga langkah, ia sudah jatuh.
Hari ini Azyan memakai dress kembang-kembang motif bunga, agar ia terlihat seperti wanita sungguhan. Rambutnya ia gerai, dan memakai sedikit jepit rambut sebagai pemanis di rambut hitamnya.
Walau sudah berdiri, Azyan oleng lagi. Beruntung, Dennis masih memegang tangannya.
"Buang aja sepatunya." Azyan diam-diam mengerutu, ta
Makhluk mengemaskan. Jika bagi orang lain, makhluk paling mengemaskan itu kucing, bagi Azyan tetap anak semata wayangnya. Apalagi Danish yang perlahan bisa menyeimbangkan tubuhnya, sehingga bisa duduk. Bahkan, yang membuat Azyan makin geram, bayi itu sudah tumbuh gigi, yang membuatnya makin mengemaskan di mata semua orang. Bahkan kalau tak ingat Danish bernyawa, Azyan akan mencium bayi itu sampai lemas.Azyan membiarkan Danish menggigit apa yang ada di sekitarnya, karena gigi bayi itu sedang gatal karena proses tumbuh. Azyan sedang membereskan kamarnya, melihat bayinya semangatnya terus berkobar untuk belajar, bekerja. Semua karena Danish. Azyan bersyukur bayi ini masuk dalam kehidupannya.Azyan hanya mendudukan bayinya, dengan banyak bantal di sekelilingnya. Agar, Danish aman jika terjatuh.Azyan sedang melipat pakaiannya, dan merapikannya, menata kembali kamarnya, walau bagi orang lain, kamarnya rapi. Azyan tak suka meli
"Eum..." Azyan hanya bisa melenguh, ketika tanpa ampun Dennis melumat bibirnya. Padahal, posisi gadis itu sedang mengendong Danish. Azyan sedang di dapur ingin membuatkan susu untuk dirinya sendiri, ketika ia sedang sibuk. Dennis malah memberinya gendongan Danish, Azyan hanya menurut, tanpa tahu kalau Dennis tiba-tiba menciumnya tanpa ampun. Padahal, ada Danish di antara mereka. Mata bayi tak berdosa itu terbuka lebar.Dennis menyedot habis bibir Azyan. Ia seperti lapar dan haus akan bibir mungil tersebut. Bibir yang kalau dikerucutkan, akan berbentuk hati."Eumm..." Dennis juga masih mengeluh. Tak peduli, jika kehabisan napas sekarang. Mereka tak sadar, jika Danish terjepit di antara mereka. Dengan bayi itu mulai merasa sesak, dan bergerak gelisah, walau Azyan maupun Dennis tak sadar.Dennis semakin memiringkan wajahnya, dan memainkan rambut tebal hitam Azyan dan menciumnya dari berbagai posisi. Dennis mengabsen semua gigi kelinci Azyan. Gadis manis yang takkan bosan dipandang."Ahhhh
"Adek tunggu abang. Pokoknya jangan masuk dulu, sebelum abang datang. Ini penantian kita selama ini." lelaki itu terkekeh, masih melihat seorang wanita cantik di layar ponselnya, ia tersenyum begitu manis."Cepat abang..." suara rengekan di ujung telpon."Pokoknya tunggu abang. Iya, abang ngerti sayang.""Lima menit, abang tak sampe adek merajuk." lelaki itu hanya menggeleng sambil menatap layar ponselnya.Braaaaakkkk!!!!Bunyi kaca pecah bersahut-sahutan, dan suara seperti bom meledak, dan teriakan orang-orang di sekitarnya, membuat Dennis tak bisa tenang. Tubuh lelaki itu bergerak gelisah."Adek... adek.. jangan!" teriak Dennis."Zyan!" lelaki itu tersadar. Dennis terbangun, keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Laki-laki itu mengucek matanya. Pukul empat subuh, ia bermimpi buruk. Seolah, sebuah memori kepingan puzle yang berantakan, dan tak bisa i
"Zyan...""Zyan...""Zyan. Keluarlah, dua hari kamu nggak mau keluar. Saya nggak marah, malah saya senang dan bersyukur, identitas Danish jelas. Kamu harus makan, kasian Danish. Jangan hukum diri kamu, apalagi Danish. Tak ada yang marah sama kamu."Berjam-jam, Dennis berdiri di pintu warna gading depan kamar Azyan. Sejak insiden pengakuan itu, Azyan mengunci dirinya. Bahkan, Azyan tak pergi kuliah. Yang membuat Dennis khawatir adalah, Azyan tak makan membuat rasa khawatir Dennis meningkat. Bagaimana Danish makannya? Jika Azyan saja mogok makan."Zyan... kasian Danish. Kamu juga. Tidak ada yang menjudge kamu. Bahkan, bunda dengan senang hati dengarnya. Teman-teman kamu juga. Macam Ai atau Darris, saya kenal betul mereka. Mulutnya aja macam ban bocor, tapi mereka tak sembarang judge orang.""Ayo Zyan." Dennis sudah pada tahap menyerah membujuk Azyan. Gadis itu lebih keras kepala dari siapapu
Rasanya Azyan ingin mencolok mata Darris pakai sendok. Cowok itu terus menganggunya. Keluarga itu sedang sarapan, dan Ilona di bawah menyuapi Darris. Naasnya, Azyan duduk di samping Darris, mau tak mau ia harus mendapat senggolan setiap saat. Kalau boleh, Azyan ingin memijak kaki Darris dengan ujung tumit heels."Kalian masuk kuliah jamnya sama?""Sama bun. Hari Selasa, adek sama Ai jamnya sama Bella juga. Jadi, nanti sama abang perginya. Nanti Ai naik ojek sendiri." goda Darris sambil memainkan alisnya. Lebih baik Azyan bersama Dennis daripada adiknya yang rese.Bugh!Ilene menendang kaki adiknya di bawah meja. Membuat cowok itu mengadu kesakitan."Anjirrr lah!" umpat Darris. Dengan kekuatan cahaya dan sinar laser yang mampu membuat lawan meleleh dalam hitungan detik, Ilona menatap anak bungsunya garang. Dengan laser berwarna merah tepat memancar ke arah Darris."Bisa jad
Jika kamu menyetil ego seorang lelaki. Maka, kamu akan berurusan dengan sifat tak peduli.Azyan menahan sesak di dada. Entah kenapa, ia menyesal telah melukai ego Dennis begitu dalam. Walau lelaki itu tidak marah, tapi dari sikapnya, Dennis memang mengambil tindakan, tidak akan menganggu dirinya seperti yang ia pinta. Melihat, sikap cuek Dennis yang dulu, membuat rasa sedih Azyan bertambah.Karena tak ingin menambah daftar panjang masalah dan rasa sakit yang semakin dalam dan berujung stres, Azyan memilih tinggal di rumah Ilona. Tak ingin pulang, ia tak sanggup melihat sikap cuek Dennis padanya. Walau sifat asli Dennis cuek, tapi Azyan suka Dennis yang sok perhatian, sok manja padanya.Azyan duduk termenung, membiarkan Danish berbaring sambil memasukan mainan dalam mulutnya, perkembangan bayi itu begitu bagus, Danish semakin sehat, membuat siapa saja yang melihatnya pasti gemas. Azyan sebagai seorang ibu, tentu berbangga i
Alena kewalahan menangani Danish. Bayi itu menangis keras. Entah kelaparan atau karena mengantuk. Padahal sudah dibawa susu miliknya. Azyan sedang kuliah, Alena inisiatif membawa Danish agar proses pendekatan, dan sekalian mengukur baju untuk bayi itu.Alena sedang duduk di sofa butik. Giliran Dennis yang mengukur duluan. Sebenarnya Dennis merasa malas sekali untuk memakai tema pink, lebih baik tema putih. Tapi perintah raja hutan adalah mutlak.Laki-laki itu hanya diam, ketika disuruh mengangkat tangan, meluruskan tangan. Diukur, bagian pinggang leher, kaki, lengan. Dennis tiba-tiba mendengar suara tangisan bayi."Bentar dulu. Anak saya nangis." Dennis langsung keluar dari dalam, walau prosesnya belum selesai. Terlihat Danish yang meliuk-liukan badannya, tak mau digendong."Keknya dia lapar." tebak Alena kewalahan menahan tubuh gendut Danish yang beberapa kali hampir terjatuh. Dennis hanya mengangguk dan mengambil alih Danish, dan Dennis tahu masalahnya. Bayi itu kepanasan. Walau di d
"Udah kayak terpaksa gitu senyumnya." tegur Darris di samping Azyan.Malam ini Danish yang jadi bintang. Bayi itu dioper sana-sini, semua orang berebutan ingin mengendong Danish. Dan Azyan, hanya seorang remahan yang harus sadar diri dia itu siapa.Azyan memilih duduk di bagian paling belakang. Dan tempat yang jauh dari terang, dan jauh dari keramaian. Saat, Azyan menyesap minumannya Darris datang menganggunya, dan keduanya duduk di belakang sambil melihat orang lain yang sedang berbahagia.Hari ini, pertunangan Alena dan Dennis dilaksanakan. Di rumah Ilona. Halaman depan rumah Ilona, sudah disulap menjadi, sebuah dekor cantik dan tenda, untuk menyambut dua insan yang akan mengikat janji suci untuk selamanya. Rencana awal, Dennis ingin keluarga inti saja, malah satu RT diundang. Warga satu block, hingga dua block diundang semua dan juga teman-teman Alena. Dennis jelas, tak punya teman.Sesuai tema yang dit
"Manusia bisa punya rencana, tapi Tuhan yang menentukan."Kata-kata bullshit yang bikin Azyan muak. Semua orang akan sok bijak pada waktunya, dan ia tak ingin mendengar kata-kata laknat itu. Dua tahun, ia dan Dennis jungkir-balik program kehamilan dan sampai saat belum ada kabar bahagia tersebut.Setiap bulan, Azyan harus bolak-balik kamar mandi memegang testpack dan hasilnya tetap garis satu. Kadang gadis itu menangis diam-diam, tapi tak pernah tunjukan di depan suami, karena tak ingin menunjukan di depan suami kelemahannya yang membuat Dennis semakin banyak pikiran san beban. Iya tahu, Dennis juga stress dengan semua ini. Bagaimana semua cara mereka lakukan agar menambah anggota keluarga tapi tetap Tuhan belum mengizinkan atau memang Tuhan cukupkan.Danish sudah memasuki Pra Sekolah. Saat mengurus Danish, membuat perhatian Azyan sedikit teralihkan dengan anaknya. Terkadang ia berpikir, mungkin Tuhan menginginkan agar ia
"Ini serius?" Azyan berbalik pada Dennis dan mencoba bertanya meyakinkan penglihatannya. Matanya masih jernih, ia belum rabun, Azyan belum butuh kacamata, rambutnya belum putih hingga ia belum pikun dan juga, ia sedang tidak bermimpi.Siang ini, Dennis mengajaknya ke sebuah rumah makan di pinggir laut. Azyan mengira, mereka hanya makan seafood seperti orang pergi, ke rumah makan dan memesan sesukanya. Tapi Dennis mempunyai kejutan lain. Laki-laki itu, memberinya banyak kerang di hadapannya. Azyan juga mengira mereka akan berburu kerang hari ini. Tapi, Azyan selalu salah dari dugaannya. Laki-laki itu sengaja memberinya, banyak kerang yang di dalamnya terdapat banyak mutiara berbagai warna. Makanya, Azyan tak percaya dengan penglihatannya.Azyan awalnya meringis, ini disebut romantis atau menjijikan?"Saya sengaja memberi kamu ini, biar kamu tahu bahwa kamu berharga seperti mutiara. Langka tapi sangat berharga dan begitu can
Kebahagiaan demi kebahagiaan menghampiri Azyan. Saat ini, usia Danish sudah berumur 2 tahun. Tentu, makin pintar dan tetap mengemaskan seperti biasa. Dennis hanya bisa geleng-geleng, jika anak semata wayangnya sangat cerewet seperti neneknya si raja hutan.Ngomong-ngomong raja hutan, Azyan masih tak percaya jika ia mempunya mertua yang cantik, enerjik dan tak pernah terlihat tua. Garis kecantikannya masih bersinar, walau sudah kepala lima.Azyan menoleh pada anaknya yang sedang bermain. Gigi Danish yang dulunya hanya dua biji, sekarang sudah banyak gigi. Bahkan, Danish rajin menyikat gigi, karena ajaran dari ibunya. Membuat Dennis tak berhenti bersyukur dan kagum, dengan didikan Azyan. Dia benar ibu yang hebat, Dennis tak salah memilih orang. Berawal dari musibah, mereka menjadi keluarga kecil yang sempurna, di dalam rumah mereka hanya ada kebahagiaan di dalamnya. Membuat semua orang betah bertamu ke rumah Dennis.Darris s
Terdiam untuk waktu yang lama. Semua orang sedang senyap, mengheningkan cipta. Hanya Danish yang mulai risih berada dalam gendongan ibunya."Mam.." Danish mengulurkan tangannya, meminta biskuit yang ibunya beri karena bayi ini tak bisa diam dalam gendongan. Tak puas, karena terus terkurung dalam gendongan, Danish ingin turun. Bayi itu terus menunjuk ke bawah, minta diturunkan. Ayolah, dia sudah bisa jalan kenapa harus digendong terus?Dennis menoleh mengode pada istrinya agar menurut saja, karena bayi itu risih dan belum mengerti apa yang terjadi.Azyan akhirnya pergi dari sana.Hari ini adalah peringatan hari kematian Jasmine. Tanggal 24 Agustus. Dan Dennis hadir untuk memperingati kepergian Jasmine untuk selamanya, dan datanglah semua keluarga Jasmine.Saat Azyan pergi, Danish menangis tangannya ia ulur padanya. Danish ingin bersama Yaya."Yaya." Azyan menggeleng. Tapi D
Azyan tengah bersiap-siap, untuk pergi memenuhi undangan Dennis. Surprise. Walau ia sudah menduga surprise seperti apa. Tapi, Azyan akan pura-pura tak tahu, bahagia demi menyenangkan hati pasangannya.Anak mereka—sebut saja anak mereka, karena buatnya berdua. Danish sedang bermain, Azyan senang bayi itu sudah pandai bermain. Ia akan jengkel dan menangis ketika mainan yang ia mau tak bisa dikunyah.Azyan sudah memandikan Danish memakaikan baju yang rapi, bedak, minyak wangi. Azyan tak tahu, jika sudah besar wajah Danish terlihat lebih mirip seperti Dennis sekarang, padahal dulu saat bayi ia senang wajah Danish mirip dirinya.Azyan sedang menyisir rambutnya dan mungkin sedikit bedak yang tipis di pipinya. Ia merasa hari-harinya berubah. Saat Dennis sudah tahu segalanya, ia tak perlu berpura-pura di hadapan suaminya. Azyan mendekati anaknya yang sedang enteng bermain. Dennis benar membelikan banyak mainan untuk Danish. Membuat bayi itu langsung banya
"Bunda ..." Dennis berbalik pada bundanya. Dennis tahu, pasti bundanya juga menyimpan sesuatu yang tak beres disini."Kejarlah. Dia pasti punya alasan."Dennis langsung berlari, turun dari panggung. Ia mencari di mana ponselnya, dan segera menyusul Azyan.Ketika menjumpai ponselnya, Dennis melihat Azyan memberinya pesan.ABella : Jumpa di cafe Tebing.Sekarang masih siang, tapi cuaca selalu mendung seperti suasana hati Dennis tak sudah karuan seperti sekarang. Laki-laki itu memasukan ponsel dalam sakunya dan bergegas pergi. Ia harus mengejar Azyan, dan meminta penjelasan dari semua ini. Mengapa tiba-tiba Azyan menolaknya? Apa gadis itu sudah menemukan sesorang pengganti dirinya? Kenapa Azyan bisa begitu tega menolaknya? Padahal Dennis tahu, gadis itu juga mencintainya. Siapa yang tiba-tiba mencuci otak gadis itu?Dengan gerimis yang mengundang rindu, Dennis menyusul Azyan
Minggu yang sibuk.Dennis ingin memastikan semuanya berjalan seperti yang ia mau. Sempurna—untuk orang yang sempurna."Saya ingin dekornya warna hijau, jadi nanti panggungnya dibuat bulat gitu." Dennis menjelaskan bagaimana dekornya nanti. Ia yang turun tangan sendiri, memastikan semuanya seperti yang ia inginkan. Biasanya, hal-hal seperti ini bundanya yang akan turun tangan, tapi sekarang Dennis ingin membuatnya sendiri, ingin membuat Azyan terkesima dan meyakinkan gadis itu, ia tak pernah salah memilih.Pekerjaan telah dimulai, besok hari H. Dan saat itu, Dennis akan berdidih dengan gagah dan berani, sambil meminta anak gadis orang untuk menghabiskan masa tua mereka bersama."Zyan, maukah kamu menemani saya sampai hari tua?""Zyan, saya tahu. Saya dulu brengsek dan juga bodoh, telah menyia-nyiakan kamu, sekarang saya ingin kita menghabiskan masa kita bersama, menua bersama bersama
"Maaf, saya hanya laki-laki brengsek dan juga pengecut mungkin. Membawa kamu terbang tinggi dan tiba-tiba harus memutuskan ini tiba-tiba." ujar Dennis sungguh-sungguh. Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang dan ya, Azyan rumah terakhirnya. Tempatnya berlabuh. Azyan dan Danish harta yang paling berharga yang tak bisa ia sia-siakan.Dennis juga sedikit banyak, sudah tahu bagaimana sifat Azyan yang sebenarnya. Gadis pemalu, kalem dan juga, ia akan bersifat manja sewaktu-waktu. Keluarga bahagia impiannya sebentar lagi tercapai."Jadi maaf sekali lagi.""Hahaha. Santai aja, sebenarnya aku cuman bantu kamu dulu buat kamu ingat kembali ke masa lalu, maksudnya ingat keluarga kecilmu, ingat anakmu. Tapi sepertinya nggak ya?" tanya Alena seperti merasa tak enak pada amnesia yang dialami Dennis."Ya saya tak ingat sama sekali, yang saya tahu Zyan hanya pengasuh buat Danish. Bayi yang diadopsi dari panti asuhan. B
Dennis semacam membenci teknologi, karena selalu membawa berita buruk dalam hidupnya. Atau memang Dennis benci dirinya sendiri, karena saat-saat seperti ini, ia tidak bisa berbuat apa-apa.Laki-laki itu butuh suatu pelampiasan untuk meledakan semua amarah yang ia simpan sendiri. Begini tak enaknya jadi lelaki, harus menahan segala emosi, membuat kasus bunuh diri lebih banyak dilakukan kamu adam. Jika wanita dianggap lemah, mak laki-laki harus serba kuat, bahkan laki-laki tak boleh menangis. Dan Dennis benci pada keadaan sekarang, ia tak bisa meluapkan semua perasannya yang terasa menyesakkan di dada. Dennis ingin berteriak di mana Azyan dan Danish sekarang? Bahkan, pesan Alena ia abaikan, seperti suara cicak di dinding yang berlalu begitu saja.Dennis pulang, pulang dengan tangan kosong, dada yang terasa berat dan kepala yang penuh prasangka yang buruk. Jika tidak bisa meminjam sempak Superman, Dennis ingin meminjam palu milik Thor. Atau t