Aku sudah siap melewati setiap kehidupan setelah apa yang akan aku putuskan hari ini, hari ini aku sudah memasukan gugatan cerai ke pengadilan, lalu Papa melaporkan Mas Raihan soal ini hanya akan menjadi urusan Papa, aku tak mau tahu.Hari pertama di rumah Mama, setelah hampir enam tahun hidup terpisah dengan mereka pasti terasa ada yang hilang, hatiku tak menampik jika kehilangan atas sosok itu terasa tapi semua sudah menjadi takdir yang harus aku jalani, perpisahan terkadang selalu menghadirkan luka tapi untuk apa selalu bersama jika justru hanya luka yang tercipta. Lelaki itu dengan mudah berkhianat dan mengorbankan rumah tangganya sendiri, kurang apa aku ini. Aku melayaninya dengan baik, bahkan aku mempercayainya untuk mengurus perusahaan yang Papa berikan tapi balasannya sesakit ini. Di atas sejadah aku meminta kekuatan Allah untuk bisa melewati setiap ujian, menjadi janda tentu bukan sesuatu yang baik. Aku sudah sering mendengar sisi negatif dengan status itu tapi tetap menjadi
"Woy, kalau mau bunuh diri di jalan besar."Aku menggelengkan kepala, kasihan sekali perempuan itu. Aku sudah hampir gila dibuatnya, ulahnya sudah aneh-aneh saja. Mengabaikannya dan kembali membuka pagar, sebuah mobil berhenti mendadak hingga sepeda motor di belakangnya rem mendadak mengenai mobil di depannya yang berusaha menghindari perempuan itu yang entah mau menyebrang atau memang sengaja sedang mencari perhatian dariku. Entahlah, aku tak peduli. Belum sempat aku masuk ke rumah, perempuan itu datang lagi. Ya ampun, sudah ngambil suami orang gak tahu malu juga nyamperin terus. "Mbak, kamu benar-benar manusia gak punya hati. Aku nyaris mati kamu biarin aja, bayarin ganti rugi dong mbak."Aku melongo heran, kenapa Mas Raihan bisa jatuh cinta sama perempuan yang lebih bo-doh dariku? Atau apa memang Mas Raihan senang dengan perempuan polos supaya dengan mudah dibohongi. "Kamu salah orang kalau minta dikasihi. Maaf mbak yang sok cantik kan punya suami, silakan minta sama suami mbak.
Siapapun dan di belahan bumi manapun tak ada yang ingin kehidupan rumah tangganya hanya berlangsung seumur jagung, jelang enam tahun pernikahan ternyata harus membuat rumah tanggaku selesai sampai sini. Tak pernah aku bayangkan, bahkan tak pernah aku meminta hal ini. Setiap malam-malam panjang dan sujud yang aku lakukan ada doa indah yang selalu aku haturkan pada sang pemilik kehidupan. Rumah tangga harmonis, penuh cinta dan membawa pada ketaatan tentu adalah impian setiap pasangan begitupun aku, aku pikir itu pun impian Mas Raihan karena semua sikapnya tak ada yang membuatku curiga atau kecewa. Tapi nyatanya semua lenyap begitu saja, hanya dalam hitungan detik semua yang sudah terjadi selama ini pudar dan pupus. Apakah aku terlalu egois? Palu yang diketuk Pak Hakim pertanda bahwa semua sudah selesai, pengadilan mengabulkan gugatanku dan menolak sanggahan dari Mas Raihan yang bersikukuh ingin tetap bertahan. Bukankah jalan cerai yang dibenci Allah itu boleh diambil jika dalam pernik
Aku menunggu dengan tenang orang yang sedang aku temui, tak lama dia datang dengan dikawal oleh petugas lalu petugas itu pergi. Tatapannya penuh kebencian dan ketidaksukaan, tapi aku tetap tersenyum. Dia duduk dengan kasar, kini kami berhadapan."Ada apa kamu kesini? Mau menertawakan aku, iya hah?" Lelaki yang ku kenal dulu sangat baik, penyayang, lembut kini dapat kulihat sifat aslinya sama seperti yang orang lain katakan dulu kalau aku hanya terhipnotis dengan gaya romantisnya. "Tenang, Mas Raihan. Aku datang kesini tidak bermaksud demikian, aku hanya merasa empati padamu karena bagaimanapun kamu adalah orang yang pernah ada di hidup saya dengan waktu yang tak sebentar.""Jangan basa-basi, kamu bahagia kan dengan kondisiku sekarang?"Aku mencoba tetap tenang, katanya orang yang memiliki kelainan jiwa maka ia tak akan bisa menerima sesuatu hal buruk terjadi padanya jika ada yang terjadi jika tak disukainya itu bukan kesalahannya. Entahlah, yang jelas aku melihat sekarang pada diri
Aku tak pernah menyangka pertemuan tanpa sengaja itu membawaku pada keadaan yang seperti ini. Kala itu, aku yang bekerja sebagai sales sebuah produk rokok mencoba menawarkan produk itu pada seorang lelaki yang kebetulan sedang diam, ya godaan itu sudah biasa bagiku. Karena pekerjaanku ini memang hampir selalu disamakan dengan pekerjaan perempuan nakal, padahal apa yang kukerjakan adalah halal. Lelaki itu tak kusangka meluncurkan rayuan hingga aku terbuai dan akhirnya berkenalan, perkenalan di pertemuan pertama berlanjut menjadi pertemuan-pertemuan selanjutnya. Aku terpikat pada sikapnya yang lembut, wajah tampannya selaras dengan sikap baiknya. Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan, kedekatan itu terjalin begitu saja. Ada rasa nyaman yang terasa di dalam jiwa ini, aku merasa telah menemukan seseorang yang selama ini aku cari. Sungguh aku telah terpikat pada lelaki yang ternyata beristri, tapi aku sudah terlanjur jatuh hati padanya hingga tak peduli apapun statusnya terlebih di
"Kamu suka?"Tetiba suara itu terdengar dari arah belakang, aku dan Shofa menoleh ke sumber suara, betapa aku terkejut dengan kehadirannya. "Kamu?"Lelaki itu tersenyum, sementara Shofa terus menyikut. "Senang bisa bertemu denganmu lagi, Naura. Tak menyangka perempuan yang akan dikenalkan denganku itu adalah kamu.""Dikenalkan?" Aku dibuat heran dengan ucapannya, tiba-tiba dia hadir di depan mata. Siapa yang dia maksud."Tuh, orangnya."Aku dan Shofa menoleh ke arah dimana lelaki itu menatap. Menghela napas ringan, ternyata perempuan itu. Untuk apa dia melakukan hal ini. "Jadi kamu sudah mengenal dia?" tanya perempuan itu padaku. Aku mendesis, maksud dia itu apa? Aku dan dia memang semakin mengenal, saling mengenal tapi aku masih menjaga jarak dengannya. Bagaimanapun perempuan itu adalah perempuan yang dulu pernah diincar oleh mantan suamiku, Mas Raihan. Aku tak ingin membawa orang-orang di masa lalu siapapun masuk dalam hidupku. Zahra Khaura, ah perempuan itu salah menilai ku.
Menyusuri pesisir pantai dengan udara yang sejuk, matahari perlahan terlihat naik, angin menyapa begitu lembut, pemandangan yang asri begitu memanjakan mata, hamparan laut luas seraya berkata bahwa inilah kehidupan begitu luas, apa yang tersaji di dalamnya adalah keindahan yang terbalut dalam segala rangkaian cerita. Deburan ombak, angin yang kencang, terjangan gelombang. Semua terjadi menciptakan keindahan yang sempurna, bagaimana jadinya pantai tanpa sebuah ombak, gelombang dan terjangan angin? Rasanya keindahannya akan kurang sempurna. Tatapan ini tak lepas mengamati perpaduan indah yang tercipta dari tiga hal itu, hingga aku menyadari tentang kehidupan yang selama ini aku hadapi. Terlahir, lalu tumbuh dengan penuh cinta, tak banyak gelombang dan ombak yang menerpa semua bisa dirasakan begitu manis, beranjak dewasa tumbuh menjadi manusia yang paling beruntung, dilimpahkan banyak kemudahan, kemewahan tapi ternyata jika sungai saja terkadang mendapat arus besar maka wajar jika lau
"Jadi kamu suruhan Papa untuk mengawasiku selama di Bali, iya?"Aku menatap lelaki yang duduk di depan, ternyata yang menelponku adalah karyawan Papa yang sengaja diminta menjagaku selama di Bali. Diam-diam Papa melakukan semua itu, ada baiknya tapi ada buruknya juga. Aku seperti anak kecil, harga diriku seakan diabaikan oleh Papa tapi aku tak boleh menghujat begitu saja, karena bagaimanapun Papa selalu ingin yang terbaik untukku. Dia kehilangan jejakku, makanya menghubungiku dan langsung ku ajak bertemu. "Kenapa Non sudah pulang sebelum jadwal kepulangan yang non sampaikan pada Tuan?" tanyanya. Aku hanya tersenyum, aku memang pulang dari satu hari dari hari yang ku kabarkan pada Papa mungkin itu yang dia terima, hingga dia lalai dan kehilangan jejakku. "Sengaja, aku ingin kasih kejutan untuk Papa dan Mama. Sudah santai saja, aku akan amankan semuanya. Kamu bekerja seperti biasa saja," ucapku. "Baik, Non. Terima kasih atas pengertiannya. Kalau begitu saya permisi." Aku hanya men
"Mas."Clarissa akhirnya mengalahkan egonya untuk tidak menyapa suaminya, sejak obrolan tentang ibu Raihan. Clarissa memilih untuk bungkam, percakapan dengan Kania tadi malam sungguh membuat Clarissa kian bertambah pusing. Kenapa pada akhirnya orang-orang di masa lalu kembali hadir saat kehidupan mereka sudah membaik."Iya, dek." "Mas, soal ibu."Raihan menatap Clarissa dalam, dia sudah pasrah dengan apapun keputusan Clarissa karena mungkin Raihan sadar bahwa selama ini keluarganya sama sekali tak pernah peduli padanya. Lalu mendadak kembali hadir setelah semua yang dilalui oleh mereka berdua. Raihan sadar tak mudah jadi Clarissa yang dinikahinya secara sembunyi-sembunyi, melewati masa sulit saat Raihan di penjara. Clarissa sempat ingin menyerah tapi akhirnya tetap bertahan, menemani Raihan hingga titik sekarang dan mereka sudah meresmikan pernikahan secara negara juga. Semua kepahitan hidup yang sudah dilewati oleh Raihan tak lepas dari dukungan dan kehadiran Clarissa, kini semua
"Kamu gak perlu jawab, dek. Harusnya aku tak perlu bertanya hal itu."Raihan berdiri lesu, lalu berjalan meninggalkan Clarissa yang masih mematung terdiam mendengar pertanyaan suaminya disusul pernyataan barusan. Belum sempat dijawab, Raihan sudah mengambil kesimpulan sendiri. Tapi jika bertanya dalam hatinya pun mungkin memang hal itu, bagaimana tidak sama sekali tak terbayang jika harus ada orang lain dalam kehidupan mereka tinggal satu atap. Selama ini meski sederhana Clarissa merasa tenang menjalani hidup bersama Raihan dan dua orang anaknya. Di tepi ranjang Raihan terduduk, pandangannya jauh ke luar kamar lewat jendela yang sengaja dibuka setiap pagi hingga sore oleh Clarissa agar udara berganti katanya. Raihan kembali mengulang pertemuan itu, pertemuan yang sama sekali tak pernah ia bayangkan. Selama lima tahun, Raihan mengira keluarganya sudah hidup bahagia hingga lupa pada dirinya, mereka sama sekali tak peduli dengan kehidupan Raihan. Tapi ternyata Tuhan pun menghukum perbu
"Ada apa, Mas?" Clarissa segera menghampiri Raihan yang baru saja pulang dengan wajah lesu, tubuh lemas terhempas ke sofa tengah rumah, kepala menyandar pada sofa, matanya terpejam. Clarissa seolah melihat sesuatu yang begitu berat tengah terjadi pada lelaki yang dia perjuangkan hidupnya selama ini. Berawal menjadi istri simpanan, hingga akhirnya menjadi istri satu-satunya dengan ujian yang tak mudah. Nyaris menyerah dan pasrah dengan keadaan yang menghampirinya. Sejak ketahuan menikah lagi, lalu Raihan jatuh miskin Clarissa membuktikan jika dia mencintai Raihan bukan hanya sekedar pada hartanya, awalnya meragu karena tiga tahun Raihan harus mendekam di penjara artinya Clarissa harus bersusah payah membiayai hidupnya anak semata wayangnya. Kegagalan berumah tangga yang dialami yang Mama membuat Clarissa akhirnya memilih bertahan dan berjuang berkorban membesarkan Kania, putri kesayangannya. Seminggu sekali mengunjungi Raihan memberikan semangat bahkan membantu Raihan untuk bertemu
Bismillah... Ketemu lagi di cerita ini ya, di season 2 kita akan bertemu dengan Raihan dan tentunya dengan kisah cinta pertamanya Zahra. Seperti apa kisahnya? Saksikan ya... *****"Mas Mas Raihan."Raihan sontak menoleh pada sumber suara yang memanggilnya, mata Raihan mencoba mengingat perempuan yang berada di seberang sana, perlahan dia menghampiri Raihan dengan wajah sumringah sementara Raihan masih mengamati wajah perempuan itu. Dan semakin dekat Raihan mulai mengenalinya. "Hanifa," lirih Raihan. "Iya, Mas. Ini aku Hanifa.""Ka-kamu?""Ya ampun, gak nyangka ketemu Mas Raihan disini, Mas kemana aja?" Raihan terlihat senang tapi raut wajahnya perlahan memudar, adik perempuannya itu sudah bukan gadis remaja yang selalu ia manja lagi. Tubuhnya sedikit kurus, dia berhijab dan wajahnya sedikit kusam. "Hanifa, harusnya Mas yang tanya kamu. Kamu, ibu, bapak kalian kemana saja selama Mas dipenjara?" tanya Raihan. Hanifa terdiam, wajahnya menunduk. Dia sadar betul dengan semua kesalaha
Aku tak menyangka perempuan itu datang sepagi ini, darimana dia tahu alamat rumah ini? Aku bisa saja mengusirnya dengan cepat tapi Mas Rafli tentu tak akan suka dengan hal itu, hingga terpaksa aku pun menemuinya. "Ada perlu apa?" tanyaku dingin."Mbak, aku tahu mbak dan Mas Raihan sudah bertemu jadi aku mohon jangan membalas sakit hatinya."Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapannya, tetiba datang kesini hanya untuk memperingatkan aku tidak membalas sakit hati yang suaminya torehkan ah tidak-tidak dia pun ikut menorehkannya. "Tiga tahun rasanya cukup untuk membuat Mas Raihan akhirnya sadar atas apa yang sudah dia lakukan sama Mbak Naura, begitupun untukku cukup rasanya menerima dia apa adanya dalam keadaan dia tertahan di jeruji besi. Kini aku mohon sama Mbak jangan balas semuanya, lupakanlah mbak semuanya, lagi pula mbak sudah punya suami baru kan."Lagi, ucapannya melantur ke hal yang sama sekali tak pernah aku mengerti alam berpikir hal itu. "Tunggu, maksud kamu datang kesini se
Menjadi bagian dalam perjalanan seorang perempuan dari keluarga terpandang tak pernah aku bayangkan sama sekali sebelumnya, aku yang hanya orang kampung lahir dan besar dari keluarga sederhana di sebuah kampung yang sangat jauh dari ibu kota tak pernah sedikitpun bermimpi untuk mendapatkan pasangan dari orang kota apalagi sampai bermimpi mempunya istri orang kaya raya.Hidup besar di kampung dalam sebuah keluarga yang sederhana tapi penuh cinta dan kebahagiaan, lahir dan besar dari orang tua yang sangat begitu perhatian, penuh cinta kasih dan bahkan begitu agamis membuat aku dan adikku satu-satunya tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan banyak orang, ya katanya begitu. Di tengah keterbatasan ekonomi setidaknya bapak dan Ema masih punya slot kena pujian orang karena punya anak Sholih dan Sholihah katanya, entahlah sepertinya kedua orang tuaku tak pernah peduli atas penilaian orang lain pada hidup kami hingga hal itu turun padaku. Aku tumbuh menjadi lelaki yang penyayang dan memiliki
"Naura.""Mas Raihan."Aku terpaku pada sosok di depan, lelaki yang telah menemaniku dan meninggalkan luka yang sudah perlahan menghilang sejak aku memutuskan membuka hati dan menerima Mas Rafli dalam hidupku. Lelaki yang tak pernah kusangka akan dipertemukan lagi, aku pikir tak akan bertemunya lagi bahkan sama sekali tak ingin aku membayangkan bisa melihatnya lagi. Sejak putusan cerai dikabulkan, lalu ku dengar Papa melaporkan Mas Raihan atas kasus korupsi, aku sudah mengubur semua tentang Mas raihan tak ingin mengingatnya lagi, tak ingin melihatnya bahkan tak pernah menampakan diri untuk menjenguk. Tapi hari ini setelah lebih dari tiga tahun takdir kembali mempertemukan kami, sudah lepaskah dia dari jerat hukum? Wajahnya yang sedikit tirus mungkin karena badannya yang tampak kurus, tapi rautnya tetap sama, masih terlihat seperti Mas Raihan yang dulu bersamaku. "Di bawa kemana Bu?" Suaranya membuyarkan semua lamunan yang mendadak hadir di pikiran, aku segera menguasai diri. "Oh,
Harusnya memang aku tak perlu cemburu atau merasa sakit saat melihat Naura dengan lelaki itu. Ah, siapa dia yang sudah menggantikan posisiku di dekatnya. Naura begitu terlihat bahagia, gelak tawanya berbanding terbalik dengan hatiku yang terluka. Sudah lama rasa itu tumbuh dan mencoba aku tepis, aku yang menikahinya dengan terpaksa lalu perlahan mencoba menerima dan mengkhianatinya nyatanya kali ini aku tak bisa menerima bahwa dia sudah memiliki penggantiku. Niat mencari keluargaku mendadak lenyap yang ada rasa penasaran yang bercokol dalam pikiran tentang kehidupan Naura sekarang, wajahnya begitu berbinar tak nampak sedikit pun kesedihan di wajahnya, dari jauh dan dalam diam aku memperhatikannya. Lelaki itu, ah siapa dia. Aku seperti tak asing lagi tapi dimana aku pernah bertemu dengannya? Tak kuat menahan sakit karena melihat keharmonisan mereka akhirnya langkah kaki ini menjauh dari rumah makan mewah itu. Kembali berjelaga menyusuri kota besar untuk memutuskan pulang, rasanya a
Ketukan palu itu membuat hidupku kian terpuruk, dua bulan yang lalu ketukan palu akan berakhirnya pernikahanku dengan Naura membuat aku masih bisa berdiri tegak dan merasa baik-baik saja, tapi ketukan palu kedua saat diri ini nyatanya diputuskan sebagai penjahat yang telah mengambil keuntungan dari perusahaan milik Naura rasanya hidup ini seolah sudah tak bisa berkilah lagi. Kecerobohan karena sebuah doa yang kupanjatkan untuk anakku, ah tidak-tidak memang bukan sepenuhnya untuk anakku ada hal lain yang tersemat di dalam doa itu, sebuah doa yang tentu saja mengandung sebuah dosa yang akhirnya membuat Naura tahu hal yang selama ini aku tutupi. Jika aku mencari pembenaran maka aku sejujurnya merasa tidak bersalah, semua yang terjadi padaku sungguh karena keegoisan orang tua ku dari jaman aku kecil hingga aku dewasa, tapi apa yang bisa kulakukan selain pada akhirnya menyadari bahwa semua sudah terjadi dan kini aku terbelenggu di jeruji besi yang dikelilingi para penjaga. Setiap hari a