Saga, bu Wulan dan pak Bima tengah menunggu Tiana mengambil bukti yang disebutkan. Mereka sangat penasaran, siapa yang telah mengganti obat Ratri, dengan obat penghambat kehamilan."Kok Tiana lama sekali, ya!" ujar bu Wulan tak sabar."Apakah kalian percaya dengan ucapan Tiana? Bisa saja dia bohong. Aku sedikit tahu dari Lulu dulu, kalau Tiana pernah tidak akur sama Ratri, karena dia merebut suami Ratri yang pertama," imbuh Rumiah.Saga menatap tajam ke arah Rumiah."Terus, yang kamu lakukan pada Ratri apa kabar?" tanya Saga, yang membuat Rumiah terdiam."Kamu tidak ada bedanya dengan Tiana. Tapi, bagi saya, sekarang Tiana jauh lebih baik dari pada kamu," lanjut Saga."Sudah-sudah, cukup kalian berdua! Saga, lebih baik kamu susul Tiana. Papa sudah tidak sabar, ingin melihat bukti yang Tiana maksud," sentak pak Bima.Saga masih menatap tajam ke arah Rumiah. Lantas ia berdiri dan keluar untuk menghampiri Tiana."Mana Tiana? Kok nggak ada?" gumam Saga, ia tak mendapati Tiana di depan rum
"Mohon maaf, Pak, istri Bapak mengalami kecelakaan tunggal."Deg!Bagai disambar petir, Beri tampak terkejut dengan mulut menganga. Sendok yang sedari tadi ia pegang, jatuh seketika. Membuat Ratri penasaran, apa yang Beri dengar di balik sambungan telepon itu."Mas Beri, ada apa?" tanya Ratri. Namun, beri hanya diam termangu, ia tidak bisa berkata apa-apa."Mas!" panggil Ratri.Alih-alih menjawab pertanyaan Ratri, air mata Beri luruh tak dapat dibendung. Kabar tentang kecelakaan yang menimpa Tiana, membuatnya syok dan sedih.Kesal melihat Beri diam, Ratri lantas merebut ponselnya."Halo, ini ada apa, ya?" tanya Ratri, sengaja ia mengaktifkan pengeras suara di ponsel itu.Orang yang menelpon menggunakan ponsel Tiana, kemudian menjelaskan apa yang terjadi kepada Tiana.Ratri yang juga baru mengetahui kabar itu, tak kalah syok dari Beri."Baik, Pak. Kami akan ke sana, ke tempat yang Bapak sebutkan barusan," ujar Ratri.Beri segera merebut ponselnya dari tangan Ratri."Pak, tolong amankan
"Bangun, Oji!" Rumiah mengguncangkan tubuh Oji, satpam di rumah itu.Karena pertempuran semalam, Oji seakan enggan untuk membuka mata."Oji, cepat bangun!" Rumiah kembali mengguncang tubuh Oji lagi dengan cukup kencang. Membuat pria itu perlahan membuka matanya.Setelah membuka matanya, Oji menoleh ke arah Rumiah. Ia tampak terkejut saat mendapati dirinya berada di dalam kamar majikannya, tanpa menggunakan sehelai benang pun, dan hanya tertutup oleh selimut saja."Kamu, kenapa sampai tidur di sini? Jadi, semalam yang berhubungan denganku, itu kamu?" tanya Rumiah mulai menginterogasi, suaranya sengaja ia pelankan. Namun, penuh dengan penekanan.Oji teringat, jika semalam ia merasakan hal yang sangat aneh. Tiba-tiba saja dirinya merasa gerah, dan gairahnya tiba-tiba muncul begitu saja tanpa sebab.Di saat gairahnya kian membara, ia bingung harus menuntaskannya kepada siapa. Namun, saat Oji gelisah, ia tidak sengaja melihat pintu kamar Rumiah sedikit terbuka saat ia hendak melewatinya. D
"Hai, Tiana. Bagaimana kabarmu? Apakah kamu tidak kepikiran untuk mati saja?" Rumiah tersenyum saat melihat tubuh Tiana yang terbaring tak sadarkan diri, dengan luka di kepalanya yang dibalut perban.Tiana, wanita itu kini berada di tangan Rumiah, setelah dinyatakan kecelakaan tunggal dan menghilang di sungai.Cuih!Rumiah meludahi Tiana, sebagai bentuk pembalasan. Namun, Rumiah kembali tersenyum seraya menggenggam botol obat yang terbungkus plastik dobel, yang belum sempat Tiana serahkan kepada Saga."Kamu mau memberikan obat ini kepada Saga?" Rumiah tertawa kecil."Kamu salah telah meremehkan aku, Tiana. Aku tidak sebodoh yang kamu kira. Di saat rahasiaku tentang obat Ratri yang aku ganti ini hampir terbongkar, ck, ck, ck ... Sayangnya kamu kalah telak dariku, Tiana. Kasihan sekali nasib kamu. Sok-sokan ingin menjadi pahlawan kesiangan, tapi ujung-ujungnya kamu sendiri yang celaka!"Sekitar seminggu yang lalu, saat Tiana hendak mengambil botol berisi obat di dalam bagasi motornya. L
Tiana mengangguk, ia menuruti perkataan pria tua yang tidak ia kenal itu. Tampaknya pria tua itu sedang mencari rumput di sekitar hutan itu dengan satu buah karung dan arit yang ia bawa.Mereka bersembunyi di balik semak-semak yang berdekatan dengan pembuangan sampah, yang beraroma sangat tidak sedap.Beberapa kali Tiana menahan nafas karena terganggu dari bau sampah itu.Langkah kaki beriringan menggema di tempat itu. Terlihat Rumiah juga berada di sana, dengan ke empat orang suruhannya."Kamu serius, kamu mendengarnya di sini?" tanya Rumiah.Fram mengangguk, "Saya serius, Bos. Sepertinya wanita itu belum jauh dari sini.""Oke, sebaiknya kita berpencar saja. Kalian harus cepat menemukan dia. Tekadku sudah bulat, kalau dia sampai ketemu, akan aku habisi dia. Persetan dengan hukuman. Aku bisa bermain rapi," ucap Rumiah.Fram, preman yang tidak pernah membunuh itu merasa tidak setuju dengan ucapan Rumiah. Ia tidak ingin terlibat dalam pembunuhan itu.Namun, melihat kemarahan Rumiah, mem
Dua bulan kemudian, Rumiah telah gagal mencari Tiana. Maka, dia memutuskan untuk tidak mencarinya lagi. Toh bukti yang dimiliki Tiana sudah ia buang. Jadi, tentunya ia akan aman, tidak akan takut lagi jika semua kejahatannya terbongkar.Hanya saja, selama setelah menikah. Rumiah sering kali merasa kecewa kepada Saga. Dari awal menikah hingga saat ini, sikap Saga masih saja dingin. Tidak pernah ada kehangatan di dalam pernikahan mereka. Bahkan beberapa kali Saga sempat mengutarakan ingin menceraikan Rumiah. Namun, Rumiah tidak ingin itu terjadi, karena untuk berada di posisi saat ini, sangat tidak mudah. Berkat bu Wulan juga, pernikahan itu masih tetap berjalan walau pun Rumiah merasa seperti janda di dalam pernikahan itu.Hari ini, di kediaman bu Wulan tengah diadakan pesta ulang tahun. Semua kerabat dan teman-teman bu Wulan tampak hadir di acara itu."Hai, Wulan. Selamat ulang tahun, ya. Duh ... Makin tambah umur, kok makin cantik saja, sih!" ucap teman arisan bu Wulan."Kamu bisa sa
Sampai rumah, cuaca hari ini tiba-tiba mendung. Rintik hujan mulai berjatuhan membasahi apa saja yang ada di bumi.Beberapa kali Saga membunyikan klakson, menunggu Oji untuk membukakan pintu gerbang. Namun, Oji tak juga menampakkan batang hidungnya. Membuat Saga turun dari mobil, dan membuka gerbang itu sendiri.Setelah memasukkan mobil ke dalam garasi. Saga bergegas masuk ke dalam rumah. Ia ingin segera memeriksa CCTV sekitar 2 bulan yang lalu. Namun, kerongkongannya terasa kering, sehingga terlebih dahulu ia pergi ke dapur, hendak mengambil air minum."Kenapa pintu belakang terbuka?" gumam Saga, saat mendapati pintu yang menghubungkan dapur dan tempat menjemur pakaian terbuka.Saga kemudian mendekati pintu itu, hendak menutupnya, karena jika tidak ditutup, kemungkinan air hujan yang terbawa angin akan masuk ke dapur."Oji," batin Saga, saat tangannya menyentuh kenop pintu itu. Tak sengaja ia melihat Oji yang tengah mengangkat jemuran miliknya.Saga terpana menatap Oji. Ah bukan, leb
"Keadaan cucu Mama sehat, setiap hari Mas Saga selalu memperhatikan kami. Iya kan, Mas," ujar Rumiah.Saga tersenyum tipis dan mengangguk kecil.Mereka pun duduk di sofa ruang tamu. Bu Wulan memberikan beberapa paper bag kepada Rumiah."Ini apa, Ma?" tanya Rumiah sambil menerima paper bag tersebut."Itu baju-baju hamil, tadi Mama sama Papa mampir ke toko baju, dan sengaja membelikan itu semua untuk kamu," jawab bu Wulan.Rumiah tampak tersenyum sumringah. Ia kemudian melihat satu persatu baju-baju itu."Terima kasih, Ma. Aku sangat menyukai semuanya," ucap Rumiah.Saga kemudian berdiri, mengajak mereka semua ke ruang makan."Sebaiknya kita mulai makan malam ini. Aku sudah sangat lapar," ajak Saga.Mereka semua tampak mengangguk, lalu berjalan beriringan ke ruang makan."Makan yang banyak, Sayang. Biar anak kamu sehat," ujar bu Wulan begitu perhatian.Keadaan berubah hening, hanya suara suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring, memenuhi ruangan.Selesai makan, mereka duduk bers
"Siapa, kamu?" tanya Saga, ia bangkit dan berusaha menahan sakit di kakinya yang terluka cukup dalam.Tak banyak bicara, pria yang bernama Agus itu kemudian melayangkan balok kayu itu ke arah Saga.Saga yang telah membaca pergerakan Agus, dengan cepat ia menghindar. Sehingga tak terkena pukulan itu.Dalam gempuran rasa sakit di kakinya yang terluka cukup dalam. Saga mempertahankan diri supaya ia tidak terkalahkan oleh pria tersebut.Buk!Buk!Buk!Beberapa kali Saga menangkis setiap pukulan Agus. Beberapa kali Agus pun terjungkal ke belakang, nyaris kewalahan karena Saga tak memberinya ruang untuk membalasnya."Hentikan semua ini, atau saya akan seret kamu ke kantor polisi," ujar Saga memberi ancaman.Pria itu seakan tidak takut atas ancaman Saga. Ia terus saja melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Saga tanpa henti.Buk!Saga hampir kehilangan kesadaran, saat sebuah stik bola baseball melayang ke arah tengkuknya."Aaaaargh!" Saga memekik kesakitan, ia mempertahankan kesadarannya sekua
"Gila, kamu sudah gila, Rika. Lepaskan, saya mau pulang!" sergah Saga, ia begitu emosi dengan tingkah gila Rika."Aku memang gila, Om. Aku gila karena Om, aku tergila-gila. Aku mohon, terima aku sebagai kekasih Om. Lambat laun, Om pasti akan nyaman denganku. Aku bisa membahagiakan Om, aku janji," sahut Rika.Saga terus memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Rika tak membiarkannya lepas begitu saja. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menahan Saga supaya tidak pergi dari tempat itu.Saga akhirnya terdiam, ia menyentuh punggung tangan Rika."Kamu yakin akan ucapanmu itu?" tanya Saga mulai luluh.Mendengar pertanyaan itu, tentu Rika merasa senang. Seperti ada harapan yang menghampiri, di saat dirinya susah payah membuat Saga luluh."Tentu saja, Om. Aku tidak akan main-main dengan ucapanku. Aku cinta sama Om, apa pun akan aku lakukan demi Om. Asal Om terima cinta aku," jawab Rika."Apa pun?" tanya Saga."Tentu, Om!""Lepaskan dulu saya, saya tidak bisa bergerak leluasa jika kamu memeluk sa
"Ayah, jemput aku di rumah teman. Aku mau pulang, ini aku pakai nomor temanku. Ini aku Gina, jangan hubungi nomorku, ponsel aku mati." Saga menerima sebuah pesan dari nomor baru yang mengaku sebagai Gina. Kemudian mengirimkan alamat rumah yang Saga pun belum tahu rumah teman Gina yang mana."Oke, Ayah akan ke situ. Ayah bersiap dulu, sekarang sudah waktunya jam pulang," balas Saga.Saga bergegas membereskan semua berkas, menutup laptop dan menjinjing tas kerjanya hendak pulang.Saga mengemudikan mobilnya, hendak menuju tempat di mana Gina berada.Jalanan cukup macet, karena saat ini jam menunjukkan pukul 4 sore. Di mana kebanyakan orang-orang baru saja selesai bekerja, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.Sampai Saga menunggu 15 menit di dalam kemacetan yang cukup parah. Akhirnya mobil Saga terbebas dari drama kemacetan yang menghambat setiap pergerakan di sore itu.Sore telah beranjak malam, Saga telah menemukan alamat yang dikirim Gina. Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil,
Perlahan, penutup kotak makanan itu terbuka, menampakkan sesuatu yang membuat Gina terpaku."Siapa kira-kira yang menitipkan ini pada Dudung? Apakah David lagi? Ah ... Rasanya nggak mungkin," gumam Gina.Di dalam kotak makanan itu, terdapat makanan yang dibentuk menyerupai wajah berkerudung."Ehem ... Apaan itu? Bagus banget," ujar Cherly yang mengejutkan Gina."Entah, tadi Dudung yang ngasih ini sama aku. Katanya ini titipan buatku," sahut Gina."Dudung? Apa jangan-jangan dari kak David? Soalnya kan waktu itu juga, dia yang disuruh David buat ngasih kertas surat buat kamu. Tapi ... Apa iya, ini dari kak David? Kok aku percaya nggak percaya ya!" timpal Tessa.Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa bingung."Ah entahlah, mau nggak nih Tes?" Gina menyodorkan kotak makanan tersebut kepada Tessa."Serius ini buat aku? Tapi sayang loh, ini bagus banget. Kok bisa sih dibentuk kayak wajah kamu? Jadi nggak tega makannya," sahut Tessa."Ya sudah kalau nggak mau, aku kasih saja sama satpam d
Gina dan Rusdi terbelalak mendengar suara Cherly yang sepertinya sedang ketakutan."Ayah, itu Cherly kenapa?" ujar Gina merasa khawatir, begitu pun dengan Rusdi.Mereka saling melempar pandang, dalam tatapan penuh kecemasan."Coba buka, apakah pintunya dikunci? Takutnya ada orang yang mau berbuat jahat kepada Cherly," imbuh Rusdi.Gina mengangguk, lantas ia memutar kenop pintu itu dengan cepat.Ceklek!Gina merasa lega, pintu kosan Cherly ternyata tidak dikunci. Sehingga memudahkan keduanya masuk ke dalam kamar Cherly tanpa hambatan apa pun.Gina dan Rusdi berlari masuk ke dalam. Langkah mereka terhenti, saat mendapati Cherly tengah duduk di atas kasur, dengan posisi membelakanginya."Cherly," panggil Gina.Cherly menoleh mendengar suara Gina. Ia tersenyum dengan keadaan wajah sudah dipenuhi keringat."Gina, kamu ke sini?" tanya Cherly.Gina dan Rusdi menatap heran ke arah Cherly. Baru saja mereka mendengar Cherly teriak ketakutan. Namun, yang mereka lihat saat ini, Cherly terlihat ba
"Kayaknya ada tamu," gumam Gina, setelah ia keluar dari mobil.Pintu utama tampak terbuka lebar, menjadikan Gina berasumsi seperti itu.Gina berjalan masuk menuju pintu utama. Saat kakinya melangkah mulai menapaki ruang tamu, ia terperanjat ketika melihat seseorang yang tengah duduk berkumpul di sofa bersama Ratri dan juga Saga."A-ayah," gumam Gina, ia begitu terpaku sehingga dirinya berdiam di ambang pintu."Gina!" Seru Rusdi, saat dirinya melihat Gina yang baru saja datang.Rusdi terlihat berubah setelah lama ditahan. Sebagian rambutnya telah memutih dan tubuhnya tampak kurus."Ayah!" Gina berjalan cepat, kemudian memeluk Rusdi begitu erat.Gina dan Rusdi menangis di dalam pelukan. Mereka menumpahkan rasa rindu yang salam ini terpendam di dalam diri mereka masing-masing."Ayah ada di sini?" Terdengar suara Gina parau karena tangisan yang tumpah."Iya, Nak. Ayah sudah bebas kemarin, kita bisa bertemu kapan pun yang kita mau. Ayah sudah bebas, Nak," sahut Rusdi dengan suara bergetar.
Lelaki itu menatap Gina, tanpa terganggu sedikit pun dengan bau yang berasal dari pakaian Gina."Mari aku bantu berdiri!" seru lelaki itu."Aku-""Gina, ya ampun!" Dari kejauhan, Tessa dan Cherly berlari saat melihat Gina sudah dalam kondisi kacau."Ya Tuhan ... Kenapa baju kamu bisa kotor seperti ini, Gina?" tanya Cherly, kemudian membantu Gina berdiri."Biasa, aku kena bully lagi. Aku sudah seperti seekor keledai. Jatuh di lubang yang sama," jawab Gina sambil tersenyum getir.Tessa dan Cherly menarik tangan Gina hendak membawanya ke kosan Cherly. Sementara laki-laki yang baru saja menabrak Gina, menatap Gina sampai ia tak terlihat lagi."Kok bisa kamu kena bully lagi?" tanya Cherly, setelah mereka berada di kosan.Kini, Gina telah berganti baju milik Cherly.Gina pun menceritakan awal kenapa ia sampai terkena bully lagi, sampai keadaannya lebih parah dari sebelumnya."Ya Tuhan ... Memang benar-benar ya mereka. Kesal sekali aku, semoga mereka mendapatkan balasan," timpal Tessa yang m
Beberapa hari kemudian, seperti biasa Gina tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus.Sebenarnya Gina merasa malas, setiap hari ia harus berhati-hati dengan keadaan kampus. Ah, bukan keadaan tepatnya, melainkan ketiga monster kampus yang selalu membuatnya kesal. Beberapa kali Gina mengalami bullying seperti dilempar telur, disiram air, dilempar tepung, dan masih banyak lagi. Tak habis pikir, ketiga monster kampus itu masih tetap saja aman di kampus itu. Dari sekian banyaknya mahasiswa di sana, tak ada seorang pun yang berani melawan atau melapor mereka. Pernah beberapa kali, Gina ingin melaporkan kasus bullying itu. Namun, selalu gagal karena ketiga monster itu tidak membiarkan Gina melakukannya."Sayang, sepertinya aku bakalan pulang cepat lagi nanti. Em ... Aku mau makan siang sama kamu berdua di pinggir danau," ujar Saga, saat mereka sedang sarapan pagi."Ehem ... Jadi hanya berdua nih? Aku sama Andres nggak diajak?" timpal Gina sambil melirik Andres."Hanya kami berdua,
Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa ragu sama seperti yang dirasakan Tessa.Kosan yang baru saja disewa Cherly terlihat tidak terawat. Bukan berarti kumuh, akan tetapi, keadaanya yang terlihat lembab."Entahlah, aku juga ragu, Tes. Kosan ini juga berada di paling ujung berbatasan dengan kebun pisang," sahut Gina."Em ... Apa kita kasih saran saja sama Cherly, buat cari lagi kosan yang lain? Aku saja sekarang ini, kok kurang nyaman, ya!" seru Tessa.Gina terdiam, ucapan Tessa ada benarnya juga. Namun, apakah Cherly setuju?"Tapi Cherly sudah membayar sewa selama beberapa bulan ke depan, Tes. Tapi ... Kita coba tanyakan saja nanti kalau dia sudah kembali," sahut Gina.Tak berselang lama, Cherly kembali dengan membawa 3 cup minuman dingin yang ditenteng di dalam kantong kresek bening."Ini buat kalian, huhhh haus banget," ujar Cherly, lantas memberikan 2 cup minuman itu kepada Gina dan Tessa."Terima kasih, Cher. Em ... Cher, kamu yakin mau tinggal di kosan ini?" tanya Gina memasti