Dean menoleh. Dilihatnya wajah Eduardus yang tampak pucat saat sedang menatapnya.
"Siang, Eduardus," balas Dean sambil berdiri, "Aku tak menyangka ... ternyata setelah puluhan tahun berpisah kita bisa ketemu lagi."
Eduardus menunduk malu. "I-iya."
Entah kenapa ada rasa takut dalam dirinya ketika menatap lelaki itu. Mungkin itu karena disebabkan oleh rasa bersalahnya terhadap Dean. Tapi mengingat tujuannya ke sini untuk menebus kesalahan itu, upaya yang tinggi ia berusaha untuk memberanikan diri menatap Dean.
"Maaf telah menganggumu, Dean."
Lelaki itu bergerak menuju sofa panjang. "Tidak masalah. Duduklah."
Eduardus menurut dan duduk di hadapan Dean. Dilihatnya anak yang tempo hari berusia delapan tahun, kini tumbuh dewasa menjadi lelaki tampan dan berwibawa.
"Sebelumnya aku ingin minta maaf. Aku___"
"Kau ingin minum kopi atau teh?" sergah Dean.
Eduardus terkejut. Tapi demi menghargai tawaran sang pemilik kantor, ia menja
Di sisi lain.Tanisa dan Kensky sedang duduk di ruang tamu. Karena lusa dirinya akan kembali ke Jerman, Kensky menghabiskan waktu bersama sahabatnya."Ayahku sudah mengakuinya, Tan. Dia juga sudah minta ijin padaku untuk memberikan perusahan serta rumah itu kepada Dean."Tanisa mengedipkan mata sekali sambil menatap Kensky. "Tapi kalau kau menikah dengannya, sudah pasti perusahan dan rumah itu akan menjadi milikmu."Kensky berdecak. "Itu dia masalahnya, Tan. Entah kenapa sekarang ini menjadi ragu pada Dean.""Kenapa?" tanya Tanisa dengan alis berkerut-kerut."Entalah, tapi itulah yang kurasakan saat ini. Aku ragu padanya, tapi aku tidak tega meninggalkannya.""Kau hanya termakan kata-kata Rebecca dan Soraya. Kalau memang perasaannya tidak tulus, tidak mungkin dia sampai sakit karenamu."Kensky diam sesaat. "Hari ini ayah akan menemuinya. Aku takut dia akan marah dan menyakiti ayah.""Itu tidak mungkin, Sky," kata Tanisa,
Kensky menunduk. Sejenak ia kembali mengingat saat pertama kali bertemu Dean."Sebenarnya aku ingin marah padanya, Pi. Dia telah membohongiku, dia bilang bahwa diriku dan dia sudah dijodohkan oleh Papi. Itu sebabnya aku kaget waktu Papi bilang tidak mengenalinya."Eduardus menahan tawa. "Dia berkata begitu?""Iya. Saat itu aku sedang berjalan kaki untuk menghadiri wawancara di Kitten Group. Sialnya mobil yang dia tumpangi melindas air dan mengenai tubuhku, aku basah dan handphone-ku rusak. Tapi setelah itu dia turun dan menanyakan namaku. Begitu aku menyebutkan nama lengkapku, dia langsung bilang bahwa namaku sama persis dengan calon istrinya. Dan begitu saat aku menyebutkan nama belakangku, dia langsung mengatakan bahwa aku gadis yang sudah dijodohkan dengannya. Yang lebih membuatku percaya, dia menyebutkan nama Papi dengan lengkap. Di situlah dia berkata bahwa Papi telah menjodohkan kami sejak lama."
"Jadi kau yang telah membuat papi sembuh hingga sehat kembali?""Iya."Kensky ternganga. Sedangkan Dean terus menceritakan semuanya."Memang aku ingin balas dendam kepada ayahmu, tapi aku tidak ingin memberikan satu juta dolar kepada mereka. Seandainya dia tidak mendesakku untuk menikahi Soraya, mungkin ayahmu saat ini sudah lumpuh total. Soal hutang ayahmu kepadaku itu ide Rebecca, aku sampai terkejut waktu dia bilang aku harus menyetujuinya; bila mana ayahmu punya hutang dan jaminannya adalah perusahan kalian. Aku bahkan kebingungan saat dia memaksaku untuk memberikanmu toleransi.""Tapi faktanya aku tidak minta toleransi, bukan?" Kensky terkekeh, "Terus selanjutnya bagaimana?""Di samping aku bicara dengan Rebecca, aku juga bicara dengan pengacara asli ayahmu. Beliau bernama Mr. Pay.""Oh, iya? Jadi di sisi lain kau bersikap jahat, di satu sisi kau bersika
"Terus, Rebecca mau?""Papi tidak perduli, Nak. Dia mau atau tidak keputusan papi sudah bulat. Papi ingin bercerai dengannya."Wajah Kensky berkerut-kerut. "Aku khawatir Rebecca akan mencelakai Papi lagi. Aku tidak ingin itu terjadi lagi, Pi.""Tidak, Sky. Papi tidak ingin lagi hidup dengan wanita jahat seperti dia. Memang semua ini rencana Dean, tapi setidaknya dengan masalah ini papi bisa tahu bahwa Rebecca tidak benar-benar mencintai papi.""Baiklah. Tapi Papi janji jangan pernah berurusan dengan mereka lagi, ya? Aku tidak ingin mereka berpura-pura dan akhirnya mencelakai Papi hanya karena sakit hati."Eduardus meraih tangan anaknya. "Kamu tenang saja. Papi tidak akan lagi tinggal di rumah itu, papi akan tinggal bersama Mr. Bla."Kensky tersenyum sayang. "Kira-kira mami akan marah tidak ya jika tahu rumah dan perusahannya sudah jatuh ke tangan orang lain?"
Ting! Tong!Bunyi bel membuat Soraya dan Rebecca saling bertatap. "Biar aku saja," kata Soraya sambil beranjak dan berdiri dari sofa.Rebecca duduk diam. Sambil menatap anaknya berjalan meninggalkan ruangan ia tampak berpikir. "Mudahan-mudahan saja caraku itu bisa berhasil. Semoga Dean bisa peka dan segera membuat sertifikatnya. Dengan begitu aku masih punya waktu tinggal di sini sampai sertifikat itu selesai.""Ma?"Suara Soraya mengejutkan Rebecca. "Iya, Nak?""Ada yang ingin bertemu, Mama."Alis Rebecca berkerut. "Siapa?"Mata Soraya beralih pada sosok yang sedang berjalan memasuki ruang tamu."Halo, Nyonya Rebecca."Mata Rebecca melotot. "Anda?"Sosok yang berdiri di samping Soraya tersenyum lebar. "Iya, aku. Kenapa? Anda kaget?"Wajah Rebecca kontan m
Mata Eduardus berkaca-kaca. "Ya, Tuhan. Seandainya waktu bisa diulang, aku tidak akan pernah menjahatimu, Dean. Sumpah."Dean tersenyum samar. "Justru aku bersyukur kau menjahatiku, Eduardus. Berkat sikapmu yang jahat itu aku bisa bertemu dengan Kensky."Tawa bahagia pun terdengar dari suara Dean, Eduardus dan Mr. Pay."Tapi aku minta kau jangan dulu memberitahukan hal itu kepada Kensky, aku ingin memberi kejutan kepadanya," tambah Dean."Kau tenang saja, Nak. Sekarang, apapun yang kau perintahkan akan kulaksanakan."Mr. Pay dan Eduardus kembali tertawa. Sedangkan Dean dengan tatapan bahagia menatap Eduardus yang kini mengeluarkan air mata karena bahagia.***Aktivitas kantor yang cukup menguras tenaga membuat tubuhnya berkeringat. Berendam air panas ditemani scent white jasmine dari produk Lucerna membuat Kensky merasa nyaman. Saking nya
"Laki-laki itu.""Oh, pantasan saja dari tadi aku menghubingimu tidak bisa."Kensky tahu Dean sedang sensitif karena kecemburuannya terhadap laki-laki lain. Tapi demi menjaga hubungan mereka, mau tidak mau ia harus jujur kepadanya."Tadi begitu selesai bicara denganmu, tiba-tiba dia menghubungiku. Padahal sudah sekian lama dia tidak menghubungiku, tapi malam ini dia kembali meneleponku.""Apa yang dia katakan?"Kensky bergerak dan duduk di kursi. "Dia mengajakku menikah."Dean diam cukup lama. Dan hal itu membuat Kensky khawatir."Kau menerima lamarannya?""Aku belum memberi keputusan. Hanya saja ... aku mengajak dia bertemu.""Untuk apa?" Nada Dean terdengar tidak senang."Aku ingin mengatakannya secara langsung, siapa yang akan kupilih di antara kalian berdua sebagai calon s
Kensky pun segera menyudahi mandinya. Dengan cepat ia membilas diri kemudian kembali ke kamar. Ia meraih ponsel di atas nakas, mencari kontak Ceo kemudian mengiriminya pesan."Aku tunggu kau di kantor Kitten Group jam dua belas siang. Jika ada yang melarangmu masuk, bilang saja kau sudah buat janji temu denganku."Selepas mengirim pesan itu Kensky menekan lama tombol samping untuk mengnon-aktifkan ponselnya.Zet!"Maafkan aku, Dean. Maafkan aku. Aku terpaksa melakukan ini."***Di dalam gedung kantor yang tinggi, Dean baru saja menyelesaikan pekerjaannya."Matt?""Iya, Bos?""Hubungi Eduardus, katakan aku akan mengajaknya makan siang.""Siap, Bos."Sambil menunggu sang supir menghubungi calon mertua, Dean menyandarkan kursi sambil menatap layar ponsel. Beg