Happy Reading-----
Gavriel membelai lembut pipi Liora, sedang tangannya yang lain menggenggam jemari sang kekasih tersebut. Mata Liora masih tertutup sedari tadi, belum tersadar dari efek anestesi.
“Maafkan aku, Cara mia.” Gavriel mencium punggung tangan Liora dan membawa tangan itu ke pipinya.
“Aku harusnya lebih bisa menjagamu.” Mata Gavriel kembali berlapis kaca.
Kondisi Liora terus menghunjam jantungnya. Ia tak tahu sudah sebanyak apa air matanya menetes sejak tadi. Seumur hidup, ia tak pernah menangis seperti ini. Pantang baginya menangis sejak umurnya sepuluh tahun. Bahkan ketika pelatihan keras yang ia tempa dari sang ayah dan kakek. Sidney—ibu tirinya yang selalu menangis untuknya setiap kali melihat ia pulang dari gempuran pelatihan keras untuk menjadi Don Prospero.
Gavriel merasa hatinya sudah mati untuk merasakan empati pada orang lain selain keluarganya, tetapi kini?
Happy Reading----- Jake, Zerenity, dan Starley datang berselang setengah jam kemudian. Disusul Geoffrey dan Everley—paman dan bibi Liora dari garis keluarga Dexter. Gavriel tak berekspektasi bahwa keluarga besar Liora dapat setanggap ini untuk tetap datang dari negara bagian tengah malam seperti ini. Meski demikian, Gavriel sangat senang kekasihnya dikelilingi orang tercinta seperti ini. Namun, di tengah ramainya ruangan itu, Liora tak sedikit pun melepas genggaman tangannya pada Gavriel meski mata dan fokusnya pada keluarga. Hal itu membuat Gavriel tak bisa untuk melepas senyum. Ia berkali-kali mencium tangan Liora karena itu. Sampai akhirnya semua orang menengok pada kedatangan Daniel. “Maaf menganggu waktu kalian.” “Sebentar,” bisik Gavriel seraya mencium sekilas bibir Liora sebagai bujukan. Ia ngusap punggung tangan kekasihnya sekali lagi, sebelum berjalan menemui Daniel. Sementara Liora memperhatikan kepergian Gavriel
Warning 21+ Sedikit Gore. Happy Reading-----“Don Gavriel.”Sederet made guy berjas hitam rapi menyambut sang Don mereka di kanan kiri pintu utama markas besar Prospero di Platteville. Tatapan Gavriel dingin dan lurus. Cukup melihat tatapan itu, siapa pun tahu, don mereka berada dalam sisi tergelap pria itu.Dexter tak memedulikan betapa megahnya markas dan betapa banyaknya anak buah yang menyambut kekasih anaknya. Yang ia cukup tahu, segelintir dari orang-orang ini telah gagal menjaga anaknya dari bahaya.“Aku yakin hanya dirimu satu-satunya yang telah berani menghajar seorang Don,” bisik Jake terkekeh.“Di mataku ia hanya lelaki yang sialnya dicintai anakku,” lirik Dexter menahan kesal. “Mereka saling mencintai, Dex.”“Dan dia memberikan bahaya nyata.”“Dan kau s
Happy Reading-----“Aku butuh melihat semua bukti yang sudah kalian kumpulkan dan progres identifikasi penyadap itu,” kata Jake ketika mereka keluar dari ruang khusus santperdo.Paco mati sebelum pisau mencapai dada dengan satu bola mata yang masih tergantung oleh saraf optik di pipi.Daniel menoleh pada Gavriel untuk meminta persetujuan yang segera dibalas dengan anggukan tegas oleh sang Don.“Sebelah sini, Sir.” Daniel merentangkan satu tangannya pada lorong di persimpangan.“Panggil aku, Jake. Kita sudah berkeluarga.” Jake menepuk pundak Daniel.“Maaf, sudah terbiasa.” Daniel terkekeh canggung.Jake dan Daniel pun meninggalkan Gavriel dan Dexter. Sang Don melangkah bersama Dexter ke lorong lain yang masih dijaga ketat oleh made guy bersenjata yang berjajar tiap tiga meter.“Dia milikmu, tetapi aku perlu m
Happy Reading-----Dexter melirik melihat Gavriel yang baru saja turun dari tangga dengan penampilan yang lebih segar. Begitu pula dengan pakaian yang sudah berganti lebih kasual, meski tetap serba gelap. Mantel hitam merangkap sebuah pakaian turtleneck hitam dan juga celana jins hitam.Gavriel menghampiri Jake dan Dexter yang sedang duduk di taman samping. Dari segala ruang rahasia, ruang rapat, dan ruang pelatihan made guy, masih tersisa taman indah di markas besar Prospero ini.“Aku akan menjemput Vierra terlebih dahulu dan kembali ke rumah sakit.”“Kau tak istirahat terlebih dahulu?” tanya Jake yang baru saja menyesap espresso-nya. Ia duduk berseberangan dengan Dexter yang sedang merokok.Jam memang sudah menunjukkan pukul 6.40 pagi saat ini. Waktu bergulir cepat di tengah hal keji yang mereka lakukan sejak dini hari tadi.Bantuan penyelidikan yang Jake lakukan terharap pen
Happy Reading-----“Apa yang kau katakan, Cara mia?” erang Gavriel terluka. Ia membingkai sisi wajah Liora dan mengamati garis wajah sang kekasih dengan perlahan. “Kau selalu cantik di mataku, apa pun kondisimu.” Ia menyatukan keningnya dengan Liora.“Jangan pernah katakan hal itu lagi, kau mengerti? Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu,” bisik Gavriel yang justru membuat air mata Liora kian luruh.Gavriel tersenyum terenyuh. Ia menghapus buliran menyakitkan itu. Mata keduanya kemudian terpejam seiring bibir mereka yang saling mengisi.Jantung Gavriel rasanya terhunjam mendengar perkataan Liora. Ia tak pernah menemukan kekasihnya kehilangan kepercayaan diri seperti ini.Mungkin ia memang egois karena hal ini tak membuatnya berhenti untuk tetap ingin bersama Liora. Baginya, jika ia benar-benar mencintai Liora, maka pergi bukan sebuah jawaban, tetapi yang harus ia lakukan adalah menja
Happy Reading-----“Lanjutkan istirahat kalian,” kata wanita itu yang langsung berbalik badan.“T-tunggu,” cegah Liora, tetapi sepertinya tak sampai terdengar karena wanita itu langsung menghilang di balik tembok.“Sudah kubilang ini bukan saat yang tepat untuk menjenguk,” bisik wanita tersebut pada seseorang.“Kalau bukan sekarang, lalu kapan? Jadwal kita padat, kau tahu?”Meski berbisik, keadaan kamar yang terlampau sunyi membuat suara mereka sangat mudah terdengar. Bibir Liora langsung menyunggingkan senyum kala mendengar balasan dari suara yang sudah sangat ia hafal tersebut.“Ada Gavriel di sini!” bisik wanita itu setengah kesal.“Masa bodoh! Biar saja dia tahu!”“Gray! Gray! Ya Tuhan, bocah ini!”Grayden menarik tangan Gwen untuk masuk dalam genggamannya dan kemudian keduanya muncul di hadapan Liora yang sudah
Happy Reading-----“Tidak apa-apa.” Gavriel tersenyum sementara batinnya merutuk karena wajah penuh emosinya sempat terbaca oleh Liora.Ia segera mengantongi ponselnya kembali dan berjalan mendekat. Namun, Liora sama sekali tak puas dengan jawaban itu, sehingga ketika Grayden dan Gwen meninggalkan kamar, Liora segera mencecarnya tanpa suara, hanya dari tatapan.Gavriel mendesah, tetapi ia kemudian mengenggam tangan Liora. “Siang ini kita ke rumah sakit keluargaku.”“Lalu kau akan ke mana?”“Bukankah aku bilang kita? Itu berarti aku juga akan ikut menemanimu.”“Lalu besok?” desak Liora.“Besok aku harus menyelesaikan sebuah masalah. Aku janji hanya sehari.”“Apakah ini berkaitan dengan yang terjadi padaku?”Gavriel bergeming.“Jangan perlakukan aku seperti gadis polos. Aku harus tahu apa yang sedang terj
Happy Reading-----“Don Armando, Reed Gennaro.” Gavriel tersenyum.Ia berjalan meninggalkan helipad seraya merentangkan tangan, seolah ingin memeluk mereka. Marco dan Daniel melangkah dengan sorot tajam di belakang tepat di kanan kiri Gavriel. “Terima kasih banyak telah bermurah hati membiarkan helikopterku untuk menumpang mendarat di yacht kalian.”“Mungkin maksud Anda, yacht baru Anda, Don Gavriel,” kata Daniel dengan seringai.“Oh!” Gavriel terkejut dramatis dibuat-buat. “Aku hampir lupa bahwa kau juga dengan suka rela memberikan yacht dan seluruh aset Gennaro pada Prospero.”Armando, pria setengah baya berperut tambun itu menatap Gavriel dengan rahang mengeras penuh kebencian. “Kau merampasnya dari kami, cucu bajingan Rogelio!”BUGH!Kepala Armando terpalingkan d
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin