Happy Reading-----
“Cara mia, bertahanlah. Bertahanlah, Sayangku.” Gavriel terus menggenggam tangan Liora erat-erat di tengah mobil ambulans yang melaju kencang menuju rumah sakit. Ia berulang kali mengecupi punggung tangan Liora yang pucat.
“G-ga-gav,” panggil Liora terus berbata oleh rasa kematian yang terus menerus menghunjam di dadanya yang luar biasa sesak. Seperti inikah rasanya saat nyawa hendak tercabut?
Buliran air mata terus menetes di ujung matanya. Bukan hanya karena sakit luar biasa yang menghantamnya, tetapi juga harus melihat Gavriel bersedih karena keadaannya. Andai bisa, ia tak ingin membiarkan pria itu melihat kondisinya saat ini.
Gavriel prianya yang tangguh, prianya yang berani, sang pemimpin yang ditakuti, tetapi kini terlihat begitu hancur dengan air mata yang menyelimuti mata biru indah itu.
“Aku mencintaimu, Liora. Kumohon bertahan. Bertahanlah, Cara mia
Happy Reading-----Gavriel membelai lembut pipi Liora, sedang tangannya yang lain menggenggam jemari sang kekasih tersebut. Mata Liora masih tertutup sedari tadi, belum tersadar dari efek anestesi.“Maafkan aku, Cara mia.” Gavriel mencium punggung tangan Liora dan membawa tangan itu ke pipinya.“Aku harusnya lebih bisa menjagamu.” Mata Gavriel kembali berlapis kaca.Kondisi Liora terus menghunjam jantungnya. Ia tak tahu sudah sebanyak apa air matanya menetes sejak tadi. Seumur hidup, ia tak pernah menangis seperti ini. Pantang baginya menangis sejak umurnya sepuluh tahun. Bahkan ketika pelatihan keras yang ia tempa dari sang ayah dan kakek. Sidney—ibu tirinya yang selalu menangis untuknya setiap kali melihat ia pulang dari gempuran pelatihan keras untuk menjadi Don Prospero.Gavriel merasa hatinya sudah mati untuk merasakan empati pada orang lain selain keluarganya, tetapi kini?
Happy Reading----- Jake, Zerenity, dan Starley datang berselang setengah jam kemudian. Disusul Geoffrey dan Everley—paman dan bibi Liora dari garis keluarga Dexter. Gavriel tak berekspektasi bahwa keluarga besar Liora dapat setanggap ini untuk tetap datang dari negara bagian tengah malam seperti ini. Meski demikian, Gavriel sangat senang kekasihnya dikelilingi orang tercinta seperti ini. Namun, di tengah ramainya ruangan itu, Liora tak sedikit pun melepas genggaman tangannya pada Gavriel meski mata dan fokusnya pada keluarga. Hal itu membuat Gavriel tak bisa untuk melepas senyum. Ia berkali-kali mencium tangan Liora karena itu. Sampai akhirnya semua orang menengok pada kedatangan Daniel. “Maaf menganggu waktu kalian.” “Sebentar,” bisik Gavriel seraya mencium sekilas bibir Liora sebagai bujukan. Ia ngusap punggung tangan kekasihnya sekali lagi, sebelum berjalan menemui Daniel. Sementara Liora memperhatikan kepergian Gavriel
Warning 21+ Sedikit Gore. Happy Reading-----“Don Gavriel.”Sederet made guy berjas hitam rapi menyambut sang Don mereka di kanan kiri pintu utama markas besar Prospero di Platteville. Tatapan Gavriel dingin dan lurus. Cukup melihat tatapan itu, siapa pun tahu, don mereka berada dalam sisi tergelap pria itu.Dexter tak memedulikan betapa megahnya markas dan betapa banyaknya anak buah yang menyambut kekasih anaknya. Yang ia cukup tahu, segelintir dari orang-orang ini telah gagal menjaga anaknya dari bahaya.“Aku yakin hanya dirimu satu-satunya yang telah berani menghajar seorang Don,” bisik Jake terkekeh.“Di mataku ia hanya lelaki yang sialnya dicintai anakku,” lirik Dexter menahan kesal. “Mereka saling mencintai, Dex.”“Dan dia memberikan bahaya nyata.”“Dan kau s
Happy Reading-----“Aku butuh melihat semua bukti yang sudah kalian kumpulkan dan progres identifikasi penyadap itu,” kata Jake ketika mereka keluar dari ruang khusus santperdo.Paco mati sebelum pisau mencapai dada dengan satu bola mata yang masih tergantung oleh saraf optik di pipi.Daniel menoleh pada Gavriel untuk meminta persetujuan yang segera dibalas dengan anggukan tegas oleh sang Don.“Sebelah sini, Sir.” Daniel merentangkan satu tangannya pada lorong di persimpangan.“Panggil aku, Jake. Kita sudah berkeluarga.” Jake menepuk pundak Daniel.“Maaf, sudah terbiasa.” Daniel terkekeh canggung.Jake dan Daniel pun meninggalkan Gavriel dan Dexter. Sang Don melangkah bersama Dexter ke lorong lain yang masih dijaga ketat oleh made guy bersenjata yang berjajar tiap tiga meter.“Dia milikmu, tetapi aku perlu m
Happy Reading-----Dexter melirik melihat Gavriel yang baru saja turun dari tangga dengan penampilan yang lebih segar. Begitu pula dengan pakaian yang sudah berganti lebih kasual, meski tetap serba gelap. Mantel hitam merangkap sebuah pakaian turtleneck hitam dan juga celana jins hitam.Gavriel menghampiri Jake dan Dexter yang sedang duduk di taman samping. Dari segala ruang rahasia, ruang rapat, dan ruang pelatihan made guy, masih tersisa taman indah di markas besar Prospero ini.“Aku akan menjemput Vierra terlebih dahulu dan kembali ke rumah sakit.”“Kau tak istirahat terlebih dahulu?” tanya Jake yang baru saja menyesap espresso-nya. Ia duduk berseberangan dengan Dexter yang sedang merokok.Jam memang sudah menunjukkan pukul 6.40 pagi saat ini. Waktu bergulir cepat di tengah hal keji yang mereka lakukan sejak dini hari tadi.Bantuan penyelidikan yang Jake lakukan terharap pen
Happy Reading-----“Apa yang kau katakan, Cara mia?” erang Gavriel terluka. Ia membingkai sisi wajah Liora dan mengamati garis wajah sang kekasih dengan perlahan. “Kau selalu cantik di mataku, apa pun kondisimu.” Ia menyatukan keningnya dengan Liora.“Jangan pernah katakan hal itu lagi, kau mengerti? Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu,” bisik Gavriel yang justru membuat air mata Liora kian luruh.Gavriel tersenyum terenyuh. Ia menghapus buliran menyakitkan itu. Mata keduanya kemudian terpejam seiring bibir mereka yang saling mengisi.Jantung Gavriel rasanya terhunjam mendengar perkataan Liora. Ia tak pernah menemukan kekasihnya kehilangan kepercayaan diri seperti ini.Mungkin ia memang egois karena hal ini tak membuatnya berhenti untuk tetap ingin bersama Liora. Baginya, jika ia benar-benar mencintai Liora, maka pergi bukan sebuah jawaban, tetapi yang harus ia lakukan adalah menja
Happy Reading-----“Lanjutkan istirahat kalian,” kata wanita itu yang langsung berbalik badan.“T-tunggu,” cegah Liora, tetapi sepertinya tak sampai terdengar karena wanita itu langsung menghilang di balik tembok.“Sudah kubilang ini bukan saat yang tepat untuk menjenguk,” bisik wanita tersebut pada seseorang.“Kalau bukan sekarang, lalu kapan? Jadwal kita padat, kau tahu?”Meski berbisik, keadaan kamar yang terlampau sunyi membuat suara mereka sangat mudah terdengar. Bibir Liora langsung menyunggingkan senyum kala mendengar balasan dari suara yang sudah sangat ia hafal tersebut.“Ada Gavriel di sini!” bisik wanita itu setengah kesal.“Masa bodoh! Biar saja dia tahu!”“Gray! Gray! Ya Tuhan, bocah ini!”Grayden menarik tangan Gwen untuk masuk dalam genggamannya dan kemudian keduanya muncul di hadapan Liora yang sudah
Happy Reading-----“Tidak apa-apa.” Gavriel tersenyum sementara batinnya merutuk karena wajah penuh emosinya sempat terbaca oleh Liora.Ia segera mengantongi ponselnya kembali dan berjalan mendekat. Namun, Liora sama sekali tak puas dengan jawaban itu, sehingga ketika Grayden dan Gwen meninggalkan kamar, Liora segera mencecarnya tanpa suara, hanya dari tatapan.Gavriel mendesah, tetapi ia kemudian mengenggam tangan Liora. “Siang ini kita ke rumah sakit keluargaku.”“Lalu kau akan ke mana?”“Bukankah aku bilang kita? Itu berarti aku juga akan ikut menemanimu.”“Lalu besok?” desak Liora.“Besok aku harus menyelesaikan sebuah masalah. Aku janji hanya sehari.”“Apakah ini berkaitan dengan yang terjadi padaku?”Gavriel bergeming.“Jangan perlakukan aku seperti gadis polos. Aku harus tahu apa yang sedang terj